Sejarah
HKBP[1]
Saya bangga menjadi
bagian dari Gereja HKBP, juga rindu sesama warga HKBP pun memiliki rasa
kebanggaan tersebut. Dalam percakapan dengan teman teman yang sedang learning
sintua, disarankan untuk menuliskan percakapan tentang sejarah HKBP. Itulah
sebabnya tulisan ini hadir di tangan saudara. Tulisan ini sendiri disarikan
dari apa yang telah ditulis Ir Mika Lumban Toing dalam sebuah makalah yang
diberi judul Mengenal HKBP.
HKBP hadir di dunia
ini, berbeda dengan segala Gereja yang hadir dalam kurun waktu yang sama.
Mengapa disebut demikian? Ada beberapa alasannya. Pertama, HKBP hadir tidak
seperti yang dirancang oleh orang pada umumnya. Marilah kita melihat perjalanan
sejarah hadirnya HKBP di tanah Batak. Catatan yang kita temukan dalam
almanak HKBP tentang peristiwa sejarah sebelum berdirinya HKBP adalah sebagai
berikut:
1824
Penginjil Ward dan Burton
dari Gereja Baptis Inggris datang ke Silindung, sewaktu Nusantara di bawah kuasa Inggeris dengan Raffles sebagai Wakil
Gubernur berkedudukan di Bengkulu. Mereka tidak berhasil
mengadakan penginjilan di tanah Batak. Seandainya kedua orang ini berhasil,
maka tentulah kita akan menjadi anggota Gereja Baptis.
1825 – 1829: Tuanku Rau dari Bonjol memerangi orang Batak, Islam masuk ke
Tapanuli (Selatan). Tuanku Rau
adalah salah satu dari panglima perang Imam Bonjol. Mereka memerlukan dana
untuk membiayai perang melawan Belanda. Setelah menjarah penduduk di Tapanuli
Selatan, Tuanku Rau meninggalkan pasukan pendudukan di sana. Pasukan pendudukan
itu, mengadakan islamisasi terhadap penduduk setempat, lalu daerah itu pun
memeluk agama islam.
Pada waktu Tuanku Rau
mengadakan invasi ke Toba, ia juga menjarah harta penduduk. Namun satu
kenyataan terjadi, ia tidak meninggalkan pasukan pendudukan di daerah toba. Kata
orang, hal ini terjadi disebabkan menjangkitnya penyakit kolera. Sesuatu wabah
yang sangat ditakuti pada waktu itu. Oleh karena itu, orang Toba terhindar dari
islamisasi. Jika saja Tuanku Rau meninggalkan pasukan, maka orang Toba pastilah
memeluk agama islam, sebagaimana orang yang ada di Tapanuli Selatan. Keberadaan
ini adalah sebuah pemeliharaan Allah bagi kita.
1834 Penginjil Munson dan
Lyman dari Kongsi Zending Amerika (Boston) datang ke Tano Batak untuk
memberitakan Injil namun mereka mati terbunuh di Lobu Pining, Tapanuli Utara. Kedua orang ini menjadi benih bagi tumbuhnya
kelak Gereja Tuhan di Tanah Batak.
1840: Frans Junghun, ahli bahasa, ilmu bumi dan etnologi, datang ke Tano
Batak untuk mempelajari bahasa, tanah dan bangso Batak. Dari buku-buku yang
ditulisnya, orang di Eropah mulai mengetahui tentang orang Batak.
1849 H. N. Van der Tuuk datang untuk mempelajari bahasa Batak. Ia menulis sebuah buku kamus bahasa Batak –
Belanda. Karya Frans Junghun dan H.N. Vander Tuuk menjadi bahan bagi orang Eropah
mempelajari keberadaan orang Batak.
1857 Pdt. Van Asselt dari
Ermelo, Belanda, memulai pekerjaan di Tapanuli Selatan. Target yang ditetapkan untuk dicapai ialah
orang Batak yang sudah memeluk agama islam di Tanpanuli Selatan. Ia bekerja
untuk pemerintah Hindia Belanda dalam menunjang pelayanannya.
Di sisi lain, Negara
Jermanlah satu satunya negara di Eropah Barat yang tidak punya daerah misi.
Mereka mendapatkan ladang misi itu dari pemerintah Hindia Belanda di daerah
Kalimantan. Oleh karena itu, sending Barmen yang dulunya adalah sebuah lembaga
pekabaran Injil, diadopsi Gereja Jerman menjadi departemen misi dari Gereja
tersebut. mereka mengutus para misionaris mereka ke Kalimantan. Belum ada satu
pun yang memikirkan daerah Batak Toba.
Pada satu masa, terjadilah
pemberontakan di Kalimantan. Ada beberapa misionaris dari RMG yang terbunuh di
sana. Oleh karena itu, pemerintah Hindia Belanda memerintahkan semua warga
kulit putih harus keluar dari Kalimantan. Termasuk dua orang misionaris mereka
yakni Heine dan Betz. Untuk sementara mereka parkir di Batavia. Tatkala para
penginjil itu parkir karena tidak punya ladang, Direktur RMG, yakni Dr Fabri
melihat tulisan aksara Batak yang ditulis oleh Frans Junghun dan Van Der Tuuk.
Oleh karena itu, ia menyuruh kedua misionaris mereka untuk masuk ke daerah
Batak. Karena pemerintah Hindia Belanda melarang misionaris masuk ke daerah
Toba, maka mereka masuk ke Tapanuli Selatan, berniat untuk memberitakan Injil
pada orang muslim di sana.
Pada tanggal 7 Oktober
1861 berkumpullah penginjil dari Belanda, yakni Van Asselt dan Klammer dengan
penginjil dari Jerman, yakni Heine dan
Betz, untuk membagi wilayah penginjilan itu kepada tiap tiap orang dari
antara mereka. Hari inilah ditetapkan menjadi hari lahirnya HKBP. Pada hal,
belum satu pun ada orang yang dibaptiskan mereka sebagai orang Kristen. Pada
umumnya, hari lahirnya sebuah Gereja dilihat dari pembaptisan pertama dari
orang pribumi di satu tempat. Gereja kita HKBP tidak mengikuti norma tersebut.
Catatan lain yang perlu
kita renungkan bersama, dalam rangka memuji Tuhan dalam pemilihan-Nya bagi
orang Batak Toba adalah hal hal sebagai berikut: di Sumatera Timur, pemerintah
Hindia Belanda telah membuka perkebunan yang luas. Orang Batak yang berada di Habinsaran, pergi merantau ke sana untuk
mencari pekerjaan. Setiap orang yang mendapatkan pekerjaan di perkebunan
tersebut, otomatis menjadi muslim, karena para mandor mereka mewajibkan mereka
muslim dulu baru mendapatkan pekerjaan. Orang yang membaik kehidupannya di
perkebunan itu, memanggil saudara-saudaranya dari kampung ke sana. Mereka semua
menjadi muslim. Seandainya Allah tidak mengirimkan para hamba-Nya untuk
memberitakan firman Tuhan kepada kita, maka tak dapat disangkal, tentulah kita
semua akan menjadi muslim pula. Bukankah pia
mata ni halak Batak marnida hamajuon?
Ada satu hal lain yang
perlu kita syukuri dalam sejarah orang Batak Toba menjadi Kristen. Pemerintah
Hindia Belanda tidak berminat memasuki tanah Batak Toba. Alasannya ialah: tidak
ada keuntungan ekonomis di sana. Seandainya, kompeni masuk ke Toba, maka ia
akan membawa pegawai pegawai pribumi untuk menjalankan pemerintahan di sana.
Tentulah orang Batak yang akan dibawa. Orang Batak muslim dari Selatan. Jika
hal ini terjadi, maka sudah barang tentu pada akhirnya seluruh masyarakat Batak
Toba akan menjadi muslim. Bukankah dakwah sangat kuat di dalam agama islam?
Syukur kepada Tuhan, sebelum kompeni masuk pada akhirnya ke tanah Batak,
Momensen telah masuk dan memberitakan Injil keselamatan itu kepada orang Batak.
1862 Nommensen tiba di Barus.
Dituturkan dalam buku riwayat hidupnya, yang ditulis oleh anaknya sendiri,
Johansen Nomensen, tatkala Nomensen tahu bahwa kapal yang membawa dia sudah
masuk ke Samudera Hindia, dekat kota Padang, ia masuk ke dalam kamarnya. Ia
membuat sebuah perjanjian pribadi dengan Allah. Dimana isinya sebagai berikut:
“…jagalah hamba-Mu yang hina di dunia ini, supaya jangan tertipu olehnya.
Sekiranya saya menjauhi Dikau atau iblis membujuk saya untuk menyimpang dari
jalan-Mu, goncangkanlah hati saya siang malam. Dan sekiranya saya tidak
mematuhi pimpinan-Mu, pakailah cemeti berupa penyakit, dukacita atau
penderitaan, sehingga kembali sujud di hadirat-Mu mohon pengasihan”. Nomensen
meminta isterinya juga turut menandatangani surat perjanjian tersebut, tatkala
mereka menikah kemudian hari.
Setelah
tinggal beberapa lama di Barus dan ketemu dengan para misionaris yang telah
mendahului dia datang ke tanah Batak, Momensen memutuskan untuk mengunjungi
Silindung. Tatkala ia untuk pertama kalinya menginjakkan kakinya di dolok Siatas Barita, ia berdoa di sana.
Ia melihat sebuah penglihatan di dolok
Siatas Barita itu. Dalam penglihatan tersebut, Nomensen melihat desa desa
di rura Slindung. Secara fisik hal
itu tidaklah mungkin, karena luasnya daerah tersebut. di samping itu, pohon
yang banyak di sekitar itu akan menghalangi penglihatannya. Dalam penglihatan
itu, ia melihat di seluruh kampung itu berdiri Gereja. Ia juga mendengar bunyi
lonceng Gereja dari tiap kampung tersebut. HKBP membuat sebuah tugu peringatan
di tempat tersebut. Di belakang hari, Pemda Tapanuli Utara membuat sebuah
monumen di sana yang disebut dengan Salib Kasih.
Strategi
yang dipakai Nomensen untuk memberitakan Injil di tanah Batak ialah: di tiap
desa didirikan Gereja, sebagaimana dilihatnya di dolok Siatas Barita itu. Ditiap Gereja itu diadakan sekolah buat
anak anak untuk kelas 1-3. Tiap jemaat berkumpul dalam satu resort. Resort
mendirikan sekolah untuk kelas 4-6. Ada pun guru di sekolah zeding itu adalah
seorang guru yang disebut guru zending. Ia juga sekaligus menjadi guru huria di
tempat tersebut. Anak anak sekolah diajari nyanyian. Salah satu nyanyian
anak anak sekolah pada waktu itu ialah:
Marsingkola ahu amang dohot ho ale inang
Unang jolo suru ahu mangula hauma i
Ai na met met dope ahu dang tarula ahu dope
Holan marsongkola do alaonhu na tama
Pada
zaman itu banyak orangtua yang tidak mau menyuruh anaknya ke sekolah zending.
Lagu ini menegur hati para orang tua, tatkala anak anak menyanyikannya sambil
berjalan pulang dari sekolah.
Kita
dapat menyimpulkan sekarang bahwa HKBP sungguh unik dalam kehadirannya di dunia
ini. Pada umumnya jika Gereja berdiri di satu daerah misi, maka Gereja itu
adalah perpanjangan dari Gereja induk di Eropah. Katolik memberitakan Injil,
mereka Gereja yang berdiri itu adalah bagian dari Gereja katolik di seluruh
dunia. Demikian juga dengan Gereja lain. Karena HKBP didirikan oleh Badan Misi
yang muncul sebagai produk dari kebangunan rohani di Eropah, maka tatkala
mereka membidani berdirinya HKBP, mereka tidak langsung membuat Gereja itu
adalah ‘pagaran’ dari Gereja yang mengutus mereka. Hal itu terlihat dari tata
ibadah yang kita pakai. Tata ibadah itu adalah tata ibadah Gereja Jerman
Selatan, pada hal Nomensen berasal dari Jerman Utara.
Para
misionaris diutus untuk memberitakan Injil di Borneo. Tentunya mereka telah
didoakan oleh Jemaat yang mengutus agar dapat memenangkan sebanyak mungkin
orang Dayak di Borneo. Namun Allah menentukan lain. Ia telah mempersiapkan
orang Batak dalam perlbagai derita yang mereka hadapi. Sehingga kita dapat
mengatakan: tatkala waktunya sudah genap, Allah mengutus hamba-Nya untuk menghadirkan
Injil-Nya bagi orang Batak. Cf Gal 4:4. Dengan demikian dapat kita katakan:
Dulu Allah berkata kepada kita: Lo Ami – bukan
umat-Ku dan Lo Ruhama – bukan yang
dikasihi, sekarang Allah sudah
mengatakan: Ami – umat-Ku dan Ruhama - Kukasihi. (cf Hosea:1:10-12).
Di sini
kita akan menuturkan pengalaman dari Ephorus pertama HKBP, Dr Justin Sihombing.
Tatkala perang dunia kedua pecah, Jerman menginvasi negeri Belanda di Eropah.
Hal itu terjadi pada tahun 1942. Pemerintah Hindia Belanda pun bertindak di
Nusantara. Belanda menangkap semua orang Jerman dan menahan mereka, termasuk
para misionaris yang bekerja di HKBP. Pimpinan HKBP dipegang oleh putra Batak,
dimulai dari Voozitter Pdt K Sirait. Lalu dilanjutkan oleh Pdt Justin
Sihombing.
Pada
masa perang dunia kedua, tidak ada lagi pendeta Jerman yang bekerja di Tanah
Batak. Tidak ada pula kiriman uang untuk membayar biaya hidup dari para pekerja
di Gereja. Setelah perang dunia kedua selesai, orang Jerman merasa bahwa HKBP
pasti sudah sirna. Sebab anggota jemaat dianggap tidak akan mampu membiayai balanjo dari para pekerja di Gereja.
Mereka datang untuk melihat HKBP dan punya konsep akan membangun kembali Gereja
itu dari nol. Namun mereka sangat heran. Sebab dalam kesukaran yang begitu
berat, Gereja HKBP malah bertambah dalam jumlah orang percaya. Inilah salah
satu faktor yang mendorong mereka memberikan gelar kehormatan sebagai Doktor
Honoris Causa kepada Ephorus HKBP, Dr Justin Sihombing.
Hal
yang terakhir yang diungkapan dalam sejarah singkat ini ialah: ada orang yang
menuturkan percakapan beliau dengan Ephorus Dr Justin Sihombing. Di meja kerja
beliau ada gambar struktur organisasi HKBP. Tetapi gambar itu tidak sama
sebagaimana mestinya. Sebab dalam gambar itu Ephorus ditempatkan di tempat
paling bawah, di bawah huria. Orang tersebut mengatakan bahwa struktur itu
salah. Ephorus harus ditempatkan di bawah Sinode Godang. Ompui menjawab beliau dengan mengatakan: aku yang harus melayani
semua orang di HKBP. Oleh karena itu aku sebagai ephorus haruslah ditempat yang
paling bawah.
Sungguh
alangkah banyaknya perbuatan Allah bagi kita orang Batak Toba pada khususnya.
Ia telah memilih kita menjadi umat yang dikasihi-Nya. Dalam kasih-Nya ia
menempatkan kita ada di Gereja yang dibentuk-Nya secara unik, tak sama dengan
Gereja lainnya. Oleh karena itu, bersyukurlah kepada-Nya dengan jalan setia
menjadi warga HKBP, apa pun yang terjadi di dalamnya. Itulah Gereja yang
dikehendaki Allah untuk saya dan saudara!
[1] Disarikan dari
tulisan Ir Mika Tobing dengan judul Mengenal HKBP, dituliskan oleh St Hotman Ch
Siahaan