28/12/12

Natal





N A T A L

Natal pada hakekatnya senantiasa membawa pembaharuan di dalam kehidupan umat manusia di dunia ini. Natal menurut Martin Luther adalah mujizat terbesar di sepanjang sejarah umat manusia. Sebab di dalam peristiwa natal itu, satu mujizat paling akbar telah terjadi. Allah menjadi manusia dan Dia tinggal bersama dengan kita. Ia diberi nama Imnanuel. Natal yang sederhana, telah terjadi lebih dari dua ribu tahun yang lalu itu. Natal yang dilakukan manusia sekarang ini, jadi sangat berbeda dengan tujuannya semula. Sekarang Natal telah jadi bisnis yang menggiurkan bagi para pedagang di seantero dunia.

Tatkala bisnis mengambil peran di dalam perayaan Natal, maka hakekat Natal itu sendiri pun jadi hilang. Tinggallah hanya perayaannya yang semarak dan menghasilkan keuntungan yang segudang. Dimanakah tempat Kristus yang kelahirannya dirayakan dalam natal bisnis dari para pedagang? Bukankah barang dagangan yang menjadi sorotan utama? Rasa-rasanya semua pedagang mempergunakan kesempatan itu untuk menjual sebanyak mungkin barang dagangan mereka melalui perayaan Natal.

Natal pun dirayakan oleh sekelompok masyarakat tertentu. Natal  bagi kelompok masyarakat ini pun membawa pembaharuan dalam tradisi mereka. Diceriterakan orang, di negeri sakura sekalipun, natal dirayakan, kartu Natal pun beredar di seantero negeri. Natal membawa perubahan tradisi di negeri Sakura. Tetapi Kristus yang dirayakan kelahiran-Nya itu, entah ada atau tidak dalam hati dari tiap orang yang mengirimkan kartu Natal dengan ucapan selamat hari Natal. Mereka tidak mengenal Kristus, tetapi merayakan hari kelahiran-Nya. Apakah masih dapat dikatakan mereka merayakan hari kelahiran-Nya? Bukankah mereka tidak mengenal Dia! Jadi natal bagi mereka mungkin bukan perayaan kelahiran Kristus! Mereka hanya menduplikasi apa yang lazim di negeri barat sana!

Di negeri barat, Natal begitu semarak dirayakan orang. Namun mungkin Tuhan tidak ada di dalam tradisi mereka. Lihatlah lagu Natal yang sangat mendunia: Jingle Bells, White Christmas, Santa Claus is Coming to Town. Tak satu pun dari lagu itu yang berceritera tentang Tuhan yang lahir dan dirayakan kelahiran-Nya pada Natal tersebut. Orang mengira nyanyian itu adalah lagu Natal, lagu yang membicarakan Kristus yang lahir di kandang domba di Betlehem dua ribu tahun yang lalu. Ternyata tidak! Lagu itu memang Christmas Carol. Tetapi Christmas yang tidak ada sangkut pautnya dengan Kristus sendiri.

Ironisnya, Gereja pun menganggap demikian, sehingga ada satu paduan suara yang menyanyikan lagu: Merry Christmas dalam satu ibadah Natal resmi yang diselenggarakan Gereja tersebut. Hati saya sedih, sebab kisah yang kudengar di dendangkan dalam lagu itu ialah: selamat hari natal, lalu orang tersebut berceritera tentang makanan lezat dari ayam turkey dan juga berceritera tentang mistle toe yang tidak dikenal Alkitab dan juga tidak aku kenal di sepanjang hidup ini. Menyedihkan memang! Natal tidak lagi ada di sekitar bayi mungil Betlehem yang sangat sederhana itu.

Natal di tanah Batak tatkala aku kecil, itu pun identik dengan pakaian baru dan pohon terang yang menjadi hiasan di tiap rumah. Lalu ibu-ibu sibuk memasak kue yang pada waktu itu setiap rumah punya kewajiban untuk membuat kue yang namanya: kembang loyang. Tiada Natal tanpa kue tersebut. Anak-anak merayakan pesta natal dan mengucapkan ayat-ayat liturgi. Menyanyikan lagu: pohon terang, pohon terang...” dan lain sebagainya. Dimanakah Kristus yang lahir itu dalam perayaan masyarakat dulu dan sekarang? Bukankah tekanan utama sudah terletak dalam perayaan? Jadi tidak ada lagi perenungan dalam ibadah tersebut, tidak ada lagi sukacita yang luar biasa seperti yang dialami oleh ketiga orang majus tatkala meninggalkan kandang domba di Betlehem.

Natal yang dilaporkan Alkitab sungguh sangat sederhana. Tidak ada sorak sorai, tidak ada nyanyian para bala tentara surga. Suasana hening di tengah malam yang sunyi itu, hanya disertai ternak yang menyaksikan Sang Putra Allah datang ke dunia ini. Namun kedatangannya menghasilkan perubahan yang sangat nyata hingga sekarang, setelah ribuan tahun masa yang dilalui Natal pertama itu. Joseph Mohr menggambarkan suasana itu dalam keheningan malam, sebagaimana disuarakan nyanyian yang mendunia ini:

Malam kudus, sunyi senyap, dunia terlelap.
Hanya dua yang tinggal terus,
ayah bunda mesra dan kudus,
 Anak tidur tenang, Anak tidur tenang.

Gambaran suasana yang sangat hening dan tentunya mereka merenungkan apa makna dari peristiwa itu di dalam hidup mereka. Maria disebut Alkitab merenungkan perkataan malaikat itu setelah ia ditinggalkannya. Natal di dahului minggu Advent. Minggu yang mengingatkan kita akan kedatangan Yesus yang kedua kalinya sebagai Hakim Yang Agung. Ia datang sebagaimana kita utarakan dalam Pengakuan Iman Rasuli: “Untuk menghakirmi orang yang hidup dan yang mati”. Natal adalah saat untuk merenungkan makna kedatangan Kristus itu dalam konteks kedatangan-Nya yang kedua kalinya. Jadi natal harusnya sepi dari hiruk pikuk dunia. Natal warna kentalnya adalah kesederhanaan.

Tetapi manusia tidak puas dengan yang sederhana. Kita ingin semarak dan kegemerlapan suasana. Itulah sebabnya natal sekarang jadi hingar bingar. Aku bertanya di dalam hati: “jangan –jangan Tuhan sudah berfirman seperti disuarakan-Nya melalui Nabi Amos: “Sungguh, apabila kamu mempersembahkan kepada-Ku korban-korban bakaran dan korban-korban sajianmu, Aku tidak suka, dan korban keselamatanmu berupa ternak yang tambun, Aku tidak mau pandang. Jauhkanlah dari pada-Ku keramaian nyanyian-nyanyianmu, lagu gambusmu tidak mau Aku dengar. Tetapi biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir” Amos 5:22-24.

Nyanyian kita dalam merayakan natal sungguh sangat merdu, persembahan pun sungguh sangat banyak dipersembahkan orang dalam merayakan natal. Pengalaman dari melihat laporan pemasukan keuangan di Gereja di bulan Desember menunjukkan bahwa pada masa Natal dan tahun baru, persembahan jemaat sungguh meningkat sangat fantastis. Pengurus Gereja tentunya sangat senang dengan hal itu. Tetapi apakah Tuhan senang? Nabi Yesaya juga menyuarakan hal yang sama: “Jangan lagi membawa persembahanmu yang tidak sungguh, sebab baunya adalah kejijikan bagi-Ku. Kalau kamu merayakan bulan baru dan sabat atau mengadakan pertemuan-pertemuan, Aku tidak tahan melihatnya, karena perayaanmu itu penuh kejahatan. Perayaan-perayaan bulan barumu dan pertemuan-pertemuanmu yang tetap, Aku benci melihatnya; semuanya itu menjadi beban bagi-Ku, Aku telah payah menanggungnya” Yes 1:13-14.

Sungguh sangat menyedihkan. Tuhan muak dengan perayaan orang beriman. Tuhan tidak menyukai persembahan dari mereka yang menyebut dirinya umat Tuhan. Mengapa? Karena Tuhan tidak menemukan apa yang diharapkannya ada di dalam perayaan umat-Nya itu, yakni keadilan dan kebenaran sebagaimana disuarakan Nabi Amos. Atau seperti yang dimintakan oleh Nabi Yesaya: “Usahakanlah keadilan, kendalikanlah orang kejam; belalah hak anak-anak yatim, perjuangkanlah perkara janda-janda”.

Ada sebuah kisah dalam tradisi saudara kita muslim yang berisikan pengajaran Tuhan Yesus. Alkisah tatkala orang Israel berada di gunung Sinai, Allah berfirman kepada Musa, Ia akan datang ke perkemahan mereka tatkala sholat Jumat diadakan. Musa memberitahukan hal itu kepada umatnya. Tatkala mereka sedang mempersiapkan sholat jumat, Musa meminta agar seluruh kaum pria membawa air untuk dipakai sebagai air wudhu. Musa pun turut membawa air. Pada waktu ia sedang membawa ember berisi air, ada seorang lelaki tua yang meminta agar air itu diberikan kepadanya. Musa mengatakan air itu akan dipakai untuk menunaikan sholat. Jadi cari saja air untuk saudara sendiri. Waktupun berlalu. Ternyata Tuhan tidak hadir. Setelah sholat selesai, Tuhan datang menjumpai Musa. Musa bertanya mengapa Tuhan tidak datang? Jawaban Tuhan, Ia akan datang jumat depan.

Peristiwa yang sama pun terjadi pada hari Jumat depannya. Musa tetap menolak permintaan dari orang tua yang minta air tersebut. Kejadian ini berlangsung sampai tiga kali. Musa komplain kepada Tuhan karena ketidakhadirannya itu. Lalu Tuhan menjawab: tiga kali aku datang mengunjungimu di tiga Jumat, pas pada waktu mau sholat, Aku minta air padamu, tetapi engkau tidak mau memberikannya kepada-Ku. Apa yang tidak engkau beri kepada orang tua itu, tidak engkau beri juga pada-Ku. Ungkapan terakhir ini disuarakan Yesus dalam Injil Matius 25:45.

Hal yang sama dapat terjadi di dalam perayaan natal yang kita adakan. Tuhan kita tolak di dalam perayaan natal yang kita lakukan. Kita menyebut perayaan itu untuk Tuhan, tetapi ironis sekali, Tuhan sendiri kita tolak di dalam perayaan yang diperuntukkan bagi Dia. Mengingat hal itu, di relung hati ini hadir kembali sebuah kisah yang ditemukan dalam Our Daily Bread beberapa tahun yang lalu. Ada seorang anak kecil sedang memperhatikan etalase sebuah toko. Ia tidak mengenakan sepatu, juga kedinginan. Seorang ibu mendekati dia dan bertanya: “rekan kecil, mengapa engkau menatap begitu rupa ke dalam etalase tersebut?” anak kecil itu berkata: “Aku sedang meminta kepada Allah, agar memberikan kepadaku sepasang sepatu itu!”

Ibu tadi memegang tangan anak kecil tersebut dan menuntun masuk ke dalam toko. Ia meminta kepada pramuniaga untuk memberikan kepadanya setengah lusin kaos kaki dan sepasang sepatu. Ibu itu membawa anak tersebut ke belakang toko dan membersihkan kakinya yang kotor dan mengeringkan dia dengan handuk. Pramuniaga telah menyediakan apa yang dia minta. Ia mengenakan sepatu yang dia beli kepada anak tersebut, juga memberikan kaos kaki yang masih sisa kepadanya. Setelah semua selesai, ibu itu berkata: “Sekarang engkau sudah enakan bukan, rekan kecil?” Ia pun meninggalkan anak tersebut. Dalam keheranannya atas perbuatan ibu tadi, anak kecil itu meraih tangan sang ibu seraya memandang wajah ibu tersebut dengan air mata yang berurai, ia menjawab pertanyaan ibu itu dengan mengajukan pertanyaan pula: “Are you God’s wife?”

Alangkah indahnya tatkala Natal dirayakan orang Kristen, kehadiran Tuhan Yesus senantiasa menyertai perayaan tersebut. Orang berjumpa dengan dia di dalam dan melalui perayaan tersebut. Dunia memang tidak dapat dilarang untuk tidak merayakan natal dengan tujuan lain. Tetapi seyogianya orang Kristen tidak turut ambil bagian di dalam merayakan natal sebagaimana dunia merayakannya. Bukankah firman Allah mengatakan agar kita tidak serupa dengan dunia ini?

Mungkin harapan ini akan menjadi harapan kosong belaka. Karena dunia telah merasuki kita dengan impiannya. Sehingga kita tidak lagi dapat melihat kemuliaan Allah yang nampak di dalam wajah Kristus yang sangat sederhana. Memang, apa yang diberikan Tuhan, tidak sama seperti apa yang diberikan dunia ini. Dunia menawarkan kegemerlapan yang semu. Namun itu yang sangat dinikmati orang banyak. Mengapa? Mereka tidak lagi dapat melihat kemuliaan surgawi, disebabkan mata hati mereka telah dibutakan oleh ilah zaman ini. Demikian rasul Paulus katakan dalam surat Korintus.

Namun bagi orang pilihan, "Dari dalam gelap akan terbit terang!", Ia juga yang membuat terang-Nya bercahaya di dalam hati kita, supaya kita beroleh terang dari pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus” II Kor 4:6.
Selamat Hari Natal! Kemuliaan bagi Allah di tempat yang  maha tinggi, damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya. 

20/11/12

Seksualitas


SEKSUALITAS

Ada dua pandangan yang saling bertentangan satu sama lain dalam hal sex. Kubu pertama ialah: kaum puritan. Bagi orang yang ada di dalam kubu ini, sex adalah sesuatu yang tertutup bagi orang lain. Di sisi lain, ada kubu yang kedua, yakni kaum liberal. Bagi kaum liberal, sex adalah masalah pribadi. Mereka membicarakan sex secara terbuka dan tidak perlu ditutup-tutupi. Sekarang, kita melihat sex diumbar di segala aspek kehidupan. Bahkan kadang kala diekspose sangat vulgar. Saya sendiri tidak berada di dalam dua kubu yang sudah diungkapkan di atas.

Marilah kita melihat apa pandangan sex di dalam Alkitab. Dengan sangat indah, Alkitab menyaksikan kepada kita bahwa sex dipakai Allah di dalam rangka menjelaskan kepada kita relasi-Nya dengan umat pilihan-Nya. Kita membaca dalam kitab Hosea, Allah digambarkan sebagai ‘suami,’ sementara Israel adalah ‘isteri’nya Allah. Kitab PB pun menggambarkan hal yang sama. Sejarah dunia ini akan ditutup dengan pesta perkawinan Anak Domba Allah dengan pengantin-Nya, yakni Gereja.

Sejarah umat manusia di muka bumi ini menurut Alkitab dimulai dengan pernikahan Adam dan Hawa di Taman Eden. Akhir dari segala sesuatu di muka bumi ini adalah pernikahan Anak Domba Allah dengan pengantin-Nya, yakni Gereja. jadi, pernikahan adalah sesuatu yang kudus dalam pandangan Alkitab. Dalam konteks sexualitas, ada sebuah buku yang berbicara tentang hal ini, ditulis oleh seorang feminist, yakni: Dorothee Soelle dan Shirley A. Cloyes dalam buku mereka berjudul To Work And To Love. Salah satu bagian dalam buku itu berbicara tentang sexualitas yang menjadi bahan renungan pribadi bagi saya dan dituliskan di sini.

Aku memulai dengan firman Tuhan Yesus yang berkata: “Demikianlah mereka  bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak dapat diceraikan manusia” Mat 19:6. Seksualitas dimulai dengan sebuah integrasi. Dua menjadi satu. Karena manusia itu pada dasarnya adalah mahluk rohani, maka pada hakekatnya integritas itu dimulai dari sisi rohani. Namun masyarakat modern sekarang langsung masuk ke dalam integritas fisik melalui sexual intercause. Sebuah kenikmatan fisik senantiasa bersifat sementara. Betapa nikmat pun kenikmatan fisik itu, kita merasakannya hanya sekejab, lalu sirna tanpa bekas. Itulah sebabnya kita akan mencari lagi kenikmatan itu dan bahkan mencoba menemukan varian yang lain. Hal itu terlihat dalam kenikmatan makanan. Kita senantiasa mencari bentuk yang lain. Hal seperti itu sekarang diterapkan juga dalam hubungan seks.

Soelle mengutarakan, tatkala kita jatuh cinta kepada seseorang, itu berarti kita mengalami wholeness. Keutuhan itu menurut saya dimulai dalam sisi kerohanian kita. Keluarga adalah sarana kita untuk menyaksikan kasih Allah di dunia ini. Oleh karena itu, mereka yang mau menikah seharusnya mulai mengalami integrasi kerohanian. Keduanya diintegrasikan dalam hal-hal rohani. Sungguh tidak membangun kehidupan iman, jika salah satu dari pasangan itu berbeda dalam pandangan iman, sekalipun mereka berasal dari satu Gereja.

Aku menikmati persahabatan secara rohani dan secara intelektual dengan kekasihku yang telah mendahului aku pergi ke negeri baka. Hal ini membuat kami senantiasa berada dalam jalan yang sama dalam hal iman harap dan kasih kepada Tuhan dan kepada sesama, selama kami masih dipersatukan dalam ikatan nikah yang kudus. Integrasi rohani sangat diperlukan di dalam membagun rumah tangga yang berbahagia dan langgeng di dunia ini.

Integrasi seperti itu juga menumbuhkan dimensi trust dalam seksualitas kita. Integrasi dan trust berkembang secara simultan dalam relasi tersebut. Sisi trust membuat kita merasa at home dalam relasi tersebut. Tatkala sisi trust muncul, dengan sendirinya sisi Ecstasy  pun muncul juga secara simultan dengan kedua sisi yang sudah kita bicarakan di atas. Sisi ecstasy membuat kita mulai merasa kehilangan akan diri sendiri. Hal ini adalah akibat logis dari integrasi dan trust tadi. Bukan hanya itu yang terjadi. Masih ada sisi lain menurut Soelle, sisi itu diberi nama Solidarity. Produk dari solidaritas menurut Soelle ialah: pengenalan. Soelle memakai istilah Alkitab untuk kata kenal yang punya makna lain dari pada arti kosa kata itu dalam bahasa modern sekarang. Kata kenal dalam bahasa Ibrani juga punya makna sexual intercourse. Pengenalan yang bersifat batiniah.

Relasi semakin berkembang, maka integrasi tidak hanya mencakup hal rohani, relasi yang berkembang membuat integrasi pun mencakup bidang emosi kita. Kedua emosi dari pribadi yang saling jatuh cinta itu terintegrasi. Kedua pribadi itu semakin menyukai hal-hal yang sama. Di sisi trust muncul pula penghiburan, sebagai produk dari emosi yang mulai terintegrasi. Di sisi ekstasi, ada sukacita karena kita hidup. Bagi orang yang jatuh cinta, kehidupan itu sesuatu yang sangat indah. Di sisi solidaritas muncul rasa tidak ingin dipisahkan dari dia yang kita cintai.

Sungguh sangat indah jatuh cinta sebagaimana dirancang Allah bagi kita. Sisi integrasi terus bertumbuh. Di sisi ini muncul pula integrasi estetika. Rasa estetika mereka pun dipersatukan oleh Allah melalui cinta kasih mereka. Di sisi trust, rasa estetika itu akan membuat pasangan kita itu dapat diandalkan. Sementara di sisi ekstasi menumbuhkan mutuality. Di sisi solidaritas muncullah keinginan tidak lagi mengkotak-kotakkan yang mana pribadi dan yang mana yang umum. Semua menjadi milik bersama.

Relasi bertumbuh terus, maka di sisi integritas muncullah integrasi intelektual. Pasangan kita itu menjadi sahabat kita secara intelektual, karena intelektual kita telah terintegrasi. Di sisi trust muncul pula keinginan untuk menarik diri. Hal ini muncul karena kesadaran akan persahabatan tadi. Di sisi ekstasi muncul pula dorongan untuk melakukan hal-hal positif dalam rangka membangun persahabatan itu sendiri. Ada sukacita dalam melakukan sesuatu untuk persahabatan.

Puncak dari integrasi itu ialah integrasi fisik. Pasangan itu mengadakan hubungan secara fisik. Tatkala hubungan itu dilakukan, di sana terdapat sisi trust terhadap pasangan. Di sana ada sisi ekstasi, karena pasangan itu akan mengalami orgasme. Di sana pun ada solidaritas, secara bersama mereka menikmatinya. Tatkala hubungan fisik itu terlaksana, maka di sisi trust pun muncul hilangnya pertahanan akan diri sendiri. Sebab sudah menyatu dengan pasangan tercinta. Di sisi ekstasi orang itu mengalami self transendensi. Ia menikmati sesuatu yang lebih besar dari dirinya sendiri. Sebab sekarang ia bukan lagi diri sendiri, melainkan diri yang baru bersama dengan pasangannya. Self transendensi dapat dinikmati manusia dalam hubungan seks sebagaimana telah kita uraikan di atas. Di sisi soladaritas, muncul dimensi kasih yang seharusnya ada di dalam kehidupan mereka.

Jika seksualitas itu begitu indah dan begitu agung, sungguh sangat menyedihkan jika masyarakat modern sekarang ini hanya menikmati bagian ekstasi sesaat yang tidak berlangsung lama dalam hunungan seks yang mereka nikmati. Seks itu adalah sesuatu yang kudus. Saya merenungkan makna relasi itu dalam konteks jatuh cinta kepada Tuhan, karena Ia lebih mengasihi daku. Allah itu adalah kasih! Oleh karena Dia adalah kasih, maka harus ada obyek yang dikasihi-Nya, yakni manusia. Salah satu dari antaranya ialah: daku. Allah pun tentunya mengasihi dengan spirit kasih pula. Hal yang sama Ia tanamkan di dalam hati setiap orang yang dikasihi-Nya. Karena spirit kasih itulah kita mengasihi Dia.

Jika kita jatuh cinta kepada Tuhan. Itu berarti kita akan mengalami integrasi dengan Tuhan. Integrasi yang puncaknya kita menyatu dengan Dia dalam dimensi yang tidak pernah dapat dibayangkan manusia. Kita tidak percaya akan pemahaman orang yang mengatakan bahwa manusia manunggal dengan Tuhan. Tetapi dalam diri Tuhan Yesus kita melihat adanya persekutuan yang ilahi dan insani. Rasul Yohanes mengatakan: “Saudara-saudaraku yang kekasih, sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak; akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia: I Yoh 3:2.

Integrasi dengan Tuhan itu menimbulkan trust yang luar biasa di dalam diri kita. Cinta itu juga menimbulkan ekstasi sebagaimana telah kita gambarkan di atas. Tuhan Yesus pernah menampakkan ekstasi seperti itu dalam Injil: "Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu” Luk 10:21. Kata bersyukur dalam KJV dipakai rejoice. 

Bukan hanya trust dan ekstasi, integrasi itu pun menghasilkan solidaritas Tuhan bersama kita. Cinta itu membuat kita mengenal siapa Dia yang kita sembah, membuat kita tidak lagi terkotak-kotak, melainkan utuh satu sama lain, terhubungkan satu sama lain. Alangkah indahnya. Di dunia ini kita telah mulai menikmatinya, walaupun kegenapannya akan kita nikmati di langit yang baru dan bumi yang baru.

Wahai dunia liberalisme. Tinggalkanlah pandanganmu tentang seks yang bebas itu. Jelajahilah dunia seks sebagaimana digambarkan Alkitab. Sebab seks yang digambarkan Alkitab mengandung misteri. Di sisi lain, seks yang dieksplore kaum liberal tidak memiliki dimensi misteri. Ia begitu terbuka sehingga tidak ada apa-apanya. Sekejab, lalu sirna tanpa bekas. Menyedihkan!

04/11/12

Tiga Kata


Tiga Kata


Ada tiga kata
Yang perlu diingat dalam hidup
Tiga kata yang  mampu
Menolong kita menghadapi pergumulan
Dalam hidup…

Melawati kebahagiaan
Sukses
Juga nasib baik
Pun kala derita menerpa
Juga dalam kemenangan
Ketenaran dan popularitas
Ketidakbahagiaan
Kesepian
Dan kehampaan

Ingatlah akan ketiga kata ini….

Ini kan berlalu………….

Tak seorang dari kita kan tahu
Berapa lama waktu yang sisa
Namun satu hal yang pasti
Hidup ini sangat berharga
Karena itu haruslah kita gunakan
Tiap menit
Tiap hari

Gunakanlah tiap hari
Bermakna untuk sesuatu
Lakukanlah yang bermakna
Dan nikmati
Bertindak agar lebih dekat pada impian
Belajar sesuatu yang  baru
Atau nikmati kebersamaan dengan teman
Sudahkah melakukan hal terbaik hari ini?

Belum terlambat
Mari kita mendoakannya
Kepada Dia Sang Bapa yang kekasih
Agar dituntun-Nya
Melakukan yang terbaik
Pada hari ini.

31/10/12

Bersatu

Bersatu

Dunia semakin sempit,
Dikau sekalipun jauh, terlihat dengan jelas,
Sebab tiada batas yang menghadang,
Hati berpadu diikat jadi satu.

Bersama kita mengarungi bahtera,
Menuju pelabuhan jiwa,
Di sana Sang Raja telah nantikan kita,
Mahkota telah tersedia.

Aneh tapi nyata,
Dua hati bertaut dalam sabda,
Berkarya dengan sukma,
Mempertemukan jiwa di hadapan tahta.

Di sana kita saling jumpa,
Melebur dalam kasih sang Abba,
Bersama jutaan jiwa, naikkan pujian bagi Sang Raja.
Maka tiada lagi batas antara daku dan anda,
Yang ada hanyalah pujian yang dimotori cinta,
Bagi Dia yang duduk di atas tahta kasih karunia.

30/10/12

Teman

Teman

Kita semua butuh teman,
Sama seperti kita butuh nafas kehidupan,
Sebab teman mendorong kita,
Membangkitkan kita.
Mengembalikan kita,
Balik ke kehidupan.
Juga mengingatkan
Betapa berharganya kehidupan,
Dan betapa kita diberkati,

Daku berterima kasih,
Dikau sobat seperti itu,
Yang membuat masa,
Jadi lebih bermakna tiap hari.

Daku menyimpan hal ini,
Pemberinan nan indah dari hati,
Yang dikau berikan dalam hidup ini.

28/10/12

Sahabat


Sahabat

Sahabat adalah seorang yang mau mendengar,
Tidak menghakimi,
Seseorang yang dapat dipercaya,
Tidak lari tatkala kesukaran menerpa,
Sebaliknya berada di sisi kita tuk mendengar,
Memikirkan bagaimana membuat kita jadi tertawa,
Jangan lupakan sahabatmu yang setia,
Sebab mereka menarik dikau tatkala jatuh,
Jangan harap hanya terima dan pegang,
Berikan persahabatan, itulah emas murni.

Terima kasih karena telah menjadi sahabatku.


Daku temukan seorang sahabat,
Begitu peduli dan begitu baik.
Berkat melejit lewat monitor,
pada  hari aku bertemu dengan dikau di online ....
Sekarang daku perhatikan senantiasa monitor
Harap sebuah berita dari dikau
Menuturkan kepedulianmu.

Dalam hidup ada  banyak pergumulan,
Yang harus dipikul di atas pundak,
Namun berbahagia karena punya teman,
Seperti dikau di luar sana.

Sekalipun engkau jauh di sana,
Kehangatanmu memintas jarak,
Dikau menjangkau dari jauh
Dan membuat daku senantiasa tertawa..

19/09/12

INMEMORIAM II




Bergumul Masalah Biaya

Tetapi saya berpikir biaya itu akan berjalan selama Tiur hidup. Dengan nalar saya berpikir, ada sejumlah uang tabungan yang kami kumpulkan selama sekian tahun. Pada mulanya kami berpikir uang itu akan kami pergunakan sebagai bekal setelah menjalani masa pensiun dari tempat kerja. Tidak ada terlintas di benak ini untuk mencari perkerjaan lain setelah pensiun dari kantor. Ternyata apa yang dipikirkan itu tidak akan terlaksana. Menurut hemat saya pada waktu itu, tabungan itu akan dihabiskan dalam membiayai hemodiaisis Tiur. Jumlah tabungan itu pun tidak banyak. Mengingat itu saya berdoa kepada Tuhan, agar Tiur di panggil pulang ke surga sebelum tabungan itu habis dipergunakan. Pada waktu itu nalar saya mengatakan jika tabungan habis maka Tiur tidak akan dapat lagi menjalani hemodialisis, lalu darahnya akan keracunan dan akhirnya akan meninggal. Betapa sedih hati ini menghadapi keadaan itu. Nalar akan mengatakan seandainya tabungan masih ada tentunya ia belum meninggal. Itulah sebabnya saya meminta agar Allah membawa Tiur pulang ke surga sebelum tabungan habis, sehingga tidak ada penyesalan di dalam hati. Namun jalan manusia tidak sama dengan jalan Tuhan. Ia punya rencana lain di luar pemahaman saya.

Lalu Tuhan membuka jalan. Setelah Tiur menjalani rawat inap selama dua puluh lima hari di rumah sakit, ia diperkenankan pulang. Ia menjalani program hemodialisis itu dua kali setiap minggu, setiap hari Selasa dan hari Jumat. Tatkala kami orang-orang yang mengantar pasien untuk menjalani hemodialisis berkumpul di ruang tunggu, teman-teman itu saling bagi informasi. Ada orang yang berceritera kepada saya bahwa yang membayar pembiayaan hemodialisis yang dijalani dilakukan oleh Pemerintah  DKI Jakarta. Kemudian dia menanyakan saya: siapa yang bayar biaya hemodialisisnya Tiur. Saya katakan saya sendiri. Kenapa tidak dibayar kantor? Ujarnya. Lalu saya menjawab dan mengatakan bahwa Jamsostek tidak mengcover hemodialisis. Itulah ketetapannya, jadi saya sendiri yang harus membayarnya.

Lalu orang itu berceritera kepada saya bagaimana ia bisa mendapat pengobatan gratis. Ia mengurus kartu Gakin (Keluarga miskin). Lalu saya bertanya bukankah kartu itu diberikan hanya kepada keluarga yang betul betul miskin? Bagaimana caranya saudara mendapatkannya. Hal itu saya tanyakan karena melihat penampilannya tidak mungkin masuk kategori miskin seperti yang diisyaratkan oleh Gakin. Ia pun berceritera: “Saya pindah dari rumah yang saya miliki dan mengontrak sebuah rumah kumuh di daerah kumuh. Untuk itu saya membeli kartu tanda penduduk di daerah itu agar bisa mengajukan permohonan keluarga miskin. Petugas Puskesmas datang ke rumah kontrakan itu untuk meninjau tempat tinggal kami. Tatkala mereka melihat rumah itu, hanya tiga kali lima meter, lantai semen, tidak punya kamar mandi dan tidak punya air bersih, maka mereka menyetujui permohonan saya. Setelah itu kami kembali ke rumah sendiri. Kartu Gakin pun keluar. Saya dibayarin pemerintah untuk menjalani program hemodialisis.

Mendengar uraiannya itu saya berkata di dalam hati: “Tuhan saya tidak akan melakukan hal seperti itu, sebab Engkau kaya dan berkat-Mu cukup bagi kami”. Menurut hemat saya tindakan seperti itu adalah tindakan yang tidak benar. Untuk mengatasi masalah pembiayaan itu, Tuhan menyuruh malaikatnya memberitahukan jalan lain kepada saya. Saya katakan malaikat Tuhan, karena kata malaikat di dalam bahasa Ibrani adalah suruhan. Jadi malaikat Tuhan yang datang padaku itu bukan dalam bentuk seperti yang dibayangkan orang. Ia adalah manusia biasa, tetapi bagi saya ia adalah malaikat Tuhan. melalui malaikat itu saya mendapatkan informasi yang sangat menolong.

Suamin orang itu menjalani hemodialisis juga di Rumah Sakit Cikini. Ia menunjukkan jalan lain selain melalui Gakin, namanya ialah SKTM. (Surat Keterangan Tidak Mampu). Lalu ia memberi penjelasan kepada saya bagaimana mendapatkan surat itu. Jika kita yang menanggung beban itu, maka memang kita tidak mampu menanggungnya seumur hidup. Karena itu kita memerlukan bantuan. Sebab biayanya bukan hanya ongkos untuk hemodialisis, tetapi biaya obat pun besar. Salah satu contoh ialah: obat berupa hormon untuk membentuk sel butir butir darah merah. Ginjal berfungsi untuk mengeluarkan hormon dalam rangka membentuk sel-sel darah merah. Karena fungsi ginjal menurun, maka ginjal pun tidak lagi memproduksi hormon tersebut. Karenanya haemoglobin pasien turun. Akibatnya pasien harus diberi obat berupa hormon dengan jalan disuntikkan. Harga obat itu cukup mahal, lima ratus ribu rupiah satu ampul. Belum lagi obat-obat lain. Jadi memang kita tidak mampu!

Menerima Bantuan Dari Pemerintah

Adapun alur perjalanan untuk mendapatkan surat tersebut ialah: surat pengantar dari RT, RW, lalu Lurah. Setelah itu pergi ke Puskesmas untuk mendapatkan Surat Keterangan dari dokter yang melayani di Puskesmas tersebut. Setelah itu harus pergi ke Kantor Camat. Beliau memberi penjelasan lebih panjang lagi dan berkata kepada saya bahwa ia sudah mengurus semua itu tinggal surat dari rumah sakit. Setelah itu akan dibawa ke Dinas Kesehatan DKI. Tetapi di rumah sakit ini banyak yang mendapatkan fasilitas Gakin. Tatkala ia berhadapan dengan dokter yang bertugas mengurus masalah itu, beliau mengatakan ibu masuk dalam daftar tunggu. Sebab banyak yang antri untuk mendapatkan fasilitas itu. Mendengar keterangan itu hati saya tertegun. Ibu ini yang sudah mengurusnya masih masuk daftar tunggu, maka jika saya urus juga tentulah kami pun akan masuk daftar tunggu.

Namun saya memberanikan diri untuk bertanya kepada Dr. Tunggul Situmorang tentang kemungkinan mendapatkan fasilitas tersebut. Beliau menjabat sebagai Direktur Ketua di Rumah Sakit PGI Cikini. Tatkala saya menanyakan hal itu melalui telepon selluler, beliau langsung mengatakan agar saya mengurus hal itu secepatnya! Hati saya sangat terharu, karena beliau mau melayani saya sekalipun hanya melalui telepon seluler. Lalu beliau menambahkan agar surat-surat itu dibawa kepada beliau lebih dahulu. Saya mengurus surat-surat yang dibutuhkan. Setelah selesai, surat-surat  tersebut saya hantarkan ke ruang kerja beliau. Saya disambut dengan sikap hati yang ceria. Pada waktu itu saya melihat wajahnya seperti wajah seorang malaikat. Saya hampir mau menangis melihat wajah itu. Saya berkata di dalam hati, orang ini adalah malaikat yang diutus Allah untuk menolong kami. Beliau langsung menghubungi dokter yang bertugas untuk menangani Askes Gakin.

Saya diminta untuk bertemu secara langsung dengan beliau di ruangan lain di rumah sakit tersebut. Lalu saya pun  bertemu dengan dokter yang ditugaskan untuk menangani masalah Askes Gakin. Peritiwa itu terjadi di bulan Maret, bulan ketiga Tiur menjalani hemodialisis. Kami mendapatkan keringanan yang begitu luar biasa. Program hemodialisis itu akan dilaksanakan delapan atau sembilan kali dalam satu bulan. Namun dokter itu menetapkan cukup membayar satu kali dalam satu bulan. Luar biasa! Lebih luar biasa lagi, tatkala Tiur keluar dari ICU, ia menjalani hemodialisis tiga kali dalam seminggu. Namun kami tetap hanya bayar satu kali saja, dari 12-14 kali dalam satu minggu. Itu adalah mujizat menurut hemat saya. Itu adalah kemuliaan Allah yang sangat nyata. Tanggungan kami bisa mendapat keringanan. Obat-obat masih harus dibeli, teristimewa hormon untuk meningkatkan haemoglobin. Tentunya hal itu saya terima karena pengaruh sang malaikat yang telah membuka jalan bagi kami. Tuhan Yang Maha Baik! Limpahkanlah karunia-Mu bagi pak dokter ini dan kelurganya. Karena ia telah menunjukkan kebaikan hati-Mu kepada kami dalam pelayanannya sebagai dokter dan sebagai Direktur Kepala di rumah sakit ini.

Persoalan belum selesai, tantangan baru harus kami hadapi. Setelah bulan April tiba, seperti biasa, saya mengurus surat jaminan dari Dinas Kesehatan Pemda DKI dan diberikan kepada dokter yang mengurus masalah tersebut. Dokter yang menangani Gakin berkata kepada kami bahwa program penanggungan ini untuk masa sekarang berlaku hanya sampai tanggal 31 Maret ini. Oleh karena itu sementara menjalani hemodialisis, disarankan agar membayar lebih dahulu. Berita yang kami dapatkan dari beliau ialah belum ada jaminan dari Pemda DKI bahwa tagihan rumah sakit kepada Pemda DKI akan dibayar. Mendengar berita itu saya kembali mengadu kepada malaikat Tuhan di RS Cikini itu. Beliau mengatakan kepada saya: “bawa dulu kemari surat jaminan dari Dinas Kesehatan tadi”. Lalu saya  mengantarkan surat yang diminta. Beliau membuat disposisi dalam surat jaminan itu agar ditindak lanjuti jika kesepakatan dengan pemda DKI telah ditandatangani. Luar biasa. Saya bukan siapa-siapa, namun mendapatkan pertolongan yang begitu besar! Terpujilah Tuhan yang memberikan hati yang begitu perduli di lubuk hari sang malaikat Tuhan itu. Soli Deo Gloria in exelci Deo – Segala  kemuliaan bagi Allah di tempat yang maha tinggi. –

Untuk dua kali hemodialisis, saya harus membayar penuh. Tetapi seorang teman yang juga menerima bantuan dari pemda DKI memberi tahu kepada saya program itu telah dibuka kembali. Puji Tuhan surat jaminan yang saya telah kantongi dapat dipergunakan kembali. Karena Tiur kehilangan nafsu makan, maka asupan protein ke dalam tubuhnya mengalami kekurangan. Pada hal protein sangat dibutuhkan, bersama hormon yang disuntikkan untuk pembentukan sel darah merah. Kekurangan protein itu mengakibatkan haemoglobinnya turun hingga mencapai angka 5,8. Angka normal menurut laboratorium adalah 11-13. Dokter menyarankan transfusi darah. Darah memang gratis dari PMI, tetapi kita harus membeli kantong, membayar biaya screening darah. Untuk satu kantong harus dikeluarkan biaya dua ratus ribu rupiah. Dokter menyarankan agar darah ditransfusi sebanyak dua kantong. Itu berarti empat ratus ribu rupiah. Tatkala saya akan mengurus pengambilan darah dari Bank Darah di RS Cikini, seorang suster di sana mnenyarankan saya agar mempergunakan SKTM itu, sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya. Suster itu pernah saya tolong di dalam Penelahan Alkitab. Dia juga merupakan malaikat Tuhan bagi kami untuk menunjukkan jalan. Puji Tuhan, kami bebas dari biaya transfusi. Begitu banyak jalan yang dipakai Tuhan untuk menunjukkan kebaikannya bagi kami. Terpujilah nama-Nya.

Satu hal yang indah yang saya temukan di dalam persekutuan mereka yang menungu pasien  ini ialah kepedulian akan sesama sangat tebal. Kita baru kenalan tetapi telah perduli satu sama lain. Ada seorang ibu yang memakai jilbab, tetapi begitu perduli dengan kami. Ia tahu saya pergi ke Gereja pada hari Selasa untuk mengadakan aktifitas di sana. Ia tidak akan mengerti apa artinya sermon parhalado. Tiur sendirian di dalam menjalani hemodialisis di sana, sementara  pasien lainya ditemani anggota keluarganya masing-masing. Ibu hajjah itu berkata: ”jangan takut pak, kami akan turut menjaga ibu tatkala bapak pergi ke gereja. Kedekatan antara mereka yang sependeritaan akan mudah terpaut. Itu pelajaran berharga yang saya timba dari persekutuan kami yang menunggu pasien yang menjalani hemodialisis.

Pertolongan Tuhan datang tepat pada waktunya. Ia mengendalikan situasi sedemikian rupa, sehingga menuju penggenapan rencana-Nya. Kebenaran dari fakta ini pun kami alami di dalam pergumulan ini. Pada satu waktu, mata Tiur berwarna merah. Karena itu saya membawa dia kontrol ke dokter. Biasanya, saya membawa dia kontrol ke dokter pada saat dia menjalani hemodialisis. Hal itu dirancang sedemikian rupa, agar tidak dua kali ke rumah sakit. Tujuan utama ialah: irit biaya. Namun untuk yang satu ini, saya membawa dia pada hari Kamis, pada hal hari Jumat ia akan menjalani hemodialisis. Setelah diperiksa dokter, kami di suruh untuk konsul ke dokter mata. Kami pun mendaftar ke dokter mata yang praktek pada waktu itu. setelah ketemu dengan dokter itu, ternyata ia adalah anggota jemaat HKBP Menteng. Beliau mengenal kami, lalu kami disalami lebih dahulu. Setelah menjalani pemeriksaan yang panjang, sang dokter mengatakan keadaan mata Tiur. Matanya sudah katarak karena pengaruh gula darah yang sudah lama. Oleh karena itu harus dioperasi.

Hal yang luar biasa ialah: dokter itu mengatakan: “Kita operasi di Rumah Sakit Universitas Kristen Indonesia (UKI) saja. Sebab, di sana, saya dapat mengusahakan agar amang hanya membayar lima ratus ribu saja untuk sekali operasi. Jika dioperasi di sini, maka biayanya sebesar enam juta lima ratus ribu rupiah. Itu berarti akumulasinya menjadi tiga belas juta rupiah. Beliau langsung menawarkan bantuan bagi kami. Luar biasa! Jika saya membawa Tiur kontrol pada hari Jumat, maka pastilah kami tidak akan bertemu dengan dokter tadi, karena beliau praktek hanya pada hari Senin dan Kamis. Kami akan membayar biaya yang banyak untuk operasi mata tersebut. Sekarang kami hanya akan membayar satu juta rupiah. Bukankah Allah berperan di dalam mengatur segala sesuatunya? Terpujilah nama-Nya yang bertindak mengendalikan kehidupan kami.

Setelah dua minggu menjalani perawatan mata yang merah, Tuhan memberikan beban lain bagi kami mengenai mata Tiur. Ia mengalami stroke mata. Mata sebelah kanan mengalami kelumpuhan, sehingga tidak dapat dibuka kelopak matanya. Karena mengalami stoke mata, maka operasi katarak ditunda. Mata yang lumpuh akan diobati lebih dahulu. Jika tidak pulih melalui pengobatan, kata dokter harus dioperasi. Tuhan akan memberikan jalan keluar menghadapi semuanya ini. Obat-obat yang dimakan untuk mata, mengakibatkan gula darah dan tekanan darah jadi naik. Ini membawa beban lain di dalam tubuh Tiur.

Dokter mata mengatakan bahwa dibutuhkan waktu enam bulan untuk memulihkan mata yang mengalami kelumpuhan tadi. Namun setelah dua bulan, mata sebelah kanan yang lumpuh itu dapat terbuka kembali. Tatkala diperiksa dokter, beliau berkata: “Ini bisa karena doa-doa yang dinaikkan kepada Tuhan.” Puji Tuhan! Ia hadir di dalam kehidupan ini dan memberikan pertolongan dimana perlu menurut kehendak-Nya. Selanjutnya sang dokter memberi nasihat untuk menunggu dua bulan lagi baru akan diperiksa, apa sudah baik waktunya untuk operasi katarak yang kedua.

Rumah Allah

  Rumah Allah Ibrani 3:6 Tetapi Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya; dan rumah-Nya ialah kita, jika kita sampai kepada akhi...