23/01/12

INMEMORIAM II




Bergumul Masalah Biaya

Tetapi saya berpikir biaya itu akan berjalan selama Tiur hidup. Dengan nalar saya berpikir, ada sejumlah uang tabungan yang kami kumpulkan selama sekian tahun. Pada mulanya kami berpikir uang itu akan kami pergunakan sebagai bekal setelah menjalani masa pensiun dari tempat kerja. Tidak ada terlintas di benak ini untuk mencari perkerjaan lain setelah pensiun dari kantor. Ternyata apa yang dipikirkan itu tidak akan terlaksana. Menurut hemat saya pada waktu itu, tabungan itu akan dihabiskan dalam membiayai hemodiaisis Tiur. Jumlah tabungan itu pun tidak banyak. Mengingat itu saya berdoa kepada Tuhan, agar Tiur di panggil pulang ke surga sebelum tabungan itu habis dipergunakan. Pada waktu itu nalar saya mengatakan jika tabungan habis maka Tiur tidak akan dapat lagi menjalani hemodialisis, lalu darahnya akan keracunan dan akhirnya akan meninggal. Betapa sedih hati ini menghadapi keadaan itu. Nalar akan mengatakan seandainya tabungan masih ada tentunya ia belum meninggal. Itulah sebabnya saya meminta agar Allah membawa Tiur pulang ke surga sebelum tabungan habis, sehingga tidak ada penyesalan di dalam hati. Namun jalan manusia tidak sama dengan jalan Tuhan. Ia punya rencana lain di luar pemahaman saya.

Lalu Tuhan membuka jalan. Setelah Tiur menjalani rawat inap selama dua puluh lima hari di rumah sakit, ia diperkenankan pulang. Ia menjalani program hemodialisis itu dua kali setiap minggu, setiap hari Selasa dan hari Jumat. Tatkala kami orang-orang yang mengantar pasien untuk menjalani hemodialisis berkumpul di ruang tunggu, teman-teman itu saling bagi informasi. Ada orang yang berceritera kepada saya bahwa yang membayar pembiayaan hemodialisis yang dijalani dilakukan oleh Pemerintah  DKI Jakarta. Kemudian dia menanyakan saya: siapa yang bayar biaya hemodialisisnya Tiur. Saya katakan saya sendiri. Kenapa tidak dibayar kantor? Ujarnya. Lalu saya menjawab dan mengatakan bahwa Jamsostek tidak mengcover hemodialisis. Itulah ketetapannya, jadi saya sendiri yang harus membayarnya.

Lalu orang itu berceritera kepada saya bagaimana ia bisa mendapat pengobatan gratis. Ia mengurus kartu Gakin (Keluarga miskin). Lalu saya bertanya bukankah kartu itu diberikan hanya kepada keluarga yang betul betul miskin? Bagaimana caranya saudara mendapatkannya. Hal itu saya tanyakan karena melihat penampilannya tidak mungkin masuk kategori miskin seperti yang diisyaratkan oleh Gakin. Ia pun berceritera: “Saya pindah dari rumah yang saya miliki dan mengontrak sebuah rumah kumuh di daerah kumuh. Untuk itu saya membeli kartu tanda penduduk di daerah itu agar bisa mengajukan permohonan keluarga miskin. Petugas Puskesmas datang ke rumah kontrakan itu untuk meninjau tempat tinggal kami. Tatkala mereka melihat rumah itu, hanya tiga kali lima meter, lantai semen, tidak punya kamar mandi dan tidak punya air bersih, maka mereka menyetujui permohonan saya. Setelah itu kami kembali ke rumah sendiri. Kartu Gakin pun keluar. Saya dibayarin pemerintah untuk menjalani program hemodialisis.

Mendengar uraiannya itu saya berkata di dalam hati: “Tuhan saya tidak akan melakukan hal seperti itu, sebab Engkau kaya dan berkat-Mu cukup bagi kami”. Menurut hemat saya tindakan seperti itu adalah tindakan yang tidak benar. Untuk mengatasi masalah pembiayaan itu, Tuhan menyuruh malaikatnya memberitahukan jalan lain kepada saya. Saya katakan malaikat Tuhan, karena kata malaikat di dalam bahasa Ibrani adalah suruhan. Jadi malaikat Tuhan yang datang padaku itu bukan dalam bentuk seperti yang dibayangkan orang. Ia adalah manusia biasa, tetapi bagi saya ia adalah malaikat Tuhan. melalui malaikat itu saya mendapatkan informasi yang sangat menolong.

Suamin orang itu menjalani hemodialisis juga di Rumah Sakit Cikini. Ia menunjukkan jalan lain selain melalui Gakin, namanya ialah SKTM. (Surat Keterangan Tidak Mampu). Lalu ia memberi penjelasan kepada saya bagaimana mendapatkan surat itu. Jika kita yang menanggung beban itu, maka memang kita tidak mampu menanggungnya seumur hidup. Karena itu kita memerlukan bantuan. Sebab biayanya bukan hanya ongkos untuk hemodialisis, tetapi biaya obat pun besar. Salah satu contoh ialah: obat berupa hormon untuk membentuk sel butir butir darah merah. Ginjal berfungsi untuk mengeluarkan hormon dalam rangka membentuk sel-sel darah merah. Karena fungsi ginjal menurun, maka ginjal pun tidak lagi memproduksi hormon tersebut. Karenanya haemoglobin pasien turun. Akibatnya pasien harus diberi obat berupa hormon dengan jalan disuntikkan. Harga obat itu cukup mahal, lima ratus ribu rupiah satu ampul. Belum lagi obat-obat lain. Jadi memang kita tidak mampu!

Menerima Bantuan Dari Pemerintah

Adapun alur perjalanan untuk mendapatkan surat tersebut ialah: surat pengantar dari RT, RW, lalu Lurah. Setelah itu pergi ke Puskesmas untuk mendapatkan Surat Keterangan dari dokter yang melayani di Puskesmas tersebut. Setelah itu harus pergi ke Kantor Camat. Beliau memberi penjelasan lebih panjang lagi dan berkata kepada saya bahwa ia sudah mengurus semua itu tinggal surat dari rumah sakit. Setelah itu akan dibawa ke Dinas Kesehatan DKI. Tetapi di rumah sakit ini banyak yang mendapatkan fasilitas Gakin. Tatkala ia berhadapan dengan dokter yang bertugas mengurus masalah itu, beliau mengatakan ibu masuk dalam daftar tunggu. Sebab banyak yang antri untuk mendapatkan fasilitas itu. Mendengar keterangan itu hati saya tertegun. Ibu ini yang sudah mengurusnya masih masuk daftar tunggu, maka jika saya urus juga tentulah kami pun akan masuk daftar tunggu.

Namun saya memberanikan diri untuk bertanya kepada Dr. Tunggul Situmorang tentang kemungkinan mendapatkan fasilitas tersebut. Beliau menjabat sebagai Direktur Ketua di Rumah Sakit PGI Cikini. Tatkala saya menanyakan hal itu melalui telepon selluler, beliau langsung mengatakan agar saya mengurus hal itu secepatnya! Hati saya sangat terharu, karena beliau mau melayani saya sekalipun hanya melalui telepon seluler. Lalu beliau menambahkan agar surat-surat itu dibawa kepada beliau lebih dahulu. Saya mengurus surat-surat yang dibutuhkan. Setelah selesai, surat-surat  tersebut saya hantarkan ke ruang kerja beliau. Saya disambut dengan sikap hati yang ceria. Pada waktu itu saya melihat wajahnya seperti wajah seorang malaikat. Saya hampir mau menangis melihat wajah itu. Saya berkata di dalam hati, orang ini adalah malaikat yang diutus Allah untuk menolong kami. Beliau langsung menghubungi dokter yang bertugas untuk menangani Askes Gakin.

Saya diminta untuk bertemu secara langsung dengan beliau di ruangan lain di rumah sakit tersebut. Lalu saya pun  bertemu dengan dokter yang ditugaskan untuk menangani masalah Askes Gakin. Peritiwa itu terjadi di bulan Maret, bulan ketiga Tiur menjalani hemodialisis. Kami mendapatkan keringanan yang begitu luar biasa. Program hemodialisis itu akan dilaksanakan delapan atau sembilan kali dalam satu bulan. Namun dokter itu menetapkan cukup membayar satu kali dalam satu bulan. Luar biasa! Lebih luar biasa lagi, tatkala Tiur keluar dari ICU, ia menjalani hemodialisis tiga kali dalam seminggu. Namun kami tetap hanya bayar satu kali saja, dari 12-14 kali dalam satu minggu. Itu adalah mujizat menurut hemat saya. Itu adalah kemuliaan Allah yang sangat nyata. Tanggungan kami bisa mendapat keringanan. Obat-obat masih harus dibeli, teristimewa hormon untuk meningkatkan haemoglobin. Tentunya hal itu saya terima karena pengaruh sang malaikat yang telah membuka jalan bagi kami. Tuhan Yang Maha Baik! Limpahkanlah karunia-Mu bagi pak dokter ini dan kelurganya. Karena ia telah menunjukkan kebaikan hati-Mu kepada kami dalam pelayanannya sebagai dokter dan sebagai Direktur Kepala di rumah sakit ini.

Persoalan belum selesai, tantangan baru harus kami hadapi. Setelah bulan April tiba, seperti biasa, saya mengurus surat jaminan dari Dinas Kesehatan Pemda DKI dan diberikan kepada dokter yang mengurus masalah tersebut. Dokter yang menangani Gakin berkata kepada kami bahwa program penanggungan ini untuk masa sekarang berlaku hanya sampai tanggal 31 Maret ini. Oleh karena itu sementara menjalani hemodialisis, disarankan agar membayar lebih dahulu. Berita yang kami dapatkan dari beliau ialah belum ada jaminan dari Pemda DKI bahwa tagihan rumah sakit kepada Pemda DKI akan dibayar. Mendengar berita itu saya kembali mengadu kepada malaikat Tuhan di RS Cikini itu. Beliau mengatakan kepada saya: “bawa dulu kemari surat jaminan dari Dinas Kesehatan tadi”. Lalu saya  mengantarkan surat yang diminta. Beliau membuat disposisi dalam surat jaminan itu agar ditindak lanjuti jika kesepakatan dengan pemda DKI telah ditandatangani. Luar biasa. Saya bukan siapa-siapa, namun mendapatkan pertolongan yang begitu besar! Terpujilah Tuhan yang memberikan hati yang begitu perduli di lubuk hari sang malaikat Tuhan itu. Soli Deo Gloria in exelci Deo – Segala  kemuliaan bagi Allah di tempat yang maha tinggi. –

Untuk dua kali hemodialisis, saya harus membayar penuh. Tetapi seorang teman yang juga menerima bantuan dari pemda DKI memberi tahu kepada saya program itu telah dibuka kembali. Puji Tuhan surat jaminan yang saya telah kantongi dapat dipergunakan kembali. Karena Tiur kehilangan nafsu makan, maka asupan protein ke dalam tubuhnya mengalami kekurangan. Pada hal protein sangat dibutuhkan, bersama hormon yang disuntikkan untuk pembentukan sel darah merah. Kekurangan protein itu mengakibatkan haemoglobinnya turun hingga mencapai angka 5,8. Angka normal menurut laboratorium adalah 11-13. Dokter menyarankan transfusi darah. Darah memang gratis dari PMI, tetapi kita harus membeli kantong, membayar biaya screening darah. Untuk satu kantong harus dikeluarkan biaya dua ratus ribu rupiah. Dokter menyarankan agar darah ditransfusi sebanyak dua kantong. Itu berarti empat ratus ribu rupiah. Tatkala saya akan mengurus pengambilan darah dari Bank Darah di RS Cikini, seorang suster di sana mnenyarankan saya agar mempergunakan SKTM itu, sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya. Suster itu pernah saya tolong di dalam Penelahan Alkitab. Dia juga merupakan malaikat Tuhan bagi kami untuk menunjukkan jalan. Puji Tuhan, kami bebas dari biaya transfusi. Begitu banyak jalan yang dipakai Tuhan untuk menunjukkan kebaikannya bagi kami. Terpujilah nama-Nya.

Satu hal yang indah yang saya temukan di dalam persekutuan mereka yang menungu pasien  ini ialah kepedulian akan sesama sangat tebal. Kita baru kenalan tetapi telah perduli satu sama lain. Ada seorang ibu yang memakai jilbab, tetapi begitu perduli dengan kami. Ia tahu saya pergi ke Gereja pada hari Selasa untuk mengadakan aktifitas di sana. Ia tidak akan mengerti apa artinya sermon parhalado. Tiur sendirian di dalam menjalani hemodialisis di sana, sementara  pasien lainya ditemani anggota keluarganya masing-masing. Ibu hajjah itu berkata: ”jangan takut pak, kami akan turut menjaga ibu tatkala bapak pergi ke gereja. Kedekatan antara mereka yang sependeritaan akan mudah terpaut. Itu pelajaran berharga yang saya timba dari persekutuan kami yang menunggu pasien yang menjalani hemodialisis.

Pertolongan Tuhan datang tepat pada waktunya. Ia mengendalikan situasi sedemikian rupa, sehingga menuju penggenapan rencana-Nya. Kebenaran dari fakta ini pun kami alami di dalam pergumulan ini. Pada satu waktu, mata Tiur berwarna merah. Karena itu saya membawa dia kontrol ke dokter. Biasanya, saya membawa dia kontrol ke dokter pada saat dia menjalani hemodialisis. Hal itu dirancang sedemikian rupa, agar tidak dua kali ke rumah sakit. Tujuan utama ialah: irit biaya. Namun untuk yang satu ini, saya membawa dia pada hari Kamis, pada hal hari Jumat ia akan menjalani hemodialisis. Setelah diperiksa dokter, kami di suruh untuk konsul ke dokter mata. Kami pun mendaftar ke dokter mata yang praktek pada waktu itu. setelah ketemu dengan dokter itu, ternyata ia adalah anggota jemaat HKBP Menteng. Beliau mengenal kami, lalu kami disalami lebih dahulu. Setelah menjalani pemeriksaan yang panjang, sang dokter mengatakan keadaan mata Tiur. Matanya sudah katarak karena pengaruh gula darah yang sudah lama. Oleh karena itu harus dioperasi.

Hal yang luar biasa ialah: dokter itu mengatakan: “Kita operasi di Rumah Sakit Universitas Kristen Indonesia (UKI) saja. Sebab, di sana, saya dapat mengusahakan agar amang hanya membayar lima ratus ribu saja untuk sekali operasi. Jika dioperasi di sini, maka biayanya sebesar enam juta lima ratus ribu rupiah. Itu berarti akumulasinya menjadi tiga belas juta rupiah. Beliau langsung menawarkan bantuan bagi kami. Luar biasa! Jika saya membawa Tiur kontrol pada hari Jumat, maka pastilah kami tidak akan bertemu dengan dokter tadi, karena beliau praktek hanya pada hari Senin dan Kamis. Kami akan membayar biaya yang banyak untuk operasi mata tersebut. Sekarang kami hanya akan membayar satu juta rupiah. Bukankah Allah berperan di dalam mengatur segala sesuatunya? Terpujilah nama-Nya yang bertindak mengendalikan kehidupan kami.

Setelah dua minggu menjalani perawatan mata yang merah, Tuhan memberikan beban lain bagi kami mengenai mata Tiur. Ia mengalami stroke mata. Mata sebelah kanan mengalami kelumpuhan, sehingga tidak dapat dibuka kelopak matanya. Karena mengalami stoke mata, maka operasi katarak ditunda. Mata yang lumpuh akan diobati lebih dahulu. Jika tidak pulih melalui pengobatan, kata dokter harus dioperasi. Tuhan akan memberikan jalan keluar menghadapi semuanya ini. Obat-obat yang dimakan untuk mata, mengakibatkan gula darah dan tekanan darah jadi naik. Ini membawa beban lain di dalam tubuh Tiur.

Dokter mata mengatakan bahwa dibutuhkan waktu enam bulan untuk memulihkan mata yang mengalami kelumpuhan tadi. Namun setelah dua bulan, mata sebelah kanan yang lumpuh itu dapat terbuka kembali. Tatkala diperiksa dokter, beliau berkata: “Ini bisa karena doa-doa yang dinaikkan kepada Tuhan.” Puji Tuhan! Ia hadir di dalam kehidupan ini dan memberikan pertolongan dimana perlu menurut kehendak-Nya. Selanjutnya sang dokter memberi nasihat untuk menunggu dua bulan lagi baru akan diperiksa, apa sudah baik waktunya untuk operasi katarak yang kedua.

BERIBADAH KEPADA ALLAH



BERIBADAH KEPADA ALLAH
Yosua 24:14-24

Pendahuluan

Ada satu pernyataan yang terkenal dari Samuel kepada bangsa Israel, yakni: "Sampai di sini TUHAN menolong kita." Apa yang disuarakan Samuel, dapat juga kita suarakan sekarang, di abad 21 ini. Kita telah memasuki tahun 2012, sampai hari ini, Tuhan menolong kita. Sebuah pertanyaan dapat diajukan kepada kita di permulaan dari tahun 2012 ini. Pertanyaan itu ialah: “Bagaimana respon kita terhadap pertolongan Allah yang kita telah nikmati di sepanjang tahun-tahun yang lalu?” Hal yang sama diajukan Yosua kepada bangsa Israel di Kanaan, setelah bangsa itu mendapatkan pembagian tanah, seperti yang difirmankan Tuhan kepada Musa di padang gurun. Sebelum Yosua menanyakan bagaimana respon bangsa itu terhadap Allah, ia menguraikan apa yang telah diperbuat Allah kepada bangsa itu.

Perbuatan Allah itu dipaparkan Yosua mulai dengan pemanggilan para bapa leluhur (24:2-4), exodus (24:5-7), penaklukan seberang Sungai Yordan (24: 8-10), dan penaklukan Tanah Kanaan (24:11-13). Setelah memaparkan apa yang diperbuat Allah, Yosua menantang bangsa Israel agar mereka beribadah kepada Yahweh semata-mata. Tantangan ini memiilki dua sisi. Sisi pertama bagi orang Israel sendiri. Yosua dan mereka yang melihat perbuatan Allah Mulai dari Mesir hingga Kanaan akan segera meninggalkan dunia ini. Mereka sudah tua. Tidak lama lagi mereka akan masuk ke dalam kekekalan. Generasi yang tinggal di Tanah Kanaan tidak melihat dengan mata kepala sendiri peristiwa itu. Mereka perlu diperlengkapi dengan sebuah komitmen untuk tetap setia kepada Yahweh. Di sisi lain, ada saja kemungkinan orang Kanaan akan bergabung dengan mereka di dalam ibadahnya. Hal itu dimungkinkan berdasarkan hukum Taurat. Bagi orang Kanaan yang turut ambil bagian dalam persekutuan ibadah korban Israel,  mereka harus meninggalkan ibadah kepada para ilah yang mereka sembah dulunya.

Kita tahu, ada perbedaan yang sangat jelas antara ibadah kepada Yahweh dengan ibadah yang diselanggarakan bangsa Kanaan. Jika bangsa Kanaan beribadah kepada para dewa mereka, maka hal itu dilatarbelakangi siklus penanggalan tahun yang bersifat magis. Sementara ibadah kepada Yahweh dilatarbelakangi tindakan Allah dalam sejarah terhadap bangsa Israel. Latar belakang kita beribadah pun berbeda dengan iman yang diajarkan oleh agama lain.

Penjelasan Nas

Sebagai respon, Yosua memberi tantangan kepada bangsa Israel. Tantangan itu ialah agar mereka setia kepada Allah. dalam pasal sebelumnya, Yosua menantang bangsa itu agar memisahkan diri dari para ilah bangsa Kanaan dan menaati hukum Taurat. Sekarang kembali Yosua menantang mereka untuk setia kepada Yahweh. Wujud dari kesetiaan itu digambarkan Yosua dengan kata: takut kepada Allah. sementara perwujudan dari rasa takut kepada Allah itu ialah: melayani Dia. Kita akan menyoroti kata melayani sejenak. Kata itu dalam bangsa Ibrani adalah ’abad’. Kata itu bisa diterjemahkan dengan hamba. Melayani Yahweh pada dasarnya berarti memperhambakan diri kepada Allah yang telah bertindak begitu luar biasa di dalam hidup ini. Bagi orang Israel yang memperhambakan diri kepada Allah di zaman itu, langkah pertama baginya untuk mewujudkan pelayanannya kepada Yahweh ialah: menjauhkan ilah nenek moyang dan juga ilah orang Kanaan yang ada di hadapan mereka.

Kita tahu hakekat dari ibadah penyembahan berhala ialah: “Aku menyembah engkau agar engkau memberkati aku”. Di dalam ibadah itu terdapat sebuah transaksi jual beli. Berkat itu dibeli dari dewa melalui ibadah korban. Bangsa Israel harus menjauhkan pola ibadah seperti itu dari dalam kehidupannya. Mereka dapat berkat bukan karena ibadah korbannya. Karena itu ibadah korban mereka pun tidaklah dalam rangka mendapat berkat, melainkan sebagai ucapan syukur karena berkat yang telah mereka terima. Sekalipun demikian, Yosua tetap memberikan pilihan kepada bangsa itu. Pilihannya ialah: beribadah kepada Yahweh, atau kepada para dewa.

Tetapi pada dasarnya sungguh suatu tindakan yang absurd untuk menolak Allah. Jika bangsa itu mengingat apa yang telah diperbuat Allah bagi mereka, bagaimana Allah memilih mereka, bagaimana Ia mendemonstrasikan tulah di Mesir untuk membebaskan mereka. Menyeberangi Laut Teberau dan melemparkan kuda orang Mesir ke tengah laut. Manna di padang gurun selama 40 tahun, menyeberangi sungai Yordan, menaklukkan Tanah Kanaan dan membagi tanah itu menjadi warisan, bagaimana mungkin mereka menolaknya?

Demikian juga dengan kita yang hidup sekarang di abad ini! Jika kita telah melihat dengan jelas karya Tuhan bagi kita, bagaimana Ia mati untuk kita, Ia bangkit bagi kita, Ia naik ke sorga menjadi perantara bagi kita, suatu hari kelak akan datang untuk menjemput kita. Di samping itu, Ia telah menyertai kita di sepanjang jalan hidup yang kita lalui, bagaimana muingkin kita menolak Dia.

Yosua membuat sebuah kesaksian di dalam arahannya. Ia mengatakan bahwa jika kalian memutuskan untuk menolak Allah, bukan demikian dengan dia. Ia dan seisi rumahnya, mereka akan beribadah kepada Allah. Ayat ini sekarang terkenal di kalangan orang Kristen. Namun satu catatan bagi kita tentang ayat ini, yakni makna ‘seisi rumah’. Kita memahami makna kata itu sekarang, sebatas saya dan isteri serta anak-anak saya. Bukan demikian pemahamannya bagi orang Israel purba. Seisi rumah di sini berarti Yosua dengan seluruh suku bangsanya, yakni suku Efraim. Yosua sebagai pemimpin dari kalangan suku Efraim menjadi pemimpin dan disebut juga sebagai ‘abba’, sebagai bapa di kalangan suku tersebut. Oleh karena itu cakupan dari kata seisi rumah tangga di sana, bukan hanya lingkaran kecil di rumahnya. Hal seperti itu barangkali juga dapat kita terapkan di zaman ini. Jika kita menjadi pemimpin di tengah-tenah masyarakat. Entahkah kita sebagai pemimpin di lingkaran kecil pada masyarakat, sebagai kepala kantor, sebagai ketua marga, sebagai pemimpin koor, sebagai sintua wiyk, sebagai apa pun jabatan kita di tengah-tengah masyarakat. Ikrar kita ialah: kita akan beribadah dengan semua orang yang turut ambil bagian di dalam lingkaran kehidupan, beribadah kepada Allah yang telah berkarya di tengah-tengah kita.

Sebagai respon terhadap tantangan tersebut, bangsa Israel mengatakan bahwa mereka akan beribadah kepada Tuhan. Mereka membuat sebuah ikrar. Ikrar ini mereka dasarkan pada pengenalan terhadap Allah yang berkarya di antara mereka (16-18). Demikian jugalah kiranya dengan kita yang hidup di abad 21 ini. Pengakuan kita kepada Allah, ibadah kita kepada-Nya seyogianya didasarkan kepada pengenalan kita kepada Dia yang telah berkarya di dalam kehidupan ini. Ibadah yang kita lakukan dalam pengenalan akan Dia yang kita sembah, membuat ibadah itu punya akar yang kuat di dalam hidup. Jika badai kehidupan datang, maka pengakuan akan tetap utuh. Tetapi sebaliknya, jika didasarkan kepada ketidaktahuan, ketidakadaan pengenalan terhadap Dia yang kita sembah, maka pengakuan itu akan runtuh dan tidak meninggalkan bekas apa pun! Bukankah begitu banyak contoh yang sudah kita lihat di dalam kehidupan sehari-hari?

Yosua menasihati mereka, bahwa beribadah kepada Allah bukanlah sesuatu yang mudah. Allah adalah Allah yang cemburu. Allah yang menghukum semua pelanggaran dari mereka yang tidak setia kepadanya. Bangsa Israel menetapkan hati, akan tetap beribadah kepada Yahweh. Yosua mengingatkan mereka, bahwa mereka sendiri adalah saksi terhadap diri sendiri, bahwa mereka telah mengambil keputusan untuk beribadah kepada Allah. Jalan yang harus ditempuh untuk dapat beribadah kepada Allah dengan setia, menurut Yosua ialah: mencondongkan hati kepada Allah. Jika hati kita condong kepada dunia ini, maka kita akan beribadah kepada berhala. Jika hati kita condong kepada Allah, maka kita akan beribadah kepada Dia. Menurut Paulus, penyembahan berhala identik dengan keserakahan (Ef 5:5). Ada orang secara lahiriah beribadah dengan memakai kemasan kekristenan, tetapi pada dasarnya ia beribadah kepada berhala, karena hatinya condong kepada dunia ini.

Jauhkanlah segala berhala dari dalam hidupmu, dan beribadahlah kepada Allah yang telah berkarya di dalam hidup ini.




20/01/12

Mengenal HKBP 2

Paduan Suara





PADUAN SUARA DALAM  GEREJA

Pendahuluan

Menyanyi adalah bagian yang tak terpisahkan dalam ibadah Kristen. Dalam Gereja kita HKBP, menyanyi adalah pelayanan yang sangat dinikmati oleh sebagian besar anggota jemaat. Jika paduan suara menyanyi di setiap kebaktian, maka kita akan mengatakan bahwa kegiatan mereka itu hidup. Tanpa kita mempertimbangkan apakah sikap hati mereka menampakkan kehidupan Kristen dalam hidup ini atau tidak.


Kita tahu dari sejarah gereja, dari sejak semula, orang Kristen mula-mula itu telah mengenal bermacam-macam nyanyian. Hal itu terlihat jelas dalam Kol. 3:16. Paulus menasihati jemaat agar menyanyi dengan nyanyian mazmur, nyanyian pujian dan nyanyian rohani. Ini menandakan bahwa jemaat mula-mula itu sangat akrab dengan nyanyian dalam ibadah. Satu hal yang pasti tentang pola yang dipakai para rasul untuk memahami karya Yesus Kristus ialah: mereka mendasarkan pemahaman itu dengan firman Allah yang tertulis dalam Perjanjian Lama. Kita menemukan banyak kutipan ayat-ayat dari Perjanjian Lama yang dipakai para rasul dalam menjelaskan karya Yesus Kristus di kayu salib. Oleh karena itu sangat aman bagi kita untuk memahami makna dari nyanyian di jemaat di dalam terang firman Allah dalam Perjnjian Lama.

Ibadah Korban

Dalam kitab I Tawarikh 25, di sana  diatur mereka yang harus menyanyi di Bait Allah. Para penyanyi itu adalah imam. Tugas seorang imam di Bait Allah ialah mempersembahkan kurban. Oleh karena itu menyanyi adalah bagian dari ibadah korban. Karena itu marilah kita sejenak menyoroti pelaksanaan ibadah kurban di Bait Allah.


Kita tahu ibadah kurban di Bait Allah diatur begitu ketat, tak satu pun kurban yang ada cacat celanya.  Semua kurban yang dipersembahkan di Bait Allah itu menunjuk kepada Yesus Kristus, yang menurut para penulis Perjanjian Baru adalah Anak Domba Allah yang tidak ada cacat celanya, dan yang mati untuk menghapus dosa dunia. Jika kurban itu menunjuk kepada  Yesus Kristus, maka seharusnya kurban pujian kita pun harusnya menunjuk kepada Kristus juga.


Sebuah pertanyaan diajukan kepada kita, apa dan siapa yang dinyatakan nyanyian yang kita nyanyikan dalam kebaktian? Pemazmur mengatakan bahwa Allah bersemayam di atas puji-pujian Israel. (Mzm. 22:4) ini satu pernyataan yang perlu kita pertimbangkan, tatkala kita bernyanyi di dalam kebaktian kita. Siapa yang tinggal dalam pujian kita? Diri kita atau  Allah?

Ada lagi satu hal yang perlu dicatat dalam persembahan yang dipersembahkan orang Israel di dalam Perjanjian Lama. Mereka hanya mempersembahkan sesuatu yang berasal dari hasil jerih lelah mereka. Hal ini memberikan pengertian kepada kita, bahwa persembahan yang dipersembahkan adalah hasil dari pergumulan hidup mereka sendiri. Sebab apa yang memberi kita hidup, yang berasal dari pekerjaan kita, itulah yang dapat dipersembahkan kepada Tuhan di Bait Allah.


Hal yang sama dapat dikenakan dalam pujian. Tatkala kita bernyanyi, apakah itu adalah gambaran dari pengalaman dan penghayatan kita, atau yang lain? Ada orang yang bernyanyi dalam bahasa Inggris di dalam satu kebaktian. Mereka tidak tahu apa arti dari lirik yang mereka ucapkan, tetapi memang nyanyian itu enak di dengar. Bagaimana mereka menghayati apa yang  mereka tidak mengerti? Filosopi mereka dalam menyanyi tentulah bukan  karena iman, tetapi demi kenikmatan telinga semata-mata.


Kita harus sadar bahwa yang kita persembahkan di dalam nyanyian kita adalah kehidupan itu sendiri. Sesuatu yang menyentuh hidup. Paduan suara di dalam satu kebaktian gereja adalah juga setara dengan pengkhotbah. Mereka memberitakan Injil yang hidup, bukan Injil yang dikemas dalam kemasan yang indah tetapi tidak tersentuh oleh para pendengar.

Persembahan Yang Terbaik

Pelajaran lain yang dapat kita timba dari kitab Tawarikh di atas ialah: para penyanyi itu dilatih lebih dahulu bernyanyi dan mereka harus sampai ke taraf ahli, barulah mereka diperbolehkan untuk bernyanyi di Bait  Allah. Hal itu sejajar dengan prinsip yang sudah diatur lebih dahulu, yaitu semua persembahan kepada Allah tidak boleh ada cacat celanya. Sering kali kita mendengar ucapan di tengah-tengah anggota jemaat, bahwa yang penting adalah hati dalam memuji Allah. Suara fals juga tidak apa-apa!


Memang Allah melihat ke dalam hati kita. Namun hal itu bukan menjadi alasan untuk tidak mempersiapkan korban yang tak bercacat kepada Allah. Hati memang sangat perlu. Tetapi jika kita menghormati Allah yang telah begitu mengasihi kita; dan yang sangat menawan hati kita, bagaimana mungkin kita tidak memberikan yang terbaik bagi Dia? ketidakadaan pengenalan akan Allah yang telah berkarya luar biasa di dalam hidup ini menjadi latar belakang dari alasan di atas.


Menurut hemat saya secara pribadi Allah hanya menerima persembahan kita jika kita persembahkan itu menurut kehendak-Nya. Rasul Paulus mengatakan dalam Roma 11:36, “Sebab segala sesuatu berasal dari Dia, dan oleh Dia dan bagi Dia, bagi diadah kemuliaan sampai selama-lamanya.” Allah tidak hanya melihat hasil dari perbuatan kita, melainkan Allah tetap mempermasalahkan bagaimana kita melakukannya. Segala sesuatu yang tidak berpadanan dengan kehendaknya adalah dosa. Yesus pun tatkala Dia hidup di dunia ini, Ia tidak memberlakukan kehendak-Nya, melainkan kehendak Dia yang mengutus-Nya. (Yoh. 5:30).


Hal lain yang kita timba dari kitab Tawarikh di atas ialah, mereka menyanyi hanya untuk Tuhan. Tak seorang pun yang mendengar pujian mereka. Sebab mereka menyanyi di Bait Allah. Sementara kita tahu orang Israel biasa hanya boleh sampai di pelataran bait Allah. Dalam ruang-ruang yang ada di Bait Allah hanya dapat dimasuki oleh kaum imam. Sebuah pertanyaan perlu kita ajukan terhadap diri sendiri, maukah paduan suara di dalam gereja menyanyi dengan begitu serius tanpa ada orang yang menontonnya? Di biara–biara Katolik para biarawan dan biarawati itu menyanyi di kapel mereka. Tidak ada anggota jemaat yang mendengar mereka, karena mereka menyanyi untuk Tuhan.


Sebuah contoh tentang pujian yang diutarakan Perjanjian Baru terdapat dalam Kol 3:16. “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu” Paulus menghendaki jemaat menyanyikan bermacam-macam nyanyian. Ada nyanyian mazmur, ada nyanyian rohani ada nyanyian puji-pujian. Di akhir ayat itu dia mengatakan agar semuanya itu dilakukan di dalam hati, tanpa ada seorang pun yang mendengarkannya, sebab dipersembahkan di dalam hati. Hal itu bukan berarti tidak diperkenankan menyanyi di dalam kebaktian. Kita hanya mau menekankan bahwa pujian itu dipersembahkan kepada Allah, bukan untuk manusia.


Contoh lain kita lihat dalam kitab Wahyu, Why. 5:9 “Dan mereka menyanyikan suatu nyanyian baru katanya: "Engkau layak menerima gulungan kitab itu dan membuka meterai-meterainya; karena Engkau telah disembelih dan dengan darah-Mu Engkau telah membeli mereka bagi Allah dari tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa”. Orang yang telah diselamatkan itu memuji Allah karena apa yang telah diperbuat-Nya bagi orang percaya. Mereka menyanyi di Surga, di sana pujian diberikan hanya kepada Allah. Pokok puji-pujian mereka pun adalah karya penebusan Kristus, Sang Anak Domba yang telah duduk di atas tahta kemuliaan-Nya.


Demikian juga kita baca dalam Why. 14:3. orang – orang tebusan itu menyanyikan nyanyian baru yang tidak ada seorang pun yang mengerti makna nyanyian itu selain dari mereka yang telah ditebus. Ada satu hal yang menarik kita baca dalam Alkitab tentang mereka yang menyanyi. Para malaikat tidak dapat mengerti akan makna nyanyian orang-orang tebusan itu. Bukankah itu sesuatu yang luar biasa?


Di dunia ini pun mungkin saja hal ini terjadi. Orang yang belum mengalami penebusan Allah secara pribadi, tidak akan mengerti mengapa kita menuntut orang untuk menyanyi dalam kondisi seperti yang kita minta. Hanya orang yang telah ditebus yang mengerti. Ada banyak pujian yang diberikan kepada Allah yang dicatat Alkitab. Para malaikat diberitakan memuji Allah. Tapi satu hal yang pasti, hanya orang tebusan yang disebut Alkitab menyanyi memuji Allah. Dalam kitab Nabi Yesaya kita baca para Serafim memuji Allah, tetapi mereka tidak disebut menyanyi memuji Allah. Demikian juga para malaikat di Padang Efrata, tatkala Yesus lahir ke dunia. Mereka memuji Allah, tetapi tidak dengan nyanyian. Demikian juga kita baca dalam kitab Wahyu pasal 5, malaikat tidak disebut menyanyi. Hanya orang–orang tebusan yang dapat memuji Allah dengan  nyanyian. Menyanyi memuji Allah, adalah hak prerogatifnya anak-anak tebusan Allah. Bukankah itu merupakan hak istimewa ?


Wahyu 15:3-4 juga memberitakan nyanyian orang–orang tebusan di Surga. Di sana kita lihat pokok puji-pujian mereka adalah keadilan dan kebenaran Allah yang sudah menjadi nyata. Jadi sangat jelas puji-pujian kita berceritera tentang karya Allah di dalam hidup orang beriman. Masihkah itu yang menjadi motivasi kita di dalam menyanyi di kebaktian gereja kita?


Budaya selebriti rasa-rasanya telah menyelusup masuk ke dalam relung relung hati kita yang paling dalam, sehingga apa yang kita tampilkan bukan lagi Injil dengan segala kesederhanaannya. Kita ingin menampakkan paduan suara yang megah, yang mengundang tepuk tangan yang meriah, yang mengenakkan telinga kita. Tak peduli apakah hal itu menyentuh lubuk hati yang paling dalam atau tidak, itu tidak lagi menjadi  soal.

Dampak Nyanyian

Tiba saatnya bagi kita untuk menelusuri pengaruh nyanyian bagi para pendengar. Dari kitab Mazmur kita tahu bahwa nyanyian sangat besar pengaruhnya bagi umat Israel. Pemazmur mengatakan bahwa Allah bertahta di atas puji-pujian Israel. Itu berarti Allah hadir bahkan tinggal di tengah-tengah umat yang memuji Dia. Itulah sebabnya Israel menetapkan para imam harus bernyanyi di Bait Allah di Yerusalem siang dan malam. Pada awal pengalaman bangsa itu di tepi Sungai Yordan, di bawah pimpinan Yosua, mereka melihat dengan mata kepala sendiri, bagaimana sorak sorai mereka dapat merobohkan tembok Yeriko. Itu menjadi pengalaman yang sangat berharga bagi mereka, sehingga di belakang hari, mereka memasukkan puji-pujian sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam ibadahnya kepada Allah.


Pada waktu penahbisan Bait Allah di Yerusalem, para imam bernyanyi, lalu Bait Allah dipenuhi dengan awan. Itu adalah simbol dari kehadiran Allah. Hal ini menguatkan apa yang sudah kita katakan di atas, bahwa Allah bertahta di atas puji-pujian Israel. Pengalaman Raja Yosafat juga menjadi perhatian kita dalam hal pengaruh puji-pujian bagi para pendengar. Tatkala Raja Yosafat berperang melawan bani Amon dan bani Moab, raja menyuruh para imam maju di depan pasukannya, serta menyanyi memuji Allah. (II Taw 20). Kita tahu, tatkala para imam itu bernyanyi, maka terjadilah kekacauan di pihak musuh dan akhirnya mengalami kekalahan. Betapa besar pengaruh puji-pujian.


Lain lagi pengalaman dari pemazmur dalam Mzm. 149. Pemazmur ini mengalami nyanyian puji-pujiannya seperti pedang bermata dua. Pemazmur mengatakan puji-pujiannya dapat melaksanakan pembalasan terhadap bangsa bangsa, dapat juga membelenggu dan merantai para raja-raja. Alangkah indahnya jika paduan suara yang menyanyi dalam kebaktian gereja kita juga menghasilkan hal-hal yang sudah kita bicarakan di atas. Bukankah dengan jalan demikian akan ada kebangunan rohani di seluruh HKBP!

Citra Nyanyian

Bagian terakhir yang akan kita bicarakan tentang nyanyian ialah citra. Setiap nyanyian membawa citra tersendiri. Citra itu dibangun melalui penghayatan dan penguasaan teknik menyanyi dari anggota paduan suara. Tatkala paduan suara menyanyi, proses pembentukan citra itu pun terjadi. Citra terbentuk melalui nyanyian. Satu pertanyaan perlu diajukan kepada kita, citra apakah yang dibangun oleh paduan saudara di dalam gereja yang saudara layani?


Dalam rangka memahami citra yang akan terbentuk di dalam kebaktian yang dimungkinkan oleh satu paduan suara, maka perlu kita memahami citra yang seharusnya terbentuk. Kita tahu, Allah menciptakan kita sesuai dengan gambar dan rupa Allah. Sudah kita katakan di atas, mereka yang menyanyi itu adalah imam-imam perjanjian baru; orang orang yang telah dipulihkan citranya melalui penebusan Yesus Kristus. Melalui penebusan itu orang percaya dijadikan sebagai representasi Kristus (Rom.8:29). Keberadaan seperti Kristus itu bersinar di dalam dan melalui para penyanyi paduan suara tersebut. Oleh karena itu, setiap paduan suara menyanyi, mereka menghadirkan Surga di dalam kebaktian tersebut.


Sebagai orang yang telah ditentukan Allah menjadi pengemban citra-Nya di dunia ini, orang Kristen, dalam hal ini para penyanyi harus sadar, apapun yang dilakukannya, khususnya tatkala dia menyanyi, maka ada satu citra yang terbentuk. Jika nyanyian itu satu nyanyian yang bermutu, maka Allah direpresentasikan dengan baik. Orang bisa berjumpa dengan Allah. Tetapi jika nyanyian itu dinyanyikan sembarangan, maka kita mempresentasikan Allah dalam keadaan buruk. Bagaimana dengan paduan suara yang saudara ikuti?

09/01/12

Terima Kaih Untuk Waktumu




Terima Kasih Untuk Waktumu


Seorang pemuda belajar apa yang paling penting dalam kehidupan dari orang sebelah. Sudah beberapa waktu sejak Jack melihat orang tua itu.
Waktu berlalu, sejak duduk di bangku sekolah, mengejar karir di sepanjang jalan kehidupan Bahkan, Jack pindah dari satu kota ke  kota yang lain, dalam rangka mimpinya. Ia sangat sibuk dan senantiasa terburu-buru. Jack punya sedikit waktu untuk berpikir tentang masa lalu dan sering tidak ada waktu untuk bersama istri dan anaknya. Dia bekerja untuk masa depan, dan tidak ada yang bisa menghentikannya.

Lewat telepon, ibunya mengatakan kepadanya, "Mr Belser
telah meninggal dan pemakamannya akan diadakan pada hari Rabu.." Kenangan terlintas di benak Jack seperti gulungan film kisah lama, saat ia duduk mengingat masa-masa kecilnya. Jack, kau dengar aku kata ibunya dari seberang di dalam telepon. Oh, maaf, Bu. Ya, saya mendengar ibu. Sudah lama sekali aku berpikir tentang dia. Maaf, tapi jujur ​​saya pikir dia sudah meninggal tahun lalu, "kata Jack." Yah, dia tidak pernah melupakanmu kata ibunya dalam telepon. Setiap kali aku melihatnya, dia akan bertanya bagaimana keadaanmu sekarang? Ia bernostalgia tentang hari-hari yang kalian habiskan Aku suka rumah tua ia tinggal kata Jack.

Kau tahu, Jack, setelah ayahmu meninggal, Mr Belser bertindak untuk memastikan bahwa engkau mendapatkan pengaruh seorang pria dalam hidupmu, kata ibunya. Dialah yang mengajarkan saya pertukang, sahut Jack. Saya tidak akan pernah berada dalam bisnis sekarang ini ini jika tidak oleh karena dia. Dia menghabiskan banyak waktu mengajar saya hal-hal yang dia pikir yang penting ... Mom, aku akan berada di sana untuk pemakaman, "kata Jack.


Sibuk seperti dia, ia terus janjinya. Jack men
gambil penerbangan berikutnya ke kampung halamannya. pemakaman Mr Belser adalah kecil dan lancar. Dia tidak memiliki anak sendiri, dan banyak anggota keluarganya telah meninggal dunia


Malam sebelum ia harus kembali ke rumah, Jack dan Ibu nya mampir untuk melihat rumah tua sebelah rumah satu lagi. Berdiri di ambang pintu, Jack berhenti sejenak. Rasanya seperti menyeberang ke dimensi lain, sebuah lompatan melalui ruang dan waktu.


Rumah itu persis seperti yang ia ingat. Setiap langkah
jadi kenangan. Setiap gambar, setiap bagian dari furnitur .... Jack berhenti tiba-tiba .. "Ada apa, Jack?" Ibunya bertanya. "Kotak itu tiada lagi katanya, "kotak apa?" Ibunya bertanya. "Ada sebuah kotak emas kecil yang terus terkunci di atas meja, aku harus bertanya seribu kali apa yang ada di dalam.. Selalu dikatakannya pada saya ialah: “hal yang saya nilai yang paling berharga” kata Jack. Kotak itu sudah tiada. Segala sesuatu tentang rumah itu persis bagaimana Jack ingat, kecuali kotak tadi. Dia menduga seseorang dari keluarga Belser telah mengambilnya. "Sekarang aku tidak akan pernah tahu apa yang begitu berharga baginya," kata Jack. "Aku lebih baik tidur, untuk  penerbangan pulang lebih awal, Mom.."


Sudah sekitar dua minggu sejak Mr Belser meninggal.
Satu hari tatkala pulang dari kerja Jack menemukan catatan di kotak suratnya. "Tanda tangan diperlukan pada paket No satu di rumah.. Tolong berhenti oleh kantor pos utama dalam tiga hari mendatang," ia membaca pesan itu.

Pagi hari berikutnya Jack
mengambil paket tersebut. Kotak kecil sudah tua dan tampak seperti itu telah dikirim seratus tahun yang lalu. tulisan tangan itu sulit untuk dibaca, namun alamat kembali menarik perhatiannya. "Mr Harold Belser " tertulis di sana.
 ..

Jack mengambil kotak keluar ke mobilnya dan membuka paket. Di dalamnya ada kotak emas dan amplop.
Tangan Jack bergetar saat ia membaca surat yang ada di dalamnya. "Setelah kematian saya, harap kotak dan isinya diberikan kepada Jack Bennett. Hal yang saya dinilai paling dalam hidup saya." Sebuah kunci kecil ditempelkan di surat. hati-Nya berdebar debar, dan air matanya menetes. Dengan hati-hati Jack membuka kotak tersebut. Di dalamnya dia menemukan sebuah arloji saku emas yang indah. Di dalam ia menemukan kata-kata ini terukir: "Jack, Terima kasih untuk waktu Anda-Harold Belser.!" "Hal yang paling dihargai adalah ... waktu saya".


Jack,
terdiam selama beberapa menit, lalu menelepon kantornya dan membatalkan janjinya untuk dua hari berikutnya. "Kenapa?" Janet, asistennya bertanya. "Aku butuh waktu untuk menghabiskannya dengan anak saya," katanya. "Oh, kata Janet, terima kasih untuk waktu Anda!" "Hidup tidak diukur oleh jumlah nafas kita tetapi oleh saat-saat yang menghabiskan nafas kita,"

Rumah Allah

  Rumah Allah Ibrani 3:6 Tetapi Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya; dan rumah-Nya ialah kita, jika kita sampai kepada akhi...