08/05/11

Holy Land 9

Gunung Hermon



Tempat terakhir yang kami kunjungi ialah: gunung Hermon. Gunung ini berada di dataran tinggi Golan. Daerah ini pada dasarnya bukan lagi wilayah Israel. Tetapi daerah ini di anexasi Israel dari Siria setelah mereka memenangkan pertempuran enam hari, pada tahun 1967. Tatkala kami naik ke arah puncuk gunung, di tengah jalan, kami melihat rumah-rumah yang ditinggalkan begiru saja. Pak Sagala mengatakan bahwa daerah ini sekarang disebut dengan nama ghost city.  Rumah-rumah ini ditinggalkan penghuninya begitu saja, karena perang pada tahun 1967 itu.

Selama di perjalanan, Pak Sagala banyak berceritera tentang Golan. Beliau berkata: penduduk yang tinggal di sini adalah suku Druze. Mereka adalah satu suku yang keluar dari agama Islam. Agama Druze adalah agama ke empat di Israel, setelah Yudaisme, islam, Kristen. Agama kelima adalah Bahai. Kuilnya kami lihat di Haifa. Aku mengambil foto di sana. Menurut Pak Sagala, orang Druze sangat baik secara moral. Beilau berceritera tentang pengalamannya secara pribadi dengan orang Druze.

Akhirnya kami tiba di pelataran parkir untuk mendaki ke gunung Hermon dengan memakai sky lift.  Di sepanjang jalan, aku merenungkan dalam hati mazmur 133 yang berbicara tentang Gunung Hermon. Satu pertanyaan yang aku tuliskan di dalam catatanku ialah: apa hubungan Gunung Hermon dengan bukit Sion? Bukankah jaraknya jauh? Kami berkumpul untuk berdoa.



Aku membatalkan niat untuk naik ke puncak gunung itu, sebab aku ingin menikmati pemandangan ke arah gunung itu, sambil merenungkanmazmur 133 tadi. Tatkala aku melihat awan itu turun dari puncak gunung, aku bersorak dakam hati. Rasanya aku melihat alasan pemazmur mengatakan dalam mazmurnya itu: seperti embun di Gunung Hermon mengalir ke bukit Sion. Awan itu saya lihat sebagai kavod Yahweh, awan kemuliaan Allah. Bukankah orang Israel melihat awan itu di padang gurun?

Pemazmur dan saya melihat kemuliaan  Allah turun dari gunung paling tinggi di wilayah ini. Aku melihat awan itu turun hingga menyentuh tubuh kami. Pemazmur akan pulang ke Sion, dimana ia menikmati persekutuan dengan sesama orang percaya. Kemuliaan Allah itu akan menyertai dia.

Aku pun akan pulang ke Jakarta. Aku akan membawa kemuliaan Allah itu turun ke Jakarta. Sungguh indah. Untung aku tidak naik ke atas. Sebab jika aku naik, mungkin aku tidak akan memikirkan hal itu, melainkan akan terganggu dengan ketinggian. Aku bersyukur kepada Tuhan untuk penglihatan ini. Tatkala aku bersyukur itu, seorang ibu dari rombongan kami meminta agar aku berdoa untuk pokok doa yang disodorkannya. Lalu kami pun berdoa. Dalam penghayatan bahwa aku masih di dalam kemuliaan Allah, aku yakin, Tuhan akan mengabulkan permohonan kami itu. Aku pun berceritera tentang penglihatan itu kepada sang ibu tadi dan menyakinkan dia, bahwa Allah akan mengabulkan doanya tadi.

Bukan kepada dia saja aku berceritera. Aku juga berceritera tentang penglihatan saya itu kepada seorang bapa yang tidak naik ke atas gunung. Ia sangat senang dengan penglihatan saya itu, sehingga itu juga menjadi penglihatan bagi dia. Hal ini menjadi sesuatu yang menarik! Karena saya jadi ingat akan tim dari Rasul Paulus. Paulus melihat satu penglihatan, yakni ada orang Makedonia beseru-seru kepadanya dan berkata: “Menyeberanglah ke arah kami, selamatkanlah kami”. Paulus menceriterakan penglihatannya itu kepada rombongannya. Lalu mereka nmengambil kesimpulan bahwa mereka memang harus menyeberang. Penglihatan itu bukan lagi pengliharan Paulus, melainkan penglihatan rombongan tersebut.

Aku yang melihat makna awan yang turun itu. Lalu penglihatanku itu menjadi penglihatan sang ibu dan bapa tadi. Tatkala penglihatan ini dituliskan di sini dan dibaca oleh orang lain, saya berharap, apa yang saya lihat dilihat oleh orang itu juga, sehingga kita sama-sama menikmati kemuliaan Allah.

Di kota Amman, sang bapa tadi bersaksi kepada saya, bagaimana ia dihibur oleh Allah melalui penglihatan yang kami lihat di kaki gunung Hermon itu. Syujur kepada Allah yang memberikan penghiburan kepadanya. Juga kepada saudara yang membaca tulisan ini.

Caesaria Philippi

Setelah meninggalkan Gunung Hermon, kami mengunjungi Kota Caesaria Philippi. Kota ini terkenal sebagai kota dimana Tuhan Yesus membawa para murid retreat. Di kota ini Tuhan Yesus mengajukan pertanyaan kepada para murid: “Menurut kata orang siapakah Aku?” Di kota ini di zaman Tuhan Yesus, ada sebuah kuil dewa orang Yunani, yakni Dewa Paniaz. Dewa ini adalah dewa gembala. Jika dewa itu masuk ke dalam domba-domba,  maka domba itu akan kacau balau. keadaan ini disebut panic. Kata itu berasal dari kata Pan yang adalah nama dewa.

Dari keadaan seperti itu kita mewarisi kata panik sekarang ini. Di latarbelakangi keadaan seperti itu, saya memahami makna pertanyaan Tuhan Yesus kepada para murid di tempat ini. Menurut kamu, siapakah Aku? Apakah para murid akan panik di dalam  memberi jawaban atas pertanyaan itu, sama seperti orang lainnya. Syukur, mereka tidak panik. Aku pun tidak panik di dalam memberi pernyataan tentang siapakah Yesus itu di dalam hidupku.

Menurut hemat saya secara pribadi, Yesus mengajar murid-murid-Nya dengan memakai segala sesuatu yang ada di sekitarnya sebagai sarana untuk mengajar. Para murid itu tentunya sangat paham akan makna dari dewa Pan yang disembah orang bukan Yahudi yang tinggal di tempat ini. Mereka tahu juga makna kekacauan yang dialami orang yang sedang trans oleh karena kerasukan dewa Pan. Hal ini menjadi latarbelakang bagi jawaban mereka terhadap Tuhan Yesus!



Daerah ini menjadi asal muasal air sungai Yordan. Kami menikmati air dari mata air sungai Yordan ini. Rasanya sangat nikmat. Segar! Daerah ini ramai dikunjungi orang. Saya semakin mengerti pengajaran kepada Yesus Kristus di tempat ini dalam hal Tuhan membawa  mereka ke gunung kemuliaan itu. Pengakuan iman yang murni dan tidak di dasarkan atas ketidakpastian akan menuntun kita masuk ke dalam kemuliaan Allah di surga. Di tempat  ini Roh Kudus membukakan mata hati saya untuk melihat makna itu. Hati ini pun bersyukur, karena telah melihat kebenaran yang begitu berharga. Karera mengabadikan panorama di tempat ini.

Di tempat ini saya memuji disiplin orang Israel untuk menjaga kebersihan lingkungan mereka. Ada peziarah berasal dari Asia yang kelihatannya akan membuang air kecil. Tiba-tiba penduduk Israel itu melarang orang tersebut. Ia berkata: tindakannya itu akan mengotori sumber air mereka. Ini adalah sebuah kesadaran yang tinggi akan makna lingkungan yang bersih. Kapan orang Indonesia akan tiba ke dalam kesadaran yang tinggi seperti itu? Orang Israel sekarang menyebut kota ini dengan nama Banias. Orang Arab yang sudah lama tinggal di tempat ini tidak dapat menyebut Panias. Mereka melafaskannya dengan Banias.

Sungai Jordan




Pagi hari kami keluar dari hotel untuk mengunjungi tempat yang terakhir di tanah suci, yakni sungai Yordan. Sebelum tiba di sungai Yordan, kami dibawa berkeliling melihat kota-kota bersejarah di tanah Israel. Namun, karena kami tidak turun dari bus, dan tidak ada untuk mengadakan perenungan,maka tempat itu berlalu begitu saja. Menurut Pak Sagala, kami telah mengunjungi secara sekilas wilayah Israel, mulai dari selatan padang gurun Yudea, hingga wilayah Dan. Itu berarti mulai Beryeba di selatan hingga Dan di utara. Kami juga melewati satu daerah yang namanya Kursi. Di tempat ini Tuhan Yesus mengusir setan dari seorang yang kerasukan dan babi-babi itu masuk ke dalam babi. Pak Sagala mengkaitkannya dengan ayat kursi di dalam Al- Qur’an. Namun aku lupa mencatatnya, sehingga tidak dapat diterangkan di sini bagaimana hal itu berkaitan satu sama lain.

Akhirnya kami tiba di sungai Yordan. Di sana aku melihat banyak orang yang dibaptis. Aku pikir, akan aa juga dari rombongan kami akan membaptiskan diri di tempat ini. Ternyata tidak ada. Kami mengadakan kebaktian di tempat ini. Pembimbing kami mengambil nas dari Kitab Injil, di mana Yohanes Pembaptis sedang membabtis beliau mengatakan bahwa baptisan yang benar ialah baptisan selam. Hati saya tidak lagi mengikuti pemberitaan firman itu, sebab hati ini Telah melanglang buana ke zaman Yosua. Yosua menyeberangkan orang Israel di sungai ini. Ia memerintahkan agar para imam berjalan di depan. Tatkala kaki mereka menginjak sungai Yordan ini maka air itu terbelah dua. Saya langsung mengingat nyanyian negro spiritual yang berbunyi Roll Jordan Roll. Aku mendendangkan lagu itu, sebab aku tidak menghafal syairnya. Namun setelah tiba di rumah, aku melihatnya kembali dan menuliskannya dalam tulisan ini.




Roll Jordan, roll
Roll Jordan, roll
I wanter go to heav'n when I die
To hear ol' Jordan roll
O brethern
Roll Jordan, roll
Roll Jordan, roll
I wanter go to heav'n when I die
To hear ol' Jordan roll

Oh, brothers you oughter been dere
Yes my Lord
A-sittin' in the Kingdom
To hear ol' Jordan roll
Sing it over
Oh, sinner you oughter been dere
Yes my Lord
A-sittin' in the Kingdom
To hear ol' Jordan roll

Tatkala mendendangkan lagu itu, saya merasakan orang menyeberang ke surga dengan menyanyikan lagu tersebut bersama seluruh orang Negro yang menderita di zamannya. Mereka menyanyi dengan bersukacita, karena mereka akan memasuki tanah perjanjian kekal. Sama seperti yang dialami orang Israel yang dipimpin oleh Yosua.

Saya juga teringat akan Naaman panglima perang Aram yang disuruh Nabi Elisa untuk mandi tujuh kali si sungai ini agar ia sembuh dari penyakit kustanya. Naaman berkata: “Bukankah Abana dan Parpar, sungai-sungai Damsyik lebih baik dari segala sungai di Israel? Bukankah aku dapat mandi di sana dan menjadi tahir”? Sungai Yordan yang kami lihat memang tidak terlalu bagus. Demikian juga dengan sungai Yordan yang terlihat di dalam poster wisata. Kelebihan sungai Yordan bukan di dalam keadaan fisiknya, tetapi dalam kisah orang yang ada di dalamnya.

Sungai Yordan tidak hanya berbicara tentang baptisan. Ia membicarakan banyak hal. Ia berbicara tentang penyucian, sebagaimana dikisahkan ceritera Naaman. Di dalam Alkitab, penyakit kusta seperti yang dialami Naaman berbicara tentang ketidaktahiran, kenajisan. Naaman tahir kembali, tatkala ia mandi di sungai Yordan. Nyanyian Gereja menggambarkan sungai Yordan sebagai lambang dari kematian. Dimana hal itu harus dijalani untuk masuk surga, Kanaan sorgawi bagi orang beriman. Semua gambaran itu mengambang di lubuk hati, tatkala saya ada di sungai Yordan itu. Bergulunglah sungai Yordan, sebab umat Allah akan melewati engkau untuk masuk ke tanah perjanjian yang kekal.

Di tempat ini kami berdoa, setelah khotbah selesai. Di tempat ini pun pembimbing kami mengatakan permintaan maaf jika tugas mereka menjadi pembimbing mungkin tidak memenuhi apa yang kami butuhkan. Kita semua menikmati perjalanan ini. Oleh karena itu, tidak boleh ada sungut sungut, sebagaimana dilakukan orang Israel kepada Musa di padang gurun. Setelah menyelesaikan perjalanan ini, kami siap-siap meninggalkan tanah Israel menuju perbatasan dengan Yordania. Untuk kedua kalinya, kami masuk wilayah Yordania. Kami berangkat menuju kota Amman. Di sana kami menginap satu malam. Lalu tiba saatnya untuk kembali ke Jakarta. Syalom Yerusalem, see you in another year.

06/05/11

Holy Land 8

Tiberias

Setelah menyelesaikan segala kunjungan di kota Nazaret, kami meneruskan perjalanan menjuju kota Tiberias. Hari sudah malam. Maka kami menikmati makan malam dan tidur yang nyenyak. Pada pagi harinya, kami siap-siap untuk naik perahu di danau Galilea. Pada pagi hari itu kami merayakan hari ulang tahun seorang ibu yang berasal dari Menado. Aku mengajarkan kepada rombongan sebuah lagu yang populer dalam hari ulang tahun, tetapi dengan nuansa Kristen. Lagunya ialah: happy birthday to you, tetapi liriknya diubah menjadi sebagai berikut:

Happy birthday Youke,
to Jesus be true!
Happy birthday dear Youke
may Lord Jesus blessed You

Tatkala aku berjalan sendirian di taman yang persis di tepi pantai Galilea itu, aku berjumpa dengan seorang ibu yang masih muda, tetapi berasal dari negara barat, ia sedang menghafal ayat-ayat Alkitab. Aku bertanya kepadanya, apakah yang dihafalnya itu adalah ayat-ayat Alkitab? Ia berkata: “Yes it good is’nt it” Aku mengatakan ya, aku pun melakukan hal yang sama. Terasa di dalam percakapan pendek itu, kami adalah saudara di dalam Tuhan. Aku tidak tahu namanya, tidak tahu dari mana ia datang, kemana ia akan pergi. Tetapi satu hal yang pasti ialah: kami akan pergi ke surga kelak.

Kami naik perahu di danau itu. Menurut Pak Sagala, perahu itu dibuat persis seperti model perahu di zaman Tuhan Yesus. Hanya ukurannya lebih besar, sehingga dapat menampung banyak penumpang. Pernah ditemukan dalam penelitian arkeolog perahu di dalam tanah yang umurnya sudah ribuan tahun. Perahu itu sekarang disimpan dalam sebuah museum di Kapernaum, dimana kami akan mengunjunginya.

Sementara kami berlayar, tukang perahu itu mengeluarkan sebuah bendera merah putih. Rupa-rupanya ia sudah familiar dengan bahasa yang kami pakai. Ia menaikkan bendera merah putih itu di tiang layarnya. Temannya yang lain memutar CD berisikan lagu Indonesia Raya. Kami pun bangkit berdiri dan menghadap tiang bendera dan memberi hormat. Kami menaikkan bendera merah putih di tanah Israel.

Di tempat ini, sebelum kami berangkat naik ke perahu, aku sempat memberitahukan kepada pembimbing rohani kami yang berasal dari Menado, bahwa aku memimpin penelahan Alkitab kepada pasangan suami isteri di Gereja. Rupa rupanya beliau sedikit terkesan dengan ceritera saya tersebut.

Kami tiba di sebuah Kibbutz yang ada di Magdala. Kota ini dulunya adalah kota kelahiran Maria Magdalena. Di kota ini kami melihat replika dari perahu yang ditemukan berusia ribuan tahun tadi. Ada dua orang dari antara rombongan kami masuk ke dalam ruangan tempat dimana perahu asli disimpan. Kami tidak diprogram untuk melihat benda purbakala tersebut.

Tabgha

Setelah melihat-lihat di tempat  ini, kami meneruskan perjalanan menuju tempat dimana Yesus memberi makan lima ribu orang dengan lima roti dan dua ekor ikan. Adapun nama daerah itu disebut Tabgha. Di sana ada tujuh mata air, tetapi tidak dapat diminun karena mineralnya sangat tinggi. Jika diminum maka akan merusak ginjal. Oleh karena itu pemerintah Israel mengalirkan air itu langsung ke Laut Mati. Tidak diperbolehkan masuk ke sungai Yordan atau masuk ke Danau Galilea. Pemerintah Israel benar-benar melindungi rakyatnya dari malapetaka.

 

Di tempat ini didirikan sebuah Gereja pada  abad ke tiga. Namun Gereja tersebut telah dirusak oleh orang muslim. Namun pondasi gereja tersebut masih terpelihara. Sehingga Gereja yang sekarang dibangun di atas pondasi tersebut. Batu karang yang telihat dalam gambar di atas diyakini adalah tempat dimana Yesus berdiri menunggu para murid itu melabuhkan perahu mereka sebagaimana dicatat dalam Injil Yohanes pasal dua puluh satu. Di kota ini juga kami melihat sebuah batu kilangan yang dipakai di zaman dahulu untuk mengirik! Saya jadi mengingat perkataan Paulus: “jangan memberangus mulut lembu yang sedang mengirik”.

Di tempat ini kami mengadakan kebaktian. Dalam khotbah yang saya dengar diuraikan mengenai mujizat. Saya menjadi bosan dengan kata-kata itu. Bagi saya mujizat bukanlah sesuatu yang sangat kita rindukan, karena hidup itu adalah sebuah mujizat. Saya jadi teringat akan tulisan yang pernah saya baca di sebuah perpustakaan seminari Gereja Baptis yang berbunyi: “expect a miracle every day through natural way”. Haraplah mujizat tiap-tiap hari melalui cara yang alami. Martin Luther berkata: “Aku melihat kemuliaan Allah dalam jatuhnya apel dari pohonnya”. Sku tidak butuh mujizat, karena hidupku sendiri adalah mujizat.

Akhirnya aku menyanyikan lagu ini:

Open our eyes Lord we want to see Jesus
To reach out and touch Him and say that we love Him
Open our ears Lord and help us to listen
Open our eyes Lord we want to see Jesus.

Kapernaum

Kami mengunjungi kota Kapernaum. Di kota ini Tuhan Yesus berkhotbah dan ditolak orang Yahudi. Kami melihat reruntuhan Sinagoga dimana Yesus mengajar 2000 tahun yang lalu, sebagaimana terlihat dalam gambar di sebelah kiri. Di tempat itu berserakan batu baru yang sudah tua. Pak Sagala mengatakan bahwa jika pihak Gereja mau, batu-batu itu dapat dijual dengan harga jutaan dolar, jika dapat dibuktikan ada kaitannya dengan sinagoga tersebut. Tetapi pihak Gereja tidak mau menjualnya.

Di tempat ini kami mendengar khotbah tentang Tuhan Yesus menyembuhkan orang sakit yang digotong empat orang. Di Mesir, saya telah melihat rumah yang memiliki tangga ke atas dari samping rumah. Jadi orang yang naik ke atas sotoh rumah dalam nas tersebut tidak memanjat, tetapi naik dengan benar. Juga orang sakit itu tidak dinaikkan secara di kerek, namun ditandu sebagaimana biasa. Pak Sagala menjelaskan kepada saya bahwa menurut penelitian, atap rumah di zaman Tuhan Yesus bisa digulung. Jadi tidak terlalu sukar bagi keempat orang itu untuk membuka atap dan menurunkan orang sakit itu di depan Tuhan Yesus.

Kota Kapernaun adalah salah satu kota yang dikutuk Tuhan Yesus. Dua kota lainnya ialah: Korazon dan Betsaida. Di sana Tuhan Yesus banyak membuat mujizat, tetapi mereka tetap tidak mau bertobat. Di kota ini pula Yesus menampakkan diri-Nya kepada para murid setelah Ia bangkit dari antara orang mati, sebagaimana diuraikan di dalam Yohanes pasal 21.

Di tempat ini ada sebuah patung yang bermakna, Sebagaimana terlihat dalam gambar di sebelah. Patung itu berbicara tentang Tuhan Yesus yang mengutus Petrus untuk menggembalakan domba domba Tuhan Yesus. Sementara Petrus menerima pengutusan itu. Adapun ruang kosong antara Tuhan dan Petrus merupakan peta dari Danau Galilea. Hal ini berbicara tentang tempat dimana peristiwa itu terjadi adalah di tepi Danau Galilea.

Hati saya merenungkan kisah yang diuraikan dalam Injil Yohanes tersebut. Yesus menanyakan kepada Petrus, apakah ia mengasihi Tuhan Yesus? Petrus mengatakan bahwa ia mengasihi Tuhan. Pengutusan berlaku tatkala kasih kepada Tuhan ada di dalam hati kita. Jika kita tidak diutus Tuhan, maka kita adalah orang upahan, bukan gembala yang baik. Ini catatan tersendiri bagi saya dari ziarah ini.


Gereja Sabda Bahagia



Kami bergerak terus untuk berkunjung ke Gereja Sabda Bahagia. Di tempat ini diyakini Tuhan Yesus berkhotbah mengucapkan delapan Sabda Bahagia yang dicatat oleh Injil Matius. Salah satu yang menarik dari Gereja ini ialah: ia memiliki sisi delapan, sebagaimana terlihat dalam gambar di sebelah. Sisi delapan itu menggambarkan delapan Sabda Bahagia. Hal yang menarik bagi saya dari Gereja ini ialah: Mesjid Dome of The Rock di Yerusalem sama bentuk dengan Gereja ini. Aku melayangkan pandangan ku ke arah danau.

Hatiku mengingat uraian Dietrich Bonhoffer  tentang khotbah di Bukit dalam bukunya The Cost of Discipleship. Lalu, aku melihat sesuatu di dalam angan-anganku. Para murid dipanggil di tepi danau sana. Sekarang mereka di bawa naik ke atas bukit ini. Sekarang mereka menjadi sebuah kelompok yang mengantarai Tuhan Yesus dengan orang banyak. Bermula mereka ada di bawah, sekarang mereka sudah naik ke atas bukit ini. Sesudah ini, kami akan menuju bukit kemuliaan di Gunung Tabor. Apa itu secara kebetulan, atau memang ia punya makna? Aku berkata: ia punya makna. Kehidupanku pada mulanya berada di dalam lembah dosa. Yesus memanggil saya keluar dari lembah dosa itu. Ia membawa aku ke bukit sabdanya. Pada akhirnya Tuhan akan membawa aku ke gunung kemuliaan-Nya. Maka semakin bermaknalah nyanyian dalam hati selama keluar dari kota Yerusalem, yakni:

Oh Yerusalem kota mulia
Hatiku rindu ke sana.
tak lama lagi Tuhanku datanglah
Bawa saya masuk sana!
Tak lama lagi Tuhanku datanglah
Bawa saya masuk sana!

Jika teman-teman menyanyikan lagu ini tatkala kami memasuki kota Yerusalem, saya menyanyikannya tatkala telah keluar dari kota itu. Sebab kota yang kurindukan bukan kota yang di Palestina, melainkan Yerusalem surgawi di gunung kemuliaan Tuhan. Saya merenungkan kembali makna dari ucapan bahagia yang diuraikan Bonhoffer dalam bukunya tadi.

Gunung Kemuliaan

Setelah makan siang, kami berangkat menuju gunung Tabor simana Tuhan Yesus dimuliakan di atas gunung tersebut. Petrus Yakobus dan Yohanes dibawa Tuhan Yesus ke atas gunung ini agar mereka melihat Yesus dipermuliakan. Di atas gunung ini ketiga murid itu mendengar juga suara dari surga yang mengatakan: “Inilah Anak yang kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan denagarkanlah Dia”.  Di tempat ini Pak Sagala memberikan uraian yang panjang lebar tentang Gereja ini dan latar belakang sejarahnya. Gereja itu memiliki tiga pilar sebagaimana terlihat dalam gambar. Pilar kiri dan kanan gambaran dari Musa dan Elia, sementara bagian tengah menggambarkan Tuhan Yesus Kristus. Di sini saya menikmati apa yang telah dimulai di Gereja Sabda Bahagia. Pada akhirnya akan sampai juga kita ke dalam kemuliaan Allah di gunungnya yang kudus, yakni sorga yang kekal. Buku Nyanyian HKBP menyuarakannya: “
Surgo i sambulonta do i
Ndang adong be siaeon di si,
Na mamuji tong-tong na di si
Pinalua ni Tuhanta i.

Surgo i, surgo i, ndang adong be siaeon di si,
Surgao i, surgao i, surgo i
Ndang adong be siaeon di si.



Kami memasuki Gereja dan menikmati indahnya arsitektur dari bangunan tersebut. Di atas kubahnya terlihat citra Musa dan Elia menghadap Tuhan Yesus. Setelah melihat-lihat gedung Gereja, kami melihat lembah Yisrel yang terkenal itu, sebagaimana terlihat dalam gambar di atas. Pak Sagala menunjukkan kepada kami tempat-tempat yang terlihat dari gunung tersebut, misalnya tempat dimana Raja Saul dibunuh dan lain-lain. Sepulangnya dari sana kepada kami ditunjukkan dimana  kampungnya Deborah, namun kami tidak berkunjung ke sana, karena memang tidak diprogram sebelumnya.

Ada sebuah ceritera yang diutarakan Pak Sagala di tempat ini tentang fungsi satu gunung di zaman dahulu kala. Gunung berfungsi sebagai tempat menyampaikan berita kepada dunia di sekitarnya. Hal itu mengingatkan saya akan film Holywood yang terkenal: The Lord of The Ring. Di sana digambarkan berita itu disampaikan dengan menyalakan api di atas gunung. Bukankah secara demikian juga berita kesukaan itu harus diberitakan? Tuhan Yesus mengatakan bahwa kota yang berada di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Tak salah jika Yesus mengatakan bahwa orang Kristen itu adalah terang dunia. Jika terang itu dinyalakan di atas gunung,maka di gunung lain pun hal itu akan terlihat. Terang itu telah dinyalakan di gunung Yerusalem, Yudea, Samaria dan Galilea. Dinyalakan di gunung-gunung di dunia ini. Di gunung mana aku harus menyalakannya?



Rumah Allah

  Rumah Allah Ibrani 3:6 Tetapi Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya; dan rumah-Nya ialah kita, jika kita sampai kepada akhi...