28/03/11

HUKUM KEEMPAT

HUKUM KEEMPAT
Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat: enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu. Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan menguduskannya.

Sabat artinya istirahat. Allah kita itu adalah Allah yang berkarya. Ia memberikan contoh kepada manusia untuk berkarya juga di dalam hidupnya. Namun Allah yang berkarya itu memberikan contoh kepada kita, bahwa manusia membutuhkan saat untuk istiharat. Salah satu ayat yang sangat bermakna bagi kita di dalam merenungkan Sabat, ialah: manusia diciptakan Allah pada hari yang keenam. Setelah manusia itu diciptakan, maka Alkitab mengatakan: itulah hari keenam. Setelah itu, tibalah hari ketujuh. Angka tujuh adalah angka genap dalam pemahaman budaya purba. Bagi bangsa Israel, itu adalah angka yang melambangkan persekutuan antara manusia dengan Allah.
Angka tujuh adalah penjumlahan angka 3 dan angka 4. Angka 3 adalah angkanya Tuhan. Ingat, Allah kita adalah Trinitatis. Dalam pengakuan iman orang Yahudi, kita menemukan kata Tuhan sebanyak tiga kali, sesuai dengan apa yang dinyatakan dalam kitab Ulangan pasal 6. Karena itu, orang Yahudi memahami angka tiga adalah angka Tuhan. Sementara angka empat adalah angka manusia. Hal itu dilatarbelakangi pemahaman mata angin adalah empat, yakni Timur, Barat, Utara dan Selatan. Jadi angka tujuh adalah persekutuan antara manusia dan Tuhan. Sabat difirmankan agar manusia itu mendapat peristirahatan bersama dengan Allah. Pada hari pertama bagi manusia, di mata Allah itu adalah hari ketujuh bagi Dia. Dari sudut pandang itu kita dapat memahami bahwa hari sabat adalah hari sukacita bagi manusia. Segala sesuatu di dalam hidupnya dimulai dari hadirat Allah. Hal yang pertama di dalam hidupnya ialah persekutuan dengan Allah.
Orang Yahudi menyalakan lilin pada hari sabat. Suatu tindakan yang menggambarkan sukacita. Terang di dalam pemahaman Alkitab menunjuk kepada sukacita. Oleh karena itu kita harus melihat hari sabat dalam konteks sukacita. Hari itu adalah hari yang diberkati Tuhan. Jadi, tatkala kita menikmati perjumpaan dengan Tuhan di dalam hari sabat, itu berarti kita menerima berkat dari Tuhan. Setiap orang Yahudi yang datang ke Sinagoge pada hari sabat, mereka pulang ke rumahnya masing masing, lalu memberkati setiap anggota keluarga mereka dengan berkat imam yang mereka terima di sinagoge. Setiap pria di dalam komunitas Yahudi adalah imam di dalam keluarganya. Menurut hemat saya secara pribadi, hal yang sama juga berlaku bagi orang Kristen. Martin Luther mengajarkan hal itu. Menurut Luther, seorang bapa berfungsi sebagai imam, hakim dan pendidik di dalam keluarganya. Sebagai imam, ia memberkati anggota keluarganya di dalam nama Tuhan. Itu sebabnya setiap kepala keluarga diharuskan datang menghadap Allah di dalam hari sabat. Di sana ia akan menerima berkat Allah. Lalu meneruskan berkat Allah itu kepada keluarganya. Alur pemahaman seperti itu seharusnya menjadi panutan yang harus dilakukan setiap orang Kristen di dalam hidupnya.
Di samping sabat adalah hari sukacita, maka sabat pun adalah hari istirahat. Saya memandang hukum taurat dari sudut pandang hukum roh. Karena itu hari sabat pun di lihat sebagaimana penulis Surat Ibrabi melihatnya. Menurut dia, ada sabat yang sesungguhnya tersedia bagi orang percaya. Cf Ibr 4:9 “Jadi masih tersedia suatu hari perhentian, hari ketujuh, bagi umat Allah”. Oleh karena itu, sabat yang sesungguhnya yang disediakan Allah bagi umat-Nya ialah: di masa mendatang. Namun satu hal yang sangat indah bagi kita yang percaya ialah: di dunia ini saja, Allah telah menikmati persekutuan dengan kita dalam sabat yang hanya bayangan dari sabat yang sesungguhnya nanti akan kita nikmati. Jika di sini saya telah menikmatinya, bagaimana mungkin saya tidak diundang di dalam menikmati persekutuan di sabat yang akan datang itu?
Hari sabat juga diberikan sebagai peringatan akan penciptaan Allah akan dunia semesta ini. Penulis kitab Kejadian mengatakan bahwa Allah menciptakan langit dan bumi enam hari lamanya. Lalu ia beristirahat pada hari yang ketujuh. Dengan mengingat hari sabat dan menguduskannya di dalam konteks mengingat penciptaan Allah, kita diingatkan kembali untuk merenungkan bahwa segala sesuatu itu ada karena Allah yang bekerja di dalamnya. Tatkala kita beristirahat, kita menengok kembali ke belakang, melihat segala sesuatu yang telah kita kerjakan di masa yang silam. Apakah kita melihat bahwa segala sesuatunya itu baik adanya? Tatkala Allah menyelesaikan pekerjaan-Nya, Ia mengadakan evaluasi. Hasilnya ialah: semuanya itu amat baik. Sabat pun menjadi saat dimana kita mengadakan sebuah evaluasi tentang apa yang sudah kita kerjakan di dalam minggu ini?
Jemaat HKBP mengadakan evaluasi secara liturgis pada malam tahun baru. Biasanya nyanyian yang disuarakan di dalam acara itu ialah: Buku Ende Nomor 64:2

Aut alusanku Debatangku
Jika aku harus menjawab Allahku
ra tung maila au di si,
mungkin aku akan malu
marningot salpu ni rohangku
mengingat segala kesalahanku
ro di sude ulaonki.
juga segala perbuatanku
Ai dosa do binaen ni tangan,
dosa yang dikerjakan tangan
gok dosa nang rohangku pe;
hatiku pun penuh dengan dosa
Nang pat nang mata nang pamangan
Juga kaki, mata dan mulut
luhut marsala do hape”.
seluruhnya melakukan dosa.

Pada hakekatnya, bukan hanya pada akhir tahun kita mengadakan evaluasi. Sebagaimana disuarakan hukum yang keempat ini, kita mengadakan evaluasi itu tiap minggu. Itulah sebabnya gereja di sepanjang zaman mengadakan acara pengakuan dosa di dalam ibadah minggu kita, karena kita sadar bahwa dosa senantiasa mengintip di depan pintu. Ia sangat menggoda kita. Namun oleh karena kasih karunia Allah kita dapat mengalahkannya dengan darah Tuhan Yesus Kristus yang menyucikan kita dari segala dosa.
Kita akan melihat perintah ini dari sudut lain sebagaimana kita lakukan juga dengan hukum yang lainnya. Perintah itu sangat jelas. Kita disuruh untuk mengingat, jadi maksudnya orang tidak diperkenankan untuk melupakannya. Jelas, sabat harus dihadirkan di dalam kehidupan ini. Itu adalah kehendak Allah. Sebagaimana kita telah membicarakan kehadiran Allah di dalam kehidupan ini, tatkala kita membicarakan hukum yang pertama, maka kita pun sadar, Allah hadir di dalam hidup ini di dalam rangka berkarya. Allah ingin agar sabat itu menjadi bagian dari kehidupan kita. Ia tidak hanya memerintahkan agar manusia memperingati sabat, tetapi Ia sendiri berkarya untuk menghadirkan sabat itu bagi setiap orang yang percaya kepada-Nya. Orang-orang yang telah mengikat perjanjian dengan Dia.
Dengan adanya perintah jangan melupakan hari sabat, itu berarti kita diminta untuk menghadirkan makna sabat itu di dalam kehidupan kita. Seperti sudah dikatakan di atas, sabat mengingatkan kita akan hari perhentian yang akan datang, itu berarti tatkala kita merayakan kebaktian sabat – bagi kita orang Kristen – itu berarti hari Minggu. Di sana, kita mengingatkan diri sendiri dan juga komunitas kita tentang hari perhentian yang disediakan Allah bagi kita di sorga kelak.
Dengan demikian, saya semakin memahami, kebaktian minggu kita itu bukanlah sebuah ibadah untuk menyenangkan hati, sebagaimana dicari dan dinikmati orang sekarang ini. Ibadah minggu kita itu, sebagaimana penulis uraikan di dalam tulisan terpisah; kebaktian kita itu adalah refleksi dari apa yang dilakukan di sorga sebagaimana digambarkan oleh kitab Wahyu pasal 4 dan 5. Ibadah minggu adalah merefleksikan karya Tuhan Yesus yang telah dikerjakan-Nya ribuan tahun yang lalu. Sekarang hal itu dituturkan kembali. Dihadirkan kembali di dalam karya Roh Kudus. Sabat mengarahkan mata hati kita ke surga. Sabat mengingatkan kita akan tanah air kita yang kekal, yakni surga. Sebagaimana syair lagu ini menyuarakannya:

This world is not my home, i’m just the passing through.
The angel beckon me from heaven open’s door
And I can’t fell at home in this world anymore

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rumah Allah

  Rumah Allah Ibrani 3:6 Tetapi Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya; dan rumah-Nya ialah kita, jika kita sampai kepada akhi...