27/06/11

Firman Kehidupan



FIRMAN KEHIDUPAN

Tatkala aku duduk di pusara kekasihku yang telah mendahului aku pergi ke negeri segala lupa, demikianlah pemazmur mengatakannya dalam Mzm 88:13, “Diketahui orangkah keajaiban-keajaiban-Mu dalam kegelapan, dan keadilan-Mu di negeri segala lupa? Pada waktu itu aku merenungkan keberadaan orang-orang yang sudah pergi ke negeri itu sama seperti kekasihku. Apa yang mereka lakukan di sana? Jika mengacu pada apa yang dikatakan pemazmur di atas, maka orang-orang yang sudah ada di sana tidak mengadakan aktifitas apa pun. Pemazmur yang lain pun mengatakan demikian, “Sebab di dalam maut tidaklah orang ingat kepada-Mu; siapakah yang akan bersyukur kepada-Mu di dalam dunia orang mati?” Mzm 6:6. Memang, tempat itu adalah negeri segala lupa. Jadi, sekalipun seseorang akan berbicara kepada orang mati itu, ia tidak akan tahu apa yang dikatakan orang tersebut. Lalu buat apa berbicara kepada orang mati, sebab mereka tidak akan tahu dan tidak akan pernah memberi perhatian kepada kita yang berusaha berbicara kepada mereka.
Di sisi lain, pemahaman orang Yahudi tentang dunia orang mati pun berkembang. Jika para pemazmur mengatakan bahwa dunia orang mati adalah negeri segala lupa, maka di zaman Tuhan Yesus, kita mendengar pemahaman yang baru. Tuhan Yesus mengutip salah satu pemahaman itu dan membuatnya menjadi sebuah bahan pengajaran. ‘Kisah Lazarus dan orang kaya’ adalah salah satu pemahaman orang Yahudi yang berkembang tadi. Di negeri segala lupa itu, menurut mereka, orang berada di dalam kesadaran yang penuh. Orang kaya yang dikisahkan Tuhan Yesus, sadar bahwa ia ada di dalam neraka. Ia juga dapat melihat Lazarus berada di pangkuan Abraham. Dunia orang mati telah dibagi menjadi dua bagian. Untuk mereka yang dikategorikan orang benar, ia akan ditempatkan di pangkuan Abraham. Sementara orang yang tidak dikategorikan benar, akan ditempatkan di neraka. Paulus di dalam surat Tesalonika mengatakan bahwa orang mati itu di kumpulkan bersama dengan Tuhan. Itulah yang pasti. Jadi aku sangat yakin, bahwa Tuhan menyertai kekasihku di dalam alam maut itu.
Kembali aku diingatkan akan firman Tuhan yang tertera di dalam batu nisan kekasihku. Aku membacanya ulang. Aku menerakan itu di batu nisannya, “Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan” Rom 14:8. Aku merenungkan firman ini di dalam hati. Jika Allah tetap pemilik dari setiap orang benar namun sudah mati, apakah Allah berkomunikasi dengan setiap orang mati yang menjadi milik-Nya itu? Orang kaya dan Lazarus yang barusan kita bicarakan memiliki kesadaran di dalam alam maut!
Lalu Tuhan mengingatkan aku akan Lazarus yang dibangkitkan Yesus, setelah empat hari ia dikuburkan. Orang mati ini mendengar suara Yesus yang memanggilnya di dalam negeri segala lupa itu. Hatiku bersorak memahami bahwa tubuh yang sudah membusuk dan dimakan segala bakteri pembusuk itu mendengar suara Tuhan. Itu berarti di dalam perkataan Tuhan Yesus, ada suatu kuasa yang mengembalikan apa yang sudah tidak ada lagi menjadi ada. Perkataan yang keluar dari mulut Tuhan Yesus, bekerja untuk membuat yang sudah tidak utuh menjadi utuh kembali. Sesuatu yang tidak berfungsi, kembali ke dalam fungsinya semula. Tubuh yang sudah mulai membusuk, kembali menyatu dan mewujud. Nafas kehidupan yang sudah tidak ada, kembali datang ke dalam tubuh dan memenuhi seluruh tubuh yang sudah terbentuk kembali menjadi  wujud yang semula. Bukankah hal seperti itu telah dilihat oleh Nabi Yehezkiel di Babel? (Yeh 33) Itulah yang terjadi di dalam hidup Lazarus.
Jika firman Tuhan sedemikian luar biasa, bukankah semua orang yang mendengar firman Tuhan, khususnya di dalam kebaktian, akan menikmati hal seperti yang saya gambarkan di atas? Seorang yang sudah mati iman, harap dan kasihnya kepada Tuhan, tiba-tiba mendengar suara Tuhan berbicara. Firman itu mengadakan yang tidak ada menjadi ada di dalam hidup orang ini. Lalu ia mendengar suara yang sangat merdu, yang menyapa dia dan berkata: “biarlah engkau hidup kembali di dalam persekutuan anggota keluarga-Ku”.
Tetapi mengapa tidak banyak orang yang menikmati hal seperti itu, tatkala firman Tuhan diberitakan di dalam kebaktian? Jawabannya ialah kasih karunia! Ada orang yang sudah ditempatkan di dalam kasih karunia untuk mendengar firman Allah, sementara orang lain masih berada di luar firman Allah. Tuhan Yesus pernah mengatakan hal seperti itu dengan ungkapan yang berbeda. Ia mengutip apa yang disuarakan nabi Yesaya: “Pergilah, dan katakanlah kepada bangsa ini: Dengarlah sungguh-sungguh, tetapi mengerti: jangan! Lihatlah sungguh-sungguh, tetapi menanggap: jangan! Buatlah hati bangsa ini keras dan buatlah telinganya berat mendengar dan buatlah matanya melekat tertutup, supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik dan menjadi sembuh" Yes 6:9-10.
Berdasarkan pemahaman akan kasih karunia yang ada di  dalam hidup seseorang, maka aku mengatakan: kasih karunialah yang membuat orang bisa mendengar firman Allah yang menghidupkan. Ada sebuah kesaksian dari pengalaman memberitakan firman Tuhan. Tuhan memberikan kasih karunia-Nya kepada hamba yang tidak berguna ini kesempatan untuk melayani satu keluarga besar. Di antara anggota keluarga itu ada seorang yang dulunya berasal dari muslim. Setelah menikah beberapa lama, ada indikasi bahwa ia akan kembali ke imannya yang semula. Hal itu mungkin karena ia tidak mendapatkan sesuatu yang bermakna di dalam kekristenan.
Setelah ia mengikuti penelahan Alkitab yang kami adakan, maka ia memberikan kesaksiannya sebagai berikut: “sekarang aku yakin bahwa saya adalah anak Allah. Seandainya saya tidak yakin bahwa saya anak Allah, maka saya telah berjanji kepada diri sendiri, akan meninggalkan keluarga ini”. Itu berarti ia juga akan kembali ke imannya yang semula. Ia mengatakan hal itu kepada ibu mertuanya sambil meneteskan air mata. Segala puji bagi Allah yang membuat firman kehidupan bergema di dalam hatinya. Ia mendapatkan sebuah labuhan untuk hati yang di dera gelombang kebimbangan.
Apa yang disaksikan tadi kejadiannya tidak begitu lama terjadi. Namun aku pun masih mengingat banyak kisah seperti itu yang pernah di saksikan teman-teman yang turut ambil bagian di dalam penelahan Alkitab yang diadakan untuk mereka, dimana naposo na so hasea ini yang melayani. Salah satunya ialah: kisah yang dituturkan kepadaku oleh seorang bapa, kira-kira 20 tahun yang lalu. Bapa itu berceritera: “tatkala saudara meminta aku masuk ke dalam gedung gererja untuk berdoa, aku duduk di bangku paling depan dan menatap ke arah altar. (setelah menjelaskan Injil kepada beliau dengan sederhana, aku meminta ia untuk berdoa agar Tuhan Yesus tinggal di dalam hati dan menerapkan karya-Nya itu di dalam diri sendiri).
Ia duduk lama di sana dan terus menatap altar. Ada satu pikiran terlintas dalam hatinya dan mengatakan bahwa ia adalah orang berdosa. Ia tidak layak menerima keselamatan itu secara cuma-cuma. Ia ingin kembali ke ruangan di mana kami sedang menunggu dia, tanpa berdoa lebih dahulu. Itulah suara iblis di dalam hatinya yang ingin mencegah dia menerima keselamatan. Namun ia membulatkan hati untuk mengucapkan doa yang kami telah sepakati untuk dia naikkan di dalam gedung gereja tersebut.
Tatkala ia berdoa, ia merasakan beban yang berat di pundaknya itu tiba-tiba terangkat. Ia merasa tubuhnya sangat ringan. Ia pun melihat ruangan itu sangat terang benderang, lebih terang dari apa yang telah dilihatnya sejak ia masuk ke dalamnya. Ia begitu menikmati terang itu. Sehingga ia duduk lebih lama lagi di sana. Tidak ada kata sepatah pun yang dia ucapkannya lagi. Ia hanya melihat terang yang sangat terang itu dan menikmatinya. Itulah firman kehidupan yang menerangi hatinya. Terang itu membuat suatu kedamaian di dalam hati, sehingga ia lupa bahwa kami masih menantikan ia kembali untuk melanjutkan pelajaran tentang firman Allah.
Alangkah rindunya hati ini, tatkala aku memberitakan firman Tuhan, setiap orang yang mendengarnya, juga mendengar firman kehidupan itu bergema di lubuk hatinya yang paling dalam. Firman yang membentuk Kristus Yesus menjadi sesuatu yang nyata di dalam hidup mereka. Firman kehidupan yang sangat indah sebagaimana didendangkan oleh Philip P Bliss dalam nyanyian:

Sing them over again to me, wonderful words of life,
 let me more of their beauty see, wonderful words of life;
Words off life and beauty, teach me faith and duty:
beautiful words, beautiful words, wonderful words of life;
beautiful words, beautiful words, wonderful words of life;

Nyanyikanlah bagiku firman kehidupan.
Sungguh mulia dan merdu, Firman kehidupan.
Firman yang terindah ajar ku setia.
Indah benar, ajaib benar, firman kehidupan,
indah benar, ajaib benar, firman kehidupan.

Sayang seribu kali sayang, orang tidak lagi terbiasa dengan perenungan dalam hidup ini. Kita sudah sangat dipengaruhi budaya ‘instant’.  Kita tidak lagi terbiasa untuk menunggu Tuhan di dalam ibadah yang kita selenggarakan. Kita ingin agar ibadah kita itu langsung menjadi meriah. Itu sebabnya kita membuat ibadah itu begitu ribut, sebab dengan ributnya ibadah, hati kita akan langsung tergerak dengan semangat yang menggebu-gebu. Pada hal pemazmur mengatakan: “Bawalah aku berjalan dalam kebenaran-Mu dan ajarlah aku, sebab Engkaulah Allah yang menyelamatkan aku, Engkau kunanti-nantikan sepanjang hari” Mzm 25:5.
Pemazmur  ini masih menambahkan: “Ketulusan dan kejujuran kiranya mengawal aku, sebab aku menanti-nantikan Engkau” Mzm 25:21. Tatkala kita menantikan Tuhan dengan segenap hati, membiarkan ia berbicara di dalam hati kita, maka ada kemungkinan kita akan mendengar firman kehidupan itu menjamah hati kita dan memberi kehidupan di dalam hati yang sudah merana karena di dera hingar-bingarnya kehidupan dunia ini.
Tetapi seperti yang sudah diutarakan di atas, hati kita tidak mengorbit di aras frequensi kasih karunia. Jika frequensi firman kehidupan itu berada di frequensi modulasi iman dan kasih karunia, hati kita tidak kita set di sana. Kita berkecimpung di frequensi modulasi perbuatan. Kita harus mempersembahkan sesuatu kepada Allah Yang Maha Kudus. Kita harus menyembah dia, kita harus bersorak-sorai memuji Dia, sebab itulah yang dikehendakinya dari kita.
Kita lupa, Allah yang datang kepada kita, bukan kita yang datang kepada-Nya. Samuel berkata kepada Raja Saul dalam usahanya menegor raja itu, Samuel berkata: "Apakah TUHAN itu berkenan kepada korban bakaran dan korban sembelihan sama seperti kepada mendengarkan suara TUHAN? Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik dari pada korban sembelihan, memperhatikan lebih baik dari pada lemak domba-domba jantan” I Sam 15:22.
Tatkala Ia datang ke dalam kehidupan kita, Ia meminta agar kita mendengarkan apa yang akan disampaikannya kepada kita. Ada sebuah ilustrasi yang sangat pas untuk pesan ini. Dikisahkan ada seorang pak petani mendapat hadiah jam tangan dari anaknya yang ada diperantauan. Dengan senang hati pak petani itu memakai jam tangan tersebut. Ia memakai jam tangan itu tatkala ia dan isterinya bekerja di sawah. Musim panen telah tiba, maka mereka akan membawa pulang padi yang telah dipisahkan dari jeraminya.
Setelah seluruh padi itu dimasukkan ke dalam karung, pak petani sadar bahwa jam tangannya sudah tidak ada lagi di tangannya. Ia mencoba mencari dengan jalan membongkar seluruh jerami. Ia berpikir, pastilah jatuh di antara jerami tersebut. Namun tak membawa hasil sebagaimana diharapkan. Dengan hati yang sedih, mereka kembali ke rumah dengan membawa seluruh karung berisikan padi tadi.
Tatkala mereka sedang makan malam, salah satu dari anaknya menanyakan kepada pak petani, mengapa wajahnya murung kali ini. Pak petani menceriterakan jam tangannya yang hilang di sawah. Mendengar ceritera itu, sang anak mengantakan: “Pak jangan khawatir, jam itu akan kutemukan sebentar lagi!” Mendengar perkataan anaknya itu, pak petani sangat heran. Setelah selesai makan, sang anak pergi ke tempat penyimpanan padi mereka.
Tidak berselang lama, ia membawa jam tangan tersebut dan memberikannya kepada orang tuanya. Tentu pak petani itu sangat senang! Mengapa sang anak begitu gampang dapat menemukan jam tangan tersebut? Ia hanya mendekatkan telinganya ke tiap-tiap karung yang berisikan padi yang dibawa sore harinya ke lumbung. Karena keheningan malam, detik-detik yang dikeluarkan jam itu dapat terdengar dengan jelas. Sehingga dengan gampang, ia dapat menemukannya dengan segera. Seandainya terdengar suara hingar bingar di rumah itu, maka tidak mungkin sang anak sebegitu gampangnya menemukan jam tangan yang hilang tersebut.
Hal yang sama terjadi di dalam kehidupan kita di hadapan Allah. Kita lebih sering memperdengarkan suara hati kita di dalam saat kita beribadah. Jarang kita menunggu Tuhan untuk menyatakan isi hatinya kepada kita di dalam sebuah perenungan. Pada hakekatnya, kita ingin mendengar gema dari apa yang kita suarakan dari lubuk hati kita yang paling dalam. Kita ingin diberkati. Kita ingin mendapatkan apa yang kita kehendaki. Kita ingin Allah memberkati kita. Agar kita diberkatinya, maka kita memberikan persembahan kepada Dia.
Pola ibadah seperti itu, adalah pola yang dilakukan oleh penyembah berhala. Mereka memberikan persembahan kepada para dewa, agar para dewa tidak marah. Agar para dewa itu senang kepada mereka yang datang untuk menyembahnya. Lalu ia akan memberkati para penyembahnya itu. Itu pola yang diterapkan oleh Raja Saul. Samuel menegor dia dengan keras. Mendengar firman kehidupan, lebih bermakna dari korban bakaran dan korban sembelihan sekalipun dari lembu tambun.
Tatkala kita berada di frequensi modulasi iman dan kasih karunia, kita akan berada di dalam aras yang sama dengan Allah. Kita mendengar firman kehidupan yang membuat hidup kita sinkron dengan apa yang dikehendaki Allah dari dalam kehidupan ini. Tatkala kita kembali ke dalam kehidupan keseharian kita, orang akan melihat sinkronisasi antara iman dan perbuatan. Lalu orang akan membuat sebuah pernyataan yang akan memuliakan Allah. Mereka akan mengatakan: “Orang ini sungguh adalah orang beriman. Orang ini adalah sungguh anak Allah!”. Tatkala orang lain melihat satu kebenaran di dalam hidup kita, maka apa yang disuarakan Paulus di dalam surat Korintus menjadi sebuah kenyataan. Paulus mengatakan: “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah” II Kor 5:21.
Ada perbedaan penerjemahan antara LAI dan KJV. LAI menerjemahkan kata terakhir dengan: supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah Sementara KJV menerjemahkan sebagai berikut:  “For he hath made him to be sin for us, who knew no sin; that we might be made the righteousness of God in him. Garis bawah dari saya. Menurut KJV, kata terakhir itu berbeda dengan yang diutarakan oleh LAI. Kata itu mengatakan bahwa kita menjadi kebenaran Allah, bukan Allah membenarkan kita. Saya berpihak kepada KJV.
Bibel pun berkata seperti yang dikatakan KJV. Tatkala kita dapat membuktikan kepada dunia ini melalui hidup kita, bahwa Allah benar di dalam membenarkan kita karena iman kepada Yesus Kristus, maka dunia ini akan mengakui, Allah memang benar! Hal itu dapat terlihat dari hidup anak-anak-Nya yang ada di sekitar kita. Inilah produk dari firman kehidupan yang menjamah hati kita.
Kisah terakhir dari seorang bapak yang sekarat dan tidak mau percaya bahwa Alkitab adalah firman kehidupan. Ia sudah diambang maut, tetapi tetap tidak yakin bahwa Alkitab adalah firman kehidupan. Tatkala ia tidak lagi dapat menerima perkataan dari Alkitab, sebuah nyanyian yang dinyanyikan dengan iman yang berisikan kasih karunia, perkataan yang ada di dalam syair lagu itu menyentuh hatinya yang keras bagaikan batu karang. Firman kehidupan yang didendangkan melalui lagu itu, menjamah hati sang bapa ini. Ia mengatakan kepada saya pada waktu itu, bahwa ia akan pulang ke rumah bapa. ‘Aku percaya’ katanya pada detik-detik terakhir dalam kehidupannya, sebelum ia jatuh ke dalam status koma dan akhirnya menghembuskan nafas terakhir.
Firman kehidupan itu tidak hanya disampaikan melalui khotbah! Firman kehidupan itu pun disampaikan melalui nyanyian, perkataan bahkan melalui diam sekalipun. Aku telah menulis sebuah tulisan: “melayani dengan diam” di dalam blog: patiaraja.multiply.com Segala aspek kehidupan dipakai Allah untuk menyampaikan firman kehidupan itu, agar dapat dijangkau oleh setiap orang. Jadi, firman kehidupan itu tidaklah hanya dinikmati oleh orang-orang tertentu saja. Hanya kita harus berada di dalam frequensi modulasi iman dan kasih karunia.  Selamat menikmati firman kehidupan!

13/06/11

Mengenal HKBP 2



IV. GEREJA BATAK

Kelahiran dan Pertumbuhan HKBP

Pada tanggal 7 Oktober 1861, Pdt. van Asselt dan Pdt. Klapper yang diutus oleh gereja Ermeloo di negeri Belanda dan Pdt. Heine dan Pdt. Betz dari Rheinische Mission Gesellschaft (RMG)[1], Barmen, Jerman, mengadakan rapat di Sipirok dan memutuskan menyatukan pekerjaan pekabaran Injil di Tano Batak. Tanggal itulah yang diambil sebagai hari kelahiran resmi HKBP.

Selanjutnya kita dapat membaca di Almanak HKBP beberapa catatan-catatan pertumbuhan HKBP sebagai berikut:
1861    : Orang Batak yang pertama menjadi Kristen dibaptis oleh Pd. van Asselt di Sipirok.
1862    : Berdiri jemaat di Pangaloan dan Sigompulon Pahae.
1864    : Nommensen membangun pemukiman Huta Dame memulai penginjilan di Silindung.
1865    : Pembaptisan pertama di Silindung (27 Agustus)
1868    :  Sekolah Guru berdiri di Parau Sorat, Sipirok.
1874    :  Penerjemahan Katekismus Kecil.[2]
1877    :  Berdiri Seminari di Pansurnapitu.
1878    :  Perjanjian Baru diterjemahkan oleh Nommensen (aksara Batak dan Latin)
1878    :  Tata gereja diberlakukan (berlaku sampai 1930)[3]
1881    :  Gereja Batak terdiri 6 distrik, yaitu Sipirok, Sigompulon Pahae, Sibolga, Silindung, Humbang dan Toba.[4] Rupanya di kemudian hari ada reorganisasi sehingga pada Almanak tertulis bahwa pada tahun 1911, ada 5 distrik, yaitu Tapanuli Selatan (dahulu Angkola), Silindung, Humbang, Toba-Samosir, Sumatera Timur.
1885    :  Penahbisan pendeta Batak yang pertama (19 Juli).
1894    :  Perjanjian Lama diterjemahkan oleh P. H. Johansen.
1907    : Berdiri Jemaat Pematangsiantar.
1911    :  Berdiri sekolah dasar Hollands Inlandse School (H.I.S). Sigompulon yang berbahasa Belanda.

Keunikan HKBP

Ada beberapa hal yang dapat dikatakan unik pada kelahiran HKBP. Yang pertama adalah proses hari lahirnya. Tanggal yang diresmikan sebagai hari lahir HKBP adalah 7 Oktober 1861.[5] Padahal pada waktu itu belum ada jemaatnya dan namanya sendiri yang resmi pun belum ada. Pada mulanya para Penginjil dan RMG menamakannya evangelische Mission-Kirche im Battalande auf Sumatra (Gereja-Missi injili di Tanah Batak di Sumatera), kemudian menjadi Batak Kirche (Gereja Batak).[6] Nama Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) datang di kemudian hari. Pada Sinode Agung tahun 1925, namanya diresmikan menjadi Huria Kristen Batak. Lalu disempurnakan menjadi Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) pada Sinode Agung tahun 1929,[7] yang akhirnya pada tahun 1931 disahkan sebagai badan hukum di Indonesia (dahulu dikenal dengan Hindia Belanda).

Dengan demikian kelahiran gereja Tuhan di Tano Batak berbeda dengan gereja-gereja yang tumbuh di daerah penginjilan di tempat lain dimana gereja-gereja baru itu dimasukkan dalam persekutuan gereja pengutus para penginjil. Maka berdirilah gereja-gereja seperti Gereja Anglikan, Gereja Methodist, Presbyteran, Baptis dan sebagainya di daerah-daerah penginjilan. Tetapi di Tano Batak para penginjil yang tergabung dalam RMG (Rheinische Mission Gesellschaft, lebih dikenal di Tano Batak dengan nama Reinse Sending (dari bahasa Belanda Reinsche Zending) dan Zending Barmen) dan yang diutus lembaga lain seperti van Asselt tidak membawa gereja masing-masing. Kenyataan ini mempunyai makna tersendiri dan signifikan bagi bangso Batak dan HKBP itu sendiri. Yang pertama, bangso Batak itu ditempatkan dalam satu Gereja, tidak terbagi-bagi dalam berbagai denominasi, kesatuan Batak itu tetap utuh. Yang kedua, para penginjil tidak mewariskan perpecahan-perpecahan yang terjadi di negeri gereja-gereja tua kepada Gereja Batak, kecuali terhadap Roma Katolik. Sehingga jatidiri Gereja Batak sesungguhnya adalah gereja Protestant tok.[8]

Keunikan yang kedua adalah kenyataan bahwa para penginjil tidak mencampur adukkan budaya mereka dengan Injil. Berbeda dengan para penginjil lain dimana mereka umumnya tidak dapat membedakan antara berita Injil dengan budaya mereka, para penginjil ke Tano Batak hanya membawa Injil ke Tano Batak. Orang Batak itu tidak di-Jerman-kan tetapi di-Kristen-kan, tidak ada westernisasi.

Yang ketiga, mereka tidak memakai metoda penginjilan ekstraktif, yaitu mencomot orang satu persatu dari lumpur dunia kegelapan dan menempatkannya dalam dunia terang Injil (pos PI atau perkampungan Kristen). Tetapi metoda yang dilaksanakan di tano Batak lebih merupakan penginjilan kepada bangso dari pada penginjilan orang per orang. Berbeda dengan metoda yang dijalankan oleh missi Methodist di Sumatra Timur (Asahan dan Labuhan Batu).

Kenyataan ini memberikan jawaban kepada kita mengapa misionaris Baptis (Ward dan Burton) dan Methodist (Munson dan Lyman) gagal bekerja di Tano Batak. Jika salah satu denominasi ini yang menginjili di Tano Batak, besar sekali kemungkinan, keadaan akan sangat berbeda. Besar sekali kemungkinan akan timbul satu komunitas kristiani tersendiri terpisah dari masyarakat dan merupakan semacam tempelan dalam masyarakat, tidak berintegrasi dengan masyarakat. Dan jika keduanya berhasil bekerja disana, besar sekali kemungkinan akan timbul dua komunitas kristiani, yang satu dikepalai oleh Yesus-nya Baptis dan yang satu lagi dikepalai oleh Yesus-nya Methodist.

Dalam pada itu penyebaran penginjilan RMG dilaksanakan dengan blitskrieg. Ada semacam urgensi pada Nommensen cs dalam rangka penginjilan orang Batak. Seperti dilihat pada tahun-tahun di atas, tahun 1881 (17 tahun kemudian) telah berdiri 6 distrik, dan pada tahun 1907 (46 tahun kemudian) jemaat telah berdiri di Pematangsiantar. Para penginjil itu berulang kali mendapat teguran bahwa mereka terlalu cepat sedang Nommensen sendiri merasa diburu waktu dan harus mengkristenkan seluruh orang Batak dalam waktu sesingkat-singkatnya. RMG mengatakan dia terlalu cepat, sedang Nommensen meminta ‘jala’ yang lebih besar lagi.

Penentuan wilayah pelayanan Jemaat (Huria)

Dan yang menarik dan juga yang menjadi bahan perdebatan di antara sesama penginjil dan juga dengan pengurus RMG adalah cara mendirikan jemaat-jemaat. Wilayah pelayanan satu jemaat gereja ditentukan dengan mengikuti satuan-satuan sosial kemasyarakatan Batak, yaitu dengan memakai golat marga (tanah marga) sebagai kriteria untuk menentukan satu-satu jemaat pagaran maupun sabungan. Bahkan dalam menentukan daerah pelayanan distrik juga mengikuti pola yang sama. Oleh karena itu mereka dituduh bahwa yang terjadi di Tano Batak bukanlah pengkristenan orang Batak tetapi pembatakan Kekristenan, yang sampai sekarang menjadi masalah yang belum tertuntaskan. Tetapi yang jelas nampak adalah kenyataan bahwa Kekristenan di Tano Batak sekarang sudah seperti indigenous (merayat, mengakar), bukan sesuatu yang sepertinya menempel pada masyarakat setempat.
Sejalan dengan perkembangan pertumbuhan jemaat-jemaat, Gereja Batak yang bayi itu juga diperlengkapi dengan pembukaan sekolah-sekolah (biarpun hanya dalam bentuk sekolah desa kelas 3 dan kemudian sampai kelas 5. Dimulai membuka sekolah guru dan sekolah pendeta, untuk merperlengkapi pekerja dalam Gereja.

Dan pada tahun 1878 Perjanjian Baru diterjemahkan ke bahasa Batak dengan nama Padan na Imbaru (lebih dikenal dengan Testamen) dan pada tahun 1894 Perjanjian Lama diterjemahkan ke bahasa Batak dengan nama Padan na Robi (lebih dikenal dengan Bibel). Maka Gereja Batak itu resmi menjadi penyimpanan (depository, palumean) Firman Tuhan, yang sekaligus berarti bangso Batak menjadi bangso Bibel. Suatu berkat yang luar biasa, yang menjadi salah satu tonggak sejarah orang Batak.

Di samping itu, sekolah modern pun didirikan, dimulai dengan sekolah Belanda (HIS) yang menjadi tempat pendidikan anak-anak Batak yang di kemudian hari menjadi pelopor-pelopor Batak memasuki abad modern.

Sementara itu pemerintah kolonial Belanda sudah menegakkan kekuasaannya di Tano Batak, yang dimulai dari akhir abad XIX dan akhirnya seluruhnya dikuasai pada permulaan abad XX dengan terbunuhnya Raja Sisingamanga­raja pada tahun 1907. Mereka tidak begitu saja menarik batas-batas pem­bagian unit-unit administrasi pemerintahan. Belanda mempelajari terlebih da­hulu dengan seksama demografi dan adat kebiasaan penduduk, barulah ditentukan pembagian wilayah pemerintahan. Pekerjaan ini dilaksanakan oleh W. K. H. Ypes yang hasil studinya diterbitkan berupa buku[9] yang akhirnya meru­pakan satu warisan yang sangat berharga bagi orang Batak.

Mengenai penjajahan Belanda ini, patut dipertanyakan, mengapa tidak segera menjajah Tano Batak? Rupanya Tuhan tidak menghendaki penjajah lebih dahulu menginjakkan kakinya di Tano Batak. Harus Injil terlebih dahulu, agar masyarakat Batak jangan diperkenalkan atau dipaksakan dulu dengan hal-hal yang asing dan peraturan-peraturan baru oleh pihak luar, dalam hal ini penjajah. Injil harus lebih dahulu bertemu dengan budaya asli Batak itu, barulah penjajah diperbolehkan masuk. Dan sekaligus hal ini memberi makna kepada kedatangan van Asselt terlebih dahulu ke Sipirok yaitu untuk menghambat penyebaran Islam ke Tano Batak. Karena di mana-mana di luar pulau Jawa, Islam selalu mengikuti jejak pemerintah penjajah Belanda.[10] Dan keuntungan lain dari masuknya Injil mendahului penjajahan Belanda bagi orang Batak ialah bahwa agama Kristen tidak dianggap sebagai agama penjajah sebagaimana terjadi di daerah lain di Indonesia.

Dan pertanyaan kedua, mengapa penjajah itu begitu bersusah-susah untuk menentukan batas-batas unit pemerintahan? Rupanya Belanda - sengaja atau tidak - juga ikut berusaha memelihara keutuhan bangso Batak, menjaga agar jangan terpecah-pecah.

Once you were no people, now you are God’s people

Dengan melihat kembali ke belakang, ke sejarah kelahiran Gereja Batak yang dimulai dengan perioda persiapan, yang merupakan masa conditioning dan kelahirannya sendiri yang unik dan metoda penginjilan yang juga sangat unik diikuti oleh perkembangannya yang fenomenal, serta pembentukan jemaat-jemaat - yang lembaga atau gereja pengutus menggelengkan kepala bahkan hampir dicap tidak kristiani - sudah selayaknya dipertanyakan apa arti semua ini? Dan tentunya kita semua mengakui bahwa ini semua adalah pekerjaan tangan Tuhan dan mustahil bahwa Tuhan sedang iseng terhadap orang Batak karena kurang kerjaan di abad XIX itu, melainkan semua ini adalah bagian dari rancangan abadi-Nya. Bangso Batak, yang tidak masuk hitungan itu, si etek-etek i, si soada i, dipilih menjadi bangso-Na (umat-Nya). Bangso yang dulunya non-entity menjadi bangso ni Debata (umat Tuhan). Once you were no people, now you are God’s people. Mungkin bagi orang lain bahkan kepada sebahagian orang Batak, pernyataan ini terlalu dilebih-lebihkan dan mengada-ada atau terlalu didramatisir.

Perkembangan selanjutnya

Beberapa waktu kemudian, pertambahan penduduk meningkat karena pela­yanan kesehatan yang disediakan oleh Gereja/Zending sehingga tano Batak mulai terasa sempit, maka mulailah perpindahan penduduk. Banyak yang pin­dah membuka tanah persawahan (manombang tano) ke Dairi, Kotacane (Aceh), Sumatera Timur (Simelungun, Deli Serdang, Asahan, Labuhan Batu). Dan pemuda-pemuda Batak berbekal pendidikan, biarpun hanya tingkat SD, dapat mengisi lowongan tingkat menengah dan administrasi di perkebunan-perkebunan di Sumatera Timur, bahkan sampai ke pertambangan di Sumatera Barat dan Sumatera Selatan. Dan yang berpendidikan lebih tinggi sampai ke pulau Jawa untuk meneruskan pendidikan atau mencari pekerjaan (menjadi orang ‘berpangkat’)

Dan sesudah kemerdekaan Indonesia sudah ditegakkan, dan kita menoleh kembali ke belakang, kita baru mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mengapa begitu, mengapa demikian. Jawaban atas pertanyaan mengapa Nommensen cs melaksanakan panggilannya dengan perasaan urgensi (sense of urgency), seperti di kejar-kejar waktu, mulai terjawab sesudah Indonesia merdeka. Pendidikan modern dikecap oleh orang Batak, secara umum boleh dikatakan, baru mulai pada tahun 1911 (HIS Sigompulon). 34 tahun kemudian, sewaktu kemerdekaan Indonesia diproklamirkan dan harus diperjuangkan, orang Batak dapat ikut ambil bagian aktif, berdiri sejajar dengan suku-suku lain, dalam menegakkan dan merperjuangkan kemerdekaan itu. Orang Batak tidak merupakan anak bawang dalam semua tahapan perjuangan dan pengisian kemerdekaan dan pembangunan negara dan bangsa. Sehingga suku Batak termasuk yang diperhitungkan dalam negara tersayang kita ini. Rupanya Tuhan, melalui hamba-hamba-Nya yang tergesa-gesa (na panghuduson) itu, mempersiapkan bangso Batak dengan sebaik-baiknya mengantarnya masuk ke alam kemerdekaan dan ikut terpanggil untuk berperan aktif dalam segala tahapan perkembangan Indonesia merdeka.. Terlebih lagi, rupanya memang Tuhan membuat segala persiapan untuk mengantar bangso Batak untuk memasuki abad modern, era globalisasi dan sebagainya. Dan juga membawa bangso itu menjadi warga dunia melalui hubungan antar-bangsa HKBP. Bangso Batak itu tidak boleh lagi hidup dalam splendid isolation sebab jika tetap demikian, dia akan tergilas oleh roda era globalisasi.

HKBP manjungjung baringinna

Tata gereja tahun 1881 diganti dengan tata gereja yang baru pada tahun 1930 dan Gereja Batak itu mendapat nama resmi Huria Kristen Batak Protestan. Pada tahun itu, HKBP dikatakan manjungjung baringinna, menjadi berdiri sendiri. Yang dimaksud dengan manjungjung baringin adalah dalam hubungannya dengan penanganan dan pengurusan Gereja. Jika sebelumnya penanganan dan pengurusan HKBP dilaksanakan sepenuhnya oleh para penginjil, sebagai pengasuh, dan anak negeri hanya sebagai pembantu, sejak saat manjungjung baringin itu, anak negeri telah mulai diikut sertakan dalam penanganan dan pengurusan tersebut. Hal ini nampak dalam pembentukan Parhalado Pusat (waktu itu bernama Hoofdbestuur), sebagai Pucuk Pimpinan HKBP dimana anggota-anggotanya terdiri dari wakil dari masing-masing unsur yang ada dalam HKBP.[11]

Manjungjung baringin yang sebenarnya terjadi pada waktu pecahnya Perang Dunia (PD) II dan tentara Jerman menduduki negeri Belanda. Sebagai akibat dari keadaan perang antara Belanda terhadap Jerman, maka semua penginjil RMG, yang berkebangsaan Jerman (hampir semuanya) ditangkap oleh Pemerintah Hindia Belanda dan dipenjarakan (diinternir). Dengan demikian manjungjung baringin itu terjadi secara tiba-tiba dan sekaligus mengakhiri pekerjaan RMG di Tano Batak. Tiba-tiba penanganan dan pelayanan serta pimpinan HKBP dilaksanakan sepenuhnya oleh para Pendeta Batak.[12] Tiba-tiba nasib HKBP berada di tangan mereka.[13] Sekarang HKBP sepenuhnya di tangan orang Batak sendiri.

Beragam kesulitan

Dengan disrupsi yang tiba-tiba terjadi, HKBP harus mengadakan konsolidasi ke dalam dengan mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh para penginjil. Pekerjaan yang cukup berat. Tetapi sekaligus HKBP harus menghadapi berbagai kesulitan berat yang datang dari luar. Kesulitan pertama datang dari BNZ (Batak Nias Zending), bentukan Belanda untuk menangani peninggalan RMG, yang nyatanya hendak mengambil over semua harta kekayaan HKBP yang mereka anggap sebagai milik RMG. Dan sekaligus ingin menghancurkan HKBP. Persoalan itu selesai dengan datangnya tentara Jepang ke Indonesia pada tahun 1942 dan kekuasaan Belanda berakhir. Tetapi kesulitan baru yang lebih dahsyat harus dihadapi HKBP yang timbul dari pendudukan tentara Jepang dan sebagai akibat perang. 

Sewaktu PD II berakhir dan pendudukan tentara Jepang pun berakhir, namun kesulitan tidak kunjung selesai dihadapi HKBP. Kesulitan baru timbul menghadapi tentara agressor Belanda dengan segala kekejamannya, membakar kampung-kampung, menangkap orang dengan sewenang-wenang bahkan mengancam HKBP jika membantu perjuangan atau melindungi para pejuang kemerdekaan.[14] Ephorus Dr. Pdt. Justin Sihombing sendiri bolak balik dipanggil dan diinterogasi oleh tentara pendudukan sewaktu aksi kedua dan Tapanuli diduduki oleh Belanda.[15]

Masih adakah HKBP?

Sesudah PD II selesai dan asap dan debu kancah peperangan sudah mengendap, orang di Jerman mulai bertanya-tanya sudah bagaimana HKBP. Apakah masih ada? Mereka dengan terkejut bercampur sukacita mendengar HKBP masih ada dan bahkan berkembang biarpun mengalami berbagai kesulitan dan cobaan. HKBP, berkat pemeliharan Tuhan, telah dapat berdiri sendiri dengan kokoh, dapat mengatasi segala kesulitan yang dihadapi, sehingga dapat berdiri sejajar dengan gereja-gereja lain di dunia sehingga ikut mendirikan Dewan Gereja Sedunia (WCC) pada tahun 1948 dan Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI).

Dan selanjutnya HKBP semakin menyebar di Indonesia, sehingga sudah terbentuk beberapa distrik di luar Tano Batak, termasuk Distrik Jawa. Dan pada tahun 1962, tata gereja yang baru diberlakukan mengganti tata gereja 1930. Dan HKBP mendapatkan predikat superlatif dalam beberapa hal dibanding gereja-gereja muda di Asia bahkan di seluruh dunia, sehingga disebut HKBP na bolon i. Beberapa predikat itu adalah: HKBP adalah mahkota RMG, gereja yang terbesar di Asia, gereja muda yang sejak mula mandiri secara finansial, menjadi model untuk pembentukan gereja-gereja muda.

Umat pilihan (Bangso na tarpillit, the Chosen race); disintegrasi?

Sementara itu, penginjil-penginjil dari gereja lain dan sekte-sekte berdatangan ke daerah pelayanan HKBP dan banyak dari anggota HKBP berpindah ke gereja-gereja atau sekte-sekte itu. Dan dalam tubuh HKBP itu sendiri terjadi perpecahan dan terjadi pemisahan dan gereja baru berdiri. Perpecahan itu terjadi bukan karena perbedaan pemahaman iman kristiani melainkan oleh unsur-unsur non-teologis. Orang-orang yang merasa pengkhayatannya akan iman kristiani berbeda dengan HKBP pindah ke gereja lain secara sendiri-sendiri. Sehingga bangso Batak itu, yang telah menjadi bangso ni Debata, yang keutuhannya dijaga dengan sangat hati-hati oleh para penginjil dan penjajah, hancur berantakan. Bahkan anggota HKBP sendiri sudah ada yang tidak merasa bangga sebagai HKBP atau tidak merasa HKBP suatu milik atau warisan yang sangat berharga. Namun demikian, sebagaimana Gereja Anglikan, dengan segala serangan yang dihadapi dari dalam dan banyaknya anggota yang meninggalkannya, membentuk denominasi-denominasi dan sekte-sekte baru, tetap mengatakan Ecclesia Anglicana mater sanctorum, demikian juga kiranya HKBP dapat mengatakan, biarpun sudah ditinggalkan oleh sebahagian orang Batak, bahkan ada yang berniat menghancurkannya, tetap dapat mengatakan HKBP adalah Gerejanya orang Batak, ibu suci orang Batak.

Beban umat pilihan

Perpindahan anggota-anggota HKBP ke gereja atau sekte-sekte lain, baik secara pribadi-pribadi maupun berkelompok dengan mendirikan gereja sendiri, tidak boleh tidak mengingatkan kita akan zaman hakim-hakim di Perjanjian Lama. Sesudah umat Israel sampai di tanah perjanjian dan kehidupan mulai lebih baik dari pada waktu perbudakan dan perjalanan di gurun pasir, mereka mulai melupakan Tuhan. Dalam buku hakim-hakim kita menemui banyak sekali kalimat: “Tetapi orang Israel melakukan yang jahat di mata Tuhan, maka ......” Kalimat yang sama dengan sedikit modifikasi, barangkali berlaku pada orang Batak sekarang ini, kalimatnya berbunyi: “kemudian bangso Batak itu melupakan sejarah penyelamatan Tuhan pada mereka, maka .......”.

Tuhan memilih bangsa Israel menjadi umat-Nya. Bukan karena mereka mempunyai kelebihan dari bangsa-bangsa lain atau karena mereka orang-orang saleh, tetapi karena anugerah Tuhan mereka dipilih. Maka Israel menjadi bangsa yang terpilih, bangsa yang diberkati. Dari semua bangsa yang diciptakan Tuhan di dunia ini, Israel, bangsa budak yang tidak masuk hitungan itu, yang dipilih. Berkat yang sungguh sangat besar sekali. Pemilihan ini merupakan suatu privilese yang luar biasa, sampai-sampai bangsa lain merasa iri, mengapa mesti Israel. Reaksi penulis sewaktu pertama kali mendengar cerita ini di sekolah Minggu, adalah rasa iri hati dan sepertinya mengajukan protes kepada Tuhan, mengapa Israel yang dipilih, mengapa bukan Batak. Tentunya orang Israel bangga karena mereka, dari semua bangsa di dunia, adalah yang terpilih, the chosen race.

Namun kenyataannya, berkat itu, privilese itu menjadi beban yang sangat berat bagi bangsa Israel. Yang tadinya berkat akhirnya menjadi penderitaan jika tidak dikatakan kutuk. Mereka dipenuhi penderitaan karena pemilihan tersebut. Sebab pemilihan itu mempunyai maksud, ada tujuannya. Mereka dipilih untuk maksud tertentu. Jika maksud itu tidak dipenuhi, mereka jatuh ke penderitaan. Sejak mereka keluar dari Mesir sampai di tanah Kanaan, setiap mereka meninggalkan jalan Tuhan, mereka selalu ditimpa penderitaan. Kalah perang, keracunan makanan, ditindas oleh bangsa-bangsa di sekeliling mereka, terpecah dua, akhirnya terbuang. Dan sisa-sisanya sampai sekarang terserak ke segala penjuru dunia.

Jika kita mengakui dengan penuh rasa syukur bahwa bangso Batak yang tadinya no people, menjadi bangso ni Debata, anugerah itu merupakan satu privilese, harus diingat bahwa Tuhan memilih bangso Batak menjadi umat-Nya, ada tujuannya. Bangso Batak itu dipilih, diperlengkapi, dipersiapkan dan sebagainya, untuk apa? Inilah pokok permasalahan yang harus dijawab HKBP (baca bangso Batak). Apakah kita menyadari sejak semula kehendak Allah bagi bangso Batak, makanya dipilih? Apakah dahulu disadari oleh pendahulu kita, lalu generasi kita sekarang  yang melupakannya? Apakah maksud Allah dengan menyebarkan orang Batak ke segala penjuru? Apakah maksud Allah merperlengkapi mereka sebelum pergi? Rupanya banyak dari kita lupa.

Rencana Allah pada orang Batak barangkali dapat diungkapkan melalui laporan Fr. Guido Tharappel, Pastor Katolik di Seminari Parapat, sebagai berikut: “Dari hasil-hasil yang terlihat dari luar, dapat dikatakan tanpa melebih-lebihkan bahwa pada waktu ini tanah Batak adalah missi Katolik yang paling berkembang di seluruh Asia. Diharapkan bahwa dengan munculnya keimanan pribumi dan bruder-bruder dan suster-suster yang agamani, Gereja Katolik akan menjadi lebih giat lagi dan orang-orang Batak akan lambat laun menjadi pahlawan-pahlawan keselamatan bagi berjuta-juta orang Indonesia yang belum mengenal dan mengasihi Kristus.[16] Rupanya Gereja Katolik yang dapat membaca rencana Tuhan terhadap orang Batak, yaitu untuk menjadi pahlawan-pahlawan Injil di tanah air yang kita cintai ini, sekaligus menjadi saluran berkat kepada masyarakat sekeliling (asa gabe pasu-pasu hamu tu angka bangso).

Ada pertanyaan yang mengerikan yang harus dijawab oleh bangso Batak secara kolektif, yaitu, apakah bangso Batak akan juga mengalami nasib yang sama dengan umat Israel??

V. Hakekat HKBP

Tadinya tulisan ini dimaksudkan untuk menemukan hakekat HKBP; gereja apa itu; masuk gereja yang mana HKBP dalam deretan spektrum gereja-gereja yang ada; apa specific differentia HKBP. Mengapa HKBP harus ada.? Apa legitimasinya untuk bereksistensi? Dan memang ini sangat penting. Makanya tulisan ini dimulai dengan Hakekat Gereja sampai kepada perumusan gereja yang benar dan perpecahan-perpecahan agar kita dapat mengidentifikasi yang mana HKBP itu. Akan tetapi sewaktu sedang menulis sejarah HKBP, sepertinya berkembang pemikiran bahwa yang menjadi pokok masalah dalam HKBP bukanlah identitasnya pada spektrum gereja-gereja yang ada. Dalam tahap-tahap menuliskan sejarah pra-kelahiran, kelahiran dan pertumbuhan selanjutnya, hal itu nampaknya sebagai hal sekunder. Yang primer berpindah ke sejarah penyelamatan Allah Yang Mahakasih terhadap bangso Batak.

Dengan demikian usaha menemukan identitas HKBP dalam spektrum itu tidak jadi diteruskan dalam tulisan ini. Jika sekiranya diteruskan, proses pengidentifikasian akan dimulai dengan identifikasi negatif, HKBP bukan ini, bukan itu; lalu dengan identifikasi positif, HKBP adalah ini dan itu. Dengan cara itu diharapkan jatidiri HKBP dapat ditemukan. Dan karena HKBP memiliki/memenuhi semua tanda-tanda gereja yang benar yang dicatat di atas, maka dapat ditegaskan bahwa HKBP adalah Gereja Tuhan yang benar (true Church of Christ). Selanjutnya, dengan segala perangkatnya yang ada, dapat dikatakan dan kita mengakui bahwa HKBP adalah gereja yang berkebaktian, berpengakuan, bersaksi dan melayani (a worshipping, confessing, witnessing and serving Church). Biarpun tidak dibuktikan melalui proses pengidentifikasian tersebut di atas, namun dapat dikatakan bahwa HKBP, baik menurut struktur organisasi, tata dan jabatan gerejani maupun tata ibadah, persis berada di tengah-tengah kedua ekstrim spektrum gereja-gereja itu. Berada di tengah-tengah maksudnya ialah bahwa semua tanda-tanda (unsur-unsur atau aspek) gerejani yang benar berada dalam proporsi yang wajar, tidak ada penekanan yang berlebihan atau distorsi pada salah satu tanda-tanda itu.

Namun ini semua belum cukup untuk menjadi legitimasi keberadaan HKBP. Specific differentia HKBP yang menjadi legitimasinya bereksistensi belum terdapat disitu. Mengapa HKBP harus ada, masih belum terjawab. Jawabannya dan yang sekaligus menjadi specific differentia-nya adalah semua yang dijelaskan di atas, yaitu sejarah penyelamatan dan pemilihan Tuhan pada bangso Batak, yang memanggil keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib, supaya memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Allah, berita sukacita yang dibawa oleh Tuhan kita Yesus Kristus, Juruselamat dunia. Jadi HKBP adalah penampakan konkrit, bentuk empiris dari karya pemanggilan, pemilihan dan penyelamatan Allah akan bangso Batak.

Dengan demikian, pernyataan berikut benar adanya:

1.  HKBP adalah Gereja yang benar (true Church) karena segala persyaratan sebagai Gereja yang benar dipenuhi.
2.  HKBP mempunyai ciri-ciri menonjol dan khusus (salient and particular features) yang merupakan specific differentia HKBP dibanding dengan gereja-gereja lain, khususnya yang ada di Indonesia, yang menjadi legitimasinya untuk tetap bereksistensi,
3.  HKBP adalah suatu warisan yang sangat berharga yang seharusnya menjadi kebanggaan pewarisnya.


VI. Melayani Tuhan melalui Gerejaku (HKBP)

Sekarang sampai pada tema perbincangan kita. Melayani Tuhan melalui gerejaku, HKBP, tentunya adalah berpartisipasi dalam menunaikan tugas (missi) yang untuk itu Allah mendirikannya (baca: mengangkat bangso Batak menjadi bangso pilihan). Tugas itu harus diemban setiap anggota HKBP dalam berbagai jenis, intensitas sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Karena pertemuan ini diadakan oleh guru-guru SM, pembina remaja dan pengurus NHKBP, maka bentuk pelayanan yang akan disoroti dipusatkan pada pelayanan ke dalam. Dan karena menyangkut anak-anak dan pemuda, maka perhatian lebih tertuju lagi pada pembinaan.

Bagi kita yang dilahirkan dalam keluarga HKBP, HKBP itu adalah ibu suci kita (mater sanctorium). Kita dikandung, dilahirkan, dibesarkan dan ditempa (nurtured) dalam HKBP. Tuhan, kepala Gereja itu, yang menempatkan kita di HKBP. Oleh karena itu, tugas utama gereja kepada anggota mudanya adalah untuk membesarkan dan menempanya. Membesarkan dalam arti pertumbuhan iman dan menempa dalam arti pembentukan perilaku dan karakter kristiani serta memperlengkapinya untuk memampukan mereka mengaktualisasikan dirinya.

Di dalam pelaksanaan tugas gereja inilah para anggota dapat dan harus ikut berpartisipasi.
Jadi melayani ‘gerejaku’, ialah melalui partisipasi dalam membesarkan dan menempa generasi mudanya.

Sekaligus dengan itu, menanamkan kepada generasi muda, jatidirinya sebagai yang dilahirkan dalam HKBP, yaitu dengan menanamkan pemahaman dan pengkhayatan bahwa dia menjadi anggota jemaat HKBP bukanlah karena pilihannya sendiri. Dia dikandung, dilahirkan, dibesarkan dan ditempa di HKBP, ibu suci mereka. Jadi HKBP bukanlah pilihan mereka, Tuhan yang empunya Gereja yang memilih dan menempatkannya di HKBP. Hendaknya tertanam pada hati sanubari mereka perasaan bersyukur kepada Tuhan yang oleh kasihNya yang mengagumkan, mendatangkan Injil ke Tano Batak melalui utusanNya, para penginjil, dan melalui Roh Kudus, membuka hati nenek moyang orang Batak, termasuk nenek moyang/orangtua mereka sendiri, menerima Injil itu, dan mereka itu dipersatukan dalam satu persekutuan gerejani yang kudus, yaitu HKBP. Mereka, dalam persekutuan HKBP, memelihara dan mengkhayati (mameop dohot manghangoluhon) serta meneruskan Injil itu kepada keturunannya termasuk kepada mereka. Di antara ompung kita itu dahulu ada yang terpanggil ke dalam persekutuan kudus itu di hari tuanya dan ada pada waktu masa muda atau anak-anak, tetapi kita sendiri terpanggil sewaktu masih dalam kandungan ibu kita. Kita dilahirkan dalam persekutuan kudus HKBP dan sekaligus menjadi pewarisnya.
Dan dalam pewarisan itu sekaligus termasuk di dalamnya mengemban missi yang ditugaskan Tuhan kepada HKBP (baca bangso Batak). Dengan demikian, hendaknya sejak kecil sudah mulai ditanamkan agar, sedapat mungkin, internalisasi pada generasi muda, shared values berupa tugas panggilan, sebagai elan vital kehidupan kolektif orang Batak. Tugas panggilan itu bersifat kolektif tetapi pelaksanaannya dipertaruhkan kepada masing-masing pribadi sebagai gereja.
Sesungguhnya anggota HKBP selalu dipersiapkan untuk hidup bersama dengan masyarakat umum, karena sejak semula, orang Batak yang telah dibaptis di Tano Batak, tidak ditempatkan di tempat khusus tetapi tetap berbaur dengan masyarakat setempat yang belum percaya. Demikian juga kita, kita berada atau ditempatkan di tengah-tengah masyarakat majemuk (pluralistik), yang terdiri dari bermacam agama dan kepercayaan. Kita hidup sehari-hari bersama mereka. Oleh karena itu, generasi muda sebaiknya dipersiapkan, dipersenjatai dan diperlengkapi untuk hidup yang demikian dengan tetap mengingat akan mission sacre yang diemban olehnya bersama-sama dengan seluruh anggota HKBP, yaitu memenuhi kehendak Allah untuk menjadi saluran berkat bagi orang di sekelilingnya.

VII. Penutup

Demikianlah tulisan ini disampaikan, semoga bermanfaat adanya. Harus diakui bahwa pengenalan akan seluk beluk ‘gerejaku’ HKBP melalui pengamatan sejarah kelahiran dan perkembangan HKBP dan mencoba memahami sejarah itu dalam hubungannya dengan perkembangan keadaan di Indonesia, masih jauh dari memadai. Karena masih banyak lagi yang belum dibicarakan, terutama mengenai keadaan HKBP waktu ini dan apa saja yang dihadapinya, masalah di dalam dan tantangan dari luar. Bagaimana mempersiapkan diri untuk menghadapi masa depan, masa globalisasi, abad XXI, belum dibicarakan. Bahasan dalam tulisan ini merupakan pengantar untuk pengenalan akan ‘gerejaku’ HKBP yang sekaligus untuk pengenalan siapa kita sebenarnya di hadapan Tuhan dan di hadapan masyarakat bangsa Indonesia, sebagai modal dasar untuk merumuskan kegiatan-kegiatan yang akan dibuat dalam melayani dalam ‘gerejaku’ HKBP.

M. P. L. Tobing

Tambahan

Hakekat dan Specific differentia HKBP

Hakekat HKBP tidak terlepas dari bangso Batak karena HKBP merupakan perwujudan empiris dari sejarah pemillihan dan pemanggilan Tuhan akan bangso Batak menjadi umat-Nya. HKBP berdiri bukan berdasarkan kesepakatan orang-otang Batak yang sudah dibaptis. Gereja Batak, yang di kemudian hari diberi nama HKBP, berdiri sebelum ada orang Batak bertobat dan dibaptis. Jadi HKBP dapat disamakan dengan berdirinya Gereja Tuhan. Tuhan Yesus mendirikan Gereja-Nya sebelum ada anggotanya. Sebagaimana Gereja berdiri bukanlah hasil kesepakatan para murid Yesus sesudah turunnya Roh Kudus di hari Pentakosta. Memang hari itu dianggap sebagai hari lahir Gereja Kristus, tetapi dari sejak mula semua mengaku bahwa Yesus Kristus mendirikan Gereja-Nya sebelum Dia naik ke sorga.

Jadi gereja Batak adalah gereja yang didirikan oleh Yesus Kristus untuk bangso Batak melalui hamba-hamba-Nya yang diutus ke Tano Batak.

Biarpun sudah banyak sekali orang Batak meninggalkan HKBP, dan bahwa ada yang menganggap bahwa HKBP sekarang merupakan salah satu gereja di Tano Batak, namun HKBP harus tetap diakui sebagai ibu suci (mater sanctorum) orang Batak. -




[1] Sekarang bernama Vereinigte Evangelische Mission (VEM)
[2] Bukan dari Almanak, lih. Schreiner: Telah kudengar dari ayahku, BPK Gunung Mulia (1978) hal. 8
[3] Op.cit. hal. 8.
[4] Op.cit. hal. 47
[5] Lihat Almanak HKBP.
[6] Nama tersebut kita jumpai melalui tulisan-tulisan para Penginjil. Sebagai contoh, ada dokumen sebagai catatan pendahuluan tata gereja yang disusun oleh Fr. Fabri bersama Nommensen, Kodding dan A. Schriber pada tahun 1881, diberi judul Gemeinde-, Kirchen- und Synodal-Ordnung fur die evangelische Mission-Kirche im Battalande auf Sumatra. Op. cit. Lothar Schreiner, cat. kaki no. 4, hal. 47.
[7] Garis besar 125 Tahun Huria Kristen Batak, Kantor Pusat HKBP, Pearaja Tarutung, (1986) hal. 32.
[8] Tetapi pada tahun 1952, menjadi anggota Lutheran World Federation (LWF). Dengan demikian, HKBP yang tadinya berdiri di atas perpecahan gereja-gereja Protestan, menjadikan dirinya menjadi ikut mewarisi perpecahan tersebut.
[9] W. K. H. Ypes: Bijdrage tot de kennis van de stamverwantschap, de imheemsche rechtsgemeenschap­pen en het grondenrecht der Toba- en Dairibataks, Leiden 1932
[10] Dr. A. Schreiber: Tentang sifat-sifat daerah Pekabaran Injil, Lembaga Pekabaran Injil Rhein (RMG), Barmen 1883 (Traktat Sending Rhein No. 25) hal. 34 - 43. Terjemahan Dr. J. R. Hutauruk di Vocatio Dei, Edisi XI, (Januari - Maret 1985).
[11] Hoofdbestuur  yang pertama terdiri dari Pdt. Paulus L. Tobing wakil pendeta Batak (dipilih oleh Rapot Pandita Batak), Gr. Manasse Simanungkalit wakil Guru Huria, St. Salmon L. Tobing sebagai wakil dari para Sintua dan Demang Renatus Hutabarat, wakil dari Kerkeraad (Dewan Gereja) bersama dengan wakil dari penginjil RMG (biasanya disebut tuan pandita)
[12] Harap dicatat bahwa pendidikan para pendeta (oleh penginjil dinamai local preacher) itu adalah sekolah guru 2 tahun (waktu itu dikenal sebagai Sikola Tinggi) untuk tamatan SD kelas 5 yang terpilih. Sesudah mereka melayani sebagai guru (guru sekolah dan atau sekaligus guru huria) untuk jangka waktu yang lama, sebahagian dari mereka dipanggil untuk mengikuti Sekolah Pendeta yang berlangsung 1 1/2 tahun. Lalu mereka ditahbiskan menjadi pendeta dan ditempatkan di berbagai jemaat atau di ressort, sebagai pendeta pembantu pada Pendeta Ressort yang hampir semuanya Tuan Pandita.
[13] Ada 3 orang tamatan Sekolah Teologia (Menengah) Jakarta, tetapi baru tamat.
[14] Ds. P. T. Sarumpaet, Kristus adalah Evangelium dalam Kesulitan, dalam Seratus Tahun Kekristenan dalam Sedjarah Rakjat Batak, diterbitkan oleh Panitia Distirk IX Perajaan Jubileum 100 tahun HKBP, Jakarta.
[15] Cf. Dr. F. H. Sianipar, Barita ni Ompu I, Dr. Justin Sihombing (1978), hal. 100 ff.
[16] ‘Catholic Church in Batakland’ (Naskah yang diketik dan tidak diterbitkan) dikutip oleh Pederson, Paul B.: Darah Batak dan Jiwa Kristen, Jakarta, hal. 137f.

Rumah Allah

  Rumah Allah Ibrani 3:6 Tetapi Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya; dan rumah-Nya ialah kita, jika kita sampai kepada akhi...