29/06/17

Track


Jumat 30 Juni 2017

Track

Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita.
Ibrani 12:1

Di setiap games yang besar, senantiasa banyak penonton yang duduk di tribun dan menyoraki para atlit yang sedang bertanding. Penulis surat Ibrani membuat hal itu sebagai sebuah analogi di dalam hal iman. semua orang harus bertanding di track yang sudah ditentukan bagi dia, khususnya pertandingan atletik. Pertama tama penulis surat Ibrani mengatakan bahwa para pendahulu kita, yang hidup di dalam iman, mereka pun duduk di tribun pertandingan iman tersebut. Saya membayangkan nenek saya, bapa saya dan ibu saya yang sudah mendahului kami mengakhiri pertandingan iman, sekarang sedang dudu k di tribun dan mengarahkan matanya ke arah kami keturunannya yang sedang berlomba di dalam perlombaan iman. apakah saudara juga melihat hal yang sama?

Dalam sebuah pertandingan iman, sang atlit senantiasa memakai pakaian ringkas, agar tidak membebani dia di dalam bertanding. Tidak ada aturan yang mengatakan bahwa seorang pelari printer dilarang memakai pakain jas resmi dan sepatu bally. Namun satu hal yang pasti, ia tidak akan mau memakai hal tersebut. Hal itu akan menghalangi dia masuk ke garis finish dan memenangkan pertandingan.

Menurut penulis surat Ibrani, kita yang bertanding dalam pertandingan iman, diwajibkan untuk menanggalkan dua hal, yakni beban dan dosa yang begitu merintangi kita. Dosa sudah kita tahu, jelas akan membuat kita gagal sampai pada garis finish. Tetapi bukan hanya dosa yang merintangi kita sampai pada garis finish. Beban pun juga akan merintangi kita. Beban bukanlah dosa. Tetapi membebani kita di dalam pertandingan iman.

Beban itu adalah segala keinginan yang kelihatannya seperti adalah sesuatu yang rohani, pada hal tidak ada sangkut pautnya dengan hal rohani yang harus dipertandingkan. Salah satu contoh dari beban yang merintangi kita ialah: kita ingin agar Gereja kita itu Gereja besar. Kita ingin hal hal yang kelihatannya rohani, tetapi pada dasarnya motivasinya adalah hal duniawi. Mendapatkan kehormatan bukanlah sebuah dosa, tetapi hal itu akan membebani diri kita di dalam pertandingan iman. ibadah yang kita lakukan disenangi banyak orang, ini pun adalah sebuah beban yang merintangi kita dalam pertandingan iman.

Jika kita berlomba tanpa beban dan dosa di dalam diri kita, maka dengan ringan kita dapat melalui track yang ditentukan bagi kita. Kita dapat dengan tekun berjalan di jalan yang ditentukan itu. Dituturkan ada seorang penduduk di negeri Tiongkok yang ingin memindahkan bukit dari depan rumahnya, sehingga pada pagi hari sinar mata hari bisa jatuh ke rumah mereka. Ia memulai dengan dengan memindahkan bukit itu dengan memakai pengki. Orang menertawakan dia, dan berkata: sampai kapan hal itu akan jadi sebuah kenyataan?

Sang petani berkata: aku yang memulainya, anakku akan meneruskannya, sampai cuci dan cicitku, sehingga satu hari kelak keturunanku dapat sinar matahari pagi. Itulah ketekunan. Sebuah ketetapan hati untuk melakukan pertandingan iman itu, bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi hingga keturunan ketiga dan keempat dari dirinya sendiri. Adakah ketetapan hati seperti itu ada di dalam hati kita, tatkala kita berjalan dalam pertandingan iman yang diwajibkan untuk kita lalui bersama dengan seisi rumah tangga kita.

Alangkah bangganya atau malunya generasi pendahulu kita, tatkala kita dilihat tekun atau tidak tekun di dalam pertandingan iman sebagaimana mereka sudah menyelesaikannya. Kita harus menggarisbawahi bahwa pertandingan itu diwajibkan untuk kita. Tuntutan Allah bagi kita ialah tekun berlomba di track yang sudah ditentukan bagi kita. Kata penulis surat Ibrani dalam 11:40 tanpa kita yang juga menang dalam pertandingan iman itu, mereka tidak akan sampai pada kesempurnaan.

Oleh karena itu, kita yang masih hidup sekarang seharusnya mengutamakan iman di dalam kehidupan sehari hari, sebab punya dampak bagi kehidupan kita sekarang dan nanti. Tetapi juga punya dampak bagi orang yang sudah mendahului kita.


28/06/17

Buah BIbir



Buah Bibir

Aku menjadi buah bibir orang-orang yang duduk di pintu gerbang, dengan kecapi peminum-peminum menyanyi tentang aku.
Mazmur 69:13

Pengalaman orang percaya sungguh sangat banyak di dalam pergumulan. Berjalan dengan Tuhan bukan berarti, seluruh persoalan menjadi beres. Malah ada orang yang mengatakan: semakin setia mengikut Tuhan, maka persoalan semakin menumpuk. Pemazmur pun di dalam nas kita, mengalami pergumulan yang hampir menenggelamkan jiwanya. Nas kita menggambarkan salah satu permasalahan yang dihadapinya. Tatkala pemazmur berjalan lewat dari pintu gerbang, maka orang yang sedang berada di pintu gerbang itu, melupakan sejenah persoalan mereka, lalu mempergunjingkan si pemazmur.

Ada pepatah orang Batak yang mengatakan dalam bahasa Indonesia: orang Batak adalah orang yang menendang orang yang jatuh, tetapi menarik orang yang sudah berdiri. Artinya orang Batak suka membicarakan orang yang sudah jatuh ke dalam masalah, tetapi menegakkan orang yang sudah berdiri. Kita sangat suka akan gossip. Orang yang ada di pintu gerbang itu dengan kegiatannya sehari-hari untuk sejenak, oleh karena melihat sipemazmur yang ada di dalam permasalahan hanya untuk membicarakannya.

Namun satu hal yang pasti ialah: orang yang bersama dengan Tuhan, tidak pernah ditinggalkan. Ada banyak pergumulan, memang benar. Tetapi semua pergumulan itu membawa orang percaya  semakin dekat dengan Allah. Ada seorang pendeta menikah dan sungguh berharap Tuhan akan mengaruniakan kepadanya seorang putera. Ia adalah anak tunggal. Setelah bergumul beberapa tahun ia dikaruniakan anak. Pendeta itu menunggu cukup lama. Anak itu pun bertambah besar hingga mencapai usia 12 tahun.

Setelah usianya 12 tahun, anak itu pun jatuh sakit dan pada akhirnya meninggal dunia. Si pendeta itu menguburkan anaknya. Dalam acara penguburan itu si pendeta berkata: Tuhan aku sudah menunggu kelahiran anak ini bertahun tahun lamanya. Membesarkannya dua belas tahun lamanya. Tetapi sesudah menghabiskan waktu yang begitu lama, engkau mengambilnya dari saya. Aku tidak  mengerti. Namun aku tetap percaya kepadamu. Tidak ada protes di  hati pendeta itu, walau pun dia sangat kecewa.

Kisah tidak berakhir di sana. Pendeta itu mendapatkan sebuah penugasan dari Allah untuk membuat panti asuhan, yang mengasuh anak yatim piatu. Ia mencurhkan perhatiannya bukan hanya terhadap satu orang anak, tetapi terhadap banyak anak. Itulah salah satu pengalaman orang percaya. Ia tidak mengerti mengapa Allah membiarkan dia punya persoalan, namun ia tidak kehilangan iman percayanya terhadap Allah yang membuat dia mengalami pergumulan hidup itu. Benarlah apa yang disuarakan Allah melalui nabi Yeremia: “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.” Yer 29:11.

Akhir dari Mazmur bacaan kita pada pagi hari ini, mengatakan bahwa pemazmur memuji Tuhan dalam ayat 31. Bahkan orang yang mencintai keselamatan akan bergirang hati karena pertolongan Tuhan atas pergumulannya. Tuhan membiarkan kita berada di dalam pergumulan, supaya kita dihiburkannya. Sementara penghiburan yang kita terima, tidak hanya berlaku untuk diri kita semata-mata. Penghiburan itu juga berlaku untuk orang banyak. Mereka terhibur karena tahu kita mengalami pergumulan dan dapat penghiburan. Tentang hal ini rasul Paulus adalah saksi kita. Paulus berkata: “Jika kami menderita, hal itu menjadi penghiburan dan keselamatan kamu; jika kami dihibur, maka hal itu adalah untuk penghiburan kamu, sehingga kamu beroleh kekuatan untuk dengan sabar menderita kesengsaraan yang sama seperti yang kami derita juga.” II Kor 1:6.

Jadi terimalah apa pun yang dirancang Allah buat kehidupan kita, entahkah hal itu penderitaan, sebab Ia merancang sesuatu yang indah bagi kita di balik dari semua persoalan yang diperkenankannya terjadi terhadap kita. 

27/06/17

Anak-Ku Yang Kukasihi


Rabu 28 Juni 2017

Anak-Ku Yang Kukasihi

Pada saat Ia keluar dari air, Ia melihat langit terkoyak, dan Roh seperti burung merpati turun ke atas-Nya. Lalu terdengarlah suara dari sorga: "Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan."
Markus 1:10 – 11

Nas kita terjadi setelah Yesus dibaptis di sungai Yordan. Markus melaporkan tiga hal yang terjadi setelah Yesus dibaptis. Ketiga hal itu terjadi tanpa orang banyak melihat dan mendengar apa yang didengar Tuhan Yesus. Ketiga hal itu adalah suatu pengungkapan yang bersifat rohani. Peristiwa pertama ialah: langit terkoyak. Dalam Yes 64: 1 disebut juga langit terkoyak. Maksud Yesaya ialah Allah menyatakan diri. Hal itu pun disuarakan Yehezkiel. Langit terbuka dan Yehezkiel melihat penglihatan tentang Allah, Yeh 1:1. Dalam hal Tuhan Yesus pun, Allah menyatakan diri kepada Yesus setelah Ia dibaptis.

Hal yang kedua ialah: Roh Kudus turun ke atasnya. Roh Kudus dalam wujud merpati digambarkan bahkan orang Yahudi sebagai gambaran dari Roh Allah. Terlintas di dalam hati nas dalam kitab Kejadian 1; 2 yang mengatakan Roh Allah melayang layang di atas air. Jika Roh Kudus datang, Ia akan membuat penciptaan baru. Dengan turunnya Roh Kudus kepada Tuhan Yesus, hal itu menunjuk bahwa zaman baru sudah tiba. Jika Tuhan Yesus dipenuhi Roh Kudus, dan itu membuat Ia akan menj alankan tugas-Nya dengan kuasa Roh Kudus. Hal yang sama kelak akan turun juga kepada para pengikutnya, sebagaimana terlihat di dalam hari raya Pentakosta.

Peristwa ketiga ialah Yesus mendengar suara dari surga yang mengatakan “Engkaulah Anak-Ku yang kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan.” Kata itu adalah firman Allah yang diutarakan dalam Mazmur 2:7 dan digabung dengan Yesaya 42:1. Kedua ayat itu ditafsirkan orang Yahudi sejak dari semula ditujukan pada Mesias. Mesias adalah Anak Allah. Oleh karena itu kita harus melihat sebutan itu sebagai pemikiran orang Yahudi.

Di dalam pemahaman orang Yahudi, ada anggapan anak hidup di dalam bapa dan bapa hidup di dalam anak. Hal ini terlihat jelas di dalam Mesias sebagai Anak Allah dan Allah sebagai Bapa-Nya. Mereka berada dalam kesatuan hati dan kehendak. Di dalam penampakan itu, terlihat jelas trinitatis dalam tiga keberadaan namun satu wujud. Dia yang satu berbeda dengan yang lain namun berada di dalam satu wujud.  Hal itu dimunculkan dalam kepentingan manusia yang  butuh keselamatan.

Dengan demikian pelayanan Tuhan Yesus dimulai dengan bekerjanya Allah Tritunggal di dalam diri Tuhan Yesus. Ia memulai satu zaman baru. Satu penciptaan baru di dunia yang sudah dirusak oleh dosa. Melalui Yesus Kristus, penciptaan baru itu pun bekerja di dalam diri orang percaya. Hal baru itu terlihat pertama tama ketika Yesus mengusir setan dari diri orang yang kerasukan roh jahat.

Tidakkah hal itu menarik hati kita. Ada roh jahat yang hadir di dalam satu ibadah anak anak perjanjian sebagaimana diakui oleh orang Israel! Kehadiran Yesus membuat roh jahat itu diusir dari dalam diri orang tersebut, juga diusir dari persekutuan orang percaya. Zaman baru sudah tiba. Anak Allah Sang Mesias telah hadir untuk mewujudkan kehendak Allah di tengah tengah umat-Nya. Hal yang sama terus dikerjakan Tuhan Yesus hingga hari ini, melalui Roh Kudus, dimana Gereja menjadi partner Allah untuk menghadirkan kerajaan Allah di dunia ini.

Saudara dan saya pun dipakai Allah sebagai rekan sekerja Allah untuk menghadirkan kerajaan Allah di dunia ini, sebab saudara dan saya adalah anggota Gereja Tuhan yang esa.

26/06/17

Ingat


Selasa 27 Juni 2017

Ingat

Ingatlah semuanya ini, hai Yakub, sebab engkaulah hamba-Ku, hai Israel. Aku telah membentuk engkau, engkau adalah hamba-Ku; hai Israel, engkau tidak Kulupakan.
Yesaya 44:21

Menurut ajaran Martin Luther, Allah tinggal di dalam ingatannya. Setiap kali teringat akan hadirat Allah, ia berjumpa dengan Allah yang dipercayainya di dalam ingatan tersebut. Jika orang lupa pada Tuhannya, maka tidak ada lagi akses bagi mereka untuk berjumpa dengan Allahnya. Itulah sebabnya Allah sendiri, melalui Nabi Yesaya menyerukan agar bangsa itu, mengingat Allahnya Yahweh. Hal ini dibicarakan Nabi Yesaya, pada waktu ia menjelaskan keberadaan dari sebuah patung. Sekali pun orang mengingat akan patung, patung itu tidak dapat berbuat apa pun bagi mereka yang memujanya. Lain dengan Allah. Allah hadir di dalam diri bangsa itu, terlihat hal itu sangat jelas dengan hadirnya Nabi Yahweh di tengah tengah bangsa itu.

Bangsa Israel memahami ajaran yang mengatakan bahwa seorang untuk semua, dan semua untuk satu orang. Kehadiran seorang nabi di kalangan orang Yahudi, menandakan bahwa bangsa Yahudi yang diwakili nabi itu adalah bukti dari keabsahan bangsa itu sebagai hamba Allah. Bagaimana perilaku dan perjalanan hidupnya dibentuk Allah menjadi sebuah pelajaran bagi bangsa itu. Allah pun tidak pernah melupakan seorang hamba-Nya. Itulah pelajaran yang berharga bagi bangsa itu, yang seharusnya dipahami dan dilaksanakan.

Salah satu fungsi dari mengingat ialah: menghadirkan masa dahulu ke dalam masa sekarang. Untuk membuat itu lebih nyata, maka dibuatkanlah sebuah upacara. Hal ini sangat jelas di dalam salah satu acara nasional di negara kita, yakni memperingati detik detik proklamasi. Acara itu diadakan di dalam rangka menghadirkan suasana pada hari kemerdekaan Indonesia di tanggal 17 Agustus 1945. Dengan diselenggarakan acara itu, orang yang turut merayakan acara itu, dilibatkan dalam suasana pelaksanaan acara tersebut.

Kehadiran Allah pun dapat dibuat menjadi sesuatu yang nyata melalui kebaktian, atau ibadah formal. Tuhan Yesus mengatakan: dimana dua atau tiga orang berkumpul di dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka. Tatkala ibadah dilakukan dan orang yang melaksanakan ibadah itu mengingat akan Allahnya, maka perjumpaan dengan Allah pun dimungkinkan. Orang yang beribadah itu pun sadar akan perjumpaan dengan Allah yang mereka sembah.

Salah satu yang perlu kita renungkan dari nas kita ini ialah: pernyataan Allah tentang keberadaan bangsa Israel. Pertama tama, Allah menyatakan bahwa Israel adalah  hamba Allah. Ungkapan ini tentunya dari bunyi perjanjian Allah dengan bangsa itu. Ada pun bunyi dari perjanjian Allah dengan bangsa itu ialah: Yahweh adalah Allah bagi bangsa Israel, dan Israel adalah umat bagi Yahweh. Kata umat di sini diganti dengan hamba. Relasi Allah dengan Israel di dasarkan pada perjanjian.

Hal yang sama pun berlaku bagi kita. Relasi kita dengan Allah tidak lagi relasi tuan dan hamba, tetapi relasi kita adalah Bapa dan anak. Hal itu dimungkinkan oleh karya Yesus Kristus. Yesus sendiri telah mengatakan kepada para murid: Aku pergi kepada Allahku dan Allahmu dan kepada Bapa-Ku dan bapamu. Relasi kita dengan Allah sudah didasarkan atas relasi Allah dengan Tuhan Yesus.

Allah tidak hanya menyatakan bahwa relasi-Nya sebagai Bapa  bagi kita. Nas kita pun mengatakan bahwa Allah membentuk orang yang dijadikan-Nya anak-Nya. Allah berkarya di dalam diri kita, untuk membentuk kita menjadi serupa dengan Kristus. Kita tahu bahwa Allah tidak pernah gagal di dalam berkarya. Rencana-Nya untuk membentuk kita menjadi serupa dengan Kristus, itulah sesuatu yang pasti. Cf Rom 8:29.

Catatan tarakhir dari nas kita yang perlu kita renungkan ialah: Allah tidak akan pernah melupakan. Lupa adalah lawan dari kata ingat. Jika kata ingat bertugas untuk menghadirkan Allah dalam kehidupan. Maka kata lupa menunjuk kepada hilangnya sebuah eksistensi di dalam ruang lingkup hidup kita. Menarik untuk disimak, Allah mengatakan bahwa tidak mungkin Ia untuk melupakan kita dari hadirat-Nya. Kita pasti senantiasa ada di hadirat-Nya. Apa pun yang terjadi di dalam hidup kita, Allah tidak akan pernah menghapus kita dari ingatannya. Bahkan di dalam masa kita telah meninggal dunia sekali pun, allalh tidak akan pernah menghapus kita dari ingatannya. Sebab Yesus adalah Tuhan dari orang yang hidup dan yang mati. Oleh  karena itu bersukacitalah.

25/06/17

Hamba Kristus





Hamba Kristus

Demikianlah hendaknya orang memandang kami: sebagai hamba-hamba Kristus, yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah. Yang akhirnya dituntut dari pelayan-pelayan yang demikian ialah, bahwa mereka ternyata dapat dipercayai.
I Korintus 4:1 – 2

Kita tahu bersama, di Korintus ada persoalan. Mereka terbagi ke dalam beberapa faksi yang mengedepankan tokoh tertentu supaya favorit. Orang menyebutnya dengan favoritisme. Untuk mengatasi persoalan tersebut Paulus menasihati Jemaat Korintus, agar tidak membuat tindakan seperti itu, sebab mereka semua adalah hamba-hamba Kristus. Bukan hamba Kristus yang harus dikedepankan, melainkan Kristus Yesus sendiri.

Sekarang pun hal yang seperti itu, terlihat di kalangan orang Kristen. Kita menyandung tinggi beberapa tokoh tertentu di tengah Gereja kita.  Ada orang yang mengikuti acara pendeta tertentu, kemana pun mereka berkhotbah. Tanpa kita sadari, orang tersebut kita telah tinggikan mengambil tempat Kristus di dalam Jemaat. Kita mulai lupa bahwa orang tersebut adalah hanya seorang hamba. Kita tidak boleh membiarkan dia untuk mencuri kemuliaan Allah.

Ada satu kisah yang menarik dari seorang tokoh penginjil besar dari Amerika Serikat. Dwight L Moody adalah seorang pengkhotbah ternama dari Amerika Serikat. Satu ketika ia diundang untuk memberitakan Injil di Inggris. Orang banyak menyambut penginjil besar itu di pelabuhan. Setelah Moody turun dari kapal, ia ditanya seorang wartawan: bagaimana pendapat pak Moody dengan sambutan orang yang begitu banyak? Moody menjawab: “Bukan saya yang mereka sambut!” Itulah jawaban Moody. Lalu wartawan itu mengajukan pertanyaan kepada Moody: “Jikalau bukan bapa yang mereka sambut, lalu siapa?”

Moody menjawab: “Mereka menyambut Dia yang menunggangi saya!” Moody menunjuk kepada kisah Yesus masuk ke dalam kota Yerusalem, lalu dieluelukan orang banyak. Yesus masuk ke kota dengan menunggangi seekor keledai betina. Moody menerapkan peristiwa penyambutan Yesus oleh orang banyak, dengan penyambutannya. Ia mengatakan bukan dia yang disambut, melainkan Yesus yang menungganginya. Alangkah rendah hatinya hamba Tuhan yang satu ini. Ia  menggeser kemuliaan itu pada tuannya, bukan pada dirinya sendiri.

Setiap hamba Kristus menurut Paulus, sesuatu yang dituntut dari hamba itu ialah: orang tersebut dapat dipercaya. Mereka setia pada penugasan yang mereka terima dari Tuhan yang mengutus mereka untuk memberitakan Injil. Kita tahu bersama, Kristus tidak hanya mengutus orang untuk memberitakan Injil ke seluruh dunia, tanpa memberikan deskripsi dari tempat penugasannya. Paulus mengingatkan kita akan hal ini dalam suratnya kepada Jemaat di kota Roma. Paulus mengatakan: ”Dan dalam pemberitaan itu aku menganggap sebagai kehormatanku, bahwa aku tidak melakukannya di tempat-tempat, di mana nama Kristus telah dikenal orang, supaya aku jangan membangun di atas dasar, yang telah diletakkan orang lain, tetapi sesuai dengan yang ada tertulis: "Mereka, yang belum pernah menerima berita tentang Dia, akan melihat Dia, dan mereka, yang tidak pernah mendengarnya, akan mengertinya." Rom 15:20-21.

Paulus oleh karena ilham Roh Kudus, tidak bekerja di tempat dimana nama Kristus sudah dikenal orang. Ia hanya memusatkan dirinya untuk memberitakan Injil di tempat dimana nama Kristus belum didengar orang banyak. Orang itu harus diberi kesempatan untuk mendengar Injil Yesus Kristus. Kesetiaan seperti ini rasanya tidak terlihat lagi di dalam diri para penginjil ternama yang kita kenal sekarang ini. Orang berbondong-bondong untuk memberitakan Injil di kota besar. Sementara kota kota kecil dimana Injil belum pernah diberitakan dilupakan. Tentulah yang menjadi pusat perhatian bukan kepada pemberitaan Injil kepada orang yang belum pernah, tetapi terhadap berkat yang didapatkan, jika melayani orang Kristen yang sudah pernah dan berulang kali mendengarkan Injil.

Paulus mengetahui dengan pasti bahwa Kristus mengutus dia untuk memberitakan Injil bagi bangsa bukan Yahudi. Itu pun tidak di wilayah dimana Kristus sudah dikenal. Ia mengirim suratnya kepada Jemaat di Roma dalam rangka memperkenalkan diri dan memohon penyertaan Jemaat tersebut dalam rencananya menuju Gallia. Maka sebuah pertanyaan kita ajukan kepada para pendeta sekarang ini. Apakah mereka dapat dipercaya Kristus? Kristuskah yang menjadi Tuhan di dalam hidup mereka, atau dirinya sendiri. Pertanyaan ini ditujukan kepada para pendeta yang tidak mau pindah dari tempat mereka melayani ke tempat yang telah ditentukan bagi mereka oleh pucuk pimpinan gerejanya.

Bukan hanya kepada para pendeta pertanyaan ini, tetapi bagi kita semua orang percaya, sebab kita adalah hamba Kristus. Apakah setia pada penugasan kita sebagai seorang suami, sebagai seorang isteri, sebagai seorang anak, kakak atau adik atau seorang karyawan apa pun juga. Kita mendapatkan sebuah penugasan dari Allah untuk kita lakukan selama kita hidup di dunia ini.

Akankah kita kelak, pada waktu kita pulang ke surga akan mendengar syair lagu ini akan disuarakan pada kita: “Hamba yang setiawan mari masuklah.”





Hotman Siahaan

hotman.siahaan@gmail.com

24/06/17

Tahu


Minggu 25 Juni 2017

Tahu
Roma 6:1 – 11

Rasul Paulus menekankan bahwa seorang Kristen harus tahu apa makna dari ritus yang sudah dilaksanakan kepadanya. Salah satu contohnya ialah: baptisan. Sebuah pertanyaan perlu kita ajukan pada diri kita masing-masing; apakah kita tahu makna dari baptisan yang sudah kita terima? Dituturkan orang tentang Martin Luther dengan baptisan yang dia terima. Satu hari iblis mendatanginya dan mengungkapkan kepada Martin Luther betapa  berdosanya dia di hadapan Allah. Luther menjawab: aku sudah dibaptis. Pada waktu itu juga iblis undur dari diri Martin Luther. Hal itu dapat terjadi demikian, hanya karena Luther tahu persis makna dari Baptisan yang sudah diterimanya.

Apakah artinya baptisan yang kita terima itu? Rasul Paulus menjawab di dalam nas kita pada pagi hari ini, baptisan ialah: kita dicelupkan dengan Kristus Yesus. Kita dimasukkan ke dalam Kristus Yesus. Sebelum kita teruskan, kita mengajukan pertanyaan, siapakah yang memasukkan kita ke dalam Kristus Yesus? Jawabannya ialah: Allah sendiri. Cf I Kor 1:30. Jadi jika Allah yang memasukkan kita ke dalam Kristus Yesus, sementara jalan masuk ke dalam Kristus Yesus itu adalah baptisan, maka pada hakekatnya Allah sendirilah yang membaptis kita melalui pendeta yang menjadi perantara Allah untuk membaptis.

Berdasarkan ayat 3 dan ayat 4 pembacaan kita pada pagi hari ini, melalui baptisan itu, kita dihisapkan ke dalam Kristus. Kita ada di dalam Kristus. Karena kita ada di dalam Kristus, maka seluruh pengalaman Kristus dalam karya-Nya itu, kita terlibat di dalamnya. Kristus mati, kita pun mati. Kristus mati karena keberdosaan manusia, kita pun mati karena keberdosaan kita. Kristus dikuburkan, maka kita pun turut dikuburkan. Tidak hanya itu saja. Kristus bangkit dari antara orang mati, kita pun turut dibangkitkan dari antara orang mati.

Kebangkitan Yesus dari antara orang mati itu, adalah satu kebangkitan ke dalam hidup yang baru. Dosa tidak lagi berkuasa atas diri Yesus. Hal itu dibuktikan dengan tidak mampunya lagi maut mejangkau hidup barunya Yesus Kristus. Hal yang sama pun terjadi kepada diri kita. Dosa tidak lagi berkuasa di dalam hidup kita. Bagi Martin Luther hal ini adalah sesuatu yang pasti di dalam dirinya, karena ia mengaminkan apa yang difirmankan Allah kepadanya di dalam Alkitab ini, khususnya nas bacaan kita pada pagi hari ini.

Paulus mengulang lagi dalam nas kita bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya. Lalu dibangkitkan dalam manusia baru, sama seperti yang dimiliki Yesus Kristus. Sekarang kita tahu bersama bahwa kita telah mendapatkan hidup yang baru. Lalu di dalam ayat 11 Paulus menasihati kita dengan mengungkapkan sebuah istilah pembukuan. Paulus mengatakan: “Demikianlah hendaknya kamu memandangnya: bahwa kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus.” Kata memandangnya di sana adalah istilah pembukuan. Jika kita berkerja sebagai seorang pemegang buku keuangan, maka ada dua jalur di dalam buku keuangan itu. Satu jalur debet dan satu lagi jalur kredit. Seorang pemegang buku jika menuliskan sejumlah angka di jalur debet, maka ia pun harus menuliskan jumlah yang sama di jalur kredit.

Sekarang mari kita tuliskan di jalur debet kita adalah orang berdosa yang harus mati karena keberdosaan kita. Namun supaya balans, kita pun harus menuliskan di jalur kredit bahwa kita telah dibangkitkan di dalam Kristus. Jika demikian maka pembukuan kita menjadi seimbang dan benar adanya.

Orang sering hanya menuliskan di dalam buku hariannya bahwa ia adalah orang berdosa, tanpa mengisi alat keseimbangannya di jalur kredit. Maka pembukuannya tidak laku dan tidak operasional. Bukukan jugalah di jalur kredit bahwa saudara dan saya sudah bangkit dari antara orang mati bersama Kristus. Baptisan itu adalah tanda dari kematian dan kebangkitan Kristus itu dalam hidup kita.

Oleh karena itu, janganlah menempatkan baptisan kita itu di satu hari di masa lalu saja. Buatlah baptisan itu sesuatu yang relevan di dalam kehidupan sehari hari. Luther mengajarkan kita, bahwa air baptisan kita itu mengikut kita dari belakang. Jika kita jatuh ke dalam dosa, kita jatuh ke dalam air baptisan kita. Itulah yang diajarkan Martin Luther. Luther mengatakan demikian dengan membuat pengalaman orang Israel sebagai satu analogi. Cf I Kor 10:4, air batu karang yang dipukul Musa itu mengikut orang Israel dari belakang. Batu karang itu adalah Kristus sendiri.

Sekarang kita sudah tahu, oleh karena itu andalkanlah baptisan saudara dengan makna yang sudah dijelaskan di atas dalam berhadapan dengan pergumulan hidup. Selamat menikmatinya.

23/06/17

Bungkam


Sabtu 24 Juni 2017

Bungkam

Mazmur Asaf: suatu nyanyian. Ya Allah, janganlah Engkau bungkam, janganlah berdiam diri dan janganlah berpangku tangan, ya Allah!
Mazmur 83:1 – 2

Pemazmur mengalami Allah Israel dalam keadaan diam, pada hal bangsa itu berada di dalam ancaman. Oleh karena itu, mereka berseru kepada Tuhan, supaya tindak. Jika kita teliti di dalam Alkitab, ada tiga kali dituturkan kepada kita, Allah berdiam diri. Peristiwa pertama kita temukan di dalam Injil. Matius menuturkan dalam Mat 8:24, Yesus tidur pada waktu badai menerpa perahu para murid. Badai sedang mengamuk, para murid mencoba menyelamatkan perahu mereka. Namun mereka menegur Yesus yang tidak peduli dengan keadaan mereka. Lalu Yesus bangkit dan menegur badai, sehingga badai pun reda. Yesus menegur ketidakadaan iman para murid pada waktu itu. Badai itu dipakai Tuhan untuk membawa para murid itu lebih dekat dengan Yesus, sehingga mereka dapat melihat kuasa Tuhan bekerja.

Tuhan juga diberitakan menutup diri dan tidak mendengar seruan bangsa Israel, tatkala mereka berada dalam pergumulan yang begitu mendera. Yesaya mengatakan hal itu di dalam Yesaya 59:1-2. Kita tahu selanjutnya, apa pun tujuan Allah membiarkan bangsa itu tidak mendapatkan pertolongan ialah: untuk mencari adakah orang yang menjadi juru syafaat dari bangsa itu untuk memohonkan pertolongan. Hal yang sama pun metode itu masih dilaksanakan Allah dalam berhadapan anak anak-Nya di dunia ini.

Ada juga alasan ketiga, dimana Allah bertindak diam dalam pergumulan umat-Nya. Pada hal umat-Nya sudah hampir tenggelam oleh permasalahan yang mereka hadapi. Tetapi hal itu dibiarakan Allah dengan maksud dan tujuan yang sangat jelas. Tuhan membiarkan umat-Nya tanpa pertolongan. Tetapi maksud Allah ialah untuk mengumpulkan orang jahat yang berusaha untuk menenggelamkan orang percaya. Setelah berkumpul, mereka pun dibinasakan Allah. Hal ini terlihat dalam kisah Abraham yang berperang dengan raja raja yang dihimpun Raja Kedorlaomer.

Dari ketiga kasus di atas kita tahu dengan pasti, Allah tidak pernah meninggalkan umat-Nya secara sengaja, dan lalu membiarkan mereka dalam bahaya. Itulah sebabnya Rasul Paulus mengatakan: “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” Rom 8:28.

Pengalaman hidup kita pun banyak mengungkapkan pengalaman pemazmur ini. Kita bergumul, namun Tuhan tidak memberi respon terhadap pergumulan yang kita hadapi. Orang besar di dalam iman pun disebut orang, mengalami pergumulan seperti itu. Dituturkan orang Ibu Theresa dari Calculta hal yang sama. Ia mengalami masa gelap dalam perjalanan imannya. Ia mengalami ketidakhadiran Allah di dalam hidupnya. Juga orang besar di dalam iman mengalami pergumulan seperti itu. Namun satu hal yang pasti ialah: mereka keluar sebagai seorang pemenang.

Seorang teman pernah bercerita kepada saya tentang imannya yang kembali ditemukannya. Ia bersaksi, ia dihadang satu pergumulan yang membuat dia mempertanyakan eksistensi Allah. Ia berseru kepada Allah di dalam pergumulan tersebut. Namun ia tidak mendapatkan jawaban apa pun juga. Oleh karena tidak menemukan jalan keluar dari persoalan yang dihadapinya, maka ia pun mengambil keputusan, pada hakekatnya Allah itu tidak ada. Atau ia tidak layak dijadikan tempat memohon pertolongan, karena buktinya ia tidak mendapatkan pertolongan di dalam masalahnya.

Ia tidak pernah lagi mau datang ke Gereja dan melakukan ibadah sebagaimana dilakukannya dulu. Hingga satu hari kepadanya diberikan sebuah buku tentang perjalanan hidup yang saya jalani. Aku yang menulis buku tersebut. Ia mau membaca buku itu hanya karena ia mengenal saya, dan coba mengetahui bagaimana perjalanan hidup orang ini. Ia membacanya hingga selesai. Menurut kesaksian dia, ia membaca buku itu berulang-ulang hingga beberapa kali. Ia heras, setelah menyelesaikan membaca buku itu beberapa kali, ia sadar imannya kembali menyelinap di lubuk hatinya yang paling dalam. Ia sadar bahwa Allah dapat dipercaya. Diamnya Allah di dalam hidupnya di  moment tertentu, tujuannya supaya ia sampai pada iman yang sesungguhnya.

Jadi jika Allah diam dalam pengalaman saudara, hal itu dilakukan Allah, agar saudara dan saya menemukan iman yang sejati yang tidak goyah oleh karena pergumulan hidup.

22/06/17

Lebih Baik

Jumat 23 Juni 2017

Lebih Baik

Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita,
bagi Dialah kemuliaan di dalam jemaat dan di dalam Kristus Yesus turun-temurun sampai selama-lamanya. Amin.
Efesus 3:20 – 21

Nas kita ini adalah bagian dari doa rasul Paulus untuk Jemaat di Efesus, agar mereka dikuatkan dan diteguhkan oleh Roh Kudus di dalam batin Jemaat tersebut. Hal itu akan dilakukan Allah menurut kekayaan kemuliaan-Nya. Karena Allah akan melakukan itu sesuai dengan kekayaan kemuliaan-Nya maka hal itu senantiasa berada di luar jangkauan pemikiran umat manusia. Itulah sebabnya Paulus menutup doanya itu dengan mengungkapkan bahwa yang diterima manusia dari kekayaan kemuliaan Allah, senantiasa jauh lebih besar dari pada apa yang didoakan dan dipikirkan.

Ada tiga contoh di dalam Alkitab, dimana ada orang yang memohonkan sesuatu dari Allah, namun diberikan jauh lebih besar dari pada apa yang dipohonkannya. Kisah pertama ialah: Raja Salomo. Yahweh memberi kesempatan kepada Salomo untuk meminta apa saja pun yang diinginkannya, maka Allah akan mengabulkan hal tersebut. Salomo tidak meminta harta, atau umur yang panjang, atau kemenangan demi kemenangan menghadapi para musuh kerajaan. Ia hanya meminta hikmat yang benar untuk memimpin bangsa yang besar itu. Allah memandang permintaannya itu. Allah mengaruniakan hikmat yang paling besar bagi Salomo, sehingga tidak ada orang punya hikmat seperti Salomo, sebelum dan sesudahnya.

Namun bukan hanya itu yang diberikan Allah kepadanya. Allah menambahkan kepada apa yang dipohonkan Salomo kepada Allah. Itulah bukti pertama. Contoh kedua ialah dalam kisah yang dituturkan Tuhan Yesus. Seorang pemungut cukai datang ke Bait Allah dan berdoa di sana. Ia memukul-mukul dirinya, lalu memohon belas kasihan Allah, agar dosanya diampuni. Dia hanya memohon pengampunan. Tetapi Yesus mengatakan bahwa pemungut cukai itu pulang dengan dibenarkan Allah. Kata dibenarkan di dalam Alkitab bermakna; dipandang Allah sebagai orang yang tidak berdosa. Tidakkah hal itu lebih besar dari apa yang diharapkannya?

Contoh yang ketiga ialah: orang yang disalibkan bersama dengan Tuhan Yesus.  Orang itu berkata: “Yesus ingatlah akan aku apabila Engkau datang sebagai Raja.” Ia hanya memohon agar kelak, tatkala Yesus datang sebagai Raja, orang ini jangan dilupakan. Tetapi Yesus berkata: “Sesungguhnya hari ini juga engkau akan berada dengan Aku di dalam Firdaus.” Tidakkah ia mendapatkan sesuatu yang lebih dari apa yang diharapkannya? Itulah pola yang dilakukan Allah yang kaya dengan kemuliaan itu di dalam hidup orang yang percaya.

Berdasarkan pemahaman bahwa Allah adalah yang kaya dengan kemuliaan, maka Paulus dalam surat Korintus mengatakan: “Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." I Kor 2:9. Yang disediakan Allah bagi kita di hari penghakiman itu adalah sesuatu yang jauh lebih  baik dari pada yang kita doakan dan pikirkan. Tidakkah hal itu  luar biasa. Jadi jangan percaya jika ada orang yang berkata ia sudah pernah ke surga atau ke neraka. Karena semuanya itu tidak sesuai dengan apa yang disaksikan Alkitab.

Oleh karena Allah  bertindak dalam kekayaan kemuliaan-Nya, maka segala seuatu yang didemonstrasikan di dalam kehidupan orang percaya, pada hakekatnya adalah bagi kemuliaan Allah semata-mata. Itulah sebabnya Paulus mengatakan: “Jika engkau makan, jika engkau minum, lakukanlah itu untuk kemuliaan Allah.” Hidup kita seharusnya menampakkan kemuliaan Allah, sebab kita diciptakan untuk kemuliaan Allah. Untuk itulah kita hidup. Sayang seribu kali sayang,  manusia lebih menyukai kemuliaannya sendiri, ketimbang kemuliaan Allah.

Pada hal kemuliaan Allah dibandingkan kemuliaan manusia, dapat diibarakan kemuliaan pangeran di kerajaan suku bangsa di Papua dibandingkan dengan kemuliaan Pangeran putra mahkota kerajaan Inggris. Tidak dapat disetarakan dalam segala hal. Itulah kebodohan manusia di hadapan Allah Yang Mahamulia.

21/06/17

Jangan Lupa

Kamis 22 Juni 2017

Jangan Lupa

rumah-rumah, penuh berisi berbagai-bagai barang baik, yang tidak kauisi; sumur-sumur yang tidak kaugali; kebun-kebun anggur dan kebun-kebun zaitun, yang tidak kautanami -- dan apabila engkau sudah makan dan menjadi kenyang, maka berhati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan TUHAN, yang telah membawa kamu keluar dari tanah Mesir, dari rumah perbudakan.
Ulangan 6:11 – 12  

Tatkala orang Israel memasuki tanah Kanaan dan merebut tanah itu dari kepemilikan orang Kanaan, maka mereka mendapatkan rumah yang sudah ditinggali orang Kanaan. Demikian juga dengan sumur dan kebun kebun anggur. Mereka mendapatkannya secara gratis. Mereka mendapatkan tanah itu secara gratis diberikan Tuhan kepada mereka.

Musa mengingatkan bangsa itu, supaya mereka tidak  melupakan Tuhan oleh karena berkat yang mereka sudah terima. Orang dapat mengatakan bahwa kekuatan tangan merekalah yang membuat semuanya itu ada di tangan mereka. Mereka mengalahkan penduduk tanah Kanaan dan merampas hak mereka atas tanah dan kebun anggur serta sumur sumur yang tersedia.

Di Palestina hujan hanya turun dua kali dalam satu tahun. Oleh karena itu banyak sungai sungai kecil yang kering kerontang selama musim kering. Kecuali sungai Yordan. Oleh karena itu, sumur sangat pentinga bagi penduduk tanah Kanaan yang jauh dari sungai Yordan. Bangsa Israel mendapatkan segala sesuatu untuk  membuat mereka menjadi hidup mapan. Rumah ada, sumur ada, ladang ada, kebun anggur ada, demikian juga dengan kebun zaitun. Semuanya itu adalah hasil pertanian yang diandalkan di tanah Kanaan.

Jika berkat melimpah, sering orang lupa akan Tuhan yang memberikannya. Orang dapat berkata: semuanya itu ada di dalam hidupku, itu ada oleh karena karyaku sendiri. Tangankulah yang bekerja membuat semuanya hal itu menjadi ada. Jika kita refleksikan di kehidupan kita sekarang ini, tidaklah jarang orang yang mengatakan bahwa apa yang ada padanya bukanlah berkat Tuhan, tetapi hasil karya kita sendiri. Tidak ada penyertaan Tuhan di dalamnya.

Dengan cepat bangsa Israel berpaling dari Allah Yahweh kepada ilah sembahan orang Kanaan. Mengapa hal itu demikian? Kita tahu bersama, orang Israel itu adalah peternak di Mesir. Mereka tidak tahu cara bercocok tanam. Sekarang mereka memiliki ladang dan kebun. Karena mereka tidak tahu caranya bercocok tanam, maka mereka bertanya kepada bangsa Kanaan yang masih tinggal di antara mereka bagaimana caranya bercocok tanam. Orang Kanaan itu pun mengajari mereka dengan mengikut sertakan ritus agama Kanaan di dalam melaksanakan pemilihan benih, menanam, menyiangi dan sebagainya. Hal itu senantiasa dikaitkan dengan Baal sembahan orang Kanaan. Oleh karena mempraktekkan hal tersebut, Israel pun pada akhirnya berpaling dari Yahweh dan menyembah Baal.

Hal yang sama pun kita alami sekarang ini. Kemajuan teknologi sekarang ini membuat relasi antara orangtua dan anak pun mengalami perubahan. Orang tua bukan lagi pendidik utama di dalam hidup anak anak kita, melainkan gadget mereka. Gadget anak anak itu sudah jauh lebih dekat kepada anak anak dari orang tua. Ajaran tentang perilaku sudah bukan lagi diajarkan orang tua, tentang internet. Sering orang tua membiarkan anak-anaknya berada di dalam keadaan seperti itu.

Pada hal Musa mengatakan kepada bangsa Israel, bahwa orangtua harus membicarakan Taurat itu di rumah, di jalan, pada waktu duduk, waktu berbaring. Mengikatkannya pada tangan, dahi, juga menempelkannya di ambang pintu rumah dan gerbang. Adakah orangtua sekarang ini yang membicarakan firman Tuhan secara berulangulang kepada anak anaknya, sebagaimana dinasihatkan Musa kepada bangsa Israel?

Wahai para orangtua, adalah tugas saudara untuk memperkenalkan Allah kepada anak anak saudara. Lagi pula pada waktu anak itu dibaptis, saudara berjanji di hadapan Allah dan dihadapan anggota Jemaat, bahwa saudara bersedia membawa anak itu kepada pengajaran Kristen protestan, supaya ia mengakui imannya di hadapan orang banyak. Pada waktu itu bapa dan ibu mengatakan ya atas pertanyaan pendeta tersebut. Ingatlah bahwa janji saudara itu dicatat di surga, dan akan diperhadapkan kepada saudara pada hari penghakiman. Sudahkah anak saudara mengakui imannya di hadapan orang banyak, atau jangan jangan ia sudah menjadi mualaf. Semoga tidak ada orang seperti itu di Jemaat HKBP yang kita cintai ini.

20/06/17

Takluk


Rabu 21 Juni 2017

Takluk

segala sesuatu telah Engkau taklukkan di bawah kaki-Nya." Sebab dalam menaklukkan segala sesuatu kepada-Nya, tidak ada suatu pun yang Ia kecualikan, yang tidak takluk kepada-Nya. Tetapi sekarang ini belum kita lihat, bahwa segala sesuatu telah ditaklukkan kepada-Nya.
Ibrani 2:8      

Penulis surat Ibrani menulis suratnya ini kepada Jemaat yang berasal dari Yahudi. Mereka mengalami penderitaan oleh karena iman mereka kepada Tuhan Yesus. Rasanya bagi orang Yahudi Kristen ini, Yesus mengalami kekalahan dari kaum Yahudi yang memusuhi Dia. Penulis surat Ibrani menggambarkan di dalam suratnya ini, bahwa Yesus yang kita sembah sebagai Tuhan dan Juruselamat itu, Dia lebih besar dari pada segala sesuatu yang disebut di dalam Perjanjian Lama. Yesus lebih besar dari para malaikat, Yesus lebih besar dari Musa, lebih besar dari Harun sang Imam Besar itu, Imamat Yesus pun lebih tinggi dari imamat Harun dan keturunannya. Yesus pun lebih besar dari Yosua yang memimpin Israel masuk ke Tanah Perjanjian.

Dalam nas kita, penulis surat Ibrani menggambarkan bahwa segala sesuatu telah ditaklukkan di bawah kaki Yesus. Tidak ada satu pun yang dikecualikan dari segala sesuatu yang ada di alam semesta ini, di dunia dahulu sekarang dan nanti. Oleh karena itu, penulis surat Ibrani menghimbau agar orang Yahudi Kristen itu, tidak meninggalkan iman mereka kepada Kristus Yesus, sebab jika hal itu terjadi, maka mereka telah menyalibkan Yesus untuk kedua kalinya.

Memang untuk sementara waktu, kita belum melihat segala sesuatu telah ditaklukkan di bawah kaki Yesus Kristus. Hal itu terjadi supaya Yesus dapat membawa orang berdosa itu ke hadirat Allah melalui darah-Nya yang kudus. Sekali pun kita belum melihat Yesus menempatkan segala sesuatu di bawah telapak kaki-Nya, tetapi hal itu akan terjadi di akhir zaman. Sebab segala sesuatu yang difirmankan Allah akan digenapi. Tak satu pun janji Allah yang tidak digenapi, dari dulu hingga sekarang ini.

Sejarah Gereja membuktikan hal itu. Dahulu perbudakan merajalela di seluruh dunia. Banyak orang pergi ke daerah daerah terpencil dan menculik orang untuk dijadikan budak di perkebunan perkebunan negara maju di zaman purba. Kekristenanlah yang mendesak penghapusan perbudakan di seluruh dunia. Kristus memerintah melalui para hamba hamba Tuhan, yang bekerja di parlemen dan para presiden, seperti Presiden Abraham Lincon yang menghapuskan perbudakan di Amerika Serikat.

Orang Kristen pun membebaskan orang dari kebodohan melalui pengajaran, membebaskan orang dari penyakit melalui rumah sakit rumah sakit yang didirikan para missionaris. Kristus juga memenangkan hati yang keras dan kasar dari seorang suami. Kami melayani seorang ibu yang berdoa agar suaminya meninggal saja. Ia sangat kasar dan suka mukul. Ia seorang karateka. Ia sudah membuat dua kali kaki isterinya memar karena ditendang. Kami melayani ibu itu dan mengajar dia memberkati sang suami.

Setelah satu tahun berdoa dan berpuasa, pada satu pagi sang bapa itu bangun di hari Minggu lebih pagi. Ia bilang bahwa ia ingin pergi ke Gereja bersama isterinya. Hal itu membuat isteri surprise, sebab ia tidak pernah mau ke Gereja. Di Gereja itu ia mengalami pertobatan dan mengaku dosanya kepada isterinya setelah mereka pulang. Dalam satu persekutuan, si ibu itu bersaksi bahwa suaminya sekarang adalah suami yang paling baik di seluruh dunia. Ia sudah lupa akan kakinya yang memar karena tendangan suaminya itu. Suami tersebut takluk kepada Tuhan Yesus Kristus karena doa doa isterinya.

Sudahkah Kristus memerintah di dalam kehidupan saudara dan saya. Sudahkah kita menaklukkan seluruh keinginan kita kepada Tuhan yang adalah penguasa kehidupan ini?

19/06/17

Depresi


Selasa 20 Juni 2017

Depresi  

Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!
Mazmur 42:6

Para penafsir mengatakan bahwa Mazmur 42 dan Mazmur 43 adalah satu kesatuan. Hal itu terlihat dari kesamaan nas kita dengan nas yang ada di dalam Mazmur 43:5. Dalam kedua nas itu, pemazmur mengakui depressi yang dialaminya. Namun ia menemukan jalan keluar dari persoalan yang dihadapinya. Rupa-rupanya si pemazmur berada di luar persekutuan bangsanya. Hal itu terlihat dari pertanyaan orang kepada pemazmur yang diungkapkannya di dalam ayat 4 “Air mataku menjadi makananku siang dan malam, karena sepanjang hari orang berkata kepadaku: "Di mana Allahmu?"

Sebagai jawaban atas depressi yang dialaminya pemazmur mengingat akan satu hari di dalam hidupnya, ia  berjalan maju dalam kepadatan manusia, mendahului mereka melangkah ke rumah Allah dengan sorak sorai dan nyanyian syukur, dalam keramaian orang orang yang mengadakan perayaan. Pemazmur mengatakan bahwa ia tidak sendirian di dalam beribadah kepada Allah.

Pemazmur di dalam imajinasinya mengatakan bahwa ia tidak sendirian. Ia di dalam roh ada bersama dengan orang lain yang beribadah kepada Allah di dalam perayaan. Ia turut mereka  b ersorak sorai dan menyanyi memuji Tuhan dan bersyukur kepadanya. Tatkala kita berada di dalam keadaan depressi, pada umumnya kita berada dalam keadaan sendiri dan mengundurkan diri dari persekutuan. Dalam keadaan seperti itu, pemazmur menempatkan diri dalam persekutuan am orang percaya. Pemazmur berpaling dari mengasihi diri sendiri, dan mengarahkan wajahnya kepada Tuhan. Di dalam menghadapkan wajahnya kepada Tuhan, ia mendapatkan sebuah jaminan bahwa ia akan tiba pada sikap bersyukur kepada Allah.

Ini satu pelajaran yang berharga bagi kita. Dalam kesendirian kita, dalam pergumulan kita, kita dapat mengalihkan pandangan kita kepada Allah. Di hadapan Allah, kita tidak pernah sendirian. Ada banyak orang yang hadir di hadapan Allah, pada waktu kita sedang berdoa kepadanya dalam kesendirian kita. Sebab pada waktu yang sama, ada banyak orang yang datang kepada Allah di dalam doanya. Kita datang bersama sama dengan mereka di hadapan Allah pada waktu itu. Sudut pandang ini adalah sudut pandang Allah, dan  bukan sudut pandang manusia. Sebab sangat jelas kita datang kepada Allah dalam keadaan sendirian.

Si pemazmur melihat dirinya berada dalam rombongan besar yang datang kepada Allah, dan dia mendahului orang untuk datang ke hadirat Allah di Bait-Nya yang kudus. Hal itu membuat dia tidak sendirian dalam pergumulannya. Tentang hadirnya seseorang di dalam persekutuan, tanpa kehadiran secara fisik, hal seperti ini dibicarakan Paulus di dalam suratnya kepada Jemaat di Korintus. “Sebab aku, sekalipun secara badani tidak hadir, tetapi secara rohani hadir, aku -- sama seperti aku hadir -- telah menjatuhkan hukuman atas dia, yang telah melakukan hal yang semacam itu.” I Kor 5:3.

Itulah makna kita hidup di dalam roh. Oleh kehadiran Roh Kudus di dalam diri kita, kita pun dipersekutukan Roh Kudus dengan seluruh orang percaya. Oleh karena itu kita tidak pernah sendirian. Kita pun tidak pernah terpisah dari Allah dalam segala persoalan yang kita hadapi. Oleh karena itu berharaplah kepada Allah dalam keadaan depressi sekali pun. Kita akan tiba juga pada moment dimana kita bersyukur kepada Allah bersama dengan semua orang percaya.

Jangan biarkan depressi menjauhkan saudara dari hadirat Allah, berharaplah sama seperti pemazmur berharap dan saudara dan saya pun akan dimerdekakan dari keadaan depressi itu dan mengalami sukacita bersama dengan orang orang kudus di hadirat Allah.

18/06/17

Hikmat Manusia


Senin 19 Juni 2017

Hikmat Manusia

supaya iman kamu jangan bergantung pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah.
I Korintus 2:5

Kota Korintus adalah salah satu kota yang maju pada zaman Paulus. Kota itu adalah sebuah kota pelabuhan. Kota yang diharapkan orang memberi kehidupan bagi mereka. Di sana ada banyak orang pintar yang mengedepankan hikmat manusia untuk mendapatkan kemajuan di segala bidang, termasuk dalam bidang kerohanian. Di sana Jemaat menandai bahasa roh menjadi sesuatu yang sangat bermakna. Hal ini mungkin dilatarbelakangkan ilmu rethorika yang sangat disanjung tinggi pada waktu itu.

Karena kota Korintus adalah sebuah kota yang maju, maka orang pun sangat menghargai hikmat sebagai satu ilmu yang tinggi. Paulus bersaksi bahwa ia datang ke Korintus tidak mengandalkan kata kata yang indah, sebagaimana dilakukan oleh mereka yang belajar ilmu berbicara di hadapan orang banyak, yakni rethorika. Paulus tidak bersandar pada hikmat manusia, untuk mengutarakan Injil Yesus Kristus.

Ada satu  hal yang disebut orang berhikmat di Korintus, tentang iman Kristen. Hal itu ialah: kebangkitan dari antara orang mati. Bagi orang Yunani yang diam di Korintus, hal tersebut adalah sebuah kebodohan. Sebab bagi mereka, keselamatan itu sendiri dimaknai terpisahnya tubuh dari jiwa. Tubuh dipandang oleh hikmat Yunani adalah penjara bagi jiwa. Selamat bagi orang berhikmat di kota itu maknanya ialah bebasnya jiwa dari penjara tubuh. Di sisi lain orang Kristen memberitakan kebangkitan tubuh. Bukankah hal itu membuat jiwa terpenjara kembali?

Sekali pun Injil bertentangan dengan hikmat Yunani, Paulus berani memberitakan Injil di kalangan orang Yunani di Korintus. Ia bersandar kepada hikmat Allah dan kekuaatan Allah. pengalaman pribadi Paulus dalam rangka memberitakan Injil di Korintus, dibuat Paulus sebagai argumen terhadap orang yang kurang percaya di  Jemaat itu. Kenyataan mengatakan bahwa ada Jemaat di Korintus, sekali pun berita Injil tidak sesuai  dengan hikmat orang  Yunani. Hikmat Allah jauh lebih tinggi dari hikmat manusia. Itu kata Paulus kepada Jemaat Korintus.

Hal yang sama pun sekarang kita temukan di dalam hidup ini. Kita terbagi ke dalam dua pemahaman. Kita hidup dengan memakai hikmat manusia dan hikmat Allah. hikmat manusia berpusatkan pada diri sendiri. Segala sesuatu dilakukan dalam rangka memuaskan keinginan diri sendiri. Diri kita menjadi pusat dari segala sesuatu di dalam hidup yang kita jalani. Bahkan kita mampu mengurbankan orang lain, jika hal itu dalam rangka memuaskan keinginan diri kita sendiri. Nyanyian yang disuarakannya ialah bagiku dan bagiku.

Di sisi lain, ada juga hikmat Allah. obyek yang menjadi pusat di dalam hikmat Allah ini ialah: Yesus Kristus. Paulus mengatakan: “Bukan lagi aku melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidup yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diriiiii-Nya untuk aku!” Gal 2:20.

Nyanyian dari hikmat ini ialah: “Untuk Tuhan untuk Tuhan.” “Apa pun  juga yang perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” Kata Paulus dalam Kolose 3:23. Secara manusia, kita pasti akan menganut hikmat manusia. Sebab hal itulah yang kita lihat dan yang diajarkan kepada kita, oleh generasi yang sebelum kita.

Orang bisa berpindah dari hikmat manusia ke hikmat Allah, itu hanya dapat terjadi, oleh karena campur tangan Allah di dalam diri kita. Tidak ada orang dari dalam dirinya sendiri akan pindah dari hikmat manusia ke dalam hikmat Allah. sebab hikmat Allah adalah sesuatu yang asing bagi kita. Tetapi itulah kasih karunia Allah bagi kita. Kita dipilih untuk dipindahkan dari hikmat manusia yang kita warisi dari dunia ini. Kita dipindahkan ke dalam hikmat Allah. Itulah yang disebut Alkitab dengan lahir baru.

Kita diciptakan baru, sehingga beroperasi hikmat Allah di dalam diri kita. Orientasi kita pun berubah. Diri sendiri diganti menjadi Yesus Kristus. Secara internal pun Roh Kudus mengubah pribadi kita menjadi pribadi Kristus Yesus. Oleh karena itu iman kita tidak lagi didasarkan pada hikmat manusia, tetapi hikmat Allah. karena kita sekarang memiliki hikmat Allah, maka tidak mungkin lagi kita akan masuk ke neraka, tetapi masuk surga karena kita telah diubahkan menjadi serupa dengan Yesus Kristus.

Rumah Allah

  Rumah Allah Ibrani 3:6 Tetapi Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya; dan rumah-Nya ialah kita, jika kita sampai kepada akhi...