09/07/13

Sejarah Gereja HKBP

Sejarah HKBP[1]
Saya bangga menjadi bagian dari Gereja HKBP, juga rindu sesama warga HKBP pun memiliki rasa kebanggaan tersebut. Dalam percakapan dengan teman teman yang sedang learning sintua, disarankan untuk menuliskan percakapan tentang sejarah HKBP. Itulah sebabnya tulisan ini hadir di tangan saudara. Tulisan ini sendiri disarikan dari apa yang telah ditulis Ir Mika Lumban Toing dalam sebuah makalah yang diberi judul Mengenal HKBP.
HKBP hadir di dunia ini, berbeda dengan segala Gereja yang hadir dalam kurun waktu yang sama. Mengapa disebut demikian? Ada beberapa alasannya. Pertama, HKBP hadir tidak seperti yang dirancang oleh orang pada umumnya. Marilah kita melihat perjalanan sejarah hadirnya HKBP di tanah Batak. Catatan yang kita temukan dalam almanak HKBP tentang peristiwa sejarah sebelum berdirinya HKBP adalah sebagai berikut:
1824 Penginjil Ward dan Burton dari Gereja Baptis Inggris datang ke Silindung, sewaktu Nusantara di bawah kuasa Inggeris dengan Raffles sebagai Wakil Gubernur berkedudukan di Bengkulu. Mereka tidak berhasil mengadakan penginjilan di tanah Batak. Seandainya kedua orang ini berhasil, maka tentulah kita akan menjadi anggota Gereja Baptis.
1825 – 1829: Tuanku Rau dari Bonjol memerangi orang Batak, Islam masuk ke Tapanuli (Selatan). Tuanku Rau adalah salah satu dari panglima perang Imam Bonjol. Mereka memerlukan dana untuk membiayai perang melawan Belanda. Setelah menjarah penduduk di Tapanuli Selatan, Tuanku Rau meninggalkan pasukan pendudukan di sana. Pasukan pendudukan itu, mengadakan islamisasi terhadap penduduk setempat, lalu daerah itu pun memeluk agama islam.
Pada waktu Tuanku Rau mengadakan invasi ke Toba, ia juga menjarah harta penduduk. Namun satu kenyataan terjadi, ia tidak meninggalkan pasukan pendudukan di daerah toba. Kata orang, hal ini terjadi disebabkan menjangkitnya penyakit kolera. Sesuatu wabah yang sangat ditakuti pada waktu itu. Oleh karena itu, orang Toba terhindar dari islamisasi. Jika saja Tuanku Rau meninggalkan pasukan, maka orang Toba pastilah memeluk agama islam, sebagaimana orang yang ada di Tapanuli Selatan. Keberadaan ini adalah sebuah pemeliharaan Allah bagi kita.
1834 Penginjil Munson dan Lyman dari Kongsi Zending Amerika (Boston) datang ke Tano Batak untuk memberitakan Injil namun mereka mati terbunuh di Lobu Pining, Tapanuli Utara. Kedua orang ini menjadi benih bagi tumbuhnya kelak Gereja Tuhan di Tanah Batak.
1840: Frans Junghun, ahli bahasa, ilmu bumi dan etnologi, datang ke Tano Batak untuk mempelajari bahasa, tanah dan bangso Batak. Dari buku-buku yang ditulisnya, orang di Eropah mulai mengetahui tentang orang Batak.
1849 H. N. Van der Tuuk datang untuk mempelajari bahasa Batak. Ia menulis sebuah buku kamus bahasa Batak – Belanda. Karya Frans Junghun dan H.N. Vander Tuuk menjadi bahan bagi orang Eropah mempelajari keberadaan orang Batak.
1857 Pdt. Van Asselt dari Ermelo, Belanda, memulai pekerjaan di Tapanuli Selatan. Target yang ditetapkan untuk dicapai ialah orang Batak yang sudah memeluk agama islam di Tanpanuli Selatan. Ia bekerja untuk pemerintah Hindia Belanda dalam menunjang pelayanannya.
Di sisi lain, Negara Jermanlah satu satunya negara di Eropah Barat yang tidak punya daerah misi. Mereka mendapatkan ladang misi itu dari pemerintah Hindia Belanda di daerah Kalimantan. Oleh karena itu, sending Barmen yang dulunya adalah sebuah lembaga pekabaran Injil, diadopsi Gereja Jerman menjadi departemen misi dari Gereja tersebut. mereka mengutus para misionaris mereka ke Kalimantan. Belum ada satu pun yang memikirkan daerah Batak Toba.
Pada satu masa, terjadilah pemberontakan di Kalimantan. Ada beberapa misionaris dari RMG yang terbunuh di sana. Oleh karena itu, pemerintah Hindia Belanda memerintahkan semua warga kulit putih harus keluar dari Kalimantan. Termasuk dua orang misionaris mereka yakni Heine dan Betz. Untuk sementara mereka parkir di Batavia. Tatkala para penginjil itu parkir karena tidak punya ladang, Direktur RMG, yakni Dr Fabri melihat tulisan aksara Batak yang ditulis oleh Frans Junghun dan Van Der Tuuk. Oleh karena itu, ia menyuruh kedua misionaris mereka untuk masuk ke daerah Batak. Karena pemerintah Hindia Belanda melarang misionaris masuk ke daerah Toba, maka mereka masuk ke Tapanuli Selatan, berniat untuk memberitakan Injil pada orang muslim di sana.
Pada tanggal 7 Oktober 1861 berkumpullah penginjil dari Belanda, yakni Van Asselt dan Klammer dengan penginjil dari Jerman, yakni Heine dan  Betz, untuk membagi wilayah penginjilan itu kepada tiap tiap orang dari antara mereka. Hari inilah ditetapkan menjadi hari lahirnya HKBP. Pada hal, belum satu pun ada orang yang dibaptiskan mereka sebagai orang Kristen. Pada umumnya, hari lahirnya sebuah Gereja dilihat dari pembaptisan pertama dari orang pribumi di satu tempat. Gereja kita HKBP tidak mengikuti norma tersebut.
Catatan lain yang perlu kita renungkan bersama, dalam rangka memuji Tuhan dalam pemilihan-Nya bagi orang Batak Toba adalah hal hal sebagai berikut: di Sumatera Timur, pemerintah Hindia Belanda telah membuka perkebunan yang luas. Orang Batak yang berada di Habinsaran, pergi merantau ke sana untuk mencari pekerjaan. Setiap orang yang mendapatkan pekerjaan di perkebunan tersebut, otomatis menjadi muslim, karena para mandor mereka mewajibkan mereka muslim dulu baru mendapatkan pekerjaan. Orang yang membaik kehidupannya di perkebunan itu, memanggil saudara-saudaranya dari kampung ke sana. Mereka semua menjadi muslim. Seandainya Allah tidak mengirimkan para hamba-Nya untuk memberitakan firman Tuhan kepada kita, maka tak dapat disangkal, tentulah kita semua akan menjadi muslim pula. Bukankah pia mata ni halak Batak marnida hamajuon?
Ada satu hal lain yang perlu kita syukuri dalam sejarah orang Batak Toba menjadi Kristen. Pemerintah Hindia Belanda tidak berminat memasuki tanah Batak Toba. Alasannya ialah: tidak ada keuntungan ekonomis di sana. Seandainya, kompeni masuk ke Toba, maka ia akan membawa pegawai pegawai pribumi untuk menjalankan pemerintahan di sana. Tentulah orang Batak yang akan dibawa. Orang Batak muslim dari Selatan. Jika hal ini terjadi, maka sudah barang tentu pada akhirnya seluruh masyarakat Batak Toba akan menjadi muslim. Bukankah dakwah sangat kuat di dalam agama islam? Syukur kepada Tuhan, sebelum kompeni masuk pada akhirnya ke tanah Batak, Momensen telah masuk dan memberitakan Injil keselamatan itu kepada orang Batak.
1862 Nommensen tiba di Barus. Dituturkan dalam buku riwayat hidupnya, yang ditulis oleh anaknya sendiri, Johansen Nomensen, tatkala Nomensen tahu bahwa kapal yang membawa dia sudah masuk ke Samudera Hindia, dekat kota Padang, ia masuk ke dalam kamarnya. Ia membuat sebuah perjanjian pribadi dengan Allah. Dimana isinya sebagai berikut: “…jagalah hamba-Mu yang hina di dunia ini, supaya jangan tertipu olehnya. Sekiranya saya menjauhi Dikau atau iblis membujuk saya untuk menyimpang dari jalan-Mu, goncangkanlah hati saya siang malam. Dan sekiranya saya tidak mematuhi pimpinan-Mu, pakailah cemeti berupa penyakit, dukacita atau penderitaan, sehingga kembali sujud di hadirat-Mu mohon pengasihan”. Nomensen meminta isterinya juga turut menandatangani surat perjanjian tersebut, tatkala mereka menikah kemudian hari.
Setelah tinggal beberapa lama di Barus dan ketemu dengan para misionaris yang telah mendahului dia datang ke tanah Batak, Momensen memutuskan untuk mengunjungi Silindung. Tatkala ia untuk pertama kalinya menginjakkan kakinya di dolok Siatas Barita, ia berdoa di sana. Ia melihat sebuah penglihatan di dolok Siatas Barita itu. Dalam penglihatan tersebut, Nomensen melihat desa desa di rura Slindung. Secara fisik hal itu tidaklah mungkin, karena luasnya daerah tersebut. di samping itu, pohon yang banyak di sekitar itu akan menghalangi penglihatannya. Dalam penglihatan itu, ia melihat di seluruh kampung itu berdiri Gereja. Ia juga mendengar bunyi lonceng Gereja dari tiap kampung tersebut. HKBP membuat sebuah tugu peringatan di tempat tersebut. Di belakang hari, Pemda Tapanuli Utara membuat sebuah monumen di sana yang disebut dengan Salib Kasih.
Strategi yang dipakai Nomensen untuk memberitakan Injil di tanah Batak ialah: di tiap desa didirikan Gereja, sebagaimana dilihatnya di dolok Siatas Barita itu. Ditiap Gereja itu diadakan sekolah buat anak anak untuk kelas 1-3. Tiap jemaat berkumpul dalam satu resort. Resort mendirikan sekolah untuk kelas 4-6. Ada pun guru di sekolah zeding itu adalah seorang guru yang disebut guru zending. Ia juga sekaligus menjadi guru huria di tempat tersebut. Anak anak sekolah diajari nyanyian. Salah satu nyanyian anak  anak sekolah pada waktu itu ialah:

Marsingkola ahu amang dohot ho ale inang
Unang jolo suru ahu mangula hauma i
Ai na met met dope ahu dang tarula ahu dope
Holan marsongkola do alaonhu na tama

Pada zaman itu banyak orangtua yang tidak mau menyuruh anaknya ke sekolah zending. Lagu ini menegur hati para orang tua, tatkala anak anak menyanyikannya sambil berjalan pulang dari sekolah.
Kita dapat menyimpulkan sekarang bahwa HKBP sungguh unik dalam kehadirannya di dunia ini. Pada umumnya jika Gereja berdiri di satu daerah misi, maka Gereja itu adalah perpanjangan dari Gereja induk di Eropah. Katolik memberitakan Injil, mereka Gereja yang berdiri itu adalah bagian dari Gereja katolik di seluruh dunia. Demikian juga dengan Gereja lain. Karena HKBP didirikan oleh Badan Misi yang muncul sebagai produk dari kebangunan rohani di Eropah, maka tatkala mereka membidani berdirinya HKBP, mereka tidak langsung membuat Gereja itu adalah ‘pagaran’ dari Gereja yang mengutus mereka. Hal itu terlihat dari tata ibadah yang kita pakai. Tata ibadah itu adalah tata ibadah Gereja Jerman Selatan, pada hal Nomensen berasal dari Jerman Utara.
Para misionaris diutus untuk memberitakan Injil di Borneo. Tentunya mereka telah didoakan oleh Jemaat yang mengutus agar dapat memenangkan sebanyak mungkin orang Dayak di Borneo. Namun Allah menentukan lain. Ia telah mempersiapkan orang Batak dalam perlbagai derita yang mereka hadapi. Sehingga kita dapat mengatakan: tatkala waktunya sudah genap, Allah mengutus hamba-Nya untuk menghadirkan Injil-Nya bagi orang Batak. Cf Gal 4:4. Dengan demikian dapat kita katakan: Dulu Allah berkata kepada kita: Lo Ami – bukan umat-Ku dan Lo Ruhama – bukan yang dikasihi,  sekarang Allah sudah mengatakan: Ami – umat-Ku dan Ruhama - Kukasihi. (cf Hosea:1:10-12).
Di sini kita akan menuturkan pengalaman dari Ephorus pertama HKBP, Dr Justin Sihombing. Tatkala perang dunia kedua pecah, Jerman menginvasi negeri Belanda di Eropah. Hal itu terjadi pada tahun 1942. Pemerintah Hindia Belanda pun bertindak di Nusantara. Belanda menangkap semua orang Jerman dan menahan mereka, termasuk para misionaris yang bekerja di HKBP. Pimpinan HKBP dipegang oleh putra Batak, dimulai dari Voozitter Pdt K Sirait. Lalu dilanjutkan oleh Pdt Justin Sihombing.
Pada masa perang dunia kedua, tidak ada lagi pendeta Jerman yang bekerja di Tanah Batak. Tidak ada pula kiriman uang untuk membayar biaya hidup dari para pekerja di Gereja. Setelah perang dunia kedua selesai, orang Jerman merasa bahwa HKBP pasti sudah sirna. Sebab anggota jemaat dianggap tidak akan mampu membiayai balanjo dari para pekerja di Gereja. Mereka datang untuk melihat HKBP dan punya konsep akan membangun kembali Gereja itu dari nol. Namun mereka sangat heran. Sebab dalam kesukaran yang begitu berat, Gereja HKBP malah bertambah dalam jumlah orang percaya. Inilah salah satu faktor yang mendorong mereka memberikan gelar kehormatan sebagai Doktor Honoris Causa kepada Ephorus HKBP, Dr Justin Sihombing.
Hal yang terakhir yang diungkapan dalam sejarah singkat ini ialah: ada orang yang menuturkan percakapan beliau dengan Ephorus Dr Justin Sihombing. Di meja kerja beliau ada gambar struktur organisasi HKBP. Tetapi gambar itu tidak sama sebagaimana mestinya. Sebab dalam gambar itu Ephorus ditempatkan di tempat paling bawah, di bawah huria. Orang tersebut mengatakan bahwa struktur itu salah. Ephorus harus ditempatkan di bawah Sinode Godang. Ompui menjawab beliau dengan mengatakan: aku yang harus melayani semua orang di HKBP. Oleh karena itu aku sebagai ephorus haruslah ditempat yang paling bawah.
Sungguh alangkah banyaknya perbuatan Allah bagi kita orang Batak Toba pada khususnya. Ia telah memilih kita menjadi umat yang dikasihi-Nya. Dalam kasih-Nya ia menempatkan kita ada di Gereja yang dibentuk-Nya secara unik, tak sama dengan Gereja lainnya. Oleh karena itu, bersyukurlah kepada-Nya dengan jalan setia menjadi warga HKBP, apa pun yang terjadi di dalamnya. Itulah Gereja yang dikehendaki Allah untuk saya dan saudara!




[1] Disarikan dari tulisan Ir Mika Tobing dengan judul Mengenal HKBP, dituliskan oleh St Hotman Ch Siahaan

Rumah Allah

  Rumah Allah Ibrani 3:6 Tetapi Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya; dan rumah-Nya ialah kita, jika kita sampai kepada akhi...