30/12/13

Liturgi


Liturgi


Ada banyak orang yang mengatakan lbadahnya Gereja kita itu monoton. Tidak menarik dan sangat dingin. Orang muda sekarang lebih menyukai ibadah yang sangat menekankan perasaan yang diumbar di dalam ibadah tersebut. Saya sering mengatakannya dengan sebutan ibadah ribut. Tetapi sebuah pertanyaan perlu diajukan: apakah memang ibadah kita itu monoton dan dingin? Untuk mereka yang tidak mengerti apa yang sedang kita lakukan di dalam ibadah itu memang orang dapat mengatakannya sebagai ibadah yang monoton. Untuk itu marilah kita sejenak membedah liturgi yang kita lakukan dalam ibadah.


Sebelum kebaktian dimulai, biasanya parhalado berkumpul lebih dahulu di konsistori. Pada hakekatnya bukanlah para petugas yang dijadwal pada hari itu yang harus hadir di dalam konsistori, melainkan seluruh anggota parhalado yang datang ke dalam kebaktian tersebut. Sebab parhalado adalah satu ‘corps,’ mereka bertanggung jawab atas pelaksanaan kebaktian tersebut. Jadi sekalipun saya tidak bertugas pada hari itu, saya wajib masuk ke konsistori, minimal untuk mendoakan mereka yang bertugas pada hari itu. Itulah wujud dari tanggung jawab saya kepada Allah, yang telah memanggil saya menjadi pelayan-Nya di jemaat tersebut. Sekaligus itu adalah wujud dari tanggung jawab saya kepada ‘corps parhalado’. Sangat disayangkan, banyak juga teman-teman sintua yang tidak menyadari hal itu.


Di konsistori itu kita memeriksa seluruh acara yang akan kita selenggarakan, tentang kelayakannya. Kemudian acara yang sudah kita periksa itu kita bawakan ke hadiran Allah di dalam doa. Semua acara dari permulaan hinga akhir disampaikan di dalam doa, seolah-olah kita mengatakan kepada Allah, inilah yang akan kami lakukan di hadapan-Mu. Segala sesuatu yang tidak didoakan di dalam konsistori, seyogianya tidak dapat dilakukan di dalam ibadah. Kecuali warta yang sangat mendesak. Namun sangat disayangkan, sering kali kita melihat ada acara tambahan disampaikan kepada liturgis di tengah-tengah kebaktian. Sering kita melihat koor menyanyi sampai dua kali, pada hal di dalam daftar acara hanya satu kali.


Setelah parhalado berdoa, maka lonceng Gereja dibunyikan. Suatu pertanda bahwa seorang Raja segala raja dan Tuhan segala Tuan akan memasuki tempat ibadah. Anggota jemaat pun memberi respons terhadap bunyi lonceng itu dengan menaikkan doa-doa pribadinya ke hadirat Allah. Maka parhalado pun memasuki ruangan. Ibadah siap dilaksanakan. Di zaman dahulu kata orang, jemaat telah menyanyi lebih dahulu, barulah parhalado masuk ke dalam ruangan. Sebab ibadah pas dimulai pada saat liturgis mengungkapkan votum. Alangkah indahnya, jemaat bangkit berdiri pada nyanyian pertama itu. Diiringi paduan suara yang menyanyikan nyanyian yang menurut hemat saya jadi pembukaan ibadah yang paling pas. Buku Ende nomor: 18.

Ungkap bahal na ummuli bagas ni Debatangki;
Ai tu si do au naeng muli ganup jumpang minggu i;
Hulului do di si bohi ni Debatangki.

Menurut liturgi tahun 1904, setiap nyanyian yang pertama senantiasa dinyanyikan hingga seluruh bait dari nyanyian tersebut habis dinyanyikan. Sekarang kita hanya menyanyikan tiga bait saja. Untuk menyingkat waktu. Kita tidak lagi menikmati acara yang panjang panjang dalam hal rohani.


Peran Nyanyian dalam ibadah Gereja HKBP

Ibadah Gereja menurut Pdt DR AA Sitompul dalam bukunya: Tata Ibadah Kebaktian Gereja ada di tiga tempat. Pertama di surga. Beliau mendasarkannya dari Kitab Wahyu pasal 4 dan 5. Di surga ada kebaktian, dimana pusat dari ibadah di surga itu ialah: Tuhan Yesus Kristus. Tempat yang kedua ada di bumi, itu dilakukan orang Kristen di dalam ibadah mereka. Tatkala kita melakukan ibadah, maka pusat dari ibadah itu ialah: Kristus yang telah berkarya di dalam dunia ini. Ibadah kita itu merefleksikan ibadah yang ada di surga. Tempat yang ketiga ada di dalam hati kita. Sama seperti setiap nyanyian memiliki cord, demikian juga ibadah itu pun memiliki kordnya. Surga menyanyikan nada ‘sol’ ibadah kita menyanyikan nada ‘mi’, sementara hati kita menyanyikan nada ‘do’. Maka terciptalah paduan nada yang ada dalam satu kunci, ‘sol, mi, do’. Ada sinkronisasi ibadah di surga, bumi dan hati.


Ada perbedaan pandangan teologis antara Gereja HKBP dengan Kharismatik tentang nyanyian. Gereja kita memandang nyanyian itu adalah bagian dari pemberitaan Injil, sementara bagi Gereja yang berlatar belakang Kharismatik melihat nyanyian adalah bagian dari persembahan. Karena nyanyian adalah bagian dari pekabaran Injil, maka teks menjadi sesuatu yang sangat penting, karena  melalui teks itu, Injil diberitakan. Itulah sebabnya dalam nyanyian Buku Ende teks nyanyian bisa sampai 13 bait. Sementara di nyanyian pop rohani sekarang, teks tidak terlalu penting. Nyanyian itu dinyanyikan berkali-kali, sebab inti dari nyanyian itu adalah persembahan. Itulah sebabnya nyanyian pop rohani cenderung hanya satu ayat.


Rasul Paulus dalam suratnya kepada Jemaat Roma menekankan betapa perlunya kita tahu tentang satu hal. Tatkala ia membahas kekudusan hidup, maka ia berkali-kali mengatakan: “Tidak tahukah kamu” cf Rom 6:3, 6, 9. Tatkala Jemaat Korintus berbuat dosa, bahkan orang kafir sekalipun tidak melakukannya, Paulus mengatakan: “Tidak tahukah kamu...” I Kor 6:15. Hal ini menjadi indikasi bagi kita bahwa kita pun sangat memerlukan pengetahuan yang benar tentang makna dari nyanyian di dalam ibadah kita. Sehingga pengetahuan yang benar akan makna ibadah dan tempatnya nyanyian di dalam ibadah, maka kita dapat memberi respon yang benar tentang nyanyian, serta nyanyian yang bagaimana yang akan kita nyanyikan dalam ibadah kita.


Nyanyian dalam ibadah kita adalah bagian dari pekabaran Injil. Tatkala Injil diberitakan, itu berarti Allah memanggil orang untuk masuk ke dalam keselamatan. Injil yang diberitakan adalah sarana Allah untuk memanggil orang masuk ke dalam pertobatan. Cf makna dari pengakuan iman rasuli bagian ketiga berdasarkan katekhismus kecil Martin Luther. Luther mengatakan: “Bahwa aku tidak dapat percaya kepada Tuhanku dari diriku sendiri. Aku dipanggil oleh Tuhan melalui pemberitaan Injil, agar aku punya iman dan juga di dalam kekudusan sebagaimana mestinya”. Nyanyian kita sebagai respons tetapi juga sebagai satu pemberitaan Injil minimal bagi diri sendiri. Injil yang ditorehkan dalam bentuk syair dari nyanyian tersebut, memanggil kita agar beriman dan dalam kekudusan yang sebagaimana mestinya. Itulah makna nyanyian di dalam kebaktian kita di Gereja.


13/12/13

Bunda






B U N D A

Hidup pada dasarnya adalah sebuah pergumulan. Entahkah manusia itu menikmati kehidupan yang melimpah dengan berkat, namun tidak ada manusia yang tidak punya pergumulan hidup. Oleh kasih karunia Allah yang besar, aku diberi kesempatan untuk berkenalan dengan seorang ibu yang luar biasa menurut hemat saya secara pribadi. Waktu akan menunjukkan kelak, ibu muda ini akan setara dengan ibu-ibu yang besar di dalam sejarah dunia atau tidak. Dalam sejarah Gereja kita mengenal Ratu Helena, ibu dari Kaisar Konstantin dari Imperium Romawi. Kehidupan kerohaniannya punya dampak dalam pribadi Sang Kaisar, sehingga ia bertobat dan menjadi Kristen. Pertobatan Konstantin membawa perubahan besar bagi sejarah dunia. Imperium Romawi jadi Kristen.

Setelah Kaisar Konstantin bertobat dan jadi Kristen, Ratu Helena membangun Gereja di tempat-tempat dimana jejak kaki Kristus dapat ditelusuri di tempat-tempat tertentu di Timur Tengah. Karya dari Ratu Helena tersebut hingga kini masih dapat dinikmati para wisatawan di Timur Tengah. Ratu Helena seorang pribadi yang punya visi besar. Oleh dia, sejarah dunia berubah. Kasih karunia Allah yang didepositkan di dalam dirinya, yakni iman kepada Yesus Kristus, Sang Juruselamat dunia memungkinkannya.

Kita juga mewarisi sejarah kehidupan seorang ibu dari Hippo yang bernama: Monica. Oleh karena imannya kepada Yesus Kristus, ia merindukan anaknya jadi orang yang beriman kepada Kristus yang juga dia percayai. Ia bergumul dan menguraikan banyak air mata demi anak tersebut. Monica pernah ditegur seorang uskup, dengan mengakataan kepadanya: "Pergilah hai anakku dari sisiku, sebab tidak ada anak seperti itu yang akan binasa. Sebab telah terlalu banyak air mata yang dicurahkan karena dia". Orang yang kita maksudkan ialah: Agustinus Bapa Gereja. Agustinus membawa perubahan yang sangat besar di dalam kehidupan bergereja, bahkan di dalam pembentukan pola pikir masyarakat Eropah karena karya tangannya. 

Aku masih menorehkan satu lagi kehidupan seorang wanita sederhana, namun membawa pengaruh besar ke dalam kehidupan masyarakat dunia. Orang itu adalah Susannah Wesley. Sang ibu ini seorang yang saleh. Ia bukan seorang teolog, tetapi anak-anaknya menjadi pendiri dari Gereja Methodist. Kehidupan keluarga mereka menjadi pondasi yang kokoh bagi iman harap dan kasih yang tertanam di dalam hati dua bersaudara: John dan Charles Wesley. Mereka inilah yang menjadi founder dari Gereja Methodist.

Satu hal yang menarik dari kehidupan Susannah, pemahamannya tentang makna dosa yang begitu dalam, hingga sekarang masih dibicarakan orang. Ia bukan teolog, tetapi pemahamannya tentang imannya dibicarakan para teolog. Susannah membuat batasan tentang dosa sebagai berikut: "whatever weakens your reasoning, impair the tenderness of your consciense, obscures your sense of God or takes away your relish for spiritual things. In short, whatever increases the authorithy of the flesh over the spirit, that's are you, no matter how good it seems". Batasan tentang dosa ini masih dibicarakan orang yang menyampaikan firman Tuhan hingga hari ini. Oleh kasih karunia Allah, Susannah menjadi orang besar di mata orang banyak, tentunya juga di mata Tuhan.

Aku berharap, ibu muda yang aku bicarakan ini, oleh karena kasih karunia Tuhan, ia dapat menjadi besar, bersama dengan anaknya. Anak itu sungguh sangat diharapkan kehadirannya di antara keluarga. Beberapa tahun setelah menikah, Tuhan belum juga mengaruniakan anak kepada mereka. Mereka pun berjuang di dalam doa dan daya untuk berharap mendapatkan kasih karunia, seorang anak hadir di tengah-tengah keluarga.

Akhirnya, harinya pun tiba. Kehamilan itu pun datang juga. Sorak-sorai berkumadang di dalam hati. Namun tidak berlangsung lama. Setelah anak lahir, dalam hitungan hari, ia masuk ke dalam perawatan intensif. Dan dalam hitungan minggu, ia harus masuk ruang operasi. Ada kelainan di dalam otak. Alhasil, anak pun mengalami kekurangan yang sangat fatal di dalam kehidupannya. Saraf motoriknya mengalami kerusakan. Sekarang anak itu telah berumur empat tahun. Namun ia tidak bisa berbicara, tidak bisa bahkan membalikkan tubuhnya agar tengkurap. Saya sungguh sedih jika mengingat dia.

Sang ibu berjuang untuk merawat anaknya. Satu hal yang sangat kupuji dari sang ibu muda ini ialah: ia membawa anaknya ke sekolah minggu. Ia masuk ke dalam kelas batita. Ia duduk bersama ibu-bu muda lainnya, sama-sama menggendong anak-anak mereka. Tetapi anaknya tetap diam di pangkuannya, sementara anak yang lain sudah bermain ke sana-sini. Bukankah hal ini tentunya jadi duka tersendiri bagi ibu muda kita? Namun ia terus menjalaninya. Bisa saja ia menutup diri di rumah. Tetapi taktala ia menutup diri, maka tertutup juga dunia bagi anak tersebut. Anak itu otaknya masih berfungsi. Ia dapat merekam apa yang terjadi di sekitarnya. Hal itu terlihar dari sorot matanya yang memberi tanda bahwa ada aktifitas di dalam otak. Memang syaraf motoriknya tidak berjalan. Anak itu menikmati apa yang terjadi di luar dirinya.

Satu hari di bulan Desember 2008, aku diundang untuk mengikuti acara kebaktian natal Sekolah Minggu dimana mereka menjadi anggota. Anak-anak batita diberi kesempatan untuk membacakan ayat firman Tuhan. Hal seperti itu memang biasa di dalam tradisi Gereja tersebut. Anak-anak batita tersebut satu satu mengumandangkan ayat firman Tuhan yang telah mereka hafal. Tibalah saatnya sang anak yang kita bicarakan mendapat gilirannya. Ibu muda itu maju, ia menggendong anaknya yang sudah berumur empat tahun. Ia melafaskan ayat firman Tuhan yang dialokasikan bagi anaknya. Ibu muda itu sedikit gemetar di dalam mengungkapkannya. Rasa haru dan sedih bercampur baur tentunya di dalam hatinya tatkala ia berdiri di hadapan banyak orang. Ratusan pasang mata memandang dia di antara anak-anak batita.

Aku pun terharu melihatnya. Aku datang ke dalam ibadah itu hanya dalam rangka melihat ibu dan anak tersebut berdiri di depan dan melafaskan firman Tuhan yang dialokasikan kepada anak yang kekasih itu. Beberapa hari sebelumnya, sebuah pesan singkat mampir di ponselku. Asalnya dari ibu muda tadi. Sebuah tanya terlontar dari lubuk hatinya yang paling dalam. Ia berkata: "Aku koq merasa makin dedegan ya, kayak maksakan diri, jika aku cerita bahwa anakku akan 'liturgi' natal, sepertinya aku saja yang mau tampil, nggak tahulah aku bang!"

Sedih aku membaca pesan singkatnya. Segera aku membalas pesan singkat tersebut dengan mengatakan kepadanya: "Engkau dan anakmu tidak lagi dapat dipisahkan. Engkau yang jadi juru bicaranya. Jalan terus". Ia pun menjawab dengan pesan singkat juga: "terima kasih bang". Aku datang ke dalam acara tersebut untuk memberi dukungan terhadap kedua orang yang sedang bergumul ini. Aku berharap, Allah akan meninggikan nama-Nya melalui keluarga muda ini, khususnya melalui anak yang telah dititipkan kepada mereka. Keadaannya tidak menggembirakan menurut  orang banyak.

Namun Allah tidaklah salah di dalam menitipkan orang seperti itu kepada pasangan muda ini. Ada banyak kisah tentang anak yang tidak seperti anak kebanyakan, jadi besar karena kasih karunia Allah. Orang besar dalam ilmu di abad ini, Stephen Hawking adalah salah satu contoh. Aku tidak tahu ke arah mana pasangan muda ini akan dibawa Tuhan dengan anak yang dititipkan kepada mereka. Allah adalah Penjunan, kita tanah liat. Di tangan penjunan yang piawai, tak ada yang tidak dapat dibentuk menjadi benda yang sudah ada dulunya di dalam benaknya.

Allah adalah Penjunan Agung kita. Di tangan-Nya tidak ada seorang pun yang tidak dapat dipakai untuk meninggikan nama-Nya di dunia ini. Tatkala nama-Nya ditinggikan, maka pribadi yang dia pakai sebagai alat untuk meninggikan itu, pun juga akan ditinggikan pula. Tuhan, pakailah ayah ibu dan anak ini menjadi alat di tangan-Mu yang senantiasa membawa kemenangan itu. Pakailah mereka untuk kemulaiaan-Mu. Dalam kemuliaan-Mu, mereka pun akan dipermuliakan juga. Segala kemuliaan bagi Allah semata-mata.

10/12/13

Percaya




Percaya

Aku melayani satu keluarga muda dalam satu penelahan Alkitab. Sang isteri pada mulanya bukanlah orang Kristen, ia menikah dengan suaminya karena masih ada hubungan famili. Dengan setengah hati ia mengikuti iman suaminya.

Celaka dua belas, suaminya tidak dapat memberi tuntunan iman dan contoh hidup beriman pada isterinya itu. Sehingga pada satu saat, sang isteri rindu akan imannya yang semula. Ia kembali menemui teman temannya dalam iman semula. Bahkan telah melakukan ritus keagamaannya yang semula.

Di saat kritis seperti itu, sang mertua mengundang saya untuk mengajar mereka tentang iman Kristen. Setelah menjalani pelajaran beberapa bulan lamanya, sang isteri ini membuat sebuah pengakuan pribadi kepada saya sebagai berikut: “Saya sudah memutuskan dulunya  akan meninggalkan keluarga ini, karena tidak menemukan damai sejahtera di dalam hati dalam hal iman. Ketika bapak mengatakan bahwa orang Kristen itu adalah anak Allah, saya mengatakan di dalam hati: jika saya tidak tiba pada keyakinan seperti yang digambarkan oleh bapak yang mengajar ini, maka saya akan tetap meninggalkan keluarga ini, dan kembali ke iman yang semula”.

Syukur pada Tuhan, melalui pengajaran yang disampaikan pada sepasang suami isteri ini, sang isteri pada akhirnya tiba pada satu keyakinan bahwa ia adalah benar benar anak Allah. Ia yakin bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan yang telah mati bagi dia orang berdosa. Ia sekarang percaya bahwa dosanya telah diampuni dan dia adalah bagian dari anggota keluarga Allah.

Alangkah indahnya dan alangkah sukacitanya hati ini mengetahui bahwa Allah memakai kita sebagai alat di tangan-Nya untuk menuturkan kasih karunia-Nya bagi orang lain, dan mereka menikmatinya.


08/12/13

Kisah Natal






Suatu ketika, ada seorang pria yang menganggap Natal sebagai sebuah takhayul belaka. Dia bukanlah orang yang kikir. Dia adalah pria yang baik hati dan tulus, setia kepada keluarganya dan bersih kelakuannya terhadap orang lain. Tetapi ia tidak percaya pada kelahiran Kristus yang diceritakan setiap gereja di hari Natal . Dia sunguh-sungguh tidak percaya.

"Saya benar-benar minta maaf jika saya membuat kamu sedih," kata pria itu kepada istrinya yang rajin pergi ke gereja.

"Tapi saya tidak dapat mengerti mengapa Tuhan mau menjadi manusia. Itu adalah hal yang tidak masuk akal bagi saya "

Pada malam Natal , istri dan anak-anaknya pergi menghadiri kebaktian tengah malam di gereja. Pria itu menolak untuk menemani mereka.
"Saya tidak mau menjadi munafik," jawabnya.

"Saya lebih baik tinggal di rumah. Saya akan menunggumu sampai pulang."

Tak lama setelah keluarganya berangkat, salju mulai turun. Ia melihat keluar jendela dan melihat butiran-butiran salju itu berjatuhan. Lalu ia kembali ke kursinya di samping perapian dan mulai membaca surat kabar. 

Beberapa menit kemudian, ia dikejutkan oleh suara ketukan. Bunyi itu terulang tiga kali. Ia berpikir seseorang pasti sedang melemparkan bola salju ke arah jendela rumahnya. Ketika ia pergi ke pintu masuk untuk mengeceknya, ia menemukan sekumpulan burung terbaring tak berdaya di salju yang dingin. Mereka telah terjebak dalam badai salju dan mereka menabrak kaca jendela ketika hendak mencari tempat berteduh.

Saya tidak dapat membiarkan makhluk kecil itu kedinginan di sini, pikir pria itu. Tapi bagaimana saya bisa menolong mereka? Kemudian ia teringat akan kandang tempat kuda poni anak-anaknya. Kandang itu pasti dapat memberikan tempat berlindung yang hangat. Dengan segera pria itu mengambil jaketnya dan pergi ke kandang kuda tersebut. Ia membuka pintunya lebar-lebar dan menyalakan lampunya. Tapi burung-burung itu tidak masuk ke dalam. 

Makanan pasti dapat menuntun mereka masuk, pikirnya. Jadi ia berlari kembali ke rumahnya untuk mengambil remah-remah roti dan menebarkannya ke salju untuk membuat jejak ke arah kandang. Tapi ia sungguh terkejut. Burung-burung itu tidak menghiraukan remah roti tadi dan terus melompat-lompat kedinginan di atas salju.

Pria itu mencoba menggiring mereka seperti anjing menggiring domba, tapi justru burung-burung itu berpencaran kesana-kemari, malah menjauhi kandang yang hangat itu.

"Mereka menganggap saya sebagai makhluk yang aneh dan menakutkan," kata pria itu pada dirinya sendiri, "dan saya tidak dapat memikirkan cara lain untuk memberitahu bahwa mereka dapat mempercayai saya. Kalau saja saya dapat menjadi seekor burung selama beberapa menit, mungkin saya dapat membawa mereka pada tempat yang aman."

Pada saat itu juga, lonceng gereja berbunyi.. Pria itu berdiri tertegun selama beberapa waktu, mendengarkan bunyi lonceng itu menyambut Natal yang indah. Kemudian dia terjatuh pada lututnya dan berkata, "Sekarang saya mengerti," bisiknya dengan terisak. "Sekarang saya mengerti mengapa KAU mau menjadi manusia."





Rumah Allah

  Rumah Allah Ibrani 3:6 Tetapi Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya; dan rumah-Nya ialah kita, jika kita sampai kepada akhi...