22/03/11

Mukaddimah


Mukaddimah
"Akulah TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan.
Satu hal yang sangat indah yang saya dapat tangkap dari firman Allah di dalam saat teduh pagi hari ini ialah: Allah kita itu adalah Allah yang menyatakan diri kepada mereka yang dipanggil-Nya. Di dalam mukaddimah hukum Taurat ini, Allah memperkenalkan diri-Nya lebih dahulu kepada bangsa Israel. Ia adalah Tuhan Allah orang Israel. Ia telah melakukan sebuah karya yang maha indah bagi mereka, yakni membawa mereka keluar dari Mesir, dari perbudakan. Dialah Allah yang juga kita kenal di dalam Yesus Kristus. Sebelum Allah menyatakan kehendak-Nya dalam bentuk hukum, Ia lebih dahulu menyatakan kepada orang yang kepada mereka Ia menyatakan kehendak-Nya itu, apa yang telah dilakukan-Nya bagi mereka. Tindakan yang luar biasa itu adalah sebuah kasih karunia!
Perintah muncul, didahului sebuah tindakan Allah dalam kasih karunia. Itulah bentuk perintah yang aku temukan di dalam Alkitab. Menurut hemat saya, hal inilah yang menjadi alasan mengapa inti sari dari hukum taurat menurut Tuhan Yesus adalah kasih. “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, dan hukum yang sama seperti itu ialah: kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri”. Oleh karena Tuhan telah berbuat sesuatu terhadap kita, maka sebagai respons kita terhadap kasih yang bersifat karunia itu, maka kita melakukan kehendak-Nya. Itulah bentuk yang dikehendaki Allah bagi kita yang diajarkan Alkitab.
Allah adalah Dia yang telah menyatakan diri! Hal ini kita temukan di sepanjang Alkitab. Kita lihat mulai dari tindakan-Nya menyatakan diri kepada Abraham. “Allah yang Mahamulia telah menampakkan diri-Nya kepada bapa leluhur kita Abraham, ketika ia masih di Mesopotamia, sebelum ia menetap di Haran, dan berfirman kepadanya: Keluarlah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan pergilah ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu” (Kis 7:2-3). Sangat jelas di mata kita, Allahlah yang pertama mengambil tindakan untuk menyatakan diri kepada Abraham. Allah datang kepada Abraham, tatkala ia masih ada di Mesopotamia. Nas yang sudah kita kutip di atas mengatakan bahwa Allah itu adalah Allah yang Mahamulia. Dalam kemuliaan-Nya, Ia datang kepada orang yang berdosa, penyembah berhala seperti Abraham. Itulah yang disuarakan Yosua dalam khotbah perpisahannya kepada bangsa Israel.
Kepada Abraham, Allah berulang kali menampakkan diri, dalam rangka meneguhkan janji-Nya kepada bapa banyak bangsa ini. Melalui penampakan diri itu, Allah memperkenalkan diri sebagai Allah yang mengikat perjanjian dengan manusia. Allah yang menampakkan diri, itulah Allah yang dituturkan kepada kita oleh Alkitab. Satu aksioma yang berlaku bagi kita di sini ialah: Allah itu tetap sama, baik dulu sekarang dan nanti. Jika demikian, maka Allah yang telah menampakkan diri kepada orang-orang kudus-Nya di zaman dahulu kala, Ia juga menampakkan diri kepada kita sekarang ini. Puncak penyataan Allah kepada manusia ialah: di dalam Yesus Kristus Tuhan kita.
Yesus berkata: “barang siapa melihat Aku, ia melihat Bapa”. Setiap pagi, tatkala saya mengadakan saat teduh, di lubuk hati yang paling dalam, ada sebuah kesadaran yang mengatakan bahwa Allah menyatakan diri kepada saya melalui firman yang sedang aku dengar! Hal itu sangat menolong untuk lebih menghargai perjumpaan dengan Dia yang menyatakan diri kepada umat manusia di sepanjang zaman.
Allah yang menampakkan diri dan menyatakan isi hati-Nya kepada mereka yang dipilih-Nya, itulah Allah kita. Pemazmur mengatakan bahwa Allah itu telah memperkenalkan jalan-jalan-Nya kepada Musa, perbuatan-Nya kepada Israel (Mzm 103:7). Pernyataan pemazmur ini menarik hati saya. Allah memperkenalkan jalan-jalan-Nya kepada Musa, identik dengan memperkenalkan perbuatan-Nya kepada Israel. Sebab demikianlah pola yang dipakai bangsa Israel di dalam membentuk syair mereka. Itu berarti apa yang diperkenalkan Allah kepada Musa, itu pada hakekatnya kepada bangsa Israel juga. Jika Allah memperkenalkan diri kepada satu orang, pada hakekatnya tujuan utama dari tindakan tersebut ialah: mencakup keseluruhan bangsa yang diwakilinya. Karena Abraham adalah bapak orang beriman, sementara saya adalah orang beriman karena kasih karunia-Nya, maka pada hakekatnya penampakan itu pun dapat dikatakan diperuntukkan bagi saya juga. Oleh karena itu, saya dapat menimba pengalaman rohani dari perjumpaan Abraham dengan Allah. Sama juga halnya, saya pun dapat menimba pengalaman rohani dari perjumpaan orang Israel dengan Allah di Gunung Sinai, dimana mereka menerima Hukum Taurat di sana. Itulah sebabnya renungan ini dituliskan.
Sudah dikatakan di atas, pelaksanaan perintah Tuhan adalah sebuah respon terhadap kasih karunia Allah yang telah menyelamatkan. Pemahaman terhadap kasih karunia Allah, akan menentukan corak dari respon orang. Tatkala kita melihat kasih karunia Allah itu, penuh kemuliaan dan kebenaran, sebagaimana disuarakan Yohanes dalam Injilnya, maka respon kita pun tentulah sangat berbeda dari respon orang yang tidak melihatnya. Pemazmur melihat kemuliaan kasih karunia Allah, maka ia dengan sebulat hati mengatakan: “bagianku adalah Tuhan, aku telah berjanji untuk berpegang pada firman-firman-Mu” (Mzm 119:57).
Aku juga merenungkan nama Tuhan yang disebut di dalam mukaddimah ini. Nama itu ialah: Yahweh Elohim, itulah nama yang dikenakan kepada Allah. Itulah Allah kita yang kita kenal di dalam Yesus Kristus Tuhan kita. Berdasarkan penjelasan yang kita dapatkan dalam Kel 3:4, YHWH artinya adalah: AKU ADALAH AKU. Terjemahan Bode mengatakannya sebagai berikut: AKU AKAN ADA YANG AKU ADA. Menurut Andrew Jukes, dalam bukunya The Names Of God, di dalam kosa kata YHWH, ada dua kata kerja ada di dalamnya, yakni havah artinya adalah ‘ada’. Oleh karena itu, kata ada menjadi kata yang perlu saya renungkan!
Allah yang menyatakan diri itu adalah Allah yang ada di dalam hidup orang yang kepada mereka, Dia menyatakan diri-Nya. Para filsuf Yunani purba mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada sekarang ini adalah sebuah bayangan dari realita yang sesungguhnya. Berdasarkan pemahaman para filsuf Yunani tersebut, saya memahami, hakekat dari keberadaan yang sesungguhnya adalah Allah. Ia ada. Dia senantiasa di dalam tense sekarang, Ia tidak pernah menjadi dulu atau nanti. Ia tetap sekarang. Ia adalah ‘ada’ yang sesungguhnya. Karena Ia ‘ada’, maka segala sesuatu yang ‘ada’ sekarang ini menjadi ada karena Dia. Di dalam Dia, aku menjadi ada. Di dalam Dia aku pun akan tetap ada, karena Dia ada. Itulah Allahku di dalam Yesus Kristus Tuhanku. Berdasarkan pemahaman ini, saya lebih mengerti lagi apa yang dikatakan Tuhan Yesus dalam Injil Yohanes: “Tinggallah dalam Aku dan Aku di dalam kamu” (Yoh 15:4). Jika aku ada di dalam Dia, dan Dia ada di dalam aku, maka tidak ada satu pun yang dapat membuat aku tidak ada lagi di dalam dia, demikian juga sebaliknya, tidak ada yang dapat membuat Dia tidak jadi ‘ada’ di dalam aku. Keselamatan kita begitu aman. Untuk itu, hanya syukur dan pujian yang harus dipersembahkan kepada-Nya.
Di samping nama Yahweh, nama yang diperkenalkan Allah dalam mukaddimah ini ialah: Elohim. Kembali kepada Andrew Jukes, kata Elohim  adalah kata yang dibentuk dari kata alah dalam bahasa Ibrani. Kata itu artinya adalah sumpah. Jadi Allah yang menyatakan diri sebagai Elohim  adalah Allah yang bersumpah. Tentang sumpah ini, tentunya adalah sumpah yang telah dibuat-Nya sendiri dan diberikan kepada Abraham. Penulis Surat Ibrani mengaakan demikian: “”Sebab ketika Allah memberikan janji-Nya kepada Abraham, Ia bersumpah demi diri-Nya sendiri...” Allah yang menyatakan diri itu adalah Dia yang ada dan yang mengikat perjanjian dengan mereka yang kepadanya Ia menampakkan diri. Jika Allah senantiasa ada, maka perjanjian-Nya pun senantiasa ada. Syukur kepada Dia yang ada, dan yang mengikat perjanjian dengan kita di dalam Kristus Yesus Tuhan kita.
Karena janji-Nya kepada Abraham bapa leluhur bangsa Israel, maka Allah yang ‘ada’ dan yang mengikat perjanjian itu bertindak untuk membebaskan bangsa-Nya itu keluar dari Mesir, dari rumah perbudakan. Jika bangsa Israel dibawa keluar dari rumah perbudakan di Mesir, maka kita orang tebusan Tuhan sekarang ini dibawa keluar dari rumah perbudakan dosa. Suatu tindakan nyata yang dikerjakan Allah di dalam hidup ini ialah: aku tidak lagi milik dosa, tetapi sekarang aku milik Tuhan. Atas dasar kepemilikan Allah yang sah di dalam diri sayalah, maka hukum Tuhan dikenakan di dalam diri saya. Hukum itu menjadi sebuah respon terhadap karya Allah yang ada dan yang membuat aku ada di dalam perjanjian-Nya. Orang Israel menikmati hubungan yang sangat intim dengan Allah melalui hukum Taurat. Hukum itu diberikan kepada mereka di dalam rangka mengubah kehidupan mereka yang berjiwa budak di Mesir, menjadi seorang pribadi yang kudus, sebab pemilik dan tuan atas mereka sekarang adalah Yahweh Elohim. Hubungan yang intim ini sering kali terdistorsi oleh karena keberdosaan mereka. Namun kasih karunia Allah lebih besar dari pada keberdosaan mereka. Allah tetap menerima mereka di dalam keberdosaannya itu. Mereka mendapat pengampunan. 

Hal yang sama terjadi bagi kita orang Kristen. Kristus Yesus diberikan Allah kepada orang Kristen – kepada dunia ini –  sebagai tanda dari keinginannya untuk menikmati persekutuan yang intim dengan manusia. Roh Kudus tinggal di dalam hati kita. Itu setara dengan pemberian hukum taurat kepada bangsa Israel. Bahkan lebih mulia lagi. Sebab hukum yang dikenakan Roh Kudus untuk mengubah kehidupan kita untuk menyerupai gambar Allah bukanlah hukum taurat, melainkan hukum roh. Taurat itu tertulis di dalam loh batu, sementara hukum roh tertulis di dalam hati kita. Sekalipun demikian, bukan berarti hukum taurat tidak lagi harus kita lakukan. Hukum roh menjadi lebih mulia dari hukum taurat, sebab melalui hukum roh, kita melakukan apa yang diminta oleh hukum taurat, namun kita tidak dapat laksanakan. Roh Kudus melakukan tuntutan hukum taurat itu di dalam dan melalui kita. Itulah sebabnya kita perlu mempelajari hukum taurat. Agar kita dimampukan untuk mengenal kehendak Allah di dalam roh.
Syukur bagi Allah yang ada dan membuat aku ada di dalam Dia, di bawah naungan perjanjian-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rumah Allah

  Rumah Allah Ibrani 3:6 Tetapi Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya; dan rumah-Nya ialah kita, jika kita sampai kepada akhi...