Yosua
24:14-24
Pendahuluan
Perbuatan Allah itu
dipaparkan Yosua mulai dengan pemanggilan para bapa leluhur (24:2-4), exodus
(24:5-7), penaklukan seberang Sungai
Yordan (24: 8-10), dan penaklukan Tanah Kanaan
(24:11-13). Setelah memaparkan apa yang diperbuat Allah, Yosua menantang bangsa
Israel
agar mereka beribadah kepada Yahweh semata-mata. Tantangan ini memiilki dua
sisi. Sisi pertama bagi orang Israel
sendiri. Yosua dan mereka yang melihat perbuatan Allah Mulai dari Mesir hingga
Kanaan akan segera meninggalkan dunia ini. Mereka sudah tua. Tidak lama lagi
mereka akan masuk ke dalam kekekalan. Generasi yang tinggal di Tanah Kanaan
tidak melihat dengan mata kepala sendiri peristiwa itu. Mereka perlu
diperlengkapi dengan sebuah komitmen untuk tetap setia kepada Yahweh. Di sisi lain, ada saja kemungkinan orang Kanaan akan
bergabung dengan mereka di dalam ibadahnya. Hal itu dimungkinkan berdasarkan
hukum Taurat. Bagi orang Kanaan yang turut ambil bagian dalam persekutuan ibadah
korban Israel , mereka harus meninggalkan ibadah kepada para
ilah yang mereka sembah dulunya.
Kita
tahu, ada perbedaan yang sangat jelas antara ibadah kepada Yahweh dengan ibadah
yang diselanggarakan bangsa Kanaan. Jika bangsa Kanaan beribadah kepada para
dewa mereka, maka hal itu dilatarbelakangi siklus penanggalan tahun yang
bersifat magis. Sementara ibadah kepada Yahweh dilatarbelakangi tindakan Allah
dalam sejarah terhadap bangsa Israel .
Latar belakang kita beribadah pun berbeda dengan iman yang diajarkan oleh agama
lain.
Sebagai
respon, Yosua memberi tantangan kepada bangsa Israel . Tantangan itu ialah agar
mereka setia kepada Allah. dalam pasal sebelumnya, Yosua menantang bangsa itu
agar memisahkan diri dari para ilah bangsa Kanaan dan menaati hukum Taurat.
Sekarang kembali Yosua menantang mereka untuk setia kepada Yahweh. Wujud dari
kesetiaan itu digambarkan Yosua dengan kata: takut kepada Allah. sementara
perwujudan dari rasa takut kepada Allah itu ialah: melayani Dia. Kita
akan menyoroti kata melayani sejenak. Kata itu dalam bangsa Ibrani adalah ’abad’. Kata itu bisa diterjemahkan
dengan hamba. Melayani Yahweh pada
dasarnya berarti memperhambakan diri kepada Allah yang telah bertindak begitu
luar biasa di dalam hidup ini. Bagi orang Israel yang memperhambakan diri
kepada Allah di zaman itu, langkah pertama baginya untuk mewujudkan
pelayanannya kepada Yahweh ialah: menjauhkan ilah nenek moyang dan juga ilah
orang Kanaan yang ada di hadapan mereka.
Kita
tahu hakekat dari ibadah penyembahan berhala ialah: “Aku menyembah engkau agar
engkau memberkati aku”. Di dalam
ibadah itu terdapat sebuah transaksi jual beli. Berkat itu dibeli dari dewa
melalui ibadah korban. Bangsa Israel
harus menjauhkan pola ibadah seperti itu dari dalam kehidupannya. Mereka dapat
berkat bukan karena ibadah korbannya. Karena itu ibadah korban mereka pun
tidaklah dalam rangka mendapat berkat, melainkan sebagai ucapan syukur karena
berkat yang telah mereka terima. Sekalipun demikian, Yosua tetap memberikan
pilihan kepada bangsa itu. Pilihannya ialah: beribadah kepada Yahweh, atau
kepada para dewa.
Tetapi
pada dasarnya sungguh suatu tindakan yang absurd untuk menolak Allah. Jika
bangsa itu mengingat apa yang telah diperbuat Allah bagi mereka, bagaimana
Allah memilih mereka, bagaimana Ia mendemonstrasikan tulah di Mesir untuk
membebaskan mereka. Menyeberangi
Laut Teberau
dan melemparkan kuda orang Mesir ke tengah laut. Manna di padang gurun selama
40 tahun, menyeberangi sungai Yordan, menaklukkan Tanah Kanaan dan membagi
tanah itu menjadi warisan, bagaimana mungkin mereka menolaknya?
Demikian
juga dengan kita yang hidup sekarang di abad ini! Jika kita telah melihat
dengan jelas karya Tuhan bagi kita, bagaimana Ia mati untuk kita, Ia bangkit
bagi kita, Ia naik ke sorga menjadi perantara bagi kita, suatu hari kelak akan
datang untuk menjemput kita. Di
samping itu, Ia telah menyertai kita di sepanjang jalan hidup yang kita lalui,
bagaimana muingkin kita menolak Dia.
Yosua
membuat sebuah kesaksian di dalam arahannya. Ia mengatakan bahwa jika kalian
memutuskan untuk menolak Allah, bukan demikian dengan dia. Ia dan seisi
rumahnya, mereka akan beribadah kepada Allah. Ayat ini sekarang terkenal di
kalangan orang Kristen . Namun satu
catatan bagi kita tentang ayat ini, yakni makna ‘seisi rumah’. Kita memahami
makna kata itu sekarang, sebatas saya dan isteri serta anak-anak saya. Bukan
demikian pemahamannya bagi orang Israel purba. Seisi rumah di sini
berarti Yosua dengan seluruh suku bangsanya, yakni suku Efraim. Yosua sebagai
pemimpin dari kalangan suku Efraim menjadi pemimpin dan disebut juga sebagai
‘abba’, sebagai bapa di kalangan suku tersebut. Oleh karena itu cakupan dari
kata seisi rumah tangga di sana ,
bukan hanya lingkaran kecil di rumahnya. Hal seperti itu barangkali juga dapat
kita terapkan di zaman ini. Jika kita menjadi pemimpin di tengah-tenah
masyarakat. Entahkah kita sebagai pemimpin di lingkaran kecil pada masyarakat,
sebagai kepala kantor , sebagai ketua marga, sebagai
pemimpin koor, sebagai sintua wiyk, sebagai apa pun jabatan kita di
tengah-tengah masyarakat. Ikrar kita ialah: kita akan beribadah dengan semua
orang yang turut ambil bagian di dalam lingkaran kehidupan, beribadah kepada
Allah yang telah berkarya di tengah-tengah kita.
Sebagai
respon terhadap tantangan tersebut, bangsa Israel mengatakan bahwa mereka akan
beribadah kepada Tuhan. Mereka membuat sebuah ikrar. Ikrar ini mereka dasarkan
pada pengenalan terhadap Allah yang berkarya di antara mereka (16-18). Demikian
jugalah kiranya dengan kita yang hidup di abad 21 ini. Pengakuan kita kepada
Allah, ibadah kita kepada-Nya seyogianya didasarkan kepada pengenalan kita
kepada Dia yang telah berkarya di dalam kehidupan ini. Ibadah yang kita lakukan
dalam pengenalan akan Dia yang kita sembah, membuat ibadah itu punya akar yang
kuat di dalam hidup. Jika badai kehidupan datang, maka pengakuan akan tetap
utuh. Tetapi sebaliknya, jika didasarkan kepada ketidaktahuan, ketidakadaan
pengenalan terhadap Dia yang kita sembah, maka pengakuan itu akan runtuh dan
tidak meninggalkan bekas apa pun! Bukankah begitu banyak contoh yang sudah kita
lihat di dalam kehidupan sehari-hari?
Yosua
menasihati mereka, bahwa beribadah kepada Allah bukanlah sesuatu yang mudah.
Allah adalah Allah yang cemburu. Allah yang menghukum semua pelanggaran dari
mereka yang tidak setia kepadanya. Bangsa Israel menetapkan hati, akan tetap
beribadah kepada Yahweh. Yosua mengingatkan mereka, bahwa mereka sendiri adalah
saksi terhadap diri sendiri, bahwa mereka telah mengambil keputusan untuk
beribadah kepada Allah. Jalan yang harus ditempuh untuk dapat beribadah kepada
Allah dengan setia, menurut Yosua ialah: mencondongkan hati kepada Allah. Jika
hati kita condong kepada dunia ini, maka kita akan beribadah kepada berhala.
Jika hati kita condong kepada Allah, maka kita akan beribadah kepada Dia.
Menurut Paulus, penyembahan berhala identik dengan keserakahan (Ef 5:5). Ada orang secara lahiriah
beribadah dengan memakai kemasan kekristenan, tetapi pada dasarnya ia beribadah
kepada berhala, karena hatinya condong kepada dunia ini.
Jauhkanlah
segala berhala dari dalam hidupmu, dan beribadahlah kepada Allah yang telah
berkarya di dalam hidup ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar