18/12/14

Kelemahan adalah Kekuatan tersebut!

Kelemahan adalah Kekuatan tersebut!


Kadang-kadang kelemahan terbesar Anda dapat menjadi kekuatan terbesar Anda. Ambil, misalnya, kisah seorang anak 10 tahun yang memutuskan untuk belajar judo meskipun fakta bahwa ia telah kehilangan lengan kirinya dalam kecelakaan mobil yang menghancurkan.

Anak itu mulai pelajaran dengan master judo Jepang tua. Anak laki-laki baik-baik, sehingga dia tidak bisa mengerti mengapa, setelah tiga bulan pelatihan master telah mengajarkan hanya satu bergerak.  "Sensei," akhirnya kata anak itu, "Apakah aku harus belajar lebih banyak bergerak?"  "Ini adalah satu-satunya langkah yang Anda tahu, tapi ini adalah satu-satunya langkah yang pernah Anda perlu tahu," jawab sensei. Tidak cukup pengertian, tapi percaya pada gurunya, anak itu terus pelatihan. Beberapa bulan kemudian, sensei mengambil anak itu ke turnamen pertamanya. Mengejutkan dirinya, anak itu dengan mudah memenangkan dua pertandingan pertamanya.

Ketiga Pertandingan terbukti lebih sulit, tapi setelah beberapa waktu, lawannya menjadi tidak sabar dan dikenakan; anak itu dengan cekatan menggunakan satu gerakan untuk memenangkan pertandingan. Masih kagum dengan kesuksesannya, anak itu sekarang di final.

Kali ini, lawannya lebih besar, lebih kuat, dan lebih berpengalaman. Untuk sementara, anak itu tampaknya overmatched. Khawatir bahwa anak itu mungkin akan terluka, wasit disebut time-out. Dia hendak menghentikan pertandingan ketika sensei turun tangan. "Tidak," sensei bersikeras, "Biarkan dia melanjutkan."

Segera setelah pertandingan dilanjutkan, lawannya melakukan kesalahan kritis: ia menjatuhkan penjaga. Seketika, anak itu menggunakan kepindahannya ke pin dia. Anak itu telah memenangkan pertandingan dan turnamen. Dia adalah juara. 

Dalam perjalanan pulang, anak laki-laki dan sensei Ulasan setiap gerakan di setiap pertandingan. Kemudian anak itu memberanikan diri untuk bertanya apa yang sebenarnya ada di pikirannya. "Sensei, bagaimana saya memenangkan turnamen dengan hanya satu gerakan?" "Kau menang karena dua alasan," jawab sensei. "Pertama, Anda sudah hampir menguasai salah satu yang paling sulit melempar dalam semua judo. Dan kedua, pertahanan hanya dikenal karena langkah yang bagi lawan untuk pegangan lengan kiri Anda. "  


Kelemahan terbesar anak itu telah menjadi kekuatan terbesar nya. 

16/10/14

Iman


Iman Sebuah Eksposisi Dan Kontemplasi

Pendahuluan
Jika kepada kita diajukan pertanyaan, apakah kita orang beriman atau tidak, maka jawabannya pastilah ya, kita adalah orang beriman. Semua orang beragama adalah orang beriman. Tetapi jika pertanyaan itu dilanjutkan lagi,  apa beda iman kita dengan iman Agama lain, Muslim, Budha, Hindu, dll; maka kita harus melihat isi dari iman itu sendiri. Jika kita melihat isi dari iman, maka kita akan menjumpai, isinya berbeda-beda. Mungkin akan mengejutkan bagi kita jika dikatakan bahwa sekali pun Agama kita sama, bahkan gereja kita sama, bisa saja iman kita berbeda. Mengapa? Karena iman itu masalah hubungan pribadi dengan Allah Sang Pencipta Yang Maha Kasih. Kandungan iman kita bisa berbeda, sekali pun gereja kita sama.
Untuk penjelasan lebih lanjut tentang iman ini, maka kita akan mengajukan beberapa pertanyaan tentang iman. Melalui jawaban atas pertanyaan itu, kita akan melihat apakah iman itu sebenarnya, dan mengapa iman itu adalah masalah pribadi kita dengan Allah. Harus diakui ruang yang tersedia bagi kita tidaklah cukup untuk membicarakan iman secara panjang lebar. Namun cukup bermakna jika kita membahas iman itu dalam ruang yang sempit ini. Pertanyaan itu adalah:

Apakah iman itu?
Iman berdasarkan etimologi. Kata iman itu diserap bahasa Indonesia dari bahasa Arab. Padanan kata itu dalam bahasa Indonesia adalah percaya. Jadi beriman tak lain artinya adalah percaya. Menarik untuk disimak, kata iman berpadanan dengan kata ‘aman’ dalam bahasa Ibrani. Kita tahu bahasa Ibrani satu rumpun dengan bahasa Arab. Akar kata ‘aman’ dalam bahasa Ibrani adalah ‘amen’. Kata ini familiar dengan kita. Kata itu kita tahu sebagai kata penutup doa. Arti kata amen ialah :ya. Kita bisa lihat itu dalam kitab Bilangan 5:14-22, dimana dikatakan seorang suami cemburu kepada isterinya yang mungkin berbuat serong, tetapi tidak ada seorang pun yang tahu. Suami itu harus pergi kepada imam dan membuat upacara tertentu. Imam mengutuki isteri yang dicemburui suami tadi, dan isteri itu harus mengatakan : “amin, amin”. (ayat 22 : “sebab air yang mendatangkan kutuk ini akan masuk ke dalam tubuhmu untuk mengembungkan perutmu dan mengempiskan pahamu. Dan haruslah perempuan itu berkata: Amin, amin”
Jelas dari ayat ini kata amin artinya ialah ya, atau demikianlah sesungguhnya. Kata itu mengandung arti pembenaran akan sesuatu yang dikatakan orang kepadanya. Orang Batak sering mengucapkan hal yang sama di dalam upacara adat, yakni : “Ima tutu” arti kata ini persis sama dengan amin dalam bahasa Ibrani. Saya tidak tahu apakah begitu artinya dalam bahasa Arab. Tetapi karena mereka berasal dari kultur yang sama, tentunya maknanya sama juga.
Kita telah berbicara tentang makna kata iman dari sudut etimologi. Sekarang  kita berbicara tentang apa isi iman itu sebenarnya. Penulis surat Ibrani mengatakan : Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” (Ibr. 11:1)  Iman itu senantiasa berhubungan dengan sesuatu yang diharapkan. Apa yang saya harapkan tatkala saya beriman kepada Yesus Kristus? Apa yang saya harapkan itu, pada hakekatnya itulah kandungan dari iman saya.
Pengharapan orang Kristen di dalam beriman kepada Yesus Kristus ialah : ‘serupa dengan Yesus Kristus’. Hal itu adalah ketetapan Allah. Paulus mengatakannya di dalam Rom. 8:29. Jika saya serupa dengan Yesus Kristus, maka sama seperti Yesus mati, maka saya pun akan mati. Tetapi Yesus tidak hanya mati, Dia juga bangkit dari antara orang mati. Maka sepasti Dia bangkit dari antara orang mati, maka saya pun akan bangkit juga dari antara orang mati. Yesus juga tidak hanya bangkit, tetapi Dia juga naik ke surga. Maka sepasti Yesus naik ke surga, maka saya pun akan naik ke surga. Yesus diterima Allah di surga dan menempati tempat yang terhormat (Ia duduk di sebelah kanan) maka saya pun akan menempati tempat terhormat di sana. Semuanya karena Yesus Kristus.
 Rasa-rasanya apa yang saya  harapkan itu adalah sebuah impian atau sebuah angan-angan yang tanpa dasar! Apakah demikian? Apakah dasarnya saya memiliki pengharapan seperti itu? Penulis surat Ibrani yang sudah kutip ayatnya di atas mengatakan bahwa dasarnya ialah iman itu sendiri.
Karena iman itu sendiri adalah dasar dari pengharapan saya, maka untuk itu, kita harus memahami apa arti dari kata iman itu dalam bahasa yang dipakai Alkitab. Kata itu dalam bahasa Yunani adalah ‘pistis’. Kata kerja untuk kata itu adalah ‘pisteuo’  menunjuk kepada: satu keyakinan yang kokoh bagi produk dari pengenalan akan wahyu Allah cf. II Tes.2:11-12, satu penyerahan diri kepada Dia, (Yoh.1:12),  satu perilaku karena penyerahan diri kepada Dia (II Kor.5:7); juga mengandung sebuah jaminan (Kis. 16:31).[1] Dari pengertian berdasarkan kamus di atas, kita dapat yakin bahwa apa yang kita katakan tentang pengharapan kita itu bukan sesuatu fantasi, sesuatu isapan jempol, suatu impian. Iman adalah sebuah jaminan, sebuah dasar dari yang kita harapkan.
Karena iman itu adalah sebuah keyakinan yang kokoh terhadap satu hal yang kita lihat dan kenal, sesuatu yang diwahyukan kepada kita oleh Roh Kudus. Iman itu merubah perilaku kita, sehingga kita menyerahkan diri kepada Dia yang kita imani, yaitu Yesus Kristus. Di sini bisa saja orang berbeda di dalam penerapan akan iman itu di dalam kehidupan, sekali pun gereja kita sama. Ada orang yang saya tahu dia adalah seorang pekerja yang baik di gereja, tetapi dia tidak memiliki jaminan tentang keselamatannya. Kami sama-sama Protestan, satu atap gerejanya tapi kandungan iman kami berbeda. Saya yakin tentang keselamatan, sementara dia tidak punya jaminan akan keelamatan.
Pertanyaan sekarang, mengapa kita bisa berharap seperti itu? Hal itu muncul karena apa yang dikerjakan Kristus di kayu salib. Maka kita akan menyoroti apa yang  dikerjakan Kristus bagi kita. Rasul Paulus mengatakan dalam II Kor.5:21 “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.”  Tatkala Yesus mati di kayu salib, Allah mengangkut dosa seluruh dunia ini – termasuk di dalamnya dosa saya – dan menimpakannya di pundak Yesus. Karena Dia telah berubah menjadi dosa – tetapi tetap tidak berdosa – maka Dia harus mati. Latar  belakang dari ide yang diutarakan Paulus di sini ialah ibadah korban di PL.
Tatkala  korban dipersembahkan di mezbah korban bakaran, maka orang Israel memahami bahwa ada transferensi terjaidi di sana. Keberdosaan orang yang mempersembahkan korban itu ditransfer kepada korban, sementara ketidakbercacat-celaan korban di transfer kepada orang yang mempersembahkan korban itu. Korban jadi dosa. Upah dosa ialah maut. Karena itu korban itu harus disembelih. Korban jadi mati, tetapi orang yang meperembahkan korban hidup. Yesus menggenapi apa yang ditunjuk oleh ibadah itu di kayu salib. Keberdosaan kita ditransfer kepada Yesus, sementara ketidakberdosaan Kristus di transfer kepada kita. Jadi kematian Yesus di kayu salib itu adalah dalam rangka menanggung dosa seluruh manusia yang pernah ada dan yang akan ada di dunia ini, selama dunia ini masih ada, seberapa pun jumlah penduduknya.
Dengan matinya Yesus di kayu di salib dan di kayu salib itu Dia berkata ‘sudah genap’, maka genaplah keberadaan Kristus yang tidak ada cacat celanya itu ditransfer kepada kita yang percaya. Selanjutnya Paulus mengatakan bahwa kita dibenarkan Allah, sebagai akibat dari kematian Kristus itu. Kata dibenarkan di dalam bahasa Yunani maksudnya ialah dilihat Allah sebagai orang benar. Sebagai orang yang tidak berdosa. Itulah yang kita aminkan di dalam iman kita kepada Allah di dalam Yesus Kristus. Allah mengatakan kita sebagai orang benar, kita mengatakan ‘ya’ untuk pernyataan Allah itu.
Alkitab dalam bahasa Inggris (KJ) menerjemahkan kalimat terakhir itu agak berbeda dengan Alkitab. KJ menerjemahkan ayat itu sbb :  For he hath made him to be sin for us, who knew no sin; that we might be made the righteousness of God in him”. (garis tebal dari saya). Jika Alkitab mengatakan ‘kita dibenarkan Allah di dalam Dia’, KJ mengatakan kita menjadi kebenaran Allah di dalam Dia. Bibel juga mengatakan hal yang sama. “Ai on do dipatupa Debata: Humongkop hita gabe dosa Ibana, na so tumanda dosa, asa gabe hatigoran ni Debata hita di bagasan Ibana.(garis tebal dari saya). Kedua anak kalimat yang digaris bawahi sama artinya. Ada perbedaan yang tajam antara apa yang diutarakan Alkitab dan apa yang dikatakan Bibel dan KJ. Jika yang kedua kita amati, Allah bukan hanya membenarkan kita, sebagaimana diutarakan Alkitab, tetapi Allah membuat kita menjadi kebenaran-Nya. Dengan melihat kita orang beriman, maka orang lain akan mengatakan Allah itu benar. Bukti dari kebenaran Allah adalah orang-orang yang beriman kepada-Nya. Luar biasa, Allah membuat kita menjadi bukti dari kebenaran Dia menyelamatkan manusia. Ajaib. Sungguh luar biasa.
Kristus mati untuk kita, tetapi Dia bukan hanya mati bagi kita, Dia juga bangkit bagi kita. Dengan kebangkitan-Nya itu Yesus membuktikan kepada dunia, bahwa alam maut tidak dapat menahan dia di dalam maut itu. Dengan jalan demikian, kita pun tidak dapat di tahan alam maut agar tetap di dalam dia, jika kita mati satu hari kelak. Sepasti Yesus mati, satu hari kelak kita pun akan mati. Tetapi tidak berhenti sampai di sana, sepasti Yesus bangkit dari antar orang mati, sepasti itu pula kita akan bangkit dari antara orang mati. Itulah isi dari iman kita.
Kebangkitan Yesus dari antara orang mati menandakan kepada kita, bahwa ada satu kehidupan lain yang dapat dialami manusia. Seperti yang kita tahu bersama, Yesus adalah manusia seratus persen dan Allah seratus persen. Tatkala Ia bangkit, berarti manusia dapat menjalani kehidupan yang lain dari pada kehidupan yang dikenal manusia sekarang ini. Kita satu hari kelak akan tinggal di surga, sama seperti Kristus tinggal di Surga sekarang ini.
Melalui kebangkitan-Nya itu Yesus membentuk satu keluarga baru bagi kemanusiaan. Hal itu diutarakan Paulus di dalam I Kor.15:45-49 “Seperti ada tertulis: "Manusia pertama, Adam menjadi makhluk yang hidup", tetapi Adam yang akhir menjadi roh yang menghidupkan. Tetapi yang mula-mula datang bukanlah yang rohaniah, tetapi yang alamiah; kemudian barulah datang yang rohaniah. Manusia pertama berasal dari debu tanah dan bersifat jasmani, manusia kedua berasal dari sorga.”  Adam adalah kepala keluarga pertama di dunia ini. Kita semua adalah keturunannya. Yesus pun secara manusia termasuk ke dalam keturunan Adam. Tetapi dengan kebangkitan-Nya dari antara orang mati, Dia tidak lagi masuk ke dalam keluarga Adam. Dia menjadi kepala keluarga yang baru. Paulus mengatakan Yesus dengan sebutan Adam yang terakhir dalam ayat 45, tetapi dalam ayat 47 Paulus menyebut Dia Manusia kedua. Itu berarti Ia menjadi kepala keluarga kemanusiaan yang baru. Anggota keluarga yang baru itu adalah kita. Di tempat lain, Paulus menyebut Yesus sebagai ‘yang sulung’ (Rom.8:29). Jika ada yang sulung itu berarti ada yang berikutnya. Anak-anak yang datang berikutnya ialah orang-orang beriman. Semua itu dilakukan Yesus bagi kita. Itulah kandungan iman kita.
Melalui kebangkitan-Nya itu, Yesus dapat hidup di dalam kita orang yang beriman melalui Roh Kudus. Yesus mengatakan bahwa adalah lebih berguna bagi kamu jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku  tidak pergi, Penghibur itu  tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu. (Yoh.16:7). Kedatangan Roh Kudus di dalam kehidupan kita adalah perwujudan dari kedatngan Kristus di dalam hidup kita. Ia hidup di dalam kita. Di tempat lain Paulus mengatakan : “Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku”. Itulah kandugan iman kita.
Kristus juga naik ke surga untuk menyediakan tempat bagi kita. Dan dari Ia sana akan datang kelak untuk menjemput kita, supaya dimana Dia ada, di sana pun kita ada. Itulah firman Yesus bagi kita. Kita meng’amin’kannya. Mengatakan bahwa yang dikerjakan Kristus itu ya bagi kita. Itulah yang kita percayai. Kita seharusnya menggarisbawahi apa yang dikatakan Tuhan Yesus dalam ayat itu, yakni “supaya dimana Aku ada, di situ pun kamu ada”. Kristus melakukan semuanya itu untuk kita.
Di samping itu kita juga mendapatkan manfaat iman itu di dalam hidup ini. Hasil dari iman sangat indah digambarkan Paulus di dalam Rom 5:1-5 “Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus.  Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah. Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita. kita berdamai dengan Allah.” 
Hasil dari iman kita Paulus utarakan di sini , yang pertama ialah  berdamai dengan Allah. Berdamai dengan Allah itu berarti kita tidak lagi punya masalah dengan Allah. Banyak orang yang punya masalah dengan Allah, dosa belum selesai juga tidak dapat menerima diri sendiri. Jika orang telah berdamai dengan Allah, itu berarti dia berdamai dengan diri sendiri, berdamai dengan orang lain. Pada hakekatnya yang dibutuhkan orang dewasa ini ialah perdamaian dengan Allah.
Hal lain yang diungkapkan Rasul Paulus, orang beriman itu memiliki jalan masuk ke dalam kasih karunia Allah. Kasih karunia Allah, dalam bahasa Ibrani adalah ‘rekhem’. Padanan kata itu di dalam bahasa Arab ialah rakhim. Cf. “bismillahi rohmani rohim” yang artinya dalam nama Allah yang pemurah dan penyayang. Dalam budaya Timur Tengah zaman dahulu,  tempat yang paling aman dan yang menyenangkan di seluruh dunia ialah rahim. Allah punya ‘rahim’ (kasih karunia), lalu kita punya akses masuk ke dalam kasih karunia. Akses itu adalah iman kita.
Di dalam rahim Allah itu kita berdiri untuk menerima kemuliaan Allah. Dunia menawarkan kemuliaan yang sementara, namun kita, karena iman, menerima kemuliaan yang tak terbayangkan (Rom.8:18). Jika kemuliaan seperti itu yang akan kita terima dari Allah, maka jalan untuk menerimanya hanyalah iman.
Produk dari iman bukan hanya itu, kesengsaraan pun adalah bagian dari iman Kristen. Tuhan Yesus mengatakan dalam Yoh.16:33 :” … Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia.”  Orang Kristen akan bermegah di dalam penderitaan itu, karena penderitaan itu akan membawa ketekunan, ketekunan membawa tahan uji, dan tahan uji akan menimbulkan pengharapan. Sementara pengharapan Kristen tidak mengecewakan. Itu adalah hasil dari iman yang kita punya di dalam Yesus Kristus.

Mengapa harus beriman?
Inilah pertanyaan kita yang kedua. Saya beriman, karena itu adalah  satu kebutuhan. Saya orang berdosa yang membutuhkan keselamatan dari dosa. Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah. (Rom.3:23). Juga dikatakan bahwa upah dosa ialah maut (Rom 6:23). Manusia membutuhkan keselamatan dari  dosa. Jalan keluar yang dikatakan Alkitab ialah beriman kepada Yesus Kristus. Karena itu saya harus beriman kepada Yesus Kristus, agar saya selamat.
Sisi lain mengapa saya harus beriman ialah : karena imanlah yang membuat saya berkenan kepada Allah. Hal itu dikatakan penulis surat Ibrani, dalam Ibr.11:6 “Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia”. Sangat jelas dikatakan nas di atas, bahwa imanlah yang membuat kita berkenan di hadapan Allah. Karena itu saya harus beriman, agar hidup saya berkenan kepada Allah.
Di tempat lain Rasul Paulus mengatakan bahwa segala sesuatu yang dilakukan tanpa iman adalah dosa. Jadi orang yang tidak beriman kepada Kristus adalah orang yang hidup di dalam dosa. Hal itu juga dikatakan Yesus di dalam Yoh.16:9 “…akan dosa karena mereka tetap tidak percaya kepada-Ku”. Karena itu iman adalah perkara yang dituntut Allah dari dalam kehidupan manusia. Tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Karena itu kita harus beriman kepada Allah di dalam Yesus  Kristus Tuhan kita.

Bagaimana Saya Dapat  beriman
Seseorang dapat beriman bukan karena kemampuannya sendiri. Rasul Paulus mengatakan di dalam Ef 2:8-9 :” Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”. Iman adalah kasih karunia Allah. Itu bukan karena usaha kita, tetapi karena kasih karunia Allah. Di dalam kasih karunia-Nya, Allah telah memilih orang-orang yang akan dipanggil-Nya untuk beriman kepada Yesus Kristus Anak-Nya yang Tunggal. Jadi manusia tidak akan ada yang beriman kepada Kristus, dari dalam dirinya sendiri. Tuhan Yesus mengatakan bahwa tidak ada seorang pun datang kepada-Nya, kecuali hatinya ditarik oleh Bapa yang mengutus Dia. Di tempat lain Paulus mengatakan bahwa tidak ada seorang pun dapat mengaku Yesus adalah Tuhan, kecuali Roh Kudus yang mengatakannya. Jelaslah bagi kita sekarang, seseorang dapat beriman karena Tuhan Allah yang membuatnya beriman. Nyanyian dalam KJ omor 387 : 2 mengungkapkan jug ahal yang sama :”Ku heran, oleh rahmat-Nya hatiku beriman dan oleh kuasa sabda-Nya jiwaku pun tentram”.
Alangkah bahagianya kita sekarang ini, kita diberi kesempatan untuk beriman. Dari antara bermilyard-milyard manusia di dunia ini, aku dibuat Allah menjadi  orang yang beriman dan mendapat bagian dalam apa yang ditentukan-Nya menjadi bagian dari orang-orang kudus.


Kapankah saya beriman
Sudah kita katakan di atas, kita beriman kepada Allah karena Dia yang mengaruniakan iman itu kepada kita. Jadi kapankah saya beriman kepada-Nya? Dari sudut pengalaman saya berkata, kita beriman kepada Allah tatkala Ia membukakan mata hati saya untuk melihat apa yang telah dikerjakan Yesus bagi saya. Namun perlu ditambahkan segera, bahwa bukanlah itu titik awal keberadaan saya di hadapan Allah. Ia telah memilih saya sebelum dunia dijadikan (Ef1:4).

Dimana Iman itu bisa terlihat
Iman kita dapat terlihat tatkala iman itu direalisasikan dalam perbuatan. Iman tanpa perbuatan kata Rasul Yakobus adalah mati (Yak 2:17). Kita sudah bicarakan tentang apa isi dari iman. Jika kita katakan bahwa Kristus hidup bagi kita maka Ia memang hidup di dalam kita. Jika Ia hidup di dalam kita, maka Ia pasti akan bertindak melalui kita. Iman pasti beritndak. Iman senantiasa berbuat sesuatu. Dalam Ibrani 11 kita baca daftar pahlawan iman yang berbuat sesuatu. Penulis Ibrani mengatakan : 32Dan apakah lagi yang harus aku sebut? Sebab aku akan kekurangan waktu, apabila aku hendak menceriterakan tentang Gideon, Barak, Simson, Yefta, Daud dan Samuel dan para nabi, 33 yang karena iman telah menaklukkan kerajaan-kerajaan, mengamalkan kebenaran, memperoleh apa yang dijanjikan, menutup mulut singa-singa, 34 memadamkan api yang dahsyat. Mereka telah luput dari mata pedang, telah beroleh kekuatan dalam kelemahan, telah menjadi kuat dalam peperangan dan telah memukul mundur pasukan-pasukan tentara asing”. (11:32-34). Ungkapan penulis Ibrani itu memperlihatkan kepada kita apa saja yang dapat dilakukan oleh orang beriman. Pemazmur, orang kudus dalam PL mengatakan apa yang dapat dilakukannya sebagai orang beriman, “Dengan Allah akan kita lakukan perbuatan-perbuatan gagah perkasa, sebab Ia sendiri akan menginjak-injak para lawan kita” (Mzm.60:14). Itulah perbuatan besar orang-orang beriman.
Iman pada dasarnya memiliki dua sisi, sama seperti mata uang yang punya dua sisi. Sisi yang satu adalah percaya, sementara sisi yang lainnya ialah taat. Atau dengan perkataan lain bertindak. Tidak ada iman yang benar, jika tidak disertai perbuatan atau ketaatan. Dietirch Bonhoeffer mengatakan :”hanya mereka yang percaya yang taat, dan hanya yang taat yang percaya”. ( Cost of Discipleship, SCM Press, 1956) Gambaran dari iman yang sesungguhnya
Orang yang beriman adalah orang-orang yang berkarya. Di sepanjang zaman hal itu terlihat. Namun mereka berbuat bukan sebagai alat untuk mendapatkan keselamatan, melainkan sebagai alat untuk menunjukkan syukur kepada Allah yang telah membuat mereka beriman, dan di dalam iman itu mereka mewarisi kemuliaan Allah. Segala  kemuliaan bagi Allah di tempat maha tinggi.



[1] W.E. Vine, An Expository Dictionary of New Testament Words, 1966

12/10/14

Visi

Visi

Pendahuluan

Ada seorang muda bermimpi menjadi seorang President Direktur di dalam satu perusahaan yang terkenal di seluruh dunia. Ia memulai mimpinya itu dengan jalan melamar pekerjaan di perusahaan yang diimpikannya itu. Setelah mengajukan lamaran, hasilnya ternyata ia tidak diterima menjadi karyawan di sana. Ia telah bermimpi bahwa disatu hari kelak, ia akan memimpin perusahaan tersebut. Sekarang ia justru ditolak. Namun ia tidak putus asa! Ia mengambil langkah-langkah agar ia diterima bekerja di perusahaan tersebut. Ia berusaha mengenali siapa yang menjadi direktur utama dari perusahaan tersebut. Setelah ia mengetahuinya, maka setiap pagi dan sore, bahkan malam hari pun, ia berdiri di pintu gerbang dari kantor tersebut. Tatkala mobil dari sang direktur lewat, ia memberi hormat. Pada mulanya, perbutan tersebut tidak mendapat perhatian sang direktur. Tetapi tatkala waktu berlalu, lama kelamaan, akhirnya ia memperhatikan juga orang tersebut. Sang direktur menjadi terganggu dengan kehadiran orang itu di tiap pagi dan tiap sore, seraya memberi hormat. Lalu direktur tersebut bertanya, apa yang dikehendaki orang ini?. Ia mendapat jawaban dari pegawainya bahwa orang itu hanya ingin agar ia bekerja di perusahaan tersebut. Akhirnya ia diterima. Ia bersyukur. Ia telah berada di jalur yang pas. Ia bekerja dengan sungguh-sungguh, sehingga pada satu masa ia diangkat menjadi President Direktur perusahaan tersebut.

Orang tadi adalah orang yang memiliki visi yang jelas akan apa yang akan terjadi di masa depan. Lalu ia bertindak untuk mendekatkan diri terhadap apa yang akan terjadi di masa depan yang dia telah lihat. Itulah visi. Orang tersebut dapat kita sebut dengan sebutan “man of vision”. Kita  dapat mengatakan bahwa visi adalah sesuatu yang dilihat dengan jelas apa yang akan terjadi di masa depan. Kita melakukan apa saja yang membuat kita semakin dekat dengan penglihatan tersebut. Sisi negatif dari visi itu ialah: kita tidak akan melakukan apa pun jika hal yang akan kita kerjakan itu akan menjauhkan kita dari apa yang telah kita lihat.

Kata visi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya ialah: kemampuan untuk melihat pada inti persoalan, apa yang tampak pada daya khayal, apa yang terlihat oleh mata. Apa yang kita bicarakan di atas memenuhi cakupan batasan yang diberikan oleh kamus tadi.

Man of Vision

Alkitab berbicara tentang orang yang dipakai Allah untuk melaksanakan rencana-Nya di dunia ini. Sejenak kita akan melihat bagaimana orang tersebut dipakai Allah. Mereka memulai dengan sebuah visi yang jelas dari Allah. Kepada Abraham Allah Yang Mahamulia menampakkan diri kepadanya tatkala ia masih di Mesopotamia (Kis 7:1). Tatkala Abraham melihat Allah Yang Mahamulia itu, ia meninggalkan kemuliaan negeri Mesopotamia dan berjalan bersama dengan Allah yang menampakkan diri itu kepadanya. Allah menjadikan dia ‘Bapa orang beriman’.

Yakub melihat sebuah visi, dimana ada tangga yang menghubungkan dunia dengan surga. Ia melihat malaikat turun naik di sana. Lalu ia menamakan tempat itu Betel, artinya Bait Allah. (Kej 28:10-19) Demikian juga dengan Yusuf, serta masih banyak lagi yang dapat kita sebukan. Sekarang kita juga melihat Nomensen. Di dolok Siatas Barita – sekarang di sana didirikan salib kasih – ia melihat sebuah visi. Ia melihat seluruh kampung yang ada di Lembah Silindung. Secara fisik hal itu tidak mungkin. Ia melihat di tiap desa yang ada di lembah itu berdiri gedung Gereja. Lalu ia mendengar bunyi lonceng Gereja dari tiap-tiap gedung Gereja tersebut. Karena visi itu, Nomensen berdoa. Ia membuat sebuah comitment di sana. Comitment itu menjadi sebuah perjanjian luhur bagi dia dengan Allahnya. Visi senantiasa mendahului sebuah comitment.

Visi seorang pelayan

Seorang pekerja yang melayani tanpa visi kata orang bijak, maka rakyat pun akan liar  (Ams 29:18). Oleh karena itu, seorang yang melayani di dalam Gereja Tuhan, seharusnya memiliki sebuah visi pelayanan. Pertanyaan sekarang bagi kita ialah: bagaimana caranya agar kita mendapatkan sebuah visi. Berdasarkan pengalaman orang-orang yang telah mendapatkan visi dari Allah, visi yang isinya ialah sesuatu yang akan dikerjakan Allah di masa depan melalui kita. Ada  bebarapa hal penting yang perlu kita persiapkan. Pertama, hidup yang dipersembahkan kepada Tuhan. Allah hanya memakai orang yang telah mempersembahkan dirinya kepada Dia untuk dipakainya. Paulus mengatakan di dalam surat Roma, “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati” (Rom 12:1).

Allah kita adalah Allah yang kudus. Oleh karena itu, ia hanya memakai sesuatu barang atau berkolaborasi dengan sesuatu yang kudus pula. Hidup yang dipersembahkan kepada Allah adalah dasar yang paling utama dari menemukan visi yang dari Allah. Para murid Yesus meninggalkan kehidupan mereka sehari-hari, lalu mengikut Yesus. Diperjalanan mengikut Yesus itulah mereka melihat apa yang akan Allah kerjakan melalui mereka.

Hal yang kedua yang diperlukan dalam rangka mendapatkan visi dari Allah ialah: hidup yang dipimpin oleh Roh. Paulus menekankan hal ini di dalam suratnya kepada jemaat Galatia, “Maksudku ialah: hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging” Gal 6:16. Apa artinya hidup di dalam pimpinan Roh? Maksudnya ialah: penggerak kehidupan kita itu bukanlah diri kita sendiri, melainkan Roh Kudus yang tinggal di dalam kita. Sebuah ilustrasi dapat menggambarkan apa yang saya maksudkan dengan pernyataan di atas. Ada seorang hamba Tuhan yang mengunjungi anggota jemaatnya di tempat orang itu bekerja. Tatkala mereka sedang membicarakan topik bagaimana menerapkan hidup di dalam Roh dalam konteks pekerjaan sehari-hari, seorang anak buah dari anggota jemaat itu membuat kesalahan di depan dia dan hamba Tuhan tadi. Lalu sang anggota jemaat itu sangat marah kepada anak buahnya. Tatkala ia sadar bahwa di hadapannya, hadir gembala jiwanya, ia meminta maaf dan berkata: “orang ini sungguh tidak bertanggung jawab atas pekerjaan yang diberikan kepadanya!”, katanya.

Sang gembala bertanya kepada temannya itu: “apakah saudara benar jika marah dari sudut pandang iman Kristen dengan kemarahan seperti itu kepada dia?” jawab orang itu: “Ya, tentu, bukankah ia salah! Ia salah di dalam melakukan tugasnya?” sahutnya. Lalu hamba Tuhan itu melanjutkan pertanyaannya: “Apakah Roh Kudus yang menggerakkan hati saudara untuk marah seperti itu?”

Dengan tunduk orang itu mengakui dengan mengatakan: “tidak’! tetapi ia benar-benar salah”. Hamba Tuhan itu melanjutkan pembicaraan mereka dengan mengatakan: “Tidak tahukah saudara, jika bukan Roh Kudus yang menggerakkan hati kita untuk melakukan apa pun, maka di dalam apa yang kita lakukan itu tidak ada sesuatu yang benar?” Mendengar hal itu, anggota jemaat tadi tunduk dan malu, serta berkata: “Maaf, saya sudah salah di dalam memarahi dia!”

Itulah  contoh orang yang hidup di dalam roh. Roh Kudus yang menggerakkan hati kita untuk melakukan pekerjaan yang dipercayakan kepada kita. Ada orang yang mengajukan pertanyaan: dari mana saya tahu bahwa Roh Kudus yang memimpin saya? Jawabannya ialah: saudara akan tahu sendiri, jika saudara melakukan syarat yang ketiga ini, yakni: visi dapat muncul di dalam hati kita bilamana kita berakar kuat di dalam firman Allah. Orang–orang yang berakar kuat di dalam firman Allah seperti pemazmur, mereka dapat berkata: “firmanmu pelita di kakiku dan terang di jalanku”

Membangun Visi

Setelah kita berada di posisi yang diharapkan sebagaimana telah diutarakan di atas, maka kita mulai mempersiapkan lahan bagi visi yang akan ditanamkan Allah bagi kita. Untuk itu, hal yang pertama yang kita perlukan ialah: memahami visi Allah atas dunia ini. Kita sudah katakan di atas, visi yang akan kita lihat itu, adalah sesuatu yang akan dikerjakan Allah melalui kita. Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami visi Allah atas dunia ini. Tentang topik ini kita akan bicarakan selayang pandang.

Jika kita berbicara tentang visi Allah atas dunia ini, maka kita akan berpaling kepada kitab wahyu, “Dan mereka menyanyikan suatu nyanyian baru katanya: "Engkau layak menerima gulungan kitab itu dan membuka meterai-meterainya; karena Engkau telah disembelih dan dengan darah-Mu Engkau telah membeli mereka bagi Allah dari tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa” Why 5:9. Allah melihat, di surga-Nya kelak, akan ada manusia yang telah Dia beli dari tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa. Apa yang dilihat Allah itu adalah sesuatu yang akan Dia kerjakan di dunia ini, supaya apa yang dilihat-Nya itu menjadi satu kenyataan. Itu berarti saya pun mengharapkan agar saya pun dijadikan kawan sekerja Allah untuk mewujudkan apa yang dilihat Allah itu. Hal ini sangat penting! Sebab, jika kita membicarakan visi, manusia sendiri dapat menanamkan sebuah visi di dalam dirinya sendiri. Contoh orang muda di pendahuluan sesi ini menunjukkannya.

Ada seorang tokoh terkenal di  Amerika Serikat yang  bernama Helen Keller. Ia lahir buta tuli dan bisu. Namun melalui perjuangan yang sangat panjang, ia berhasil menjadi seorang tokoh terkenal dengan jalan meraih beberapa gelar akademis. Pada satu hari, seorang wartawan mewawancarai dia. Lalu sang wartawan mengajukan sebuah pertanyaan: “Miss Keller, menurut anda, apakah seorang yang mengalami buta tuli dan bisu sejak lahir, adalah manusia yang paling malang nasibnya di dunia ini? Miss Keller menjawab: “Tidak! Orang yang paling malang nasibnya di dunia ini ialah orang yang punya mata, tetapi tidak dapat melihat, punya telinga tetapi tidak mendengar, punya mulut tetapi tidak berbicara.”

Kita punya mata, tetapi tidak dapat melihat apa yang akan dikerjakan Allah di dunia ini melalui kita. Kita punya mulut tetapi tidak dapat menyuarakan suara Allah di dunia ini. Kita punya telinga, tetapi tidak dapat mendengar suara Allah yang berbicara dengan begitu lembut. Itulah kemalangan kita. Allah yang penuh dengan kemuliaan, dimana kemuliaan-Nya itu memenuhi bumi, kita tidak dapat melihatnya di dalam kehidupan ini.

Oleh karena kebutaan kita akan penglihatan dari surga, maka kita memerlukan memenuhi hal yang kedua, yakni: sangat diperlukan bergaul dengan orang yang sudah punya visi. Alkitab mengatakan bahwa orang yang bersentuhan dengan barang yang kudus ikut menjadi kudus. Cf Im 6:25-27. Kita akan membuat hal itu sebagai analogi. Jika orang bersentuhan dengan orang yang memiliki visi, maka ia akan mendapatkan visi bagi dirinya dari Allah. Mengapa demikian? Orang-orang yang memiliki visi dari Allah, dikarenakan mereka itu memiliki hati yang berkobar-kobar untuk dipakai oleh Allah. Jika kita bergaul dengan orang yang sangat rindu untuk dipakai oleh Tuhan, maka spirit untuk melayani itu pun akan tertular kepada kita. Jika kita bergaul dengan orang yang memiliki kekuatan spiritual, kita pasti akan dipengaruhi orang tersebut. Bukan sebaliknya.

Hal yang ketiga yang kita perlukan ialah: hidup di dalam kesederhanaan. Allah memakai orang-orang yang sederhana. Lihatlah para murid Tuhan Yesus. Mereka adalah para nelayan Galilea, satu daerah yang sangat terbelakang pada waktu itu. Paulus pun setelah pertobatannya itu ia menjadi orang yang sederhana. Hal itu dapat kita lihat di dalam Flp 3:10, ia berkata: “Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya”. Ia tidak punya kehendak yang lain lagi selain dari yang sudah diungkapkannya di atas. Tuhan Yesus pun menjadi orang yang sederhana. Tujuan hidupnya hanya satu: mati di kayu salib. Cf Yoh 12:24-26. Orang yang punya banyak keinginan, tidak akan pernah dipakai Allah untuk menggenapkan rencana-Nya atas dunia ini. Hal itu dibuktikan oleh sejarah Gereja di sepanjang zaman. Billy Graham ditawari partai Republik menjadi calon presiden AS dari partai mereka. Ia menolak itu dengan mengatakan bahwa ia dipanggil Allah bukan menjadi presiden, tetapi sebagai seorang penginjil. Demikian juga dengan tokoh buruh di Jepang yang namanya Kagawa. Ia menolak menjadi menteri perburuhan, sekalipun ia adalah tokoh buruh di Jepang. Ia berkata: Tuhan memanggil saya menjadi pendeta!

Tatkala kita bergaul dengan mereka, mungkin saja visi yang akan kita terima sama dengan visi orang itu, tetapi mungkin juga visi yang akan kita terima sangat berbeda dengan apa yang dilihat orang itu. Tetapi penemuan visi, kita dapatkan melalui pergaulan dengan orang tersebut. Saya dimenangkan Tuhan melalui pelayanan pribadi di rumah. Setelah dibina selama tiga bulan, aku diserahkan kepada kasih karunia Allah. Lalu Tuhan mempertemukan saya dengan seorang hambanya yang punya visi yang sangat jelas. Ia menjadi penginjil di dalam kebangunan rohani. Saya mengikuti dia selama dua tahun. Aku pada mulanya ingin menjadi seperti dia, jadi penginjil di dalam kebangunan-kebangunan rohani. Tetapi visi yang kudapat lain. Aku menjadi pengajar di dalam kelomok kecil. Memuridkan orang banyak melalui kelompok kecil. Sangat beda dengan apa yang menjadi visi sang hamba Tuhan tadi. Tetapi saya bersyukur kepada Tuhan, iman mereka membangunkan iman di dalam hati saya untuk berkobar-kobar melayani Tuhan.

Inilah syarat yang keempat yang harus kita penuhi agar Allah memperlihatkan kepada kita visi, yakni apa yang akan kita kerjakan di dunia ini. Syarat itu ialah: kerinduan yang berkobar-kobar di dalam hati, ingin dipakai oleh Tuhan. Sebagai bukti dari berkobarnya hati kita, ialah: kita akan membuat perkara Tuhan menjadi skala prioritas di dalam kehidupan ini. Hal ini akan menumbuhkan keinginan untuk melakukan apa firman Tuhan yang sudah kita tahu dan pahami. Ada banyak orang yang mendengar firman Tuhan tetapi tidak melakukannya. Maka gambaran yang diberikan Tuhan Yesus tentang hal ini di dalam Khotbah di Bukit akan menjadi kenyataan. Mat 7:24-27.

Syarat yang kelima di dalam membangun visi di dalam diri kita ialah: fokus kepada satu tujuan hidup. Jika kita mempelajari kehidupan dari tokoh-tokoh Alkitab dan mereka yang dipakai Allah di dalam melaksanakan kehendak-Nya di dunia ini mereka pun memiliki kehidupan yang fokus terhadap hal-hal tertentu saja. Musa memfokuskan diri di dalam memimpin bangsa Israel ke Tanah Kanaan. Obsesinya ialah: Kanaan. Yosua memfokuskan diri untuk menaklukkan tanah Kanaan. Daud memfokuskan diri untuk membangun sebuah Bait Allah bagi raja dan Allahnya. Nehemia menfokuskan diri untuk membangun tembok Bait Allah yang sudah roboh. Tuhan Yesus memfokuskan diri untuk mati di kayu salib. Saya akan kekurangan waktu untuk menuturkan apa yang menjadi fokus, Luther, Nomensen dll. Apa yang menjadi fokus kehidupan saudara? Jika saudara memfokuskan diri kepada sesuatu yang berasal dari dunia ini, maka saudara tidak akan dipakai Allah untuk mencapai tujuannya. Bisa saja saudara terlibat di dalam hal-hal rohani. Tetapi Yesus punya ajaran tentang hal seperti itu di dalam Mat: 7:22-23 “Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!"

Saya secara pribadi memfokuskan diri di dalam memimpin penelahan Alkitab dengan pola pemuridan seperti yang kita sedang lakukan sekarang ini. Memang, saya masih khotbah di mana-mana. Tetapi tetap tidak menyimpang dari visi tersebut. Itulah sebabnya Allah tidak membawa saya menjadi pendeta, sekalipun banyak orang yang menawarkan agar saya mereka biayai belajar di Sekolah Tinggi teologia (STT). Namun tidak ada satu pun yang mewujudkannya. Marilah kita fokus kepada satu pelayanan tertentu dan berbuah di dalam pelayanan itu, karena Allah yang menetapkan kita untuk menghasilkan buah bagi kemuliaan nama-Nya di dalam pelayanan yang telah dipercayakannya kepada kita.

Musuh dari Visi

Di dalam hidup ini, senantiasa ada rintangan menghadang di depan. Demikian juga bagi kita yang sedang menantikan Allah memenuhi hati kita dengan sebuah visi! Sejenak, kita akan memeriksa, apa saja yang menjadi rintangan  atau musuh dari visi itu sendiri. Musuh visi yang pertama tentunya adalah dosa. Pemazmur dalam Mzm 66:18 mengatakan: “Seandainya ada niat jahat dalam hatiku, tentulah Tuhan tidak mau mendengar”. Allah yang Maha Kudus ingin bekerja di dalam hidup manusia. Maka Ia harus membersihkan lebih dahulu dosa-dosa yang ada di dalam hidup kita. Sebelum kita dipakai Allah, maka dosa harus diselesaikan lebih dahulu.

Setelah dosa diselesaikan maka ada juga rintangan lain. Alkitab mengatakan hal ini adalah beban. Cf Ibr 12:1. Rintangan itu ialah: kita mengorbankan yang terbaik untuk yang baik. Kita tidak melihat apa yang terbaik yang akan Tuhan kerjakan melalui kita. Oleh karena itu, saya hanya melakukan apa yang baik. Adalah baik jika seseorang aktif di koor dan di dalam kepanitiaan Gereja. Itu sungguh-sungguh baik. Tetapi pertanyaannya ialah: apakah itu yang terbaik? Mungkin yang terbaik ialah menjadi pembina remaja. Tetapi karena orang lain meminta saya untuk aktif di koor – karena suara saya bagus – maka saya jadi aktif di koor itu. Saya mengorbankan apa yang terbaik untuk yang baik. Orang seperti itu tidak akan dipakai Allah untuk melakukan pekerjaan yang terbaik di dunia ini. Atau sebaliknya. Hal yang terbaik bagi kita adalah ikut koor! Tetapi karena saya suka anak-anak, maka saya mengorbankan yang terbaik untuk yang baik. Ini adalah musuh dari visi.

Musuh yang ketiga ialah: sangat susah masuk ke dalam penyerahan diri secara total. Kita ingat, Tuhan Yesus mengatakan: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku. (Luk 9:23). Di tempat lain Ia berkata: “…setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah. (Luk 9:62). Tidak ada seorang pun manusia yang dipakai Tuhan dengan hati yang mendua. Jika kita tidak dapat membuat satu pelayanan kepada Tuhan sebagai persembahan kita kepada-Nya, maka tidak akan ada visi. Tidak ada visi maka tidak ada karya Allah yang menyelamatkan melalui kita.

Musuh visi yang keempat ialah: kita hanya menyibukkan diri dengan orang yang sudah bertobat. Kita menikmati persekutuan yang indah dengan Tuhan di dalam kelompok kita. Oleh karena itu tidak ada lagi waktu untuk mereka yang belum menikmati keselamatan. Marilah kita melihat pelayanan di Gereja kita. Adakah waktu bagi para parhalado untuk menemui orang-orang yang tidak pernah datang ke Gereja? Mereka sibuk untuk melakukan rutinitasnya. Ada seorang pendeta berkata kepada saya: “apa yang harus dikerjakan di rutinitas aja sudah sangat melelahkan, bagaimana mungkin mencapai orang lain?”

Para rasul pun mengalami hal yang sama. Demikian dilaporkan Lukas di dalam Kitab Kisah Para Rasul. Itulah sebabnya para rasul itu mengangkat para diaken untuk menolong mereka melakukan tugas rutin, sehingga tugas utama mereka dapat dilaksanakan. Seharusnya demikianlah seorang pendeta di HKBP. Ia melatih orang untuk melakukan tugas rutin, sehingga ada kesempatan baginya untuk melayani yang hilang. Jika saudara terjebak dengan rutinitas saudara, maka hilanglah kesempatan bagi saudara untuk mendapatkan visi dari Allah. Tanpa wahyu – itu berarti visi – maka rakyat pun akan liar  (Ams 29:18). Itulah sebabnya banyak warga HKBP yang berpaling ke kelompok yang lain, karena para pekerja di sana tidak ada visi. Itu sebabnya setiap Gereja lokal harus mengelaborasi visi dan misi yang dituangkan di dalam A/P HKBP tahun 2002.

Musuh visi yang kelima ialah: visi palsu. Satu visi yang tidak didepositkan Allah di dalam dirinya. Sama seperti kisah orang muda yang telah kita bicarakan di atas. Dalam konteks iman Kristen, visi orang muda tadi adalah visi palsu. Salah satu dari visi yang sering diumbar di kalangan Kristen ialah: mereka mau membangun sebuah organisasi yang besar. Membuat gerejanya menjadi satu Gereja yang terbesar di dunia ini. Membuat kelompoknya menjadi satu kelompok yang besar. Allah tidak pernah menyuruh kita membangun Gereja atau persekutuan kita menjadi besar. Kita tidak pernah disuruh Allah untuk membangun Gereja-Nya. Yesus berkata kepada Petrus: “Di atas batu karang ini Aku akan mendirikan Gereja-Ku” membangun Gereja bukan urusan kita. Itu urusan Tuhan.  Sementara urusan kita di dunia ini ialah:  memberitakan Injil, mengajar orang untuk melakukan apa yang Tuhan kehendaki. Menghadirkan kerajaan Allah di dunia ini. Ditinjau dari sudut yang kita bicarakan barusan, bukankah visi orang yang diungkapkan di atas itu adalah visi palsu?

Salah satu kritik saya terhadap A/P HKBP ialah: HKBP ingin mempertahankan HKBP bahkan di hadapan Allah. Dalam pasal 8 Aturan disebutkan bahwa organisasi HKBP dibentuk agar HKBP mantap dan kuat keberadaannya. Memang ada butir satu sampai tiga di dalam pasal itu. Tetapi apakah kita menghayati dan melihat bahwa tujuan yang pertama adalah memberitakan dan menghayati firman Allah, sebagaimana diutarakan di dalam ayat 1. Ayat dua dikatakan: memelihara kemurnian dan pengajaran firman Tuhan. Ketiga: menyediakan diri agar menjadi kemuliaan Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus. Jika butir empat bertentangan dengan butir satu s/d tiga apa yang harus kita perbuat. Menurut penglihatan saya secara pribadi, kita lebih menekankan butir empat. Ada pendeta mengatakan bahwa kita harus memelihara identitas kita. Itu benar! Tetapi bagaimana bila Roh Kudus memimpin kita ke arah yang berlawanan dengan A/P? Siapa yang harus kita turuti? Apakah A/P setara dengan firman Allah? Hal-hal ini bisa menjadi musuh visi!

Musuh visi yang keenam ialah: nilai dunia! Kita mengerjakan pekerjaan Allah dengan memakai nilai dunia. Itu juga merasuk di dalam HKBP. Ada orang yang saya kenal sangat ingin jadi sintua. Karena saya memimpin penelahan Alkitab di Gereja, sementara itu teman-teman yang telah ikut bertahun-tahun PA akhirnya diangkat menjadi sintua. Orang ini datang kepada saya seraya berkata: aku ikut dong jadi muridnya amang, agar aku diangkat jadi sintua! Lalu aku berkata kepadanya: “Jika amang ikut PA dengan saya, tidak otomatis amang akan diangkat jadi sintua!” Karena ia tahu tidak otomatis jadi sintua, maka ia tidak mau ikut. Nilai sintua di mata orang itu bukan dalam perspektif Allah, tetapi dalam perspektif dunia. Ada banyak orang yang melayani di Gereja dalam nilai dunia. Orang-orang ini tidak akan mendapatkan visi dari Allah. Seorang pelayan adalah seorang hamba. Hal ini akan kita bicarakan secara khusus nanti di dalam pertemuan ini.

Musuh terakhir yang dapat dipresentasikan di sini ialah: ketidak sehatian di dalam keluarga. Khususnya suami isteri. Orang tua dan anak, bagi mereka yang belum menikah. Saya bersyukur kepada Allah Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Allah Yang Penuh Rahmat itu memberikan kepada saya seorang isteri yang pas. Kami satu visi tentang hidup dan pelayanan. Oleh karena itu, banyak masalah kehidupan dengan gampang diatasi karena kesehatian tentang visi kehidupan yang harus kita jalani. Jika tidak ada kesehatian di dalam keluarga tentang kehidupan ini, maka Allah tidak akan menaruh visi itu di dalam hati kita. Keluarga yang tidak sehati di dalam hidup akan segera berantakan. Apalagi di dunia modern sekarang ini.

Esensi Visi

Jika kita telah menerima sebuah visi, maka satu hal yang harus dilakukan ialah: menguji apakah visi yang kita terima itu memang berasal dari Allah atau tidak. Hal itu dapat dilakukan dengan jalan mengetahui apakah inti permasalahan yang akan kita dicapai adalah ‘orang’ atau ‘program’. Allah tidak pernah membuat fokus pekerjaannya adalah program. Manusialah yang menjadi perhatian Allah. Jika apa yang kita lihat adalah sebuah program, maka hal itu bukan datangnya dari Allah. Sekarang ini para pekerja Tuhan sangat berorientasi kepada program. Jika program sudah terlaksana, maka kita merasa senang. Orang yang punya visi bukan melihat program melainkan melihat orang. Bukan berarti kita tidak perlu program. Kita memerlukannya di dalam rangka mencapai orang. Ada banyak contoh yang dapat dikedepankan untuk hal  ini. Kita ambil sebuah contoh, yakni jemaat mengadakan perayaan ulang tahun Gereja. Panitia dibentuk, lalu mereka membuat program perayaan jemaat. Tema pun dicari. Umumnya temanya yang bagus-bagus. Acara pun diadakan. Mereka berusaha agar pesta itu dikunjungi banyak orang. Itu ukuran sukses bagi mereka. 

Marilah kita buat contoh tema. “Melalui ulang tahun jemaat yang ke sekian kalinya, kita mempererat persekutuan di dalam Gereja ini”. Itulah temanya. Diusahakanlah sebanyak mungkin orang datang pada hari pesta. Pesta pun usai, dan uang terkumpul melalui lelang. Orang senang dengan acara yang diadakan oleh panitia. Panitia pun akhirnya dibubarkan oleh majelis jemaat. Sukseskah program mereka? Dari sisi program memang, mereka sukses. Tapi dari sudut pandang orientasi adalah ‘orang’, apakah memang tercipta persekutuan yang semakin erat di jemaat itu akibat dari program pesta ulang tahun dari jemaat yang sukses diselenggarakan itu? Oh, itu bukan urusan dari panitia. Itu urusan dari majelis jemaat. Mereka tidak perduli dengan orang. Mereka hanya peduli dengan program. Keadaan seperti itu bukan esensi dari visi yang dari Allah.

Jika kita telah menerima visi dari Allah, esensinya pun adalah ‘orang’, maka saudara akan melihat dunia ini melalui orang yang saudara bina di dalam pertumbuhan imannya. Allah melihat seluruh umat manusia di dalam diri Adam. Tatkala Adam berdosa, maka Allah melihat seluruh umat manusia berdosa. Ia memulai rencana penyelamatan-Nya pun melalui satu orang saja, yakni Abraham. Kepada Bapa orang beriman ini Allah berfirman: “Oleh keturunanmu semua orang di muka bumi akan mendapat berkat”. Paulus mengatakan yang dimaksud keturunan di sini ialah: Yesus Kristus sendiri. Allah melihat keselamatan dari umat manusia melalui satu orang, yakni Tuhan Yesus Kristus sendiri. Karena Allahlah yang mau bekerja melalui dan di dalam kita, maka hal yang sama pun akan dilakukannya. Ia akan melihat orang yang akan diselamatkan-Nya itu melalui saudara dan saya. Oleh karena itu, saya pun akan melihat dunia ini melalui satu orang yang saya layani. Itulah visi yang asli dari Allah. Bagaimana menjangkau satu orang dan melihat dunia melalui satu orang, akan kita bahas di dalam visi pemuridan.

Visi dan Pengharapan

Paulus mengatakan di dalam suratnya kepada jemaat Korintus: “Sebab itu kami tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari. Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami (II Kor 4:16-17). Di dalam melaksanakan apa yang dipercayakan Allah kepada kita bersama dengan Dia, maka ada kemungkinan kita akan mengalami hambatan dan tantangan. Namun sama seperti Paulus mengatakan di dalam suratnya ini, mata kita tertuju bukan kepada sesuatu yang terlihat, melainkan kepada sesuatu yang tidak terlihat. Yang tidak terlihat itu, yakni: kemuliaan Allah yang menyertai kita di dalam melakukan pekerjaan Allah tersebut.


Melalui visi yang kita terima, maka kita akan melihat kemuliaan Allah. Paulus melihat kemuliaan Allah, maka ia setia dan mengatakan di hadapan Raja Agrippa: “Kepada penglihatan yang dari sorga itu tidak pernah aku tidak taat Kis 26:9. Kesukaran dan tantangan tidak menjadi penghalang bagi Paulus untuk mewujudkan visi yang dia terima dari sorga. Bagaimana dengan saudara?

09/09/14

Senyum




SENYUMLAH

Kisah di bawah ini adalah kisah yang saya dapat dari milis alumni Jerman, atau warga Indonesia yg bermukim atau pernah bermukim di sana. Demikian layak untuk dibaca beberapa menit, dan direnungkan seumur hidup.

Saya adalah ibu dari tiga orang anak dan baru saja menyelesaikan kuliah saya. Kelas terakhir yang harus saya ambil adalah Sosiologi. Sang Dosen sangat inspiratif, dengan kualitas yang saya harapkan setiap orang memilikinya.

Tugas terakhir yang diberikan ke para siswanya diberi nama "Smiling." Seluruh siswa diminta untuk pergi keluar dan memberikan senyumnya kepada tiga orang asing yang ditemuinya dan mendokumentasikan reaksi mereka. Setelah itu setiap siswa diminta untuk mempresentasikan di depan kelas. Saya adalah seorang yang periang, mudah bersahabat dan selalu tersenyum pada setiap orang. Jadi, saya pikir, tugas ini sangatlah mudah.

Setelah menerima tugas tsb, saya bergegas menemui suami saya dan anak bungsu saya yang menunggu di taman di halaman kampus, untuk pergi ke restoran McDonald's yang berada di sekitar kampus. Pagi itu udaranya sangat dingin dan kering. Sewaktu suami saya akan masuk dalam antrian, saya menyela dan meminta agar dia saja yang menemani si Bungsu sambil mencari tempat duduk yang masih kosong.

Ketika saya sedang dalam antrian, menunggu untuk dilayani, mendadak setiap orang di sekitar kami bergerak menyingkir, dan bahkan orang yang semula antri di belakang saya ikut menyingkir keluar dari antrian.

 Suatu perasaan panik menguasai diri saya, ketika berbalik dan melihat mengapa mereka semua pada menyingkir? Saat berbalik itulah saya membaui suatu "bau badan kotor" yang cukup menyengat, ternyata tepat di belakang saya berdiri dua orang lelaki tunawisma yang sangat dekil! Saya bingung, dan tidak mampu bergerak sama sekali.

Ketika saya menunduk, tanpa sengaja mata saya menatap laki-laki yang lebih pendek, yang berdiri lebih dekat dengan saya, dan ia sedang "tersenyum" ke arah saya. Lelaki ini bermata biru, sorot matanya tajam, tapi juga memancarkan kasih sayang. Ia menatap ke arah saya, seolah ia meminta agar saya dapat menerima 'kehadirannya' di tempat itu.

Ia menyapa "Good day!" sambil tetap tersenyum dan sembari menghitung beberapa koin yang disiapkan untuk membayar makanan yang akan dipesan. Secara spontan saya membalas senyumnya, dan seketika teringat oleh saya 'tugas' yang diberikan oleh dosen saya. Lelaki kedua sedang memainkan tangannya dengan gerakan aneh berdiri di belakang temannya.

Saya segera menyadari bahwa lelaki kedua itu menderita defisiensi mental, dan lelaki dengan mata biru itu adalah "penolong"nya. Saya merasa sangat  prihatin setelah mengetahui bahwa ternyata dalam antrian itu kini hanya tinggal saya bersama mereka,dan kami bertiga tiba-tiba saja sudah sampai di depan counter.

Ketika wanita muda di counter menanyakan kepada saya apa yang ingin saya pesan, saya persilahkan kedua lelaki ini untuk memesan duluan. Lelaki bermata biru segera memesan "Kopi saja, satu cangkir Nona." Ternyata dari koin yang terkumpul hanya itulah yang mampu dibeli oleh mereka (sudah menjadi aturan di restoran ini, jika ingin duduk di dalam restoran dan menghangatkan tubuh, maka orang harus membeli sesuatu). Dan tampaknya kedua orang ini hanya ingin menghangatkan badan.

Tiba-tiba saja saya diserang oleh rasa iba yang membuat saya sempat terpaku beberapa saat, sambil mata saya mengikuti langkah mereka mencari tempat duduk yang jauh terpisah dari tamu-tamu lainnya, yang hampir semuanya sedang mengamati mereka...
Pada saat yang bersamaan, saya baru menyadari bahwa saat itu semua mata di restoran itu juga sedang tertuju ke diri saya, dan pasti juga melihat semua 'tindakan' saya. Saya baru tersadar setelah petugas di counter itu menyapa saya untuk ketiga kalinya menanyakan apa yang ingin saya pesan. Saya tersenyum dan minta diberikan dua paket makan pagi (di luar pesanan saya) dalam nampan terpisah.

Setelah membayar semua pesanan, saya minta bantuan petugas lain yang ada di counter itu untuk mengantarkan nampan pesanan saya ke meja/tempat duduk suami dan anak saya. Sementara saya membawa nampan lainnya berjalan melingkari sudut ke arah meja yang telah dipilih kedua lelaki itu untuk beristirahat. Saya letakkan nampan berisi makanan itu di atas mejanya, dan meletakkan tangan saya di atas punggung telapak tangan dingin lelaki bemata biru itu, sambil saya berucap "makanan ini telah saya pesan untuk kalian berdua."

Kembali mata biru itu menatap dalam ke arah saya, kini mata itu mulai basah berkaca2 dan dia hanya mampu berkata "Terima kasih banyak, nyonya." Saya mencoba tetap menguasai diri saya, sambil menepuk bahunya saya berkata "Sesungguhnya bukan saya yang melakukan ini untuk kalian,Tuhan juga berada di sekitar sini dan telah membisikkan sesuatu ke telinga saya untuk menyampaikan makanan ini kepada kalian."

Mendengar ucapan saya, si Mata Biru tidak kuasa menahan haru dan memeluk lelaki kedua sambil terisak-isak. Saat itu ingin sekali saya merengkuh kedua lelaki itu. Saya sudah tidak dapat menahan tangis ketika saya berjalan meninggalkan mereka dan bergabung dengan suami dan anak saya, yang tidak jauh dari tempat duduk mereka. Ketika saya duduk suami saya mencoba meredakan tangis saya sambil tersenyum dan berkata "Sekarang saya tahu, kenapa Tuhan mengirimkan dirimu menjadi istriku, yang pasti, untuk memberikan 'keteduhan' bagi diriku dan anak-anakku!"

Kami saling berpegangan tangan beberapa saat dan saat itu kami benar-benar bersyukur dan menyadari, bahwa hanya karena 'bisikan-Nya' lah kami telah mampu memanfaatkan 'kesempatan' untuk dapat berbuat sesuatu bagi orang lain yang sedang sangat membutuhkan.

Ketika kami sedang menyantap makanan, dimulai dari tamu yang akan meninggalkan restoran dan disusul oleh beberapa tamu lainnya, mereka satu persatu menghampiri meja kami, untuk sekedar ingin 'berjabat tangan' dengan kami. Salah satu di antaranya, seorang bapak, memegangi tangan saya, dan berucap "Tanganmu ini telah memberikan pelajaran yang mahal bagi kami semua yang berada di sini, jika suatu saat saya diberi kesempatan oleh-Nya, saya akan lakukan seperti yang telah kamu contohkan tadi kepada kami."

Saya hanya bisa berucap "terima kasih" sambil tersenyum. Sebelum beranjak meninggalkan restoran saya sempatkan untuk melihat ke arah kedua lelaki itu, dan seolah ada 'magnit' yang menghubungkan bathin kami, mereka langsung menoleh ke arah kami sambil tersenyum, lalu melambai-lambaikan tangannya ke arah kami. Dalam perjalanan pulang saya merenungkan kembali apa yang telah saya lakukan terhadap kedua orang tunawisma tadi, itu benar-benar 'tindakan' yang tidak pernah terpikir oleh saya.

Pengalaman hari itu menunjukkan kepada saya betapa 'kasih sayang' Tuhan itu sangat hangat dan indah sekali! Saya kembali ke college, pada hari terakhir kuliah dengan 'cerita' ini di tangan saya. Saya menyerahkan 'paper' saya kepada dosen saya. Dan keesokan harinya, sebelum memulai kuliahnya saya dipanggil dosen saya ke depan kelas, ia melihat kepada saya dan berkata, "Bolehkah saya membagikan ceritamu ini kepada yang lain?" dengan senang hati saya mengiyakan.

Ketika akan memulai kuliahnya dia meminta perhatian dari kelas untuk membacakan paper saya. Ia mulai membaca, para siswa pun mendengarkan dengan seksama cerita sang dosen, dan ruangan kuliah menjadi sunyi. Dengan cara dan gaya yang dimiliki sang dosen dalam membawakan ceritanya, membuat para siswa yang hadir di ruang kuliah itu seolah ikut melihat bagaimana sesungguhnya kejadian itu berlangsung, sehingga para siswi yang  duduk di deretan belakang di dekat saya di antaranya datang memeluk saya untuk mengungkapkan perasaan harunya.

Di akhir pembacaan paper tersebut, sang dosen sengaja menutup ceritanya dengan mengutip salah satu kalimat yang saya tulis di akhir paper saya. "Tersenyumlah dengan 'hatimu', dan kau akan mengetahui betapa 'dahsyat' dampak yang ditimbulkan oleh senyummu itu."

Dengan cara-Nya sendiri, Tuhan telah 'menggunakan' diri saya untuk menyentuh orang-orang yang ada di McDonald's, suamiku, anakku, guruku, dan setiap siswa yang menghadiri kuliah di malam terakhir saya sebagai mahasiswi. Saya lulus dengan 1 pelajaran terbesar yang tidak pernah saya dapatkan di bangku kuliah manapun, yaitu: "Penerimaan Tanpa Syarat.."

Banyak cerita tentang kasih sayang yang ditulis untuk bisa diresapi oleh para pembacanya, namun bagi siapa saja yang sempat membaca dan memaknai cerita ini diharapkan dapat mengambil pelajaran bagaimana  cara mencintai sesama, dengan memanfaatkan sedikit harta-benda yang kita miliki, dan bukannya mencintai harta-benda yang bukan milik kita, dengan memanfaatkan sesama!

Jika anda berpikir bahwa cerita ini telah menyentuh hati anda, teruskan cerita ini kepada orang2 terdekat anda. Disini ada 'malaikat' yang akan menyertai anda, agar setidaknya orang yang membaca cerita ini akan tergerak hatinya untuk bisa berbuat sesuatu (sekecil apapun) bagi sesama yang sedang membutuhkan uluran tangannya!

Orang bijak mengatakan: Banyak orang yang datang dan pergi dari kehidupanmu, tetapi hanya 'sahabat yang bijak' yang akan meninggalkan jejak di dalam hatimu. Untuk berinteraksi dengan dirimu, gunakan nalarmu. Tetapi untuk berinteraksi dengan orang lain, gunakan hatimu! Orang yang kehilangan uang, akan kehilangan banyak, orang yang kehilangan teman, akan kehilangan lebih banyak! Tapi orang yang kehilangan keyakinan, akan kehilangan semuanya! Tuhan menjamin akan memberikan kepada setiap hewan makanan bagi mereka, tetapi DIA tidak melemparkan makanan itu ke dalam sarang mereka, hewan itu tetap harus berikhtiar untuk bisa mendapatkannya.

Orang-orang muda yang 'cantik' adalah hasil kerja alam, tetapi orang-orang tua yang 'cantik' adalah hasil karya seni. Belajarlah dari pengalaman mereka, karena engkau tidak dapat hidup cukup lama untuk bisa mendapatkan semua itu dari pengalaman dirimu sendiri

  

Rumah Allah

  Rumah Allah Ibrani 3:6 Tetapi Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya; dan rumah-Nya ialah kita, jika kita sampai kepada akhi...