02/07/12

Pelayanan Adalah Anugerah


Pelayanan Adalah Anugerah
Pendahuluan
Ada satu persekutuan pemuda melakukan sebuah retreat. Rombongan dipimpin oleh seorang pastor dari Gereja Katolik. Setelah mereka menghabiskan waktu selama satu hari, sang pemegas kas melaporkan kepada panitia bahwa sejumlah uang yang dia simpan telah hilang dicuri orang. Panitia mengadakan rapat kilat. Lalu memutuskan untuk mencoba menelusuri peristiwa itu dengan baik dan benar. Mereka memeriksa siapa saja yang mungkin masuk ke dalam ruangan sang pemegas kas, lalu mengambil uang tersebut. Setelah mengadakan penelusuran yang cukup intens, mereka menemukan adanya salah seorang dari antara peserta yang masuk ke dalam kamar tersebut dilihat orang lain.
Orang tersebut dipanggil dan diperhadapkan ke hadapan pastor mereka. Setelah diteliti dengan seksama, akhirnya orang tersebut pun mengaku akan kesalahan yang telah diperbuatnya. Ia pun mengembalikan uang yang telah diambilnya tadi. Pastor mengambil sebuah tindakan yang sangat radikal bagi setiap orang yang berpikir berdasarkan hukum. Pastor itu mengatakan: kita akan memberikan kesempatan kepada dia yang telah bersalah ini untuk mengabdi kepada Tuhan yang sudah mengampuni dia dalam kesalahannya.
Kesempatan yang kita akan berikan kepada dia ialah: menjadi wakil pemegang kas. Ia akan menolong pemegang kas kita untuk bersama-sama mengelola uang yang kita punya. Pastor itu melihat pribadi orang itu akan disembuhkan tatkala kepadanya diberikan kesempatan untuk melayani justru pada saat dia tidak layak untuk melayani. Pelayanan yang dipercayakan kepadanya itu adalah sebuah pelayanan anugerah.

Panggilan Allah
Mereka yang melayani itu adalah orang yang telah dipanggil Allah untuk melayani. Jika seseorang tidak dipanggil Allah, maka orang itu tidak akan mungkin melayani di dalam pandangan Allah. Hal itu sangat jelas terlihat di dalam pernyataan Yesus yang dicatat oleh Penginjil Lukas, dalam Luk 9:57-62
Ada orang yang menawarkan diri untuk mengikut Tuhan Yesus kemana pun Ia pergi. Yesus menolak dia dengan mengatakan: Ia tidak punya tempat untuk menaruh kepala. Di sisi lain, ada orang yang beralasan untuk tidak mengikut Dia, pada hal Yesus telah memanggilnya. Kepada orang itu, Yesus mengatakan: biarlah orang mati mengubur orang matinya.
Ada orang yang mengambil pelayanan itu bagi dirinya sendiri, sebagaimana diilustrasikan di atas. Secara harfiah, ia memang terlibat di dalam pelayanan tersebut. Tetapi di mata Allah, hal itu adalah sebuah dosa. Alkitab adalah sumber pengajaran yang otentik dan berlaku bagi kita di sepanjang zaman. Untuk itu, marilah kita sejenak melihat orang Israel di dalam perjalanan mereka menuju Tanah Kanaan.
Ada sejumlah orang yang menghendaki agar mereka pun diberi kesempatan untuk melayani Allah di Kemah Pertemuan, sama seperti Harun dan anak-anaknya. Mereka merasa layak untuk melakukan apa yang dilakukan oleh Harun dan anak-anaknya. Mereka protes kepada Musa. Lalu Tuhan berfirman kepada Musa untuk melakukan sesuatu di dalam rangka membuktikan bahwa orang tidak boleh mengambil pelayanan itu bagi dirinya sendiri. Orang yang berhak melayani Allah ialah mereka yang di panggilnya di dalam kasih karunia-Nya. Peristiwa itu dicatat di dalam kitab Bilangan pasal 16. Musa menyampaikan firman TUHAN kepada mereka: Bil 16:5-7.
Orang Lewi yang menuntut jabatan iman itu disuruh untuk membawa perbaraan dimana apinya tidak berasal dari mezbah korban bakaran yang ada di depan Kemah Petemuan. Sementara Harun juga membawa perbaraan yang apinya berasal dari Mezbah Korban Bakaran. Lalu kita membaca dalam ayat 31-33  “Baru saja ia selesai mengucapkan segala perkataan itu, maka terbelahlah tanah yang di bawah mereka, dan bumi membuka mulutnya dan menelan mereka dengan seisi rumahnya dan dengan semua orang yang ada pada Korah dan dengan segala harta milik mereka. Demikianlah mereka dengan semua orang yang ada pada mereka turun hidup-hidup ke dunia orang mati; dan bumi menutupi mereka, sehingga mereka binasa dari tengah-tengah jemaah itu”.
Orang yang membawa perbaraannya sendiri akan mati binasa. Hal ini adalah sebuah peringatan bagi kita agar tidak melakukan hal itu di dalam hidup ini, sebab Allah tidak dapat dilayani oleh mereka yang menawarkan diri untuk melayani dia. Kita melihat bahwa pelayanan itu adalah sebuah kasih karunia Allah bagi kita.

Panggilan Internal dan Ekstenal
Berbicara tentang panggilan Allah untuk melayani, para ahli mengatakan bahwa ada dua panggilan di dalam hidup orang percaya. Panggilan pertama disebut namanya dengan internal calling – panggilan internal. Kedua disebut namanya dengan external calling – panggilan eksternal. Internal calling maksudnya ialah: Allah memanggil kita dengan jalan Ia menaruh panggilan itu di dalam hati kita. Roh Tuhan berbicara ke dalam hati kita dan menanamkan sebuah kerinduan di dalam hati untuk melakukan sesuatu bagi Dia. Di sisi lain, eksternal calling ialah: Allah memanggil kita melalui institusi atau orang yang berwenang itu. Satu hal yang harus kita garis bawahi di sini ialah: kedua-duanya harus ada, barulah pelayanan itu dapat dilaksanakan.
Ada orang yang mengatakan bahwa Roh Kudus telah memanggil dia untuk melakukan sesuatu. Lalu atas panggilan internal yang sudah dia terima, maka ia melakukan hal tersebut. Berdasarkan kesaksian Alkitab, hal tersebut salah. Untuk itu marilah kita melihat apa yang disaksikan Alkitab. Sebelum kita melihat ke dalam PL tentang kisah Raja Daud, maka ada baiknya kita memperhatikan apa yang disuarakan Paulus tentang apa yang tertulis di dalam PL. Paulus mengatakan: “Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci (Rom 15:4).
Hal ini dituliskan di sini, menjadi peringatan bagi kita bahwa PL diberikan kepada kita menjadi penghiburan atas pergumulan hidup. PL menyaksikan Raja Daud telah diurapi Samuel jadi raja untuk menggantikan Saul. Samuel sendiri yang disuruh Allah untuk mengurapi dia. Itu berarti Daud telah menerima panggilan internalnya. Namun ia benar-benar menduduki kursi singgasana kerajaan Israel lama setelah pengurapan yang dia terima. Eksternal calling bagi dia ialah: rakyat Israel membangkitkan dia jadi raja atas mereka.
Jika ditinjau dari sudut pandang Daud secara subyektif, ia dapat berkata kepada Saul untuk turun tahta, sebab Allah telah memanggil dia untuk menggantikan posisinya sebagai raja. Pembenaran untuk perkara itu adalah tindakan Samuel untuk mengurapi dia sebagai raja. Namun Alkitab tidak menceriterakan kepada kita bahwa Daud melakukan hal seperti itu. Sebaliknya, ia menunggu hingga bangsa itu memanggilnya sebagai raja atas mereka. Hal yang sama dapat kita terapkan di dalam pelayanan kepada Allah di zaman modern ini. Jika saudara merasa Tuhan telah memanggil untuk melakukan satu pekerjaan bagi Dia, itu benar. Namun, kita juga harus menunggu Dia untuk menggerakkan orang untuk melakukan panggilan itu atas nama-Nya. Paulus dalam surat Roma mengatakan bahwa harus ada yang mengutus. Maksudnya ada persekutuan yang mengutus orang itu untuk melakukan sesuatu hal.
Pengalaman mengatakan bahwa panggilan itu tidak senantiasa dimulai dari panggilan internal baru panggilan eksternal. Ada kalanya panggilan eksternal lebih dahulu, barulah panggilan internal datang belakangan. Namun satu hal yang pasti ialah: kedua-duanya harus ada, barulah kita dapat beroperasi dengan baik dan benar. Ada orang yang dipanggil satu persekutuan untuk melayani dalam kerajaan Allah. Pada mulanya ia melakukan pelayanan itu berdasarkan alasan yang sangat manusiawi. Tetapi tatkala waktu berjalan, ia akhirnya tiba juga pada panggilan internalnya.


Dibenarkan
Orang yang dipanggil Allah untuk melayani, ia lebih dahulu telah dibenarkan. Kata dibenarkan di dalam PB artinya ialah: dipandang tidak berdosa oleh Allah sendiri. Ketidakberdosaan mereka dimungkinkan oleh karena karya Kristus di kayu salib yang mendamaikan dunia dengan Allah. Itu berarti, orang yang melayani itu adalah orang yang sudah berdamai dengan Allah. Sekarang kita lihat orang yang melayani Tuhan di Gereja-Nya. Ada juga di antara mereka yang masih hidup di dalam dosa.
Mereka ini membawa perbaraan asing di hadapan Allah. Berdasarkan apa yang telah kita bahas di atas tentang Harun dan bani Korah, maka sudah jelas apa masa depan dari orang yang membawa perbaraan asing di hadapan Allah. Untuk melihat betapa kudusnya pelayanan kepada Allah itu, maka sejenak kita akan meneliti ibadah penahbisan seorang imam di dalam PL, sebagaimana diuraikan di dalam kitab Imamat pasal 8.

Penahbisan Imam
Marilah kita meneliti pelaksanaan upacara penahbisan imam ini dan menarik pelajaran yang berharga dari dalamnya. Kita mulai dengan peralatan yang dipergunakan untuk menahbiskan mereka. Peralatan itu ialah: pakaian-pakaian, minyak urapan dan kurban. Untuk pakaian yang akan dikenakan kepada para imam itu dibicarakan di dalam kitab Keluaran pasal 28 dan pasal 29. Tentunya pakaian itu punya makna tersendiri. Kita tidak akan membahasnya di sini dengan panjang lebar. Namun satu hal yang pasti pakaian itu punya makna. Untuk sederhananya kita mengambil apa yang diutarakan oleh Nabi Yesaya dalam Yes. 61:10 “… sebab Ia mengenakan pakaian keselamatan kepadaku dan menyelubungi aku dengan jubah kebenaran.”  
Dari ayat ini kita dapat memahami pemahaman orang Israel kuno tentang pakaian. Pakaian secara simbolis berhubungan dengan keselamatan dan kebenaran. Satu hal yang pasti di dalam upacara ini pakaian itu dibuat sesuai dengan rancangan Allah. Pakaian itu dikenakan kepada para imam yang dilantik. Mereka tidak mengenakannya sendiri. Hal itu memberikan pengertian kepada saya tentang kebenaran yang dikenakan kepada saya oleh Allah.
Kebenaran bukanlah sesuatu yang dapat saya kenakan kepada diri sendiri, melainkan karena dikenakan kepada saya. Saya pasif dan tidak berbuat apa pun sehingga saya menjadi orang benar di hadapan Allah. Saya bisa melayani Dia bukan karena kebenaran diri saya di hadapan-Nya. Di samping itu mereka yang melayani Dia itu adalah mereka yang sudah menikmati keselamatan.

Pakaian Imam
Sebelum pakaian itu dikenakan, mereka harus dibasuh lebih dahulu. Itu berarti mereka menanggalkan sesuatu yang kotor dari dalam dirinya. Apakah yang harus ditanggalkan seorang pelayan Tuhan dari dalam dirinya, tatkala ia dipanggil menjadi pelayan? Menurut hemat saya makna dari pembasuhan ini ialah pembasuhan motivasi untuk melayani Allah. Orang harus dimurnikan motivasinya dalam rangka melayani Tuhan. Tatkala kita sudah dipanggil untuk melayani Dia, maka motivasi kita dimurnikan Allah. Itulah sebabnya seorang pekerja Tuhan harus belajar lebih dahulu.
Harapan saya tentang masa belajar ini ialah: motivasi kita dimurnikan melalui pelajaran yang diberikan kepada kita selama satu atau dua tahun. Tetapi kenyataan di lapangan yang saya temukan, bukanlah demikian. Di gereja yang saya kenal, para calon sintua ini diajar tentang hal-hal yang tidak terlalu penting bagi dia di dalam pelayanannya sebagai sintua. Menurut hemat saya secara pribadi hal yang diajarkan itu dapat dipelajari mereka secara pribadi jika mereka membutuhkannya.
Sudahkah saya dimurnikan dengan air yang kudus dari surga? Nabi Yehezkiel menyampaikan firman Tuhan kepada bangsa Israel di zamannya,: “Aku akan mencurahkan kepadamu air jernih, yang akan mentahirkan kamu; dari segala kenajisanmu dan dari semua berhala-berhalamu Aku akan mentahirkan kamu. Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat” (Yeh. 36:25-26). Allah membasuh kita dengan air dari surga yang memurnikan motivasi kita di dalam melayani Dia.

Minyak Urapan
Di samping pakaian ada juga minyak urapan. Tentang minyak urapan ini dibicarakan dalam kitab Keluaran, “Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: "Ambillah rempah-rempah pilihan, mur tetesan lima ratus syikal, dan kayu manis yang harum setengah dari itu, yakni dua ratus lima puluh syikal, dan tebu yang baik dua ratus lima puluh syikal, dan kayu teja lima ratus syikal, ditimbang menurut syikal kudus, dan minyak zaitun satu hin. Haruslah kaubuat semuanya itu menjadi minyak urapan yang kudus, suatu campuran rempah-rempah yang dicampur dengan cermat seperti buatan seorang tukang campur rempah-rempah; itulah yang harus menjadi minyak urapan yang kudus” (Kel 30:22-25). Minyak urapan ini tidak ada hubungannya dengan minyak urapan yang dibuat oleh Gereja Tiberias. Minyak urapan mereka itu tidak alkitabiah.
Orang Israel dilarang membuat minyak seperti itu bagi dirinya sendiri. Jika mereka membuat minyak seperti minyak urapan itu, maka mereka akan dihukum mati. “Orang yang mencampur rempah-rempah menjadi minyak yang semacam itu atau yang membubuhnya pada badan orang awam, haruslah dilenyapkan dari antara bangsanya." (Kel.30:33). Jadi sangat jelas orang tidak boleh mengenakan kepada dirinya sendiri sesuatu yang kudus. Itu adalah ketetapan Allah yang berlaku untuk selama-lamanya. Kekudusan bukan milik manusia, itu milik Allah dan mereka yang kepadanya Allah mengaruniakannya. Syukur kepada Allah, kita menerimanya karena Yesus kristus Tuhan kita. Pelayanan adalah sesuatu yang kudus, karena yang kita layani adalah Allah. Pengajaran ini tetap berlaku hingga hari ini. Menjadi pekerja Tuhan di gereja adalah perkara yang kudus.
Imam yang dilantik itu diperciki dengan minyak urapan. Maksud dari pemercikan dengan minyak urapan ini menurut nas ialah untuk menguduskan imam itu di dalam melaksanakan tugasnya. Dari ceritera itu kita sadar bahwa soal pengurapan bukanlah urusan manusia, melainkan urusan Tuhan. Manusia tidak dapat mengurapi dirinya sendiri. Ia tidak dapat memilih dirinya sendiri untuk melaksanakan tugas pelayanan kepada Allah, atau orang lain, berdasarkan keinginannya sendiri. Jika ia melakukan hal itu, maka ia harus dilenyapkan dari antara bangsanya. Itu firman Tuhan.
Satu catatan  bagi kita di sini ialah, setelah minyak urapan dipercikkan kepada mereka yang diurapi, bukan berarti ia sudah resmi menjadi imam. Mereka sah menjadi imam, setelah kurban penahbisan dipersembahkan. Pada waktu kurban penahbisan dipersembahkan, di sana ada satu upacara yang disebut dengan istilah persembahan unjukan. Saat itulah imam tadi sah menjadi imam. Hal itu akan kita bicarakan nanti pada waktu kita membicarakan kurban tahbisan. Tetapi jelas di sini minyak urapan dipercikkan bukan berarti ia telah sah menjadi imam. Maksudnya ialah: orang itu telah dikuduskan, telah disendirikan untuk melayani Tuhan. 
Bangsa Israel dipanggil menjadi bangsa yang kudus. Hal yang sama berlaku juga bagi orang Kristen. Menurut I Pet. 2:9, kita adalah bangsa yang kudus imamat yang rajani umat kepunyaan Allah. Oleh karena itu pemercikan minyak urapan ini memberikan gambaran kepada kita tentang pelimpahan Roh Kudus kepada mereka yang melayani.
Minyak adalah salah satu perlambang dari Roh Kudus. Setiap orang yang melayani diberikan kepadanya Roh Kudus secara khusus, agar dimampukan melakukan kehendak Allah. Yohanes Pembabtis penuh dengan Roh Kudus sejak kandungan, para rasul itu pun diperlengkapi dengan kuasa dari atas untuk melakukan kehendak Allah. demikian juga setiap orang yang melayani Allah.

Korban Penghapus Dosa
Peralatan yang ketiga dalam rangka penahbisan itu ialah Kurban Sembelihan. Dalam rangka menahbiskan para imam, dibutuhkan kurban sembelihan sebanyak tiga ekor. Kurban pertama adalah seekor lembu jantan muda. Kurban ini namanya ialah Kurban Penghapus Dosa. Imam yang akan ditahbiskan itu telah dibasuh lebih dahulu. Tetapi ia tetap memerlukan kurban penghapus dosa, apa makna dari seekor lembu bagi kita sekarang ini. Dari sudut perjanjian baru semua kurban itu telah digenapi di dalam diri Tuhan Yesus. Namun kita tetap dapat menimba makna dari lembu itu bagi kita.
Lembu adalah binatang yang sangat potensial bagi masyarakat agraris seperti bangsa Israel pada zaman dahulu. Seekor lembu memiliki nilai ekonomis yang tinggi, apalagi seekor lembu jantan muda. Jika lembu itu dikurbankan, maka ada kerugian material bagi mereka yang mengurbankannya. Nilainya cukup besar. Jika seseorang ditahbiskan menjadi seorang pelayan Allah, ia harus melihat masalah dosa adalah satu masalah besar, sama seperti lembu yang tubuhnya besar. Dosa juga harus dilihat sebagai satu kerugian bagi mereka yang melakukan dosa, sama seperti imam yang harus mengeluarkan uang yang cukup banyak untuk membeli seekor lembu jantan muda. Sebuah pertanyaan bagi mereka yang melayani Tuhan, apakah mereka melihat dosa adalah satu masalah besar dan sesuatu yang sangat mendasar?
Ada orang yang menjadi pelayan di gereja, menjadi pemimpin dari satu jemaat, pada hal ia adalah seorang rentenir. Firman Tuhan sangat jelas mengatakan bahwa umat-Nya tidak diperbolehkan membungakan uang. Tetapi orang ini hidup dari membungakan uang, namun ia memimpin jemaat Allah. Bagi dia membungakan uang bukan dosa, pada hal Alkitab mengatakan itu adalah dosa. Ia tidak melihat dosa sebagai satu masalah besar. Ada juga orang yang melayani Tuhan di jemaat pada hal ia bukan seorang kepala rumah tangga yang baik di lihat dari sudut pandang manusia. Hal itu sudah kita bahas di atas.
Masalah yang sangat mendasar bagi kita ialah bagaimana kita melihat dosa di dalam hidup ini! Alkitab sangat  jelas mengajarkan bahwa dosa itu adalah masalah besar. Bagaimana mungkin orang memandangnya menjadi masalah enteng! Bagi orang itu dosa bukanlah sesuatu yang menjadi masalah besar. Orang Israel awam, jika ia berdosa, maka kurban penghapus dosa bagi mereka ialah seekor kambing atau domba. Bahkan bisa seekor burung dara, atau burung merpati. Tetapi bagi seorang imam – pelayan Allah – kurban penghapus dosa bagi mereka haruslah seekor lembu jantan muda. Bukankah pengajaran ini masih sangat relevan bagi kita sekarang yang hidup di abad kedua puluh satu ini?
Kurban Bakaran
Setelah dosa diselesaikan melalui kurban penghapus dosa, maka datanglah kurban bakaran. Kurban ini terbakar seluruhnya di mezbah yang ada di depan Kemah Pertemuan. Kurban ini bermakna penyerahan diri kepada Allah. Hal ini sangat jelas dari nama lain dari kurban ini menurut kitab Imamat. “sebagai kurban bakaran, sebagai kurban api-apian yang baunya menyenangkan bagi TUHAN” (Im.1:9). Mereka yang melayani Tuhan adalah orang yang menyerahkan diri kepada kehendak Allah secara total.
Paulus mengatakannya dengan ungkapan lain: “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati” (Rom. 12:1). Kurban ini dapat dipersembahkan takala kurban penghapus dosa telah dipersembahkan. Tidak akan ada sesuatu yang harum baunya bagi Allah, sebelum dosa diselesaikan. Itu adalah disain yang kekal dari Allah Alkitab. Bagaimana dengan diri saya sendiri? Apakah dosa saya telah selesai? Buku Ende Nomor 443:1 mengatakan :”Dung Tuhan Jesus nampuna au songgop damena biiarhu lao, taripar gogo ngolunaina sa dosangku naung sae do i. Jadi dosa-dosa ku telah diselesaikan oleh Yesus melalui darah-Nya.


Kurban Tahbisan
Setelah kurban bakaran dipersembahkan, tibalah giliran kurban penahbisan dipersembahkan. Hal ini memberikan kepada kita sebuah kebenaran yang berlaku di sepanjang zaman, yakni tidak ada penahbisan yang sah di mata Allah, sebelum kurban bakaran dipersembahkan. Hal yang sama juga berlaku untuk kurban bakaran. Tidak ada kurban bakaran tanpa ada kurban penghapus dosa. Bukankah hal ini memberikan sesuatu pelajaran berharga bagi kita? Alangkah indahnya ibadah kita itu. Alangkah kudusnya jabatan itu. Namun apakah memang demikian pemahaman mereka yang sedang melayani Tuhan di gereja-Nya sekarang ini? Tuhan yang tahu.
Kita akan menyoroti penyembelihan kurban ini lebih rinci, dalam rangka mendapatkan gambaran tentang kekudusan mereka yang melayani Tuhan. Setelah domba disembelih, darahnya ditampung dan darah itu dioleskan ke kuping sebelah kanan dari imam yang ditahbiskan. Juga ke ibu jari tangan kanan dan ibu jari kaki kanan. Apa artinya itu. Tentunya hal itu dilakukan bukan tanpa makna. Saya memahami tindakan itu menandakan bahwa darah itu, yang mendamaikan imam tersebut dengan Allah, menyucikan kupingnya sedemikian rupa, sehingga ia dapat mendengar Allah berfirman di dalam hidupnya.
Seorang pelayan haruslah dapat mendengar Allah berfirman di dalam hidupnya. Ada orang yang mengatakan bahwa sekarang Allah tidak lagi berbicara kepada orang percaya di zaman ini. Bagaimana mungkin? Bukankah Tuhan Yesus mengatakan bahwa Roh Kudus datang untuk mengajar kita ke dalam seluruh kebenaran? Bagaimana Ia mengajar kita, jika Allah tidak berfirman kepada kita? Memang cara Allah berfirman kepada kita mungkin berbeda dengan cara Dia berbicara kepada orang zaman dahulu kala. Tetapi yang pasti ialah: Allah tetap berbicara kepada umat-Nya dengan berbagai cara juga di zaman ini. Seorang pelayan dimungkinkan untuk mendengar Allah berfirman.
Pengolesan ke ibu jari kanan mengandung makna, darah itu menyucikan tangan untuk bekerja bagi Allah. Saya mengingat sebuah nyanyian sekolah minggu di zaman saya masih kecil. “Tanganku na metmet hulehon ma tu Debata, dainang i, na loja i sai urupan hu na ma i, tangan ki di Ho ma i tangan hi di Ho ma i”. Tangan itu akan mengerjakan kehendak Allah. Bagi seorang anak kecil, kehendak Allah bagi dia ialah membantu ibunya mengerjakan pekerjaan yang dapat ia lakukan.
Seorang pelayan Allah tahu bahwa yang dikerjakannya ialah kehendak Allah. Saya teringat dengan apa yang dikatakan seorang pendeta yang sudah pensiun dari tugas penggembalaan secara formal. Ia menasihatkan kepada mereka yang akan ikut Sinode Godang pemilihan fungsionaris di HKBP. Beliau mengatakan bahwa surat suara yang dimasukkan ke dalam kotak suara, harusnya dilihat sebagai persembahan. Oleh karena itu, tidak boleh seorang pun tahu siapa yang dipilih untuk memegang jabatan di HKBP. Karena surat suara itu dipandang sebagai persembahan kepada Allah.
Alangkah indahnya acara itu, jika semua orang yang turut ambil bagian di dalam pemilihan itu melihat acara itu adalah sebuah ibadah. Namun berbeda dengan apa yang diutarakan hamba Tuhan yang soleh ini, sekarang ini, orang sudah mengatur siapa yang duduk di dalam jabatan tertentu. Sudah diatur oleh satu tim penentu di balik layar. Mereka ini akan mempertanggungjwabkan hal itu di hadapan Allah, di pengadilan tahta putih kelak, karena mereka mempersamakan hal yang kudus dengan hal yang duniawi. Jabatan apa pun itu di dalam jemaat, semuanya itu adalah kudus di dalam hati Allah. Sebab mereka melayani Allah di dalam rumah-Nya.
Darah itu juga dioleskan ke ibu jari kaki kanan. Itu berarti darah tersebut menyucikan orang itu untuk berjalan di jalan Allah. Wah, luar biasa kekudusan yang dikehendaki Allah untuk dijalani oleh mereka yang melayani Dia. Jalannya ialah jalan Allah. Karyanya adalah karya Allah; pikirannya adalah pikiran Allah. Saya yakin itu juga yang dilakukan oleh Rasul Paulus di dalam pelayanannya, maka ia berkata: ”Tetapi kami memiliki pikiran Kristus” (I Kor.2:16) di tempat lain ia berkata: “Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus” (I Kor.11:1). Buku Ende kita menyuarakan: “ndang olo au mardalan sasada au, sai Ho ma ale Tuhan manogu au” (BE. No.207:1). Itu berarti Allah akan menuntun saya berjalan di jalan-Nya. Yesus memang mengatakan bahwa bukan kehendak-Nya, tetapi kehendak Allah yang dijalani-Nya selama Ia berjalan di dunia ini. Bagaimana dengan kita para pekerja di HKBP?

Makan Bersama
Setelah kurban ini dipersembahkan dan bagian-bagian tertentu di persembahkan kepada Allah melalui mezbah kurban bakaran yang terdapat di hadapan Kemah Pertemuan, maka sisa dari kurban penahbisan yang tidak dipersembahkan di mezbah, harus dimakan oleh imam di hadapan Tuhan. Maksudnya dimakan di pelataran Bait Allah. Makna dari upacara itu adalah makan bersama. Pemahaman Israel kuno tentang makan bersama ialah: Allah makan bersama dengan umat-Nya di dalam pelataran Bait Allah. Israel memahami kurban itu dimakan Allah melalui bagian-bagian dari kurban yang dipersembahkan di atas mezbah kurban bakaran. Sisa kurban dimakan oleh imam yang ditahbiskan juga di pelataran Bait Allah, itu berarti di hadapan Allah. Itu berarti Allah dan imam itu makan dari daging yang sama. Itu berarti makan bersama. Makan bersama memiliki makna yang sangat dalam dalam budaya Timur Tengah.
Untuk memahami makna makan bersama ini, di sini akan diuraikan sebuah kisah yang terjadi di masyarakat Nomaden di daerah Timur Tengah[1]. Ada seorang ibu yang sedang menuju oase di perkemahan mereka. Di tepi perigi itu, ia menemukan seorang pria yang sedang sekarat. Ia mengalami luka parah di kepalanya, dan di kepala orang itu tertancap potongan pedang. Darah menyalir dari luka tersebut. Si ibu tergerak hatinya oleh belas kasihan, ia menolong pria itu dengan membawanya ke kemahnya, serta mengobatinya dan memberi dia makan. Setelah selesai memberikan pertolongan kepada pria tersebut, tak lama kemudian, penduduk perkemahan itu membawa mayat suaminya. Mereka juga membawa pedang suaminya beserta dengan mayat tersebut. Tatkala pedang itu diperiksa dan potongan pedang yang ada di dahi pria tadi, mereka menyimpulkan bahwa yang membunuh suaminya ialah dia yang telah ditolong oleh wanita tadi.
Hukum yang berlaku di Timur Tengah ialah: mata ganti mata, gigi ganti gigi, nyawa ganti nyawa. Ibu itu berhak untuk membunuh pria tadi, karena ia telah membunuh suaminya. Namum hal itu tidak diperkenankan oleh tradisi mereka. Alasannya ialah pria itu telah makan makanan mereka. Prinsipnya, orang bisa hidup karena makanan yang dimakan. Karena itu setiap orang yang makan bersama, itu berarti mereka memiliki hidup yang sama. Jika pria itu dibunuh, maka itu berarti wanita tadi membunuh hidupnya sendiri. Sebagai jalan keluar, pria itu dinaikkan ke unta dan dihalau ke padang gurun. Setelah dianggap makanan yang dia makan telah habis dari tubuhnya, maka mereka kembali mengejar pria itu untuk dibunuh wanita yang menolongnya. Itulah makna makan bersama bagi orang di Timur Tengah, tak terkecuali orang Israel.
Dengan latar belakang pengertian seperti itu, Yesus  mengatakan didalam Wayu 3:20, Ia akan makan bersama dengan kita. Sekarang kita mengerti makna makan bersama dengan Allah di Bait-Nya yang kudus. Seorang pelayan yang ditahbiskan menikmati hidup yang sama dengan hidupnya Allah. Dia makan di rumah Allah. Itu berarti ia bagian dari keluarga Allah, menikmati kualitas hidup Allah di dalam rumah-Nya.


Ditahbiskan
Setelah darah dibubuhkan di tempat yang sudah diutarakan di atas, maka acara berlanjut dengan penahbisan yang sesungguhnya. Bagian-bagian tertentu dari kurban penahbisan itu diambil lalu seluruhnya ditaruh di tangan mereka yang dilantik. Mari kita bayangkan betapa banyaknya yang ditaruh di tangan orang itu. Lemak, ekor yang berlemak, paha kanan, satu roti bunder, satu roti bunder yang diolah dengan minyak, satu roti tipis. Tentunya tangan itu penuh. Kitab Imamat sangat jelas menyebutkan semua yang ada di tangan imam itu adalah persembahan yang namanya adalah persembahan unjukan. King James Version (KJV) menyebutnya dengan sebutan ‘wave offering’. Kurban itu memang diayunkan. Itu sebabnya disebut namanya unjukan. Lalu setelah diayun di hadapan Allah, kemudian seluruh yang ada di tangan itu dipersembahkan kepada Allah di atas mezbah. Kitab Imamat menyebutkan kurban itu adalah kurban api-apian yang baunya menyenangkan bagi Tuhan. Setelah itu kembali mereka di perciki minyak urapan juga dengan darah kurban penahbisan. Dengan demikian mereka resmi menjadi pelayan Allah. Apakah itu punya makna bagi saya?
Tentunya ia memberi pengajaran kepada saya bahwa tangan ini harus penuh dengan berkat dari Allah. Sementara tangan berbicara tentang pekerjaan. Maka apa yang saya kerjakan menjadi berkat bagi mereka yang saya layani. Pelayanan itu dilakukan untuk Allah, bukan untuk manusia. Tatkala kita melakukannya untuk Allah, maka kita tidak perlu mendapatkan pujian dari manusia. Yesus mengatakan dalam Lukas 17:10 “Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan”[2]. Jika kita melakukan dalam konteks seperti itu, maka Alkitab mengatakan bahwa persembahan itu adalah satu korban bau-bauan yang harum di hadirat Allah. Setelah upacara itu, maka resmilah imam menjadi pelayan di hadapan Allah.

Panutan
Alkitab melaporkan kepada kita tentang orang yang melayani Tuhan. Dari mereka kita dapatkan pelajaran yang sangat berharga dan dapat dijadikan panutan di dalam rangka melayani Tuhan. Dari sekian banyak orang yang dilaporkan Alkitab, maka sebagian dari antara mereka itu akan kita ketengahkan di dalam sesi ini. Orang yang pertama kita soroti ialah Rasul Paulus.
Rasul Paulus dalam konteks melayani jemaat, ia memposisikan diri sebagai seorang hamba. Hal itu dikatakannya kepada jemaat Korintus dalam II Kor 4:5 “Sebab bukan diri kami yang kami beritakan, tetapi Yesus Kristus sebagai Tuhan, dan diri kami sebagai hambamu karena kehendak Yesus” hal itu sejajar dengan apa yang dikatakan Yesus di dalam Injil Matius 20:26. Jika saudara melayani orang, itu berarti secara sadar, dari kehendak bebas saudara sendiri, saudara membuat diri saudara sebagai seorang hamba bagi mereka yang saudara layani, di masa depan, setelah ia bertumbuh, ia pun akan melakukan hal yang sama kepada orang yang dilayaninya, sebab ia telah melihat sebuah contoh dari dalam hidup saudara.
Paulus juga mengatakan bahwa karena kemurahan Allah, ia mendapatkan pelayanan tersebut, oleh karena itu ia tidak pernah tawar hati di dalam menghadapi segala persoalan di dalam pelayanan itu sendiri, II Kor 4:1. Di setiap pelayanan senantiasa ada persoalan dan kesukaran, Paulus tidak pernah tawar hati terhadap semuanya itu karena ia sadar bahwa pelayanan itu adalah sebuah anugerah bagi dia.
Paulus juga tidak pernah mengandalkan dirinya sendiri di dalam melayani. Ia katakan hal itu di dalam II Kor 1L 9: “Tetapi hal itu terjadi, supaya kami jangan menaruh kepercayaan pada diri kami sendiri, tetapi hanya kepada Allah yang membangkitkan orang-orang mati”. Seorang pekerja sejati tidak pernah bekerja dari dalam dirinya sendiri. Kita sudah tahu tentang visi, bahwa pada hakekatnya Allah sendirilah yang akan bekerja melalui diri kita sendiri.
Lebih jelas lagi dikatakannya di dalam II kor 3:5” Dengan diri kami sendiri kami tidak sanggup untuk memperhitungkan sesuatu seolah-olah pekerjaan kami sendiri; tidak, kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah”. Kita membutuhkan para pekerja yang menjadikan Paulus sebagai panutan bagi dirinya sendiri, sehingga Allah berkarya di dalam diri kita untuk kemuliaan namanya. Sudahkah saudara melihatnya?



[1] Sumbernya tidak lagi diketemukan, karena di dapatkan secara kebetulan dalam tulisan orang.
[2] Dengan pemahaman seperti itu, saya mempertanyakan keputusan HKBP untuk memberikan penghargaan bagi pekerja yang sudah pensiun dari pelayanan. Orang yang “Na so hasea” mendapat penghargaan.

Pelayanan Adalah Anugerah


Pelayanan Adalah Anugerah
Pendahuluan
Ada satu persekutuan pemuda melakukan sebuah retreat. Rombongan dipimpin oleh seorang pastor dari Gereja Katolik. Setelah mereka menghabiskan waktu selama satu hari, sang pemegas kas melaporkan kepada panitia bahwa sejumlah uang yang dia simpan telah hilang dicuri orang. Panitia mengadakan rapat kilat. Lalu memutuskan untuk mencoba menelusuri peristiwa itu dengan baik dan benar. Mereka memeriksa siapa saja yang mungkin masuk ke dalam ruangan sang pemegas kas, lalu mengambil uang tersebut. Setelah mengadakan penelusuran yang cukup intens, mereka menemukan adanya salah seorang dari antara peserta yang masuk ke dalam kamar tersebut dilihat orang lain.
Orang tersebut dipanggil dan diperhadapkan ke hadapan pastor mereka. Setelah diteliti dengan seksama, akhirnya orang tersebut pun mengaku akan kesalahan yang telah diperbuatnya. Ia pun mengembalikan uang yang telah diambilnya tadi. Pastor mengambil sebuah tindakan yang sangat radikal bagi setiap orang yang berpikir berdasarkan hukum. Pastor itu mengatakan: kita akan memberikan kesempatan kepada dia yang telah bersalah ini untuk mengabdi kepada Tuhan yang sudah mengampuni dia dalam kesalahannya.
Kesempatan yang kita akan berikan kepada dia ialah: menjadi wakil pemegang kas. Ia akan menolong pemegang kas kita untuk bersama-sama mengelola uang yang kita punya. Pastor itu melihat pribadi orang itu akan disembuhkan tatkala kepadanya diberikan kesempatan untuk melayani justru pada saat dia tidak layak untuk melayani. Pelayanan yang dipercayakan kepadanya itu adalah sebuah pelayanan anugerah.

Panggilan Allah
Mereka yang melayani itu adalah orang yang telah dipanggil Allah untuk melayani. Jika seseorang tidak dipanggil Allah, maka orang itu tidak akan mungkin melayani di dalam pandangan Allah. Hal itu sangat jelas terlihat di dalam pernyataan Yesus yang dicatat oleh Penginjil Lukas, dalam Luk 9:57-62
Ada orang yang menawarkan diri untuk mengikut Tuhan Yesus kemana pun Ia pergi. Yesus menolak dia dengan mengatakan: Ia tidak punya tempat untuk menaruh kepala. Di sisi lain, ada orang yang beralasan untuk tidak mengikut Dia, pada hal Yesus telah memanggilnya. Kepada orang itu, Yesus mengatakan: biarlah orang mati mengubur orang matinya.
Ada orang yang mengambil pelayanan itu bagi dirinya sendiri, sebagaimana diilustrasikan di atas. Secara harfiah, ia memang terlibat di dalam pelayanan tersebut. Tetapi di mata Allah, hal itu adalah sebuah dosa. Alkitab adalah sumber pengajaran yang otentik dan berlaku bagi kita di sepanjang zaman. Untuk itu, marilah kita sejenak melihat orang Israel di dalam perjalanan mereka menuju Tanah Kanaan.
Ada sejumlah orang yang menghendaki agar mereka pun diberi kesempatan untuk melayani Allah di Kemah Pertemuan, sama seperti Harun dan anak-anaknya. Mereka merasa layak untuk melakukan apa yang dilakukan oleh Harun dan anak-anaknya. Mereka protes kepada Musa. Lalu Tuhan berfirman kepada Musa untuk melakukan sesuatu di dalam rangka membuktikan bahwa orang tidak boleh mengambil pelayanan itu bagi dirinya sendiri. Orang yang berhak melayani Allah ialah mereka yang di panggilnya di dalam kasih karunia-Nya. Peristiwa itu dicatat di dalam kitab Bilangan pasal 16. Musa menyampaikan firman TUHAN kepada mereka: Bil 16:5-7.
Orang Lewi yang menuntut jabatan iman itu disuruh untuk membawa perbaraan dimana apinya tidak berasal dari mezbah korban bakaran yang ada di depan Kemah Petemuan. Sementara Harun juga membawa perbaraan yang apinya berasal dari Mezbah Korban Bakaran. Lalu kita membaca dalam ayat 31-33  “Baru saja ia selesai mengucapkan segala perkataan itu, maka terbelahlah tanah yang di bawah mereka, dan bumi membuka mulutnya dan menelan mereka dengan seisi rumahnya dan dengan semua orang yang ada pada Korah dan dengan segala harta milik mereka. Demikianlah mereka dengan semua orang yang ada pada mereka turun hidup-hidup ke dunia orang mati; dan bumi menutupi mereka, sehingga mereka binasa dari tengah-tengah jemaah itu”.
Orang yang membawa perbaraannya sendiri akan mati binasa. Hal ini adalah sebuah peringatan bagi kita agar tidak melakukan hal itu di dalam hidup ini, sebab Allah tidak dapat dilayani oleh mereka yang menawarkan diri untuk melayani dia. Kita melihat bahwa pelayanan itu adalah sebuah kasih karunia Allah bagi kita.

Panggilan Internal dan Ekstenal
Berbicara tentang panggilan Allah untuk melayani, para ahli mengatakan bahwa ada dua panggilan di dalam hidup orang percaya. Panggilan pertama disebut namanya dengan internal calling – panggilan internal. Kedua disebut namanya dengan external calling – panggilan eksternal. Internal calling maksudnya ialah: Allah memanggil kita dengan jalan Ia menaruh panggilan itu di dalam hati kita. Roh Tuhan berbicara ke dalam hati kita dan menanamkan sebuah kerinduan di dalam hati untuk melakukan sesuatu bagi Dia. Di sisi lain, eksternal calling ialah: Allah memanggil kita melalui institusi atau orang yang berwenang itu. Satu hal yang harus kita garis bawahi di sini ialah: kedua-duanya harus ada, barulah pelayanan itu dapat dilaksanakan.
Ada orang yang mengatakan bahwa Roh Kudus telah memanggil dia untuk melakukan sesuatu. Lalu atas panggilan internal yang sudah dia terima, maka ia melakukan hal tersebut. Berdasarkan kesaksian Alkitab, hal tersebut salah. Untuk itu marilah kita melihat apa yang disaksikan Alkitab. Sebelum kita melihat ke dalam PL tentang kisah Raja Daud, maka ada baiknya kita memperhatikan apa yang disuarakan Paulus tentang apa yang tertulis di dalam PL. Paulus mengatakan: “Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci (Rom 15:4).
Hal ini dituliskan di sini, menjadi peringatan bagi kita bahwa PL diberikan kepada kita menjadi penghiburan atas pergumulan hidup. PL menyaksikan Raja Daud telah diurapi Samuel jadi raja untuk menggantikan Saul. Samuel sendiri yang disuruh Allah untuk mengurapi dia. Itu berarti Daud telah menerima panggilan internalnya. Namun ia benar-benar menduduki kursi singgasana kerajaan Israel lama setelah pengurapan yang dia terima. Eksternal calling bagi dia ialah: rakyat Israel membangkitkan dia jadi raja atas mereka.
Jika ditinjau dari sudut pandang Daud secara subyektif, ia dapat berkata kepada Saul untuk turun tahta, sebab Allah telah memanggil dia untuk menggantikan posisinya sebagai raja. Pembenaran untuk perkara itu adalah tindakan Samuel untuk mengurapi dia sebagai raja. Namun Alkitab tidak menceriterakan kepada kita bahwa Daud melakukan hal seperti itu. Sebaliknya, ia menunggu hingga bangsa itu memanggilnya sebagai raja atas mereka. Hal yang sama dapat kita terapkan di dalam pelayanan kepada Allah di zaman modern ini. Jika saudara merasa Tuhan telah memanggil untuk melakukan satu pekerjaan bagi Dia, itu benar. Namun, kita juga harus menunggu Dia untuk menggerakkan orang untuk melakukan panggilan itu atas nama-Nya. Paulus dalam surat Roma mengatakan bahwa harus ada yang mengutus. Maksudnya ada persekutuan yang mengutus orang itu untuk melakukan sesuatu hal.
Pengalaman mengatakan bahwa panggilan itu tidak senantiasa dimulai dari panggilan internal baru panggilan eksternal. Ada kalanya panggilan eksternal lebih dahulu, barulah panggilan internal datang belakangan. Namun satu hal yang pasti ialah: kedua-duanya harus ada, barulah kita dapat beroperasi dengan baik dan benar. Ada orang yang dipanggil satu persekutuan untuk melayani dalam kerajaan Allah. Pada mulanya ia melakukan pelayanan itu berdasarkan alasan yang sangat manusiawi. Tetapi tatkala waktu berjalan, ia akhirnya tiba juga pada panggilan internalnya.


Dibenarkan
Orang yang dipanggil Allah untuk melayani, ia lebih dahulu telah dibenarkan. Kata dibenarkan di dalam PB artinya ialah: dipandang tidak berdosa oleh Allah sendiri. Ketidakberdosaan mereka dimungkinkan oleh karena karya Kristus di kayu salib yang mendamaikan dunia dengan Allah. Itu berarti, orang yang melayani itu adalah orang yang sudah berdamai dengan Allah. Sekarang kita lihat orang yang melayani Tuhan di Gereja-Nya. Ada juga di antara mereka yang masih hidup di dalam dosa.
Mereka ini membawa perbaraan asing di hadapan Allah. Berdasarkan apa yang telah kita bahas di atas tentang Harun dan bani Korah, maka sudah jelas apa masa depan dari orang yang membawa perbaraan asing di hadapan Allah. Untuk melihat betapa kudusnya pelayanan kepada Allah itu, maka sejenak kita akan meneliti ibadah penahbisan seorang imam di dalam PL, sebagaimana diuraikan di dalam kitab Imamat pasal 8.

Penahbisan Imam
Marilah kita meneliti pelaksanaan upacara penahbisan imam ini dan menarik pelajaran yang berharga dari dalamnya. Kita mulai dengan peralatan yang dipergunakan untuk menahbiskan mereka. Peralatan itu ialah: pakaian-pakaian, minyak urapan dan kurban. Untuk pakaian yang akan dikenakan kepada para imam itu dibicarakan di dalam kitab Keluaran pasal 28 dan pasal 29. Tentunya pakaian itu punya makna tersendiri. Kita tidak akan membahasnya di sini dengan panjang lebar. Namun satu hal yang pasti pakaian itu punya makna. Untuk sederhananya kita mengambil apa yang diutarakan oleh Nabi Yesaya dalam Yes. 61:10 “… sebab Ia mengenakan pakaian keselamatan kepadaku dan menyelubungi aku dengan jubah kebenaran.”  
Dari ayat ini kita dapat memahami pemahaman orang Israel kuno tentang pakaian. Pakaian secara simbolis berhubungan dengan keselamatan dan kebenaran. Satu hal yang pasti di dalam upacara ini pakaian itu dibuat sesuai dengan rancangan Allah. Pakaian itu dikenakan kepada para imam yang dilantik. Mereka tidak mengenakannya sendiri. Hal itu memberikan pengertian kepada saya tentang kebenaran yang dikenakan kepada saya oleh Allah.
Kebenaran bukanlah sesuatu yang dapat saya kenakan kepada diri sendiri, melainkan karena dikenakan kepada saya. Saya pasif dan tidak berbuat apa pun sehingga saya menjadi orang benar di hadapan Allah. Saya bisa melayani Dia bukan karena kebenaran diri saya di hadapan-Nya. Di samping itu mereka yang melayani Dia itu adalah mereka yang sudah menikmati keselamatan.

Pakaian Imam
Sebelum pakaian itu dikenakan, mereka harus dibasuh lebih dahulu. Itu berarti mereka menanggalkan sesuatu yang kotor dari dalam dirinya. Apakah yang harus ditanggalkan seorang pelayan Tuhan dari dalam dirinya, tatkala ia dipanggil menjadi pelayan? Menurut hemat saya makna dari pembasuhan ini ialah pembasuhan motivasi untuk melayani Allah. Orang harus dimurnikan motivasinya dalam rangka melayani Tuhan. Tatkala kita sudah dipanggil untuk melayani Dia, maka motivasi kita dimurnikan Allah. Itulah sebabnya seorang pekerja Tuhan harus belajar lebih dahulu.
Harapan saya tentang masa belajar ini ialah: motivasi kita dimurnikan melalui pelajaran yang diberikan kepada kita selama satu atau dua tahun. Tetapi kenyataan di lapangan yang saya temukan, bukanlah demikian. Di gereja yang saya kenal, para calon sintua ini diajar tentang hal-hal yang tidak terlalu penting bagi dia di dalam pelayanannya sebagai sintua. Menurut hemat saya secara pribadi hal yang diajarkan itu dapat dipelajari mereka secara pribadi jika mereka membutuhkannya.
Sudahkah saya dimurnikan dengan air yang kudus dari surga? Nabi Yehezkiel menyampaikan firman Tuhan kepada bangsa Israel di zamannya,: “Aku akan mencurahkan kepadamu air jernih, yang akan mentahirkan kamu; dari segala kenajisanmu dan dari semua berhala-berhalamu Aku akan mentahirkan kamu. Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat” (Yeh. 36:25-26). Allah membasuh kita dengan air dari surga yang memurnikan motivasi kita di dalam melayani Dia.

Minyak Urapan
Di samping pakaian ada juga minyak urapan. Tentang minyak urapan ini dibicarakan dalam kitab Keluaran, “Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: "Ambillah rempah-rempah pilihan, mur tetesan lima ratus syikal, dan kayu manis yang harum setengah dari itu, yakni dua ratus lima puluh syikal, dan tebu yang baik dua ratus lima puluh syikal, dan kayu teja lima ratus syikal, ditimbang menurut syikal kudus, dan minyak zaitun satu hin. Haruslah kaubuat semuanya itu menjadi minyak urapan yang kudus, suatu campuran rempah-rempah yang dicampur dengan cermat seperti buatan seorang tukang campur rempah-rempah; itulah yang harus menjadi minyak urapan yang kudus” (Kel 30:22-25). Minyak urapan ini tidak ada hubungannya dengan minyak urapan yang dibuat oleh Gereja Tiberias. Minyak urapan mereka itu tidak alkitabiah.
Orang Israel dilarang membuat minyak seperti itu bagi dirinya sendiri. Jika mereka membuat minyak seperti minyak urapan itu, maka mereka akan dihukum mati. “Orang yang mencampur rempah-rempah menjadi minyak yang semacam itu atau yang membubuhnya pada badan orang awam, haruslah dilenyapkan dari antara bangsanya." (Kel.30:33). Jadi sangat jelas orang tidak boleh mengenakan kepada dirinya sendiri sesuatu yang kudus. Itu adalah ketetapan Allah yang berlaku untuk selama-lamanya. Kekudusan bukan milik manusia, itu milik Allah dan mereka yang kepadanya Allah mengaruniakannya. Syukur kepada Allah, kita menerimanya karena Yesus kristus Tuhan kita. Pelayanan adalah sesuatu yang kudus, karena yang kita layani adalah Allah. Pengajaran ini tetap berlaku hingga hari ini. Menjadi pekerja Tuhan di gereja adalah perkara yang kudus.
Imam yang dilantik itu diperciki dengan minyak urapan. Maksud dari pemercikan dengan minyak urapan ini menurut nas ialah untuk menguduskan imam itu di dalam melaksanakan tugasnya. Dari ceritera itu kita sadar bahwa soal pengurapan bukanlah urusan manusia, melainkan urusan Tuhan. Manusia tidak dapat mengurapi dirinya sendiri. Ia tidak dapat memilih dirinya sendiri untuk melaksanakan tugas pelayanan kepada Allah, atau orang lain, berdasarkan keinginannya sendiri. Jika ia melakukan hal itu, maka ia harus dilenyapkan dari antara bangsanya. Itu firman Tuhan.
Satu catatan  bagi kita di sini ialah, setelah minyak urapan dipercikkan kepada mereka yang diurapi, bukan berarti ia sudah resmi menjadi imam. Mereka sah menjadi imam, setelah kurban penahbisan dipersembahkan. Pada waktu kurban penahbisan dipersembahkan, di sana ada satu upacara yang disebut dengan istilah persembahan unjukan. Saat itulah imam tadi sah menjadi imam. Hal itu akan kita bicarakan nanti pada waktu kita membicarakan kurban tahbisan. Tetapi jelas di sini minyak urapan dipercikkan bukan berarti ia telah sah menjadi imam. Maksudnya ialah: orang itu telah dikuduskan, telah disendirikan untuk melayani Tuhan. 
Bangsa Israel dipanggil menjadi bangsa yang kudus. Hal yang sama berlaku juga bagi orang Kristen. Menurut I Pet. 2:9, kita adalah bangsa yang kudus imamat yang rajani umat kepunyaan Allah. Oleh karena itu pemercikan minyak urapan ini memberikan gambaran kepada kita tentang pelimpahan Roh Kudus kepada mereka yang melayani.
Minyak adalah salah satu perlambang dari Roh Kudus. Setiap orang yang melayani diberikan kepadanya Roh Kudus secara khusus, agar dimampukan melakukan kehendak Allah. Yohanes Pembabtis penuh dengan Roh Kudus sejak kandungan, para rasul itu pun diperlengkapi dengan kuasa dari atas untuk melakukan kehendak Allah. demikian juga setiap orang yang melayani Allah.

Korban Penghapus Dosa
Peralatan yang ketiga dalam rangka penahbisan itu ialah Kurban Sembelihan. Dalam rangka menahbiskan para imam, dibutuhkan kurban sembelihan sebanyak tiga ekor. Kurban pertama adalah seekor lembu jantan muda. Kurban ini namanya ialah Kurban Penghapus Dosa. Imam yang akan ditahbiskan itu telah dibasuh lebih dahulu. Tetapi ia tetap memerlukan kurban penghapus dosa, apa makna dari seekor lembu bagi kita sekarang ini. Dari sudut perjanjian baru semua kurban itu telah digenapi di dalam diri Tuhan Yesus. Namun kita tetap dapat menimba makna dari lembu itu bagi kita.
Lembu adalah binatang yang sangat potensial bagi masyarakat agraris seperti bangsa Israel pada zaman dahulu. Seekor lembu memiliki nilai ekonomis yang tinggi, apalagi seekor lembu jantan muda. Jika lembu itu dikurbankan, maka ada kerugian material bagi mereka yang mengurbankannya. Nilainya cukup besar. Jika seseorang ditahbiskan menjadi seorang pelayan Allah, ia harus melihat masalah dosa adalah satu masalah besar, sama seperti lembu yang tubuhnya besar. Dosa juga harus dilihat sebagai satu kerugian bagi mereka yang melakukan dosa, sama seperti imam yang harus mengeluarkan uang yang cukup banyak untuk membeli seekor lembu jantan muda. Sebuah pertanyaan bagi mereka yang melayani Tuhan, apakah mereka melihat dosa adalah satu masalah besar dan sesuatu yang sangat mendasar?
Ada orang yang menjadi pelayan di gereja, menjadi pemimpin dari satu jemaat, pada hal ia adalah seorang rentenir. Firman Tuhan sangat jelas mengatakan bahwa umat-Nya tidak diperbolehkan membungakan uang. Tetapi orang ini hidup dari membungakan uang, namun ia memimpin jemaat Allah. Bagi dia membungakan uang bukan dosa, pada hal Alkitab mengatakan itu adalah dosa. Ia tidak melihat dosa sebagai satu masalah besar. Ada juga orang yang melayani Tuhan di jemaat pada hal ia bukan seorang kepala rumah tangga yang baik di lihat dari sudut pandang manusia. Hal itu sudah kita bahas di atas.
Masalah yang sangat mendasar bagi kita ialah bagaimana kita melihat dosa di dalam hidup ini! Alkitab sangat  jelas mengajarkan bahwa dosa itu adalah masalah besar. Bagaimana mungkin orang memandangnya menjadi masalah enteng! Bagi orang itu dosa bukanlah sesuatu yang menjadi masalah besar. Orang Israel awam, jika ia berdosa, maka kurban penghapus dosa bagi mereka ialah seekor kambing atau domba. Bahkan bisa seekor burung dara, atau burung merpati. Tetapi bagi seorang imam – pelayan Allah – kurban penghapus dosa bagi mereka haruslah seekor lembu jantan muda. Bukankah pengajaran ini masih sangat relevan bagi kita sekarang yang hidup di abad kedua puluh satu ini?
Kurban Bakaran
Setelah dosa diselesaikan melalui kurban penghapus dosa, maka datanglah kurban bakaran. Kurban ini terbakar seluruhnya di mezbah yang ada di depan Kemah Pertemuan. Kurban ini bermakna penyerahan diri kepada Allah. Hal ini sangat jelas dari nama lain dari kurban ini menurut kitab Imamat. “sebagai kurban bakaran, sebagai kurban api-apian yang baunya menyenangkan bagi TUHAN” (Im.1:9). Mereka yang melayani Tuhan adalah orang yang menyerahkan diri kepada kehendak Allah secara total.
Paulus mengatakannya dengan ungkapan lain: “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati” (Rom. 12:1). Kurban ini dapat dipersembahkan takala kurban penghapus dosa telah dipersembahkan. Tidak akan ada sesuatu yang harum baunya bagi Allah, sebelum dosa diselesaikan. Itu adalah disain yang kekal dari Allah Alkitab. Bagaimana dengan diri saya sendiri? Apakah dosa saya telah selesai? Buku Ende Nomor 443:1 mengatakan :”Dung Tuhan Jesus nampuna au songgop damena biiarhu lao, taripar gogo ngolunai, na sa dosangku naung sae do i. Jadi dosa-dosa ku telah diselesaikan oleh Yesus melalui darah-Nya.


Kurban Tahbisan
Setelah kurban bakaran dipersembahkan, tibalah giliran kurban penahbisan dipersembahkan. Hal ini memberikan kepada kita sebuah kebenaran yang berlaku di sepanjang zaman, yakni tidak ada penahbisan yang sah di mata Allah, sebelum kurban bakaran dipersembahkan. Hal yang sama juga berlaku untuk kurban bakaran. Tidak ada kurban bakaran tanpa ada kurban penghapus dosa. Bukankah hal ini memberikan sesuatu pelajaran berharga bagi kita? Alangkah indahnya ibadah kita itu. Alangkah kudusnya jabatan itu. Namun apakah memang demikian pemahaman mereka yang sedang melayani Tuhan di gereja-Nya sekarang ini? Tuhan yang tahu.
Kita akan menyoroti penyembelihan kurban ini lebih rinci, dalam rangka mendapatkan gambaran tentang kekudusan mereka yang melayani Tuhan. Setelah domba disembelih, darahnya ditampung dan darah itu dioleskan ke kuping sebelah kanan dari imam yang ditahbiskan. Juga ke ibu jari tangan kanan dan ibu jari kaki kanan. Apa artinya itu. Tentunya hal itu dilakukan bukan tanpa makna. Saya memahami tindakan itu menandakan bahwa darah itu, yang mendamaikan imam tersebut dengan Allah, menyucikan kupingnya sedemikian rupa, sehingga ia dapat mendengar Allah berfirman di dalam hidupnya.
Seorang pelayan haruslah dapat mendengar Allah berfirman di dalam hidupnya. Ada orang yang mengatakan bahwa sekarang Allah tidak lagi berbicara kepada orang percaya di zaman ini. Bagaimana mungkin? Bukankah Tuhan Yesus mengatakan bahwa Roh Kudus datang untuk mengajar kita ke dalam seluruh kebenaran? Bagaimana Ia mengajar kita, jika Allah tidak berfirman kepada kita? Memang cara Allah berfirman kepada kita mungkin berbeda dengan cara Dia berbicara kepada orang zaman dahulu kala. Tetapi yang pasti ialah: Allah tetap berbicara kepada umat-Nya dengan berbagai cara juga di zaman ini. Seorang pelayan dimungkinkan untuk mendengar Allah berfirman.
Pengolesan ke ibu jari kanan mengandung makna, darah itu menyucikan tangan untuk bekerja bagi Allah. Saya mengingat sebuah nyanyian sekolah minggu di zaman saya masih kecil. “Tanganku na metmet hulehon ma tu Debata, dainang i, na loja i sai urupan hu na ma i, tangan ki di Ho ma i tangan hi di Ho ma i”. Tangan itu akan mengerjakan kehendak Allah. Bagi seorang anak kecil, kehendak Allah bagi dia ialah membantu ibunya mengerjakan pekerjaan yang dapat ia lakukan.
Seorang pelayan Allah tahu bahwa yang dikerjakannya ialah kehendak Allah. Saya teringat dengan apa yang dikatakan seorang pendeta yang sudah pensiun dari tugas penggembalaan secara formal. Ia menasihatkan kepada mereka yang akan ikut Sinode Godang pemilihan fungsionaris di HKBP. Beliau mengatakan bahwa surat suara yang dimasukkan ke dalam kotak suara, harusnya dilihat sebagai persembahan. Oleh karena itu, tidak boleh seorang pun tahu siapa yang dipilih untuk memegang jabatan di HKBP. Karena surat suara itu dipandang sebagai persembahan kepada Allah.
Alangkah indahnya acara itu, jika semua orang yang turut ambil bagian di dalam pemilihan itu melihat acara itu adalah sebuah ibadah. Namun berbeda dengan apa yang diutarakan hamba Tuhan yang soleh ini, sekarang ini, orang sudah mengatur siapa yang duduk di dalam jabatan tertentu. Sudah diatur oleh satu tim penentu di balik layar. Mereka ini akan mempertanggungjwabkan hal itu di hadapan Allah, di pengadilan tahta putih kelak, karena mereka mempersamakan hal yang kudus dengan hal yang duniawi. Jabatan apa pun itu di dalam jemaat, semuanya itu adalah kudus di dalam hati Allah. Sebab mereka melayani Allah di dalam rumah-Nya.
Darah itu juga dioleskan ke ibu jari kaki kanan. Itu berarti darah tersebut menyucikan orang itu untuk berjalan di jalan Allah. Wah, luar biasa kekudusan yang dikehendaki Allah untuk dijalani oleh mereka yang melayani Dia. Jalannya ialah jalan Allah. Karyanya adalah karya Allah; pikirannya adalah pikiran Allah. Saya yakin itu juga yang dilakukan oleh Rasul Paulus di dalam pelayanannya, maka ia berkata: ”Tetapi kami memiliki pikiran Kristus” (I Kor.2:16) di tempat lain ia berkata: “Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus” (I Kor.11:1). Buku Ende kita menyuarakan: “ndang olo au mardalan sasada au, sai Ho ma ale Tuhan manogu au” (BE. No.207:1). Itu berarti Allah akan menuntun saya berjalan di jalan-Nya. Yesus memang mengatakan bahwa bukan kehendak-Nya, tetapi kehendak Allah yang dijalani-Nya selama Ia berjalan di dunia ini. Bagaimana dengan kita para pekerja di HKBP?

Makan Bersama
Setelah kurban ini dipersembahkan dan bagian-bagian tertentu di persembahkan kepada Allah melalui mezbah kurban bakaran yang terdapat di hadapan Kemah Pertemuan, maka sisa dari kurban penahbisan yang tidak dipersembahkan di mezbah, harus dimakan oleh imam di hadapan Tuhan. Maksudnya dimakan di pelataran Bait Allah. Makna dari upacara itu adalah makan bersama. Pemahaman Israel kuno tentang makan bersama ialah: Allah makan bersama dengan umat-Nya di dalam pelataran Bait Allah. Israel memahami kurban itu dimakan Allah melalui bagian-bagian dari kurban yang dipersembahkan di atas mezbah kurban bakaran. Sisa kurban dimakan oleh imam yang ditahbiskan juga di pelataran Bait Allah, itu berarti di hadapan Allah. Itu berarti Allah dan imam itu makan dari daging yang sama. Itu berarti makan bersama. Makan bersama memiliki makna yang sangat dalam dalam budaya Timur Tengah.
Untuk memahami makna makan bersama ini, di sini akan diuraikan sebuah kisah yang terjadi di masyarakat Nomaden di daerah Timur Tengah[1]. Ada seorang ibu yang sedang menuju oase di perkemahan mereka. Di tepi perigi itu, ia menemukan seorang pria yang sedang sekarat. Ia mengalami luka parah di kepalanya, dan di kepala orang itu tertancap potongan pedang. Darah menyalir dari luka tersebut. Si ibu tergerak hatinya oleh belas kasihan, ia menolong pria itu dengan membawanya ke kemahnya, serta mengobatinya dan memberi dia makan. Setelah selesai memberikan pertolongan kepada pria tersebut, tak lama kemudian, penduduk perkemahan itu membawa mayat suaminya. Mereka juga membawa pedang suaminya beserta dengan mayat tersebut. Tatkala pedang itu diperiksa dan potongan pedang yang ada di dahi pria tadi, mereka menyimpulkan bahwa yang membunuh suaminya ialah dia yang telah ditolong oleh wanita tadi.
Hukum yang berlaku di Timur Tengah ialah: mata ganti mata, gigi ganti gigi, nyawa ganti nyawa. Ibu itu berhak untuk membunuh pria tadi, karena ia telah membunuh suaminya. Namum hal itu tidak diperkenankan oleh tradisi mereka. Alasannya ialah pria itu telah makan makanan mereka. Prinsipnya, orang bisa hidup karena makanan yang dimakan. Karena itu setiap orang yang makan bersama, itu berarti mereka memiliki hidup yang sama. Jika pria itu dibunuh, maka itu berarti wanita tadi membunuh hidupnya sendiri. Sebagai jalan keluar, pria itu dinaikkan ke unta dan dihalau ke padang gurun. Setelah dianggap makanan yang dia makan telah habis dari tubuhnya, maka mereka kembali mengejar pria itu untuk dibunuh wanita yang menolongnya. Itulah makna makan bersama bagi orang di Timur Tengah, tak terkecuali orang Israel.
Dengan latar belakang pengertian seperti itu, Yesus  mengatakan didalam Wayu 3:20, Ia akan makan bersama dengan kita. Sekarang kita mengerti makna makan bersama dengan Allah di Bait-Nya yang kudus. Seorang pelayan yang ditahbiskan menikmati hidup yang sama dengan hidupnya Allah. Dia makan di rumah Allah. Itu berarti ia bagian dari keluarga Allah, menikmati kualitas hidup Allah di dalam rumah-Nya.


Ditahbiskan
Setelah darah dibubuhkan di tempat yang sudah diutarakan di atas, maka acara berlanjut dengan penahbisan yang sesungguhnya. Bagian-bagian tertentu dari kurban penahbisan itu diambil lalu seluruhnya ditaruh di tangan mereka yang dilantik. Mari kita bayangkan betapa banyaknya yang ditaruh di tangan orang itu. Lemak, ekor yang berlemak, paha kanan, satu roti bunder, satu roti bunder yang diolah dengan minyak, satu roti tipis. Tentunya tangan itu penuh. Kitab Imamat sangat jelas menyebutkan semua yang ada di tangan imam itu adalah persembahan yang namanya adalah persembahan unjukan. King James Version (KJV) menyebutnya dengan sebutan ‘wave offering’. Kurban itu memang diayunkan. Itu sebabnya disebut namanya unjukan. Lalu setelah diayun di hadapan Allah, kemudian seluruh yang ada di tangan itu dipersembahkan kepada Allah di atas mezbah. Kitab Imamat menyebutkan kurban itu adalah kurban api-apian yang baunya menyenangkan bagi Tuhan. Setelah itu kembali mereka di perciki minyak urapan juga dengan darah kurban penahbisan. Dengan demikian mereka resmi menjadi pelayan Allah. Apakah itu punya makna bagi saya?
Tentunya ia memberi pengajaran kepada saya bahwa tangan ini harus penuh dengan berkat dari Allah. Sementara tangan berbicara tentang pekerjaan. Maka apa yang saya kerjakan menjadi berkat bagi mereka yang saya layani. Pelayanan itu dilakukan untuk Allah, bukan untuk manusia. Tatkala kita melakukannya untuk Allah, maka kita tidak perlu mendapatkan pujian dari manusia. Yesus mengatakan dalam Lukas 17:10 “Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan”[2]. Jika kita melakukan dalam konteks seperti itu, maka Alkitab mengatakan bahwa persembahan itu adalah satu korban bau-bauan yang harum di hadirat Allah. Setelah upacara itu, maka resmilah imam menjadi pelayan di hadapan Allah.

Panutan
Alkitab melaporkan kepada kita tentang orang yang melayani Tuhan. Dari mereka kita dapatkan pelajaran yang sangat berharga dan dapat dijadikan panutan di dalam rangka melayani Tuhan. Dari sekian banyak orang yang dilaporkan Alkitab, maka sebagian dari antara mereka itu akan kita ketengahkan di dalam sesi ini. Orang yang pertama kita soroti ialah Rasul Paulus.
Rasul Paulus dalam konteks melayani jemaat, ia memposisikan diri sebagai seorang hamba. Hal itu dikatakannya kepada jemaat Korintus dalam II Kor 4:5 “Sebab bukan diri kami yang kami beritakan, tetapi Yesus Kristus sebagai Tuhan, dan diri kami sebagai hambamu karena kehendak Yesus” hal itu sejajar dengan apa yang dikatakan Yesus di dalam Injil Matius 20:26. Jika saudara melayani orang, itu berarti secara sadar, dari kehendak bebas saudara sendiri, saudara membuat diri saudara sebagai seorang hamba bagi mereka yang saudara layani, di masa depan, setelah ia bertumbuh, ia pun akan melakukan hal yang sama kepada orang yang dilayaninya, sebab ia telah melihat sebuah contoh dari dalam hidup saudara.
Paulus juga mengatakan bahwa karena kemurahan Allah, ia mendapatkan pelayanan tersebut, oleh karena itu ia tidak pernah tawar hati di dalam menghadapi segala persoalan di dalam pelayanan itu sendiri, II Kor 4:1. Di setiap pelayanan senantiasa ada persoalan dan kesukaran, Paulus tidak pernah tawar hati terhadap semuanya itu karena ia sadar bahwa pelayanan itu adalah sebuah anugerah bagi dia.
Paulus juga tidak pernah mengandalkan dirinya sendiri di dalam melayani. Ia katakan hal itu di dalam II Kor 1L 9: “Tetapi hal itu terjadi, supaya kami jangan menaruh kepercayaan pada diri kami sendiri, tetapi hanya kepada Allah yang membangkitkan orang-orang mati”. Seorang pekerja sejati tidak pernah bekerja dari dalam dirinya sendiri. Kita sudah tahu tentang visi, bahwa pada hakekatnya Allah sendirilah yang akan bekerja melalui diri kita sendiri.
Lebih jelas lagi dikatakannya di dalam II kor 3:5” Dengan diri kami sendiri kami tidak sanggup untuk memperhitungkan sesuatu seolah-olah pekerjaan kami sendiri; tidak, kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah”. Kita membutuhkan para pekerja yang menjadikan Paulus sebagai panutan bagi dirinya sendiri, sehingga Allah berkarya di dalam diri kita untuk kemuliaan namanya. Sudahkah saudara melihatnya?



[1] Sumbernya tidak lagi diketemukan, karena di dapatkan secara kebetulan dalam tulisan orang.
[2] Dengan pemahaman seperti itu, saya mempertanyakan keputusan HKBP untuk memberikan penghargaan bagi pekerja yang sudah pensiun dari pelayanan. Orang yang “Na so hasea” mendapat penghargaan.

Rumah Allah

  Rumah Allah Ibrani 3:6 Tetapi Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya; dan rumah-Nya ialah kita, jika kita sampai kepada akhi...