24/03/11

HUKUM KEDUA

HUKUM KEDUA
Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apa pun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya
Hukum kedua berbicara tentang citra. Orang muslim tidak pernah membiarkan ada citra di dalam kehidupan beragama mereka. Sebagai sarana untuk mengekspresikan cita rasa seni lukis di dalam kehidupan ini, mereka melukis kaligrafi. Saya pikir, muslim mengambil sikap untuk tidak menerakan citra di dalam kanfas adalah sebuah warisan dari Yahudi. Citra yang ada di dalam kehidupan mereka adalah firman Allah mereka. Sebaliknya dengan orang Kristen. Khususnya orang Kristen Orthodox Yunani dan Koptik. Mereka menggali makna rohani dari citra para orang kudus yang mereka  miliki.
Citra yang seharusnya ada di dalam hidup kita adalah citra Tuhan sendiri. Citra itu telah dipatrikan di dalam kita, tatkala Adam diciptakan di dalam gambar dan rupa-Nya sendiri. Rasul Paulus mengatakan kepada kita bahwa Allah dari semula telah menetapkan kita serupa dengan gambar Anak-Nya itu, supaya Yesus menjadi yang sulung dari banyak saudara! Dia Yang Ada itu dan yang menikmati persekutuan dengan kita, menghendaki agar citra itu terpancar dari dalam kehidupan kita sehari-hari. Dari sudut pandang citra ini, kita tahu bahwa Allah sangat senang jika kita menjadi saluran berkat yang disediakan-Nya di dalam kehidupan kita.
Citra yang akan kita demonstrasikan bukan berasal dari segala sesuatu yang ada di dalam dunia ini. Betapa pun kita mengasihi keluarga kita, hal yang paling utama dalam hidup ini adalah Tuhan sendiri. Ada orang yang mengatakan kepada isterinya bahwa sang isteri masuk dalam urutan kedua di dalam hidupnya. Sementara urutan pertama ditempati oleh Allah sendiri. Tetapi tatkala ia menempatkan isterinya di dalam urutan yang kedua, kasihnya pun semakin melimpah di dalam hidup ini. Inilah paradox dari iman Kristen. Tatkala citra yang paling utama kita tempatkan di dalam hidup adalah Allah sendiri, maka yang lain pun semakin mengalami akselarasi dalam segala hal. Sebaliknya, tatkala citra yang kita ingin tumbuh kembangkan adalah diri kita sendiri, maka kita akan jatuh ke dalam keberdosaan yang sangat dalam. Menurut Alkitab, kita di disain untuk kekekalan. Allah menciptakan kita seturut gambar dan rupa-Nya sendiri. Allah ada di dalam kekekalan, maka kita yang segambar dengan dia pun diperuntukkan untuk kekekalan.
Rasul Paulus berbicara tentang kemuliaan Allah yang  seyogianya semakin terang di dalam hidup orang percaya. Cf. II Kor 3:18. Hukum yang kedua menjadi acuan bagi kita untuk menampakkan citra Allah di dalam kehidupan ini yang semakin terang, seiring perjalanan waktu yang dikaruniakan Allah kepada kita. Berdasarkan uraian di atas, kita sekarang dengan penuh keyakinan dapat mengatakan bahwa hukum taurat Musa itu masih sangat relevan bagi kita sekarang ini. Kita membutuhkan tuntunan dari hukum kedua ini untuk berjalan bersama Tuhan. Hukum ini kita butuhkan bukan supaya kita selamat, bukan! Kita telah menikmati keselamatan karena karya Yesus Kristus Tuhan kita. Hukum Musa kita butuhkan sebagai penunjuk jalan di dalam perjalanan hidup ini, sama seperti firman Tuhan lainnya yang menjadi pelita di kaki kita dan terang di jalan kita.
Hukum yang kedua ini pun menuntun kita untuk tidak sujud dan meyembah terhadap citra apa pun yang ada di dunia ini. Bahkan di dunia rohani sekali pun. Sujud yang dimaksud ialah: dalam konteks ibadah. Bagi orang Israel kuno, masalahnya sangat jelas. Di sekitar mereka begitu banyak bangsa-bangsa yang sujud dan beribadah kepada citra yang dibuat oleh manusia. Hal ini menjadi jelas bagi kita sekarang ini dalam kontek karya manusia. Kita tidak diperkenankan untuk sujud kepada sesuatu yang berasal dari ciptaan. Kita harus sujud dan beribadah kepada Dia yang menciptakan segala sesuatu yang ada di dunia ini.
Nas ini mengajar saya untuk melihat Dia yang tidak termasuk ke dalam ciptaan ini. Kepada Dialah aku harus sujud dan menyembah Dia. Alam sendiri adalah sebuah ciptaan. Sekalipun alam lebih besar dari pada saya, namun alam tetap berupa ciptaan. Maka oleh karena itu, alam tidak dapat menempati tempat yang seharusnya ditempati Allah di dalam hidup saya. Allah mendisain hidup ini untuk Dia. Itulah yang disuarakan Allah melalui nabi Yesaya, “semua orang yang disebutkan dengan nama-Ku yang Kuciptakan untuk kemuliaan-Ku, yang Kubentuk dan yang juga Kujadikan!" (43:7). Sayang seribu kali sayang, orang sekarang ini menempatkan sesuatu yang berasal dari dunia ini menjadi ilah di dalam hidupnya. Para selebriti menjadi ilah modern. Dahulu, orang komunis membuat ide partai menjadi ilah di dalam kehidupan mereka. Rasul Paulus malah mengatakan bahwa keserakan adalah wujud dari penyembahan ilah di dalam hidup ini.
Hidup ini dari Allah, maka hidup pun dijalani hanya bagi Dia semata-mata. Oleh karena itu, citra yang harus terungkap di dalam hidup ini pun adalah Allah sendiri. Kierkegaard, bapa eksistensial mengatakan bahwa eksistensi manusia yang tertinggi ialah: manusia rohani. Paulus pun mengatakan hal yang sama. Oleh karena itu, citra yang nampak dari dalam kehidupan kita bukanlah sesuatu yang berasal dari dunia ini, sebab semuanya itu adalah citptaan belaka. Citra yang nampak seyogianya adalah citra Allah yang nampak di dalam wajah Kristus Yesus Tuhan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rumah Allah

  Rumah Allah Ibrani 3:6 Tetapi Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya; dan rumah-Nya ialah kita, jika kita sampai kepada akhi...