12/10/14

Visi

Visi

Pendahuluan

Ada seorang muda bermimpi menjadi seorang President Direktur di dalam satu perusahaan yang terkenal di seluruh dunia. Ia memulai mimpinya itu dengan jalan melamar pekerjaan di perusahaan yang diimpikannya itu. Setelah mengajukan lamaran, hasilnya ternyata ia tidak diterima menjadi karyawan di sana. Ia telah bermimpi bahwa disatu hari kelak, ia akan memimpin perusahaan tersebut. Sekarang ia justru ditolak. Namun ia tidak putus asa! Ia mengambil langkah-langkah agar ia diterima bekerja di perusahaan tersebut. Ia berusaha mengenali siapa yang menjadi direktur utama dari perusahaan tersebut. Setelah ia mengetahuinya, maka setiap pagi dan sore, bahkan malam hari pun, ia berdiri di pintu gerbang dari kantor tersebut. Tatkala mobil dari sang direktur lewat, ia memberi hormat. Pada mulanya, perbutan tersebut tidak mendapat perhatian sang direktur. Tetapi tatkala waktu berlalu, lama kelamaan, akhirnya ia memperhatikan juga orang tersebut. Sang direktur menjadi terganggu dengan kehadiran orang itu di tiap pagi dan tiap sore, seraya memberi hormat. Lalu direktur tersebut bertanya, apa yang dikehendaki orang ini?. Ia mendapat jawaban dari pegawainya bahwa orang itu hanya ingin agar ia bekerja di perusahaan tersebut. Akhirnya ia diterima. Ia bersyukur. Ia telah berada di jalur yang pas. Ia bekerja dengan sungguh-sungguh, sehingga pada satu masa ia diangkat menjadi President Direktur perusahaan tersebut.

Orang tadi adalah orang yang memiliki visi yang jelas akan apa yang akan terjadi di masa depan. Lalu ia bertindak untuk mendekatkan diri terhadap apa yang akan terjadi di masa depan yang dia telah lihat. Itulah visi. Orang tersebut dapat kita sebut dengan sebutan “man of vision”. Kita  dapat mengatakan bahwa visi adalah sesuatu yang dilihat dengan jelas apa yang akan terjadi di masa depan. Kita melakukan apa saja yang membuat kita semakin dekat dengan penglihatan tersebut. Sisi negatif dari visi itu ialah: kita tidak akan melakukan apa pun jika hal yang akan kita kerjakan itu akan menjauhkan kita dari apa yang telah kita lihat.

Kata visi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya ialah: kemampuan untuk melihat pada inti persoalan, apa yang tampak pada daya khayal, apa yang terlihat oleh mata. Apa yang kita bicarakan di atas memenuhi cakupan batasan yang diberikan oleh kamus tadi.

Man of Vision

Alkitab berbicara tentang orang yang dipakai Allah untuk melaksanakan rencana-Nya di dunia ini. Sejenak kita akan melihat bagaimana orang tersebut dipakai Allah. Mereka memulai dengan sebuah visi yang jelas dari Allah. Kepada Abraham Allah Yang Mahamulia menampakkan diri kepadanya tatkala ia masih di Mesopotamia (Kis 7:1). Tatkala Abraham melihat Allah Yang Mahamulia itu, ia meninggalkan kemuliaan negeri Mesopotamia dan berjalan bersama dengan Allah yang menampakkan diri itu kepadanya. Allah menjadikan dia ‘Bapa orang beriman’.

Yakub melihat sebuah visi, dimana ada tangga yang menghubungkan dunia dengan surga. Ia melihat malaikat turun naik di sana. Lalu ia menamakan tempat itu Betel, artinya Bait Allah. (Kej 28:10-19) Demikian juga dengan Yusuf, serta masih banyak lagi yang dapat kita sebukan. Sekarang kita juga melihat Nomensen. Di dolok Siatas Barita – sekarang di sana didirikan salib kasih – ia melihat sebuah visi. Ia melihat seluruh kampung yang ada di Lembah Silindung. Secara fisik hal itu tidak mungkin. Ia melihat di tiap desa yang ada di lembah itu berdiri gedung Gereja. Lalu ia mendengar bunyi lonceng Gereja dari tiap-tiap gedung Gereja tersebut. Karena visi itu, Nomensen berdoa. Ia membuat sebuah comitment di sana. Comitment itu menjadi sebuah perjanjian luhur bagi dia dengan Allahnya. Visi senantiasa mendahului sebuah comitment.

Visi seorang pelayan

Seorang pekerja yang melayani tanpa visi kata orang bijak, maka rakyat pun akan liar  (Ams 29:18). Oleh karena itu, seorang yang melayani di dalam Gereja Tuhan, seharusnya memiliki sebuah visi pelayanan. Pertanyaan sekarang bagi kita ialah: bagaimana caranya agar kita mendapatkan sebuah visi. Berdasarkan pengalaman orang-orang yang telah mendapatkan visi dari Allah, visi yang isinya ialah sesuatu yang akan dikerjakan Allah di masa depan melalui kita. Ada  bebarapa hal penting yang perlu kita persiapkan. Pertama, hidup yang dipersembahkan kepada Tuhan. Allah hanya memakai orang yang telah mempersembahkan dirinya kepada Dia untuk dipakainya. Paulus mengatakan di dalam surat Roma, “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati” (Rom 12:1).

Allah kita adalah Allah yang kudus. Oleh karena itu, ia hanya memakai sesuatu barang atau berkolaborasi dengan sesuatu yang kudus pula. Hidup yang dipersembahkan kepada Allah adalah dasar yang paling utama dari menemukan visi yang dari Allah. Para murid Yesus meninggalkan kehidupan mereka sehari-hari, lalu mengikut Yesus. Diperjalanan mengikut Yesus itulah mereka melihat apa yang akan Allah kerjakan melalui mereka.

Hal yang kedua yang diperlukan dalam rangka mendapatkan visi dari Allah ialah: hidup yang dipimpin oleh Roh. Paulus menekankan hal ini di dalam suratnya kepada jemaat Galatia, “Maksudku ialah: hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging” Gal 6:16. Apa artinya hidup di dalam pimpinan Roh? Maksudnya ialah: penggerak kehidupan kita itu bukanlah diri kita sendiri, melainkan Roh Kudus yang tinggal di dalam kita. Sebuah ilustrasi dapat menggambarkan apa yang saya maksudkan dengan pernyataan di atas. Ada seorang hamba Tuhan yang mengunjungi anggota jemaatnya di tempat orang itu bekerja. Tatkala mereka sedang membicarakan topik bagaimana menerapkan hidup di dalam Roh dalam konteks pekerjaan sehari-hari, seorang anak buah dari anggota jemaat itu membuat kesalahan di depan dia dan hamba Tuhan tadi. Lalu sang anggota jemaat itu sangat marah kepada anak buahnya. Tatkala ia sadar bahwa di hadapannya, hadir gembala jiwanya, ia meminta maaf dan berkata: “orang ini sungguh tidak bertanggung jawab atas pekerjaan yang diberikan kepadanya!”, katanya.

Sang gembala bertanya kepada temannya itu: “apakah saudara benar jika marah dari sudut pandang iman Kristen dengan kemarahan seperti itu kepada dia?” jawab orang itu: “Ya, tentu, bukankah ia salah! Ia salah di dalam melakukan tugasnya?” sahutnya. Lalu hamba Tuhan itu melanjutkan pertanyaannya: “Apakah Roh Kudus yang menggerakkan hati saudara untuk marah seperti itu?”

Dengan tunduk orang itu mengakui dengan mengatakan: “tidak’! tetapi ia benar-benar salah”. Hamba Tuhan itu melanjutkan pembicaraan mereka dengan mengatakan: “Tidak tahukah saudara, jika bukan Roh Kudus yang menggerakkan hati kita untuk melakukan apa pun, maka di dalam apa yang kita lakukan itu tidak ada sesuatu yang benar?” Mendengar hal itu, anggota jemaat tadi tunduk dan malu, serta berkata: “Maaf, saya sudah salah di dalam memarahi dia!”

Itulah  contoh orang yang hidup di dalam roh. Roh Kudus yang menggerakkan hati kita untuk melakukan pekerjaan yang dipercayakan kepada kita. Ada orang yang mengajukan pertanyaan: dari mana saya tahu bahwa Roh Kudus yang memimpin saya? Jawabannya ialah: saudara akan tahu sendiri, jika saudara melakukan syarat yang ketiga ini, yakni: visi dapat muncul di dalam hati kita bilamana kita berakar kuat di dalam firman Allah. Orang–orang yang berakar kuat di dalam firman Allah seperti pemazmur, mereka dapat berkata: “firmanmu pelita di kakiku dan terang di jalanku”

Membangun Visi

Setelah kita berada di posisi yang diharapkan sebagaimana telah diutarakan di atas, maka kita mulai mempersiapkan lahan bagi visi yang akan ditanamkan Allah bagi kita. Untuk itu, hal yang pertama yang kita perlukan ialah: memahami visi Allah atas dunia ini. Kita sudah katakan di atas, visi yang akan kita lihat itu, adalah sesuatu yang akan dikerjakan Allah melalui kita. Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami visi Allah atas dunia ini. Tentang topik ini kita akan bicarakan selayang pandang.

Jika kita berbicara tentang visi Allah atas dunia ini, maka kita akan berpaling kepada kitab wahyu, “Dan mereka menyanyikan suatu nyanyian baru katanya: "Engkau layak menerima gulungan kitab itu dan membuka meterai-meterainya; karena Engkau telah disembelih dan dengan darah-Mu Engkau telah membeli mereka bagi Allah dari tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa” Why 5:9. Allah melihat, di surga-Nya kelak, akan ada manusia yang telah Dia beli dari tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa. Apa yang dilihat Allah itu adalah sesuatu yang akan Dia kerjakan di dunia ini, supaya apa yang dilihat-Nya itu menjadi satu kenyataan. Itu berarti saya pun mengharapkan agar saya pun dijadikan kawan sekerja Allah untuk mewujudkan apa yang dilihat Allah itu. Hal ini sangat penting! Sebab, jika kita membicarakan visi, manusia sendiri dapat menanamkan sebuah visi di dalam dirinya sendiri. Contoh orang muda di pendahuluan sesi ini menunjukkannya.

Ada seorang tokoh terkenal di  Amerika Serikat yang  bernama Helen Keller. Ia lahir buta tuli dan bisu. Namun melalui perjuangan yang sangat panjang, ia berhasil menjadi seorang tokoh terkenal dengan jalan meraih beberapa gelar akademis. Pada satu hari, seorang wartawan mewawancarai dia. Lalu sang wartawan mengajukan sebuah pertanyaan: “Miss Keller, menurut anda, apakah seorang yang mengalami buta tuli dan bisu sejak lahir, adalah manusia yang paling malang nasibnya di dunia ini? Miss Keller menjawab: “Tidak! Orang yang paling malang nasibnya di dunia ini ialah orang yang punya mata, tetapi tidak dapat melihat, punya telinga tetapi tidak mendengar, punya mulut tetapi tidak berbicara.”

Kita punya mata, tetapi tidak dapat melihat apa yang akan dikerjakan Allah di dunia ini melalui kita. Kita punya mulut tetapi tidak dapat menyuarakan suara Allah di dunia ini. Kita punya telinga, tetapi tidak dapat mendengar suara Allah yang berbicara dengan begitu lembut. Itulah kemalangan kita. Allah yang penuh dengan kemuliaan, dimana kemuliaan-Nya itu memenuhi bumi, kita tidak dapat melihatnya di dalam kehidupan ini.

Oleh karena kebutaan kita akan penglihatan dari surga, maka kita memerlukan memenuhi hal yang kedua, yakni: sangat diperlukan bergaul dengan orang yang sudah punya visi. Alkitab mengatakan bahwa orang yang bersentuhan dengan barang yang kudus ikut menjadi kudus. Cf Im 6:25-27. Kita akan membuat hal itu sebagai analogi. Jika orang bersentuhan dengan orang yang memiliki visi, maka ia akan mendapatkan visi bagi dirinya dari Allah. Mengapa demikian? Orang-orang yang memiliki visi dari Allah, dikarenakan mereka itu memiliki hati yang berkobar-kobar untuk dipakai oleh Allah. Jika kita bergaul dengan orang yang sangat rindu untuk dipakai oleh Tuhan, maka spirit untuk melayani itu pun akan tertular kepada kita. Jika kita bergaul dengan orang yang memiliki kekuatan spiritual, kita pasti akan dipengaruhi orang tersebut. Bukan sebaliknya.

Hal yang ketiga yang kita perlukan ialah: hidup di dalam kesederhanaan. Allah memakai orang-orang yang sederhana. Lihatlah para murid Tuhan Yesus. Mereka adalah para nelayan Galilea, satu daerah yang sangat terbelakang pada waktu itu. Paulus pun setelah pertobatannya itu ia menjadi orang yang sederhana. Hal itu dapat kita lihat di dalam Flp 3:10, ia berkata: “Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya”. Ia tidak punya kehendak yang lain lagi selain dari yang sudah diungkapkannya di atas. Tuhan Yesus pun menjadi orang yang sederhana. Tujuan hidupnya hanya satu: mati di kayu salib. Cf Yoh 12:24-26. Orang yang punya banyak keinginan, tidak akan pernah dipakai Allah untuk menggenapkan rencana-Nya atas dunia ini. Hal itu dibuktikan oleh sejarah Gereja di sepanjang zaman. Billy Graham ditawari partai Republik menjadi calon presiden AS dari partai mereka. Ia menolak itu dengan mengatakan bahwa ia dipanggil Allah bukan menjadi presiden, tetapi sebagai seorang penginjil. Demikian juga dengan tokoh buruh di Jepang yang namanya Kagawa. Ia menolak menjadi menteri perburuhan, sekalipun ia adalah tokoh buruh di Jepang. Ia berkata: Tuhan memanggil saya menjadi pendeta!

Tatkala kita bergaul dengan mereka, mungkin saja visi yang akan kita terima sama dengan visi orang itu, tetapi mungkin juga visi yang akan kita terima sangat berbeda dengan apa yang dilihat orang itu. Tetapi penemuan visi, kita dapatkan melalui pergaulan dengan orang tersebut. Saya dimenangkan Tuhan melalui pelayanan pribadi di rumah. Setelah dibina selama tiga bulan, aku diserahkan kepada kasih karunia Allah. Lalu Tuhan mempertemukan saya dengan seorang hambanya yang punya visi yang sangat jelas. Ia menjadi penginjil di dalam kebangunan rohani. Saya mengikuti dia selama dua tahun. Aku pada mulanya ingin menjadi seperti dia, jadi penginjil di dalam kebangunan-kebangunan rohani. Tetapi visi yang kudapat lain. Aku menjadi pengajar di dalam kelomok kecil. Memuridkan orang banyak melalui kelompok kecil. Sangat beda dengan apa yang menjadi visi sang hamba Tuhan tadi. Tetapi saya bersyukur kepada Tuhan, iman mereka membangunkan iman di dalam hati saya untuk berkobar-kobar melayani Tuhan.

Inilah syarat yang keempat yang harus kita penuhi agar Allah memperlihatkan kepada kita visi, yakni apa yang akan kita kerjakan di dunia ini. Syarat itu ialah: kerinduan yang berkobar-kobar di dalam hati, ingin dipakai oleh Tuhan. Sebagai bukti dari berkobarnya hati kita, ialah: kita akan membuat perkara Tuhan menjadi skala prioritas di dalam kehidupan ini. Hal ini akan menumbuhkan keinginan untuk melakukan apa firman Tuhan yang sudah kita tahu dan pahami. Ada banyak orang yang mendengar firman Tuhan tetapi tidak melakukannya. Maka gambaran yang diberikan Tuhan Yesus tentang hal ini di dalam Khotbah di Bukit akan menjadi kenyataan. Mat 7:24-27.

Syarat yang kelima di dalam membangun visi di dalam diri kita ialah: fokus kepada satu tujuan hidup. Jika kita mempelajari kehidupan dari tokoh-tokoh Alkitab dan mereka yang dipakai Allah di dalam melaksanakan kehendak-Nya di dunia ini mereka pun memiliki kehidupan yang fokus terhadap hal-hal tertentu saja. Musa memfokuskan diri di dalam memimpin bangsa Israel ke Tanah Kanaan. Obsesinya ialah: Kanaan. Yosua memfokuskan diri untuk menaklukkan tanah Kanaan. Daud memfokuskan diri untuk membangun sebuah Bait Allah bagi raja dan Allahnya. Nehemia menfokuskan diri untuk membangun tembok Bait Allah yang sudah roboh. Tuhan Yesus memfokuskan diri untuk mati di kayu salib. Saya akan kekurangan waktu untuk menuturkan apa yang menjadi fokus, Luther, Nomensen dll. Apa yang menjadi fokus kehidupan saudara? Jika saudara memfokuskan diri kepada sesuatu yang berasal dari dunia ini, maka saudara tidak akan dipakai Allah untuk mencapai tujuannya. Bisa saja saudara terlibat di dalam hal-hal rohani. Tetapi Yesus punya ajaran tentang hal seperti itu di dalam Mat: 7:22-23 “Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!"

Saya secara pribadi memfokuskan diri di dalam memimpin penelahan Alkitab dengan pola pemuridan seperti yang kita sedang lakukan sekarang ini. Memang, saya masih khotbah di mana-mana. Tetapi tetap tidak menyimpang dari visi tersebut. Itulah sebabnya Allah tidak membawa saya menjadi pendeta, sekalipun banyak orang yang menawarkan agar saya mereka biayai belajar di Sekolah Tinggi teologia (STT). Namun tidak ada satu pun yang mewujudkannya. Marilah kita fokus kepada satu pelayanan tertentu dan berbuah di dalam pelayanan itu, karena Allah yang menetapkan kita untuk menghasilkan buah bagi kemuliaan nama-Nya di dalam pelayanan yang telah dipercayakannya kepada kita.

Musuh dari Visi

Di dalam hidup ini, senantiasa ada rintangan menghadang di depan. Demikian juga bagi kita yang sedang menantikan Allah memenuhi hati kita dengan sebuah visi! Sejenak, kita akan memeriksa, apa saja yang menjadi rintangan  atau musuh dari visi itu sendiri. Musuh visi yang pertama tentunya adalah dosa. Pemazmur dalam Mzm 66:18 mengatakan: “Seandainya ada niat jahat dalam hatiku, tentulah Tuhan tidak mau mendengar”. Allah yang Maha Kudus ingin bekerja di dalam hidup manusia. Maka Ia harus membersihkan lebih dahulu dosa-dosa yang ada di dalam hidup kita. Sebelum kita dipakai Allah, maka dosa harus diselesaikan lebih dahulu.

Setelah dosa diselesaikan maka ada juga rintangan lain. Alkitab mengatakan hal ini adalah beban. Cf Ibr 12:1. Rintangan itu ialah: kita mengorbankan yang terbaik untuk yang baik. Kita tidak melihat apa yang terbaik yang akan Tuhan kerjakan melalui kita. Oleh karena itu, saya hanya melakukan apa yang baik. Adalah baik jika seseorang aktif di koor dan di dalam kepanitiaan Gereja. Itu sungguh-sungguh baik. Tetapi pertanyaannya ialah: apakah itu yang terbaik? Mungkin yang terbaik ialah menjadi pembina remaja. Tetapi karena orang lain meminta saya untuk aktif di koor – karena suara saya bagus – maka saya jadi aktif di koor itu. Saya mengorbankan apa yang terbaik untuk yang baik. Orang seperti itu tidak akan dipakai Allah untuk melakukan pekerjaan yang terbaik di dunia ini. Atau sebaliknya. Hal yang terbaik bagi kita adalah ikut koor! Tetapi karena saya suka anak-anak, maka saya mengorbankan yang terbaik untuk yang baik. Ini adalah musuh dari visi.

Musuh yang ketiga ialah: sangat susah masuk ke dalam penyerahan diri secara total. Kita ingat, Tuhan Yesus mengatakan: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku. (Luk 9:23). Di tempat lain Ia berkata: “…setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah. (Luk 9:62). Tidak ada seorang pun manusia yang dipakai Tuhan dengan hati yang mendua. Jika kita tidak dapat membuat satu pelayanan kepada Tuhan sebagai persembahan kita kepada-Nya, maka tidak akan ada visi. Tidak ada visi maka tidak ada karya Allah yang menyelamatkan melalui kita.

Musuh visi yang keempat ialah: kita hanya menyibukkan diri dengan orang yang sudah bertobat. Kita menikmati persekutuan yang indah dengan Tuhan di dalam kelompok kita. Oleh karena itu tidak ada lagi waktu untuk mereka yang belum menikmati keselamatan. Marilah kita melihat pelayanan di Gereja kita. Adakah waktu bagi para parhalado untuk menemui orang-orang yang tidak pernah datang ke Gereja? Mereka sibuk untuk melakukan rutinitasnya. Ada seorang pendeta berkata kepada saya: “apa yang harus dikerjakan di rutinitas aja sudah sangat melelahkan, bagaimana mungkin mencapai orang lain?”

Para rasul pun mengalami hal yang sama. Demikian dilaporkan Lukas di dalam Kitab Kisah Para Rasul. Itulah sebabnya para rasul itu mengangkat para diaken untuk menolong mereka melakukan tugas rutin, sehingga tugas utama mereka dapat dilaksanakan. Seharusnya demikianlah seorang pendeta di HKBP. Ia melatih orang untuk melakukan tugas rutin, sehingga ada kesempatan baginya untuk melayani yang hilang. Jika saudara terjebak dengan rutinitas saudara, maka hilanglah kesempatan bagi saudara untuk mendapatkan visi dari Allah. Tanpa wahyu – itu berarti visi – maka rakyat pun akan liar  (Ams 29:18). Itulah sebabnya banyak warga HKBP yang berpaling ke kelompok yang lain, karena para pekerja di sana tidak ada visi. Itu sebabnya setiap Gereja lokal harus mengelaborasi visi dan misi yang dituangkan di dalam A/P HKBP tahun 2002.

Musuh visi yang kelima ialah: visi palsu. Satu visi yang tidak didepositkan Allah di dalam dirinya. Sama seperti kisah orang muda yang telah kita bicarakan di atas. Dalam konteks iman Kristen, visi orang muda tadi adalah visi palsu. Salah satu dari visi yang sering diumbar di kalangan Kristen ialah: mereka mau membangun sebuah organisasi yang besar. Membuat gerejanya menjadi satu Gereja yang terbesar di dunia ini. Membuat kelompoknya menjadi satu kelompok yang besar. Allah tidak pernah menyuruh kita membangun Gereja atau persekutuan kita menjadi besar. Kita tidak pernah disuruh Allah untuk membangun Gereja-Nya. Yesus berkata kepada Petrus: “Di atas batu karang ini Aku akan mendirikan Gereja-Ku” membangun Gereja bukan urusan kita. Itu urusan Tuhan.  Sementara urusan kita di dunia ini ialah:  memberitakan Injil, mengajar orang untuk melakukan apa yang Tuhan kehendaki. Menghadirkan kerajaan Allah di dunia ini. Ditinjau dari sudut yang kita bicarakan barusan, bukankah visi orang yang diungkapkan di atas itu adalah visi palsu?

Salah satu kritik saya terhadap A/P HKBP ialah: HKBP ingin mempertahankan HKBP bahkan di hadapan Allah. Dalam pasal 8 Aturan disebutkan bahwa organisasi HKBP dibentuk agar HKBP mantap dan kuat keberadaannya. Memang ada butir satu sampai tiga di dalam pasal itu. Tetapi apakah kita menghayati dan melihat bahwa tujuan yang pertama adalah memberitakan dan menghayati firman Allah, sebagaimana diutarakan di dalam ayat 1. Ayat dua dikatakan: memelihara kemurnian dan pengajaran firman Tuhan. Ketiga: menyediakan diri agar menjadi kemuliaan Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus. Jika butir empat bertentangan dengan butir satu s/d tiga apa yang harus kita perbuat. Menurut penglihatan saya secara pribadi, kita lebih menekankan butir empat. Ada pendeta mengatakan bahwa kita harus memelihara identitas kita. Itu benar! Tetapi bagaimana bila Roh Kudus memimpin kita ke arah yang berlawanan dengan A/P? Siapa yang harus kita turuti? Apakah A/P setara dengan firman Allah? Hal-hal ini bisa menjadi musuh visi!

Musuh visi yang keenam ialah: nilai dunia! Kita mengerjakan pekerjaan Allah dengan memakai nilai dunia. Itu juga merasuk di dalam HKBP. Ada orang yang saya kenal sangat ingin jadi sintua. Karena saya memimpin penelahan Alkitab di Gereja, sementara itu teman-teman yang telah ikut bertahun-tahun PA akhirnya diangkat menjadi sintua. Orang ini datang kepada saya seraya berkata: aku ikut dong jadi muridnya amang, agar aku diangkat jadi sintua! Lalu aku berkata kepadanya: “Jika amang ikut PA dengan saya, tidak otomatis amang akan diangkat jadi sintua!” Karena ia tahu tidak otomatis jadi sintua, maka ia tidak mau ikut. Nilai sintua di mata orang itu bukan dalam perspektif Allah, tetapi dalam perspektif dunia. Ada banyak orang yang melayani di Gereja dalam nilai dunia. Orang-orang ini tidak akan mendapatkan visi dari Allah. Seorang pelayan adalah seorang hamba. Hal ini akan kita bicarakan secara khusus nanti di dalam pertemuan ini.

Musuh terakhir yang dapat dipresentasikan di sini ialah: ketidak sehatian di dalam keluarga. Khususnya suami isteri. Orang tua dan anak, bagi mereka yang belum menikah. Saya bersyukur kepada Allah Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Allah Yang Penuh Rahmat itu memberikan kepada saya seorang isteri yang pas. Kami satu visi tentang hidup dan pelayanan. Oleh karena itu, banyak masalah kehidupan dengan gampang diatasi karena kesehatian tentang visi kehidupan yang harus kita jalani. Jika tidak ada kesehatian di dalam keluarga tentang kehidupan ini, maka Allah tidak akan menaruh visi itu di dalam hati kita. Keluarga yang tidak sehati di dalam hidup akan segera berantakan. Apalagi di dunia modern sekarang ini.

Esensi Visi

Jika kita telah menerima sebuah visi, maka satu hal yang harus dilakukan ialah: menguji apakah visi yang kita terima itu memang berasal dari Allah atau tidak. Hal itu dapat dilakukan dengan jalan mengetahui apakah inti permasalahan yang akan kita dicapai adalah ‘orang’ atau ‘program’. Allah tidak pernah membuat fokus pekerjaannya adalah program. Manusialah yang menjadi perhatian Allah. Jika apa yang kita lihat adalah sebuah program, maka hal itu bukan datangnya dari Allah. Sekarang ini para pekerja Tuhan sangat berorientasi kepada program. Jika program sudah terlaksana, maka kita merasa senang. Orang yang punya visi bukan melihat program melainkan melihat orang. Bukan berarti kita tidak perlu program. Kita memerlukannya di dalam rangka mencapai orang. Ada banyak contoh yang dapat dikedepankan untuk hal  ini. Kita ambil sebuah contoh, yakni jemaat mengadakan perayaan ulang tahun Gereja. Panitia dibentuk, lalu mereka membuat program perayaan jemaat. Tema pun dicari. Umumnya temanya yang bagus-bagus. Acara pun diadakan. Mereka berusaha agar pesta itu dikunjungi banyak orang. Itu ukuran sukses bagi mereka. 

Marilah kita buat contoh tema. “Melalui ulang tahun jemaat yang ke sekian kalinya, kita mempererat persekutuan di dalam Gereja ini”. Itulah temanya. Diusahakanlah sebanyak mungkin orang datang pada hari pesta. Pesta pun usai, dan uang terkumpul melalui lelang. Orang senang dengan acara yang diadakan oleh panitia. Panitia pun akhirnya dibubarkan oleh majelis jemaat. Sukseskah program mereka? Dari sisi program memang, mereka sukses. Tapi dari sudut pandang orientasi adalah ‘orang’, apakah memang tercipta persekutuan yang semakin erat di jemaat itu akibat dari program pesta ulang tahun dari jemaat yang sukses diselenggarakan itu? Oh, itu bukan urusan dari panitia. Itu urusan dari majelis jemaat. Mereka tidak perduli dengan orang. Mereka hanya peduli dengan program. Keadaan seperti itu bukan esensi dari visi yang dari Allah.

Jika kita telah menerima visi dari Allah, esensinya pun adalah ‘orang’, maka saudara akan melihat dunia ini melalui orang yang saudara bina di dalam pertumbuhan imannya. Allah melihat seluruh umat manusia di dalam diri Adam. Tatkala Adam berdosa, maka Allah melihat seluruh umat manusia berdosa. Ia memulai rencana penyelamatan-Nya pun melalui satu orang saja, yakni Abraham. Kepada Bapa orang beriman ini Allah berfirman: “Oleh keturunanmu semua orang di muka bumi akan mendapat berkat”. Paulus mengatakan yang dimaksud keturunan di sini ialah: Yesus Kristus sendiri. Allah melihat keselamatan dari umat manusia melalui satu orang, yakni Tuhan Yesus Kristus sendiri. Karena Allahlah yang mau bekerja melalui dan di dalam kita, maka hal yang sama pun akan dilakukannya. Ia akan melihat orang yang akan diselamatkan-Nya itu melalui saudara dan saya. Oleh karena itu, saya pun akan melihat dunia ini melalui satu orang yang saya layani. Itulah visi yang asli dari Allah. Bagaimana menjangkau satu orang dan melihat dunia melalui satu orang, akan kita bahas di dalam visi pemuridan.

Visi dan Pengharapan

Paulus mengatakan di dalam suratnya kepada jemaat Korintus: “Sebab itu kami tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari. Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami (II Kor 4:16-17). Di dalam melaksanakan apa yang dipercayakan Allah kepada kita bersama dengan Dia, maka ada kemungkinan kita akan mengalami hambatan dan tantangan. Namun sama seperti Paulus mengatakan di dalam suratnya ini, mata kita tertuju bukan kepada sesuatu yang terlihat, melainkan kepada sesuatu yang tidak terlihat. Yang tidak terlihat itu, yakni: kemuliaan Allah yang menyertai kita di dalam melakukan pekerjaan Allah tersebut.


Melalui visi yang kita terima, maka kita akan melihat kemuliaan Allah. Paulus melihat kemuliaan Allah, maka ia setia dan mengatakan di hadapan Raja Agrippa: “Kepada penglihatan yang dari sorga itu tidak pernah aku tidak taat Kis 26:9. Kesukaran dan tantangan tidak menjadi penghalang bagi Paulus untuk mewujudkan visi yang dia terima dari sorga. Bagaimana dengan saudara?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rumah Allah

  Rumah Allah Ibrani 3:6 Tetapi Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya; dan rumah-Nya ialah kita, jika kita sampai kepada akhi...