Visi
Pendahuluan
Ada
seorang muda bermimpi menjadi seorang President Direktur di dalam satu
perusahaan yang terkenal di seluruh dunia. Ia memulai mimpinya itu dengan jalan
melamar pekerjaan di perusahaan yang diimpikannya itu. Setelah mengajukan lamaran,
hasilnya ternyata ia tidak diterima menjadi karyawan di sana. Ia telah bermimpi
bahwa disatu hari kelak, ia akan memimpin perusahaan tersebut. Sekarang ia
justru ditolak. Namun ia tidak putus asa! Ia mengambil langkah-langkah agar ia
diterima bekerja di perusahaan tersebut. Ia berusaha mengenali siapa yang
menjadi direktur utama dari perusahaan tersebut. Setelah ia mengetahuinya, maka
setiap pagi dan sore, bahkan malam hari pun, ia berdiri di pintu gerbang dari
kantor tersebut. Tatkala mobil dari sang direktur lewat, ia memberi hormat.
Pada mulanya, perbutan tersebut tidak mendapat perhatian sang direktur. Tetapi tatkala
waktu berlalu, lama kelamaan, akhirnya ia memperhatikan juga orang tersebut.
Sang direktur menjadi terganggu dengan kehadiran orang itu di tiap pagi dan tiap
sore, seraya memberi hormat. Lalu direktur tersebut bertanya, apa yang
dikehendaki orang ini?. Ia mendapat jawaban dari pegawainya bahwa orang itu
hanya ingin agar ia bekerja di perusahaan tersebut. Akhirnya ia diterima. Ia
bersyukur. Ia telah berada di jalur yang pas. Ia bekerja dengan
sungguh-sungguh, sehingga pada satu masa ia diangkat menjadi President Direktur
perusahaan tersebut.
Orang
tadi adalah orang yang memiliki visi yang jelas akan apa yang akan terjadi di
masa depan. Lalu ia bertindak untuk mendekatkan diri terhadap apa yang akan
terjadi di masa depan yang dia telah lihat. Itulah visi. Orang tersebut dapat
kita sebut dengan sebutan “man of vision”. Kita
dapat mengatakan bahwa visi adalah sesuatu yang dilihat dengan jelas apa
yang akan terjadi di masa depan. Kita melakukan apa saja yang membuat kita
semakin dekat dengan penglihatan tersebut. Sisi negatif dari visi itu ialah:
kita tidak akan melakukan apa pun jika hal yang akan kita kerjakan itu akan
menjauhkan kita dari apa yang telah kita lihat.
Kata
visi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya ialah: kemampuan untuk
melihat pada inti persoalan, apa yang tampak pada daya khayal, apa yang
terlihat oleh mata. Apa yang kita bicarakan di atas memenuhi cakupan batasan yang
diberikan oleh kamus tadi.
Man
of Vision
Alkitab
berbicara tentang orang yang dipakai Allah untuk melaksanakan rencana-Nya di
dunia ini. Sejenak kita akan melihat bagaimana orang tersebut dipakai Allah.
Mereka memulai dengan sebuah visi yang jelas dari Allah. Kepada Abraham Allah
Yang Mahamulia menampakkan diri kepadanya tatkala ia masih di Mesopotamia (Kis
7:1). Tatkala Abraham melihat Allah Yang Mahamulia itu, ia meninggalkan
kemuliaan negeri Mesopotamia dan berjalan bersama dengan Allah yang menampakkan
diri itu kepadanya. Allah menjadikan dia ‘Bapa orang beriman’.
Yakub
melihat sebuah visi, dimana ada tangga yang menghubungkan dunia dengan surga.
Ia melihat malaikat turun naik di sana. Lalu ia menamakan tempat itu Betel,
artinya Bait Allah. (Kej 28:10-19) Demikian juga dengan Yusuf, serta masih
banyak lagi yang dapat kita sebukan. Sekarang kita juga melihat Nomensen. Di
dolok Siatas Barita – sekarang di sana didirikan salib kasih – ia melihat
sebuah visi. Ia melihat seluruh kampung yang ada di Lembah Silindung. Secara
fisik hal itu tidak mungkin. Ia melihat di tiap desa yang ada di lembah itu
berdiri gedung Gereja. Lalu ia mendengar bunyi lonceng Gereja dari tiap-tiap
gedung Gereja tersebut. Karena visi itu, Nomensen berdoa. Ia membuat sebuah
comitment di sana. Comitment itu menjadi sebuah perjanjian luhur bagi dia
dengan Allahnya. Visi senantiasa mendahului sebuah comitment.
Visi
seorang pelayan
Seorang
pekerja yang melayani tanpa visi kata orang bijak, maka rakyat pun akan
liar (Ams 29:18). Oleh karena itu,
seorang yang melayani di dalam Gereja Tuhan, seharusnya memiliki sebuah visi
pelayanan. Pertanyaan sekarang bagi kita ialah: bagaimana caranya agar kita
mendapatkan sebuah visi. Berdasarkan pengalaman orang-orang yang telah
mendapatkan visi dari Allah, visi yang isinya ialah sesuatu yang akan
dikerjakan Allah di masa depan melalui kita. Ada bebarapa hal penting yang perlu kita
persiapkan. Pertama, hidup yang dipersembahkan kepada Tuhan. Allah hanya
memakai orang yang telah mempersembahkan dirinya kepada Dia untuk dipakainya.
Paulus mengatakan di dalam surat Roma, “Karena itu, saudara-saudara, demi
kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu
sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu
adalah ibadahmu yang sejati” (Rom 12:1).
Allah
kita adalah Allah yang kudus. Oleh karena itu, ia hanya memakai sesuatu barang
atau berkolaborasi dengan sesuatu yang kudus pula. Hidup yang dipersembahkan
kepada Allah adalah dasar yang paling utama dari menemukan visi yang dari
Allah. Para murid Yesus meninggalkan kehidupan mereka sehari-hari, lalu
mengikut Yesus. Diperjalanan mengikut Yesus itulah mereka melihat apa yang akan
Allah kerjakan melalui mereka.
Hal
yang kedua yang diperlukan dalam rangka mendapatkan visi dari Allah ialah:
hidup yang dipimpin oleh Roh. Paulus menekankan hal ini di dalam suratnya
kepada jemaat Galatia, “Maksudku ialah: hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan
menuruti keinginan daging” Gal 6:16. Apa artinya hidup di dalam pimpinan Roh?
Maksudnya ialah: penggerak kehidupan kita itu bukanlah diri kita sendiri,
melainkan Roh Kudus yang tinggal di dalam kita. Sebuah ilustrasi dapat
menggambarkan apa yang saya maksudkan dengan pernyataan di atas. Ada seorang
hamba Tuhan yang mengunjungi anggota jemaatnya di tempat orang itu bekerja.
Tatkala mereka sedang membicarakan topik bagaimana menerapkan hidup di dalam
Roh dalam konteks pekerjaan sehari-hari, seorang anak buah dari anggota jemaat
itu membuat kesalahan di depan dia dan hamba Tuhan tadi. Lalu sang anggota
jemaat itu sangat marah kepada anak buahnya. Tatkala ia sadar bahwa di
hadapannya, hadir gembala jiwanya, ia meminta maaf dan berkata: “orang ini
sungguh tidak bertanggung jawab atas pekerjaan yang diberikan kepadanya!”,
katanya.
Sang
gembala bertanya kepada temannya itu: “apakah saudara benar jika marah dari
sudut pandang iman Kristen dengan kemarahan seperti itu kepada dia?” jawab
orang itu: “Ya, tentu, bukankah ia salah! Ia salah di dalam melakukan
tugasnya?” sahutnya. Lalu hamba Tuhan itu melanjutkan pertanyaannya: “Apakah
Roh Kudus yang menggerakkan hati saudara untuk marah seperti itu?”
Dengan tunduk orang
itu mengakui dengan mengatakan: “tidak’! tetapi ia benar-benar salah”. Hamba
Tuhan itu melanjutkan pembicaraan mereka dengan mengatakan: “Tidak tahukah
saudara, jika bukan Roh Kudus yang menggerakkan hati kita untuk melakukan apa
pun, maka di dalam apa yang kita lakukan itu tidak ada sesuatu yang benar?”
Mendengar hal itu, anggota jemaat tadi tunduk dan malu, serta berkata: “Maaf,
saya sudah salah di dalam memarahi dia!”
Itulah contoh orang yang hidup di dalam roh. Roh
Kudus yang menggerakkan hati kita untuk melakukan pekerjaan yang dipercayakan
kepada kita. Ada orang yang mengajukan pertanyaan: dari mana saya tahu bahwa
Roh Kudus yang memimpin saya? Jawabannya ialah: saudara akan tahu sendiri, jika
saudara melakukan syarat yang ketiga ini, yakni: visi dapat muncul di dalam
hati kita bilamana kita berakar kuat di dalam firman Allah. Orang–orang yang
berakar kuat di dalam firman Allah seperti pemazmur, mereka dapat berkata:
“firmanmu pelita di kakiku dan terang di jalanku”
Membangun
Visi
Setelah
kita berada di posisi yang diharapkan sebagaimana telah diutarakan di atas,
maka kita mulai mempersiapkan lahan bagi visi yang akan ditanamkan Allah bagi
kita. Untuk itu, hal yang pertama
yang kita perlukan ialah: memahami visi Allah atas dunia ini. Kita sudah
katakan di atas, visi yang akan kita lihat itu, adalah sesuatu yang akan
dikerjakan Allah melalui kita. Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami
visi Allah atas dunia ini. Tentang topik ini kita akan bicarakan selayang
pandang.
Jika
kita berbicara tentang visi Allah atas dunia ini, maka kita akan berpaling
kepada kitab wahyu, “Dan mereka menyanyikan suatu nyanyian baru katanya: "Engkau
layak menerima gulungan kitab itu dan membuka meterai-meterainya; karena Engkau
telah disembelih dan dengan darah-Mu Engkau telah membeli mereka bagi Allah
dari tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa” Why 5:9. Allah melihat, di
surga-Nya kelak, akan ada manusia yang telah Dia beli dari tiap-tiap suku dan
bahasa dan kaum dan bangsa. Apa yang dilihat Allah itu adalah sesuatu yang akan
Dia kerjakan di dunia ini, supaya apa yang dilihat-Nya itu menjadi satu
kenyataan. Itu berarti saya pun mengharapkan agar saya pun dijadikan kawan
sekerja Allah untuk mewujudkan apa yang dilihat Allah itu. Hal ini sangat
penting! Sebab, jika kita membicarakan visi, manusia sendiri dapat menanamkan
sebuah visi di dalam dirinya sendiri. Contoh orang muda di pendahuluan sesi ini
menunjukkannya.
Kita
punya mata, tetapi tidak dapat melihat apa yang akan dikerjakan Allah di dunia
ini melalui kita. Kita punya mulut tetapi tidak dapat menyuarakan suara Allah
di dunia ini. Kita punya telinga, tetapi tidak dapat mendengar suara Allah yang
berbicara dengan begitu lembut. Itulah kemalangan kita. Allah yang penuh dengan
kemuliaan, dimana kemuliaan-Nya itu memenuhi bumi, kita tidak dapat melihatnya
di dalam kehidupan ini.
Oleh
karena kebutaan kita akan penglihatan dari surga, maka kita memerlukan memenuhi
hal yang kedua, yakni: sangat
diperlukan bergaul dengan orang yang sudah punya visi. Alkitab mengatakan bahwa
orang yang bersentuhan dengan barang yang kudus ikut menjadi kudus. Cf Im
6:25-27. Kita akan membuat hal itu sebagai analogi. Jika orang bersentuhan
dengan orang yang memiliki visi, maka ia akan mendapatkan visi bagi dirinya
dari Allah. Mengapa demikian? Orang-orang yang memiliki visi dari Allah,
dikarenakan mereka itu memiliki hati yang berkobar-kobar untuk dipakai oleh
Allah. Jika kita bergaul dengan orang yang sangat rindu untuk dipakai oleh Tuhan,
maka spirit untuk melayani itu pun akan tertular kepada kita. Jika kita bergaul
dengan orang yang memiliki kekuatan spiritual, kita pasti akan dipengaruhi
orang tersebut. Bukan sebaliknya.
Hal
yang ketiga yang kita perlukan ialah:
hidup di dalam kesederhanaan. Allah memakai orang-orang yang sederhana.
Lihatlah para murid Tuhan Yesus. Mereka adalah para nelayan Galilea, satu
daerah yang sangat terbelakang pada waktu itu. Paulus pun setelah pertobatannya
itu ia menjadi orang yang sederhana. Hal itu dapat kita lihat di dalam Flp
3:10, ia berkata: “Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa
kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi
serupa dengan Dia dalam kematian-Nya”. Ia tidak punya kehendak yang lain lagi
selain dari yang sudah diungkapkannya di atas. Tuhan Yesus pun menjadi orang
yang sederhana. Tujuan hidupnya hanya satu: mati di kayu salib. Cf Yoh
12:24-26. Orang yang punya banyak keinginan, tidak akan pernah dipakai Allah
untuk menggenapkan rencana-Nya atas dunia ini. Hal itu dibuktikan oleh sejarah
Gereja di sepanjang zaman. Billy Graham ditawari partai Republik menjadi calon
presiden AS dari partai mereka. Ia menolak itu dengan mengatakan bahwa ia
dipanggil Allah bukan menjadi presiden, tetapi sebagai seorang penginjil.
Demikian juga dengan tokoh buruh di Jepang yang namanya Kagawa. Ia menolak
menjadi menteri perburuhan, sekalipun ia adalah tokoh buruh di Jepang. Ia
berkata: Tuhan memanggil saya menjadi pendeta!
Tatkala
kita bergaul dengan mereka, mungkin saja visi yang akan kita terima sama dengan
visi orang itu, tetapi mungkin juga visi yang akan kita terima sangat berbeda
dengan apa yang dilihat orang itu. Tetapi penemuan visi, kita dapatkan melalui
pergaulan dengan orang tersebut. Saya dimenangkan Tuhan melalui pelayanan
pribadi di rumah. Setelah dibina selama tiga bulan, aku diserahkan kepada kasih
karunia Allah. Lalu Tuhan mempertemukan saya dengan seorang hambanya yang punya
visi yang sangat jelas. Ia menjadi penginjil di dalam kebangunan rohani. Saya
mengikuti dia selama dua tahun. Aku pada mulanya ingin menjadi seperti dia,
jadi penginjil di dalam kebangunan-kebangunan rohani. Tetapi visi yang kudapat
lain. Aku menjadi pengajar di dalam kelomok kecil. Memuridkan orang banyak
melalui kelompok kecil. Sangat beda dengan apa yang menjadi visi sang hamba
Tuhan tadi. Tetapi saya bersyukur kepada Tuhan, iman mereka membangunkan iman
di dalam hati saya untuk berkobar-kobar melayani Tuhan.
Inilah
syarat yang keempat yang harus kita
penuhi agar Allah memperlihatkan kepada kita visi, yakni apa yang akan kita
kerjakan di dunia ini. Syarat itu ialah: kerinduan yang berkobar-kobar di dalam
hati, ingin dipakai oleh Tuhan. Sebagai bukti dari berkobarnya hati kita,
ialah: kita akan membuat perkara Tuhan menjadi skala prioritas di dalam
kehidupan ini. Hal ini akan menumbuhkan keinginan untuk melakukan apa firman
Tuhan yang sudah kita tahu dan pahami. Ada banyak orang yang mendengar firman
Tuhan tetapi tidak melakukannya. Maka gambaran yang diberikan Tuhan Yesus tentang
hal ini di dalam Khotbah di Bukit akan menjadi kenyataan. Mat 7:24-27.
Syarat
yang kelima di dalam membangun visi
di dalam diri kita ialah: fokus kepada satu tujuan hidup. Jika kita mempelajari
kehidupan dari tokoh-tokoh Alkitab dan mereka yang dipakai Allah di dalam
melaksanakan kehendak-Nya di dunia ini mereka pun memiliki kehidupan yang fokus
terhadap hal-hal tertentu saja. Musa memfokuskan diri di dalam memimpin bangsa
Israel ke Tanah Kanaan. Obsesinya ialah: Kanaan. Yosua memfokuskan diri untuk
menaklukkan tanah Kanaan. Daud memfokuskan diri untuk membangun sebuah Bait
Allah bagi raja dan Allahnya. Nehemia menfokuskan diri untuk membangun tembok
Bait Allah yang sudah roboh. Tuhan Yesus memfokuskan diri untuk mati di kayu
salib. Saya akan kekurangan waktu untuk menuturkan apa yang menjadi fokus,
Luther, Nomensen dll. Apa yang menjadi fokus kehidupan saudara? Jika saudara
memfokuskan diri kepada sesuatu yang berasal dari dunia ini, maka saudara tidak
akan dipakai Allah untuk mencapai tujuannya. Bisa saja saudara terlibat di
dalam hal-hal rohani. Tetapi Yesus punya ajaran tentang hal seperti itu di
dalam Mat: 7:22-23 “Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku:
Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi
nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku
akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu!
Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!"
Saya
secara pribadi memfokuskan diri di dalam memimpin penelahan Alkitab dengan pola
pemuridan seperti yang kita sedang lakukan sekarang ini. Memang, saya masih
khotbah di mana-mana. Tetapi tetap tidak menyimpang dari visi tersebut. Itulah
sebabnya Allah tidak membawa saya menjadi pendeta, sekalipun banyak orang yang
menawarkan agar saya mereka biayai belajar di Sekolah Tinggi teologia (STT).
Namun tidak ada satu pun yang mewujudkannya. Marilah kita fokus kepada satu
pelayanan tertentu dan berbuah di dalam pelayanan itu, karena Allah yang
menetapkan kita untuk menghasilkan buah bagi kemuliaan nama-Nya di dalam
pelayanan yang telah dipercayakannya kepada kita.
Musuh
dari Visi
Di
dalam hidup ini, senantiasa ada rintangan menghadang di depan. Demikian juga
bagi kita yang sedang menantikan Allah memenuhi hati kita dengan sebuah visi!
Sejenak, kita akan memeriksa, apa saja yang menjadi rintangan atau musuh dari visi itu sendiri. Musuh visi
yang pertama tentunya adalah dosa. Pemazmur dalam Mzm 66:18 mengatakan:
“Seandainya ada niat jahat dalam hatiku, tentulah Tuhan tidak mau mendengar”.
Allah yang Maha Kudus ingin bekerja di dalam hidup manusia. Maka Ia harus
membersihkan lebih dahulu dosa-dosa yang ada di dalam hidup kita. Sebelum kita
dipakai Allah, maka dosa harus diselesaikan lebih dahulu.
Setelah
dosa diselesaikan maka ada juga rintangan lain. Alkitab mengatakan hal ini
adalah beban. Cf Ibr 12:1. Rintangan itu ialah: kita mengorbankan yang terbaik
untuk yang baik. Kita tidak melihat apa yang terbaik yang akan Tuhan kerjakan
melalui kita. Oleh karena itu, saya hanya melakukan apa yang baik. Adalah baik
jika seseorang aktif di koor dan di dalam kepanitiaan Gereja. Itu
sungguh-sungguh baik. Tetapi pertanyaannya ialah: apakah itu yang terbaik?
Mungkin yang terbaik ialah menjadi pembina remaja. Tetapi karena orang lain meminta
saya untuk aktif di koor – karena suara saya bagus – maka saya jadi aktif di
koor itu. Saya mengorbankan apa yang terbaik untuk yang baik. Orang seperti itu
tidak akan dipakai Allah untuk melakukan pekerjaan yang terbaik di dunia ini.
Atau sebaliknya. Hal yang terbaik bagi kita adalah ikut koor! Tetapi karena
saya suka anak-anak, maka saya mengorbankan yang terbaik untuk yang baik. Ini
adalah musuh dari visi.
Musuh
yang ketiga ialah: sangat susah masuk ke dalam penyerahan diri secara total.
Kita ingat, Tuhan Yesus mengatakan: "Setiap orang yang mau mengikut Aku,
ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.
(Luk 9:23). Di tempat lain Ia berkata: “…setiap orang yang siap untuk membajak
tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah. (Luk 9:62). Tidak ada seorang pun
manusia yang dipakai Tuhan dengan hati yang mendua. Jika kita tidak dapat
membuat satu pelayanan kepada Tuhan sebagai persembahan kita kepada-Nya, maka
tidak akan ada visi. Tidak ada visi maka tidak ada karya Allah yang
menyelamatkan melalui kita.
Musuh
visi yang keempat ialah: kita hanya menyibukkan diri dengan orang yang sudah
bertobat. Kita menikmati persekutuan yang indah dengan Tuhan di dalam kelompok
kita. Oleh karena itu tidak ada lagi waktu untuk mereka yang belum menikmati
keselamatan. Marilah kita melihat pelayanan di Gereja kita. Adakah waktu bagi
para parhalado untuk menemui orang-orang yang tidak pernah datang ke Gereja?
Mereka sibuk untuk melakukan rutinitasnya. Ada seorang pendeta berkata kepada
saya: “apa yang harus dikerjakan di rutinitas aja sudah sangat melelahkan,
bagaimana mungkin mencapai orang lain?”
Para
rasul pun mengalami hal yang sama. Demikian dilaporkan Lukas di dalam Kitab
Kisah Para Rasul. Itulah sebabnya para rasul itu mengangkat para diaken untuk
menolong mereka melakukan tugas rutin, sehingga tugas utama mereka dapat
dilaksanakan. Seharusnya demikianlah seorang pendeta di HKBP. Ia melatih orang
untuk melakukan tugas rutin, sehingga ada kesempatan baginya untuk melayani yang
hilang. Jika saudara terjebak dengan rutinitas saudara, maka hilanglah
kesempatan bagi saudara untuk mendapatkan visi dari Allah. Tanpa wahyu – itu
berarti visi – maka rakyat pun akan liar
(Ams 29:18). Itulah sebabnya banyak warga HKBP yang berpaling ke
kelompok yang lain, karena para pekerja di sana tidak ada visi. Itu sebabnya
setiap Gereja lokal harus mengelaborasi visi dan misi yang dituangkan di dalam
A/P HKBP tahun 2002.
Musuh
visi yang kelima ialah: visi palsu. Satu visi yang tidak didepositkan Allah di
dalam dirinya. Sama seperti kisah orang muda yang telah kita bicarakan di atas.
Dalam konteks iman Kristen, visi orang muda tadi adalah visi palsu. Salah satu
dari visi yang sering diumbar di kalangan Kristen ialah: mereka mau membangun
sebuah organisasi yang besar. Membuat gerejanya menjadi satu Gereja yang
terbesar di dunia ini. Membuat kelompoknya menjadi satu kelompok yang besar.
Allah tidak pernah menyuruh kita membangun Gereja atau persekutuan kita menjadi
besar. Kita tidak pernah disuruh Allah untuk membangun Gereja-Nya. Yesus
berkata kepada Petrus: “Di atas batu karang ini Aku akan mendirikan Gereja-Ku”
membangun Gereja bukan urusan kita. Itu urusan Tuhan. Sementara urusan kita di dunia ini ialah: memberitakan Injil, mengajar orang untuk melakukan
apa yang Tuhan kehendaki. Menghadirkan kerajaan Allah di dunia ini. Ditinjau
dari sudut yang kita bicarakan barusan, bukankah visi orang yang diungkapkan di
atas itu adalah visi palsu?
Salah
satu kritik saya terhadap A/P HKBP ialah: HKBP ingin mempertahankan HKBP bahkan
di hadapan Allah. Dalam pasal 8 Aturan disebutkan bahwa organisasi HKBP
dibentuk agar HKBP mantap dan kuat keberadaannya. Memang ada butir satu sampai
tiga di dalam pasal itu. Tetapi apakah kita menghayati dan melihat bahwa tujuan
yang pertama adalah memberitakan dan menghayati firman Allah, sebagaimana
diutarakan di dalam ayat 1. Ayat dua dikatakan: memelihara kemurnian dan
pengajaran firman Tuhan. Ketiga: menyediakan diri agar menjadi kemuliaan Allah
Bapa, Anak dan Roh Kudus. Jika butir empat bertentangan dengan butir satu s/d
tiga apa yang harus kita perbuat. Menurut penglihatan saya secara pribadi, kita
lebih menekankan butir empat. Ada pendeta mengatakan bahwa kita harus
memelihara identitas kita. Itu benar! Tetapi bagaimana bila Roh Kudus memimpin
kita ke arah yang berlawanan dengan A/P? Siapa yang harus kita turuti? Apakah
A/P setara dengan firman Allah? Hal-hal ini bisa menjadi musuh visi!
Musuh
visi yang keenam ialah: nilai dunia! Kita mengerjakan pekerjaan Allah dengan
memakai nilai dunia. Itu juga merasuk di dalam HKBP. Ada orang yang saya kenal
sangat ingin jadi sintua. Karena saya memimpin penelahan Alkitab di Gereja,
sementara itu teman-teman yang telah ikut bertahun-tahun PA akhirnya diangkat
menjadi sintua. Orang ini datang kepada saya seraya berkata: aku ikut dong jadi
muridnya amang, agar aku diangkat jadi sintua! Lalu aku berkata kepadanya:
“Jika amang ikut PA dengan saya, tidak otomatis amang akan diangkat jadi
sintua!” Karena ia tahu tidak otomatis jadi sintua, maka ia tidak mau ikut.
Nilai sintua di mata orang itu bukan dalam perspektif Allah, tetapi dalam
perspektif dunia. Ada banyak orang yang melayani di Gereja dalam nilai dunia.
Orang-orang ini tidak akan mendapatkan visi dari Allah. Seorang pelayan adalah
seorang hamba. Hal ini akan kita bicarakan secara khusus nanti di dalam
pertemuan ini.
Musuh
terakhir yang dapat dipresentasikan di sini ialah: ketidak sehatian di dalam
keluarga. Khususnya suami isteri. Orang tua dan anak, bagi mereka yang belum
menikah. Saya bersyukur kepada Allah Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Allah Yang
Penuh Rahmat itu memberikan kepada saya seorang isteri yang pas. Kami satu visi
tentang hidup dan pelayanan. Oleh karena itu, banyak masalah kehidupan dengan
gampang diatasi karena kesehatian tentang visi kehidupan yang harus kita
jalani. Jika tidak ada kesehatian di dalam keluarga tentang kehidupan ini, maka
Allah tidak akan menaruh visi itu di dalam hati kita. Keluarga yang tidak
sehati di dalam hidup akan segera berantakan. Apalagi di dunia modern sekarang
ini.
Esensi
Visi
Jika
kita telah menerima sebuah visi, maka satu hal yang harus dilakukan ialah:
menguji apakah visi yang kita terima itu memang berasal dari Allah atau tidak.
Hal itu dapat dilakukan dengan jalan mengetahui apakah inti permasalahan yang
akan kita dicapai adalah ‘orang’ atau ‘program’. Allah tidak pernah membuat
fokus pekerjaannya adalah program. Manusialah yang menjadi perhatian Allah.
Jika apa yang kita lihat adalah sebuah program, maka hal itu bukan datangnya
dari Allah. Sekarang ini para pekerja Tuhan sangat berorientasi kepada program.
Jika program sudah terlaksana, maka kita merasa senang. Orang yang punya visi
bukan melihat program melainkan melihat orang. Bukan berarti kita tidak perlu
program. Kita memerlukannya di dalam rangka mencapai orang. Ada banyak contoh
yang dapat dikedepankan untuk hal ini.
Kita ambil sebuah contoh, yakni jemaat mengadakan perayaan ulang tahun Gereja.
Panitia dibentuk, lalu mereka membuat program perayaan jemaat. Tema pun dicari.
Umumnya temanya yang bagus-bagus. Acara pun diadakan. Mereka berusaha agar
pesta itu dikunjungi banyak orang. Itu ukuran sukses bagi mereka.
Marilah kita
buat contoh tema. “Melalui ulang tahun jemaat yang ke sekian kalinya, kita
mempererat persekutuan di dalam Gereja ini”. Itulah temanya. Diusahakanlah
sebanyak mungkin orang datang pada hari pesta. Pesta pun usai, dan uang
terkumpul melalui lelang. Orang senang dengan acara yang diadakan oleh panitia.
Panitia pun akhirnya dibubarkan oleh majelis jemaat. Sukseskah program mereka?
Dari sisi program memang, mereka sukses. Tapi dari sudut pandang orientasi
adalah ‘orang’, apakah memang tercipta persekutuan yang semakin erat di jemaat
itu akibat dari program pesta ulang tahun dari jemaat yang sukses
diselenggarakan itu? Oh, itu bukan urusan dari panitia. Itu urusan dari majelis
jemaat. Mereka tidak perduli dengan orang. Mereka hanya peduli dengan program.
Keadaan seperti itu bukan esensi dari visi yang dari Allah.
Jika
kita telah menerima visi dari Allah, esensinya pun adalah ‘orang’, maka saudara
akan melihat dunia ini melalui orang yang saudara bina di dalam pertumbuhan
imannya. Allah melihat seluruh umat manusia di dalam diri Adam. Tatkala Adam
berdosa, maka Allah melihat seluruh umat manusia berdosa. Ia memulai rencana penyelamatan-Nya
pun melalui satu orang saja, yakni Abraham. Kepada Bapa orang beriman ini Allah
berfirman: “Oleh keturunanmu semua orang di muka bumi akan mendapat berkat”.
Paulus mengatakan yang dimaksud keturunan di sini ialah: Yesus Kristus sendiri.
Allah melihat keselamatan dari umat manusia melalui satu orang, yakni Tuhan
Yesus Kristus sendiri. Karena Allahlah yang mau bekerja melalui dan di dalam
kita, maka hal yang sama pun akan dilakukannya. Ia akan melihat orang yang akan
diselamatkan-Nya itu melalui saudara dan saya. Oleh karena itu, saya pun akan
melihat dunia ini melalui satu orang yang saya layani. Itulah visi yang asli
dari Allah. Bagaimana menjangkau satu orang dan melihat dunia melalui satu
orang, akan kita bahas di dalam visi pemuridan.
Visi
dan Pengharapan
Paulus
mengatakan di dalam suratnya kepada jemaat Korintus: “Sebab itu kami tidak
tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun
manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari. Sebab penderitaan ringan
yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi
segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami (II Kor 4:16-17).
Di dalam melaksanakan apa yang dipercayakan Allah kepada kita bersama dengan
Dia, maka ada kemungkinan kita akan mengalami hambatan dan tantangan. Namun
sama seperti Paulus mengatakan di dalam suratnya ini, mata kita tertuju bukan
kepada sesuatu yang terlihat, melainkan kepada sesuatu yang tidak terlihat.
Yang tidak terlihat itu, yakni: kemuliaan Allah yang menyertai kita di dalam
melakukan pekerjaan Allah tersebut.
Melalui
visi yang kita terima, maka kita akan melihat kemuliaan Allah. Paulus melihat
kemuliaan Allah, maka ia setia dan mengatakan di hadapan Raja Agrippa: “Kepada
penglihatan yang dari sorga itu tidak pernah aku tidak taat Kis 26:9. Kesukaran
dan tantangan tidak menjadi penghalang bagi Paulus untuk mewujudkan visi yang
dia terima dari sorga. Bagaimana dengan saudara?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar