09/04/11

INMEMORIAM




 INMEMORIAM

Tulisan ini adalah sebagian dari kisah perjalanan pribadi Hotman Siahaan bersama dengan Tuhan di dunia ini. Bagian yang akan dituturkan adalah kisah pergumulan menghadapi penyakit dari sang istri yang bernama Tiur boru Nainggolan, hingga Tuhan memanggil dia ke sisinya.

Bergumul Dalam Diri Tiur

Setahun setelah menikah, Tiur dinyatakan dokter menderita Diabetes Melitus. Ada satu hal yang jadi batu sandungan dalam diri Tiur, ia adalah seorang yang tidak suka makan obat. Sementara dokter mengatakan bahwa ia harus makan obat secara teratur tiap hari. Karena itu gula darahnya tidak terkontrol dengan baik. Gula darahnya rata-rata di atas tiga ratus. Pada mulanya ia berobat ke Dr Tunggul Situmorang. Lalu dia pindah ke Prof Slamet, di RS Cikini. Ada satu peristiwa yang menjadi bumerang bagi Tiur dalam menghadapi penyakit ini. Pada satu ketika hasil test gula darahnya  menunjukkan angka 513, ia pergi ke dokter untuk kontrol.

Tatkala ia diperiksa dokter ia dapat dengan cepat bangun dari tempat tidur. Dokter berkata, rupa-rupanya gula tidak terlalu berpengaruh kepada ibu ya. Gula darah sudah tinggi namun tetap gagah. Namun kata dokter itu, kita harus tetap mengontrol gula darah ibu. Yang diingat Tiur hanyalah Diabetes tidak terlalu berpengaruh bagi dia. Pemikiran ini membuat dia tidak terlalu perduli dengan gula darahnya. Ia bisa tidak makan obat yang harus dimakan tiap hari, sampai satu atau dua bulan lamanya. Makan pun tidak terkontrol. Kami sering bertengkar di pesta, karena ia makan cukup banyak. Dia berkata yang dimakannya tidak banyak.

Maka datanglah bencana. Pada bulan Maret 2005 ia jatuh sakit. Pada mulanya ia mengatakan sakitnya hanya flu biasa saja. Namun ia tidak bisa makan, karena muntah terus jika makanan masuk. Bahkan minum pun ia muntah. Karena itu berhari hari dia tidak makan. Sudah disarankan agar pergi ke dokter, namun  ia tetap tidak mau. Hanya flu biasa kok masa harus ke dokter katanya. Pada bulan itu, jemaat Menteng mengadakan kebaktian padang untuk keluarga di Rancamaya. Tiur mengajak Astired dan Yosef[1] ikut dalam acara itu. Karena tidak mau mengecewakan kedua remaja ini, maka Tiur memaksakan diri ikut kebaktian padang itu, pada hal ia sudah sakit dan jalannya pun sudah goyang.

Sepulangnya dari kebaktian itu ia bertambah sakit, tetapi tetap tidak mau ke dokter. Pada hari Senin tatkala saya pergi ke kantor untuk bekerja kembali saya menyarankan agar dia ke dokter. Jawaban tetap sama, tidak mau. Pulang dari kantor tampangnya sudah pucat, tetapi tetap tidak mau ke dokter. Saya bertanya apa boleh melayani di HKBP Petojo dan dia tinggal di rumah sendirian? Dia bilang boleh. Dari Petojo saya telepon dia untuk menanyakan makanan apa yang akan dimakannya nanti agar dibelikan. Saya membelikan nasi tim untuk dia. Sesampainya di rumah makanan itu tidak bisa dimakan dan muntah terus.

Kali ini saya mendesak dia untuk ke dokter, bukan ke dokter 24 jam, tetapi ke rumah sakit. Puji Tuhan dia mau. Setibanya di rumah sakit, tekanan darahnya 210/110. lansung diinfus dan darah diperiksa. Dokter bilang di harus dirawat. Pada mulanya dia menolak tetapi saya lansung mengurus administrasi. Dokter yang merawat dia adalah Dr. Tunggul Situmorang. Dokter berkata fungsi ginjalnya tinggal 17,3 persen. Menurut dokter itu, di negeri barat, jika sudah demikian sudah harus cuci darah. Tetapi kita akan mencoba mempertahankan agar tidak turun fungsi ginjalnya.

Hypoglikemia

Setelah dirawat selama dua minggu, Tiur pulang dari rumah sakit. Tetapi ia tidak pulang ke rumah kami, tetapi ke rumah adiknya keluarga Siregar. Hal itu dilakukan karena tidak ada pembantu di rumah kami dan keadan rumah berantakan dan perlu diperbaiki. Dokter berkata satu minggu setelah pulang dari rumah sakit, Tiur harus kembali ke dokter untuk kontrol. Ia pulang pada hari Selasa. Maka logikanya ia akan kembali ke dokter pada hari Selasa berikutnya. Namun pada hari Minggu pagi, jam tiga pagi, saya terbangun dari tidur. Saya mencoba untuk membangunkan dia dan mengajaknya untuk buang air. Tetapi dia tidak terbangun. Saya pikir dia sudah koma atau mengalami stroke. Tatkala saya bangunkan dia dan tidak mau bangun juga, ada sekelebat pikiran untuk membiarkannya demikian toh akan bangun juga pada pagi harinya.

Namun Tuhan tidak membiarkan saya membiarkannya seperti itu. Saya langsung panik dan berteriak agar keluarga Siregar bangun. Kami membawa dia ke rumah sakit. Di sepanjang jalan saya memanggil dia dan berkata agar Tiur tidak meniggalkan saya di dunia ini sendirian. Pada waktu itu saya mengingat  nas firman Tuhan Yudas 1:3 “ selamatkanlah mereka dengan jalan merampas mereka dari api”  Lalu saya berkata kepada Tuhan: “ya Allah perkenankan hamba-Mu merampas Tiur dari pintu alam maut karena nama-Mu”. Itulah doa yang terus saya naikkan ke hadirat Tuhan, dari Condet hingga tiba di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Cikini. Setibanya di sana, Tiur langsung ditolong paramedis dan dokter. Ia disuntik dengan glukosa, karena gula darahnya drop. Mereka mengatakannya dengan sebutan hypoglikemia.

Di sepanjang jalan menuju ke rumah sakit, saya berjuang di dalam hati menghadapi pikiran rasional dan iman. Pikiran rasional saya mengatakan ia sudah mengalami keadaan koma. Kesimpulan itu ada di dalam hati, karena ada orang pernah mengatakan bahwa orang yang menderita Diabetes Melitus dapat tiba-tiba koma karena tingginya gula darah, atau juga karena drop. Lalu saya berpikir dalam hati, kejadian ini akan berakhir di Rumah Duka Rumah Sakit Cikini. Rumah kami kecil, karena itu tidak mungkin ia disemayamkan di rumah. Maka tempat yang wajar ialah: rumah duka. Tetapi di sisi lain imanku mengatakan yang lain. Iman saya dapat merampas dia dari lubang kubur.

Pergulatan antara iman dan rasio berpikir ini terus berjalan hingga kami tiba di Instalasi Gawat Darurat. Setelah mendapatkan pertolongan dari para medis dan dokter, pada akhirnya Tiur pun sadar. Pada waktu itu gula darahnya hanya berada di angka lima puluh. Seandainya saya tidak bangun dan tidak membangunkan dia dari tidurnya, karena itu saya sadar bahwa ia sudah tidak sadar lagi, maka ia tentunya sudah berangkat ke surga untuk tinggal bersama dengan Tuhan. karena itu saya bersyukur kepada Tuhan karena Ia masih memberikan waktu kepada saya untuk menikmati hidup ini bersama dengan Tiur untuk beberapa waktu lagi.

Hari itu adalah hari Minggu. Saya ingat tanggal 15 Mei 2005. saya dijadwal berkhotbah di kebaktian pukul 16.00 di HKBP Menteng. Setelah Tiur dipindahkan dari Emergency ke kamar perawatan, saya bertanya kepada dia: ”Saya menurut jadwal akan berkhotbah pada pukul 16.00 nanti sore. Jika menurut engkau hal itu sebaiknya ditunda dulu, maka saya akan beri tahu kepada pendeta, agar dicarikan penggantinya”. Tiur mengatakan: “jangan, lakukan tugasmu sebagaiman terjadwal, toh saya sudah tidak apa-apa”. Maka saya pun berkhotbah di HKBP Menteng. – Salah satu yang saya syukuri kepada Tuhan tentang kepribadian Tiur ialah: ia tidak pernah melarang saya untuk melayani ke mana pun, meskipun ia sedang dalam kesepian dan kesakitan. Di saat ia terbaring di rumah sakit itu sendirian, tidak ada seorang pun yang menemaninya, ia memperkenankan saya pergi meninggalkan dia hanya untuk melayani.

Sering saya meninggalkan dia sendirian seperti itu, di rumah tatkala harus pergi melayani – Dalam kebaktian sore itu, tatkala saya berdiri di podium pemberitaan firman Tuhan dan membagikan pemahaman saya tentang nas pada hari itu, saya menceriterakan kepada jemaat bahwa saya telah merampas isteri saya dari lubang maut karena rahmat Allah. Pada waktu itu Dr. Tunggul Situmorang, turut serta di dalam kebaktian tersebut. Beliau adalah dokter yang kepadanya Tiur memeriksakan diri. Beliau mengajak saya bersama-sama ke rumah sakit untuk melihat Tiur. Tentu saja ada saja urusan beliau ke rumah sakit tersebut, sebab beliau menjabat sebagai Direktur Ketua di sana. Namun undangannya itu sangat membesarkan hati saya. Pujian kepada Allah pun naik kehadirat-Nya untuk kebaikan hati sang dokter.




[1] Anak adiknya Tiur dari keluarga Siregar. Kedua anak ini memiliki tempat tersendiri di dalam hati Tiur, karena ia yang merawat mereka tatkala mereka masih kecil kedua orang tuanya bekerja dan anak itu sering ditinggal di rumah karena mereka pada waktu tertentu tidak punya pembantu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rumah Allah

  Rumah Allah Ibrani 3:6 Tetapi Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya; dan rumah-Nya ialah kita, jika kita sampai kepada akhi...