Laut Mati
Setelah mengunjungi gunung Nebo, kami menuruni jalan yang berliku-liku, layaknya seperti turun dari puncak pas ke arah Bogor. Cuma bedanya, tanah lansekapnya sangat berbeda. Jika di Puncak terlihat kebon teh yang hijau, di sini hanyalah padang gurun yang gersang. Menurut Zeid, jalan yang kami lalui itu adalah jalan raya yang sudah ribuan tahun umurnya. Sebab jalan itu sudah ada sejak zaman tiga kerajaan yang ada di Yordania.
Kami akan menginap di Hotel yang ada di tepi Laut Mati, tetapi di wilayah Yordania. Ketika kami tiba di hotel, hari sudah malam. Kami menikmati makan malam dan tidur dengan nyenyak. Sebelum tidur, saya meneruskan menuliskan apa yang ada di dalam hati, hal-hal yang di renungkan di Gunung Nebo. Pada pagi harinya kami mengadakan kebaktian lebih dahulu di ruangan yang disewa dari pengelola hotel. Renungan yang dibawakan hamba Tuhan itu, ada kaitannya dengan perjalanan kami. Tetapi tidak terlalu saya renungkan, karena hati saya sedang memikirkan makna Laut Mati bagi saya secara pribadi.
Sebagai kenangan di kebaktian ini, aku mengambil gambar dari Pak dan Ibu Sirait, rekan sesama rombongan yang berasal dari kota Medan. Amang ini menjadi bintang di rombongan kami karena celetukkannya yang segar. Ia menjadi bintang dalam rombongan kami. Setelah selesai kebaktian, kami berbondong-bondong ke tepi pantai untuk mandi di Laut Mati. Data yang diberikan kepada kami, laut mati itu berada dalam keitnggian 400 meter di bawah permukaan laut.
Oleh karena itu, daerah inilah tanah yang paling rendah di seluruh dunia. Dengan perlahan-lahan, saya menjejakkan kaki ke dalam laut itu. Pimpinan rombongan telah memberikan petunjuk bagaimana cara mandi di laut itu. Satu hal yang sangat beda dengan mandi di laut mana pun di dunia ini, ialah: kita mandi sambil rebahan. Kita akan terapung di laut itu, sebagaimana telihat dalam gambar di bawah ini.
Tatkala merebahkan diri di atas laut itu, mata saya memandang ke arah langit. Dalam hati saya bergema Mazmur 130: Mazmur ini adalah bagian dari mazmur ziarah. Mazmur ini imenjadi bahan renungan bagi saya selama berada di dalam perjalanan ini, khususnya mulai hari ini, karena kami sudah dekat dengan Yerusalem. Dalam ayat satu pemazmur berkata: “Nyanyian ziarah. Dari jurang yang dalam aku berseru kepada-Mu, ya TUHAN! Tuhan, dengarkanlah suaraku! Biarlah telinga-Mu menaruh perhatian kepada suara permohonanku Jika Engkau, ya TUHAN, mengingat-ingat kesalahan-kesalahan, Tuhan, siapakah yang dapat tahan? Tetapi pada-Mu ada pengampunan, supaya Engkau ditakuti orang. Aku menanti-nantikan TUHAN, jiwaku menanti-nanti, dan aku mengharapkan firman-Nya. Jiwaku mengharapkan Tuhan lebih dari pada pengawal mengharapkan pagi, lebih dari pada pengawal mengharapkan pagi. Berharaplah kepada TUHAN, hai Israel! Sebab pada TUHAN ada kasih setia, dan Ia banyak kali mengadakan pembebasan. Dialah yang akan membebaskan Israel dari segala kesalahannya”.
Inilah lembah yang paling dalam di seluruh dunia. Jika pemazmur pernah berada di dalam jurang yang paling dalam, saya pun sekarang berada di daerah yang paling dalam di seluruh dunia. Hati saya terbuka ke surga. Lalu aku pun berseru, sama seperti pemazmur berseru. Pada Tuhan ada pengampunan. Itu kata pemazmur, memang ada ampunan. Pemazmur mengajak orang agar berharap maka aku pun berharap. Aku pun naikkan doa di lembah yang paling dalam itu.
Doa yang kunaikkan ialah doa-doa yang biasa aku doakan tiap hari. Sebab tidak ada lagi urusanku di dunia ini selain dari melayani. Semua orang yang aku doakan dalam daftar doaku kudoakan di lembah yang paling dalam itu. Aku percaya, sama seperti Allah mendengar doa pemazmur, Dia pun mendengar doa saya. Setelah amin, aku pun mengingat akan Stepanus yang berdoa bagi orang yang menganiaya dia. Ia melihat Yesus duduk di sebelah kanan Allah. Aku pun memandang lagi ke langit! Mataku tidak melihat Yesus di langit itu, tetapi hatiku melihat Dia duduk di tempat yang paling mulia di surga. Bukankah pengakuan iman rasuli mengatakan demikian?
Setelah selesai acara di Laut Mati itu, kami mempersiapkan diri mengikuti acara pada hari ini dimulai dengan sarapan pagi. Setelah selesai menikmati sarapan pagi, kami berangkat menuju perbatasan dengan Israel. Kami berpisah dengan pemandu wisata di Yordania. Perbatasan itu ada di jembatan yang dinamakan orang Israel Allenby. Nama itu adalah nama seorang jendral tentara Inggris. Orang Yordania memberi nama Syech Hussein untuk jembatan yang sama. Pimpinan rombongan dari Jakarta mengingatkan kami agar tidak mengambil gambar di perbatasan. Karena scanner orang Israel sangat canggih. Jika ada orang yang memotret, bahkan dari dalam bus, scanner, mereka dapat mendeteksinya. Akibatnya menjdi masalah besar. Menurut beliau, bahkan wajah kami dapat dilihat oleh petugas yang memantau perbatasan itu, sekalipun kami berada di dalam bus. Alat mereka super canggih.
Yeriko
Setelah menjalani pemeriksaan di imigrasi Israel, kami berjumpa dengan pemandu wisata di Israel, yakni Pak Parl Sagala. Beliau memperkenalkan pengemudi kendaraan kami yang bernama Abraham. Sebutannya ialah: Abu Elias. Kami naik ke arah kota Yeriko. Di tengah jalan, beliau berceritera tentang banyak hal yang tidak aku catat. Kenderaan kami berjalan melalui sebuah tempat yang disebut sebagai tempat dimana Bartimeus memanggil Yesus tatkala melewati tempat itu. Kisah itu dicatat Alkitab. Namun, kami tidak berhenti di sana, sehingga aku tidak sempat mengadakan renungan tentang tempat itu.
Kami berjalan terus dan tiba ke sebuah tempat yang disebut namanya pohon Sakeus. Pohon itu adalah pohon zaitun. Menurut pak Sagala, pohon zaitun itu tetap tumbuh, selama akarnya tidak dicabut dari tanah. Oleh karena itu, pohon yang kami lihat itu, bisa saja sudah berumur dua ribu tahun. Kami hanya turun sebentar dan melihat-lihat pohon itu dan berangkat menuju Qumran.
Qumran
Pak Sagala memberi penjelasan panjang lebar mengenai Qumran. Kami duduk di sebuah tempat yang mungkin dipakai orang Qumran dahulu untuk berkumpul pada malam hari, tatkala bulan purnama bersinar. Qumran sendiri dalam bahasa Arab artinya ialah bulan purnama. Dua bulan purnama, kata Pak Sagala. Di sebelah kanan kami terdapat gunung batu, tempat naskah Qumran itu ditemukan. Orang-orang yang tinggal di Qumran itu adalah orang Yahudi Yerusalem, tetapi tidak setuju dengan pola kehidupan yang dijalankan oleh orang Yerusalem.
Mereka memisahkan diri dan tinggal di daerah ini dengan maksud dan tujuan agar dapat menjalankan hidup sebagaimana dikehendaki Tuhan. Salah satu tokoh yang turut ambil bagian dengan mereka ialah: Yohanes Pembaptis. Cuma Yohanes tidak terlalu pas dengan doktrin mereka, maka Yohanes pun berkhotbah di Padang gurun ini untuk menyuarakan agar Israel bertobat. Adapun pekerjaan besar yang mereka lakukan di sini ialah menyalin dan memperbanyak firman Allah dalam PL untuk dibagikan kepada anggota mereka, sehingga dapat melakukan firman itu dalam kehidupan sehari-hari. Mereka telah melakukan itu lama sebelum Kristus lahir di dunia ini.
Qumran ini ditemukan seorang gembala domba yang kehilangan seekor dombanya. Ia mencari dombanya itu hingga ke gunung tersebut. Di gunung ini ia melihat sebuah lubang. Gembala itu berpikir, mungkin dombanya jatuh ke lobang tersebut. Untuk mengecek keadaan di lubang itu, maka ia melemparkan sebuah batu ke dalam lubang. Tujuannya ialah untuk mengetahui apakah ada binatang buas di dalamnya. Tatkala ia melemparkan batunya, maka ia mendengar benda pecah. Lalu ia turun ke bawah dan menemukan sebuah guci besar. Di dalamnya ada beberapa gulungan tulisan kuno.
Adapun bentuk gulungan yang dia temukan itu seperti terlihat dalam gambar di bawah ini. Gembala itu masuk ke dalam dan menemukan gulungan tersebut. Ia tahu bahwa gulungan itu sangat berharga. Maka ia menjual gulungan dalam guci penyimpanan itu serharga 25 dolar kepada seorang penjual barang antik di Yerusalem. Penjual itu sangat senang, karena ia tahu barang yang dibelinya itu adalah barang berharga. Bagi gembala Bedouin itu, uang 25 dolar itu sudah dapat membeli kambing sebanyak 10 ekor. Itu harga yang banyak bagi mereka.
Bagi sang pedagang itu juga berharga mahal, karena ia menjual naskah itu seharga 250 dolar kepada seorang pendeta. Pendeta itu pun menjual lagi naskah itu seharga 2500 dolar kepada satu yayasan. Harga terakhir dari naskah itu sebelum disimpan dalam ialah 250. 000 dolar. Menurut Pak Sagala nilai itu adalah anggaran belanja negara Israel satu tahun pada saat itu. Naskah itu dijual di New York pada tahun itu.
Mengapa naskah itu sangat berharga? Karena naskah itu berisi naskah salinan Alkitab PL. Naskah itu ditulis sebelum Tuhan Yesus. Itu berarti naskah yang mereka miliki lebih tua dari naskah Alkitab yang dimiliki dunia pada waktu itu. Naskah Alkitab yang ada pada waktu itu berasal dari abad kedua. Tetapi, tatkala naskah itu ditemukan, ternyata tidak ada perbedaan yang sangat significan antara naskah yang kita miliki dengan naskah yang Qumran. Itu berarti, apa yang kita miliki sekarang ini tidak berbeda dengan apa yang dimiliki orang, di zaman dahulu kala. Itulah sebabnya naskah Qumran menjadi sangat berharga.
Tuhan ternyata meninggalkan jejak-jejak iman di sepanjang perjalanan hidup kita. Hal-hal seperti ini sangat terpatri di dalam hati saya selama berkunjung di tanah suci ini. Untuk mengabadikan kehadiran saya di Qumran ini, saya mengambil foto pribadi di depan museum penyimpanan naskah yang ditemukan di Qumran, sebagaimana terlihat dalam gambar di atas.
Yerusalem
Yeriko akhirnya kami tinggalkan. Kami berada di Tepi Barat, sehingga orang-orang yang kami temui adalah orang Arab. Pak Sagala mengatakan bahwa di wilayah Arab ini kami harus hati-hati di dalam berhadapan dengan orang –orang Arab yang menjajakan dagangannya. Acap kali orang-orang itu juga berprofesi sebagai copet. Bahkan ada istilah yang diberikan kepada mereka, yakni S3. Hal itu disebut demikian, karena mereka telah memahami makna kata ‘pencopet’, bahkan kata ‘panangko’ dalam bahasa Batak untuk pencuri pun mereka sudah paham. Untuk itu, pak Sagala menciptakan kata S3 untuk seorang pencuri yang sudah piawai. S2 untuk pencopet yang tingkat madya sementara S1 untuk pencopet yang baru tingkat pemula.
Kami memasuki kota Yerusalem pada malam hari. Di bawah pimpinan pemimpin rombongan kami diundang untuk menyanyikan lagu: “Oh Yerusalem kota mulia, hatiku rindu ke sana”. Saya tidak turut menyanyikan lagu itu, sebab kota yang saya rindukan bukanlah kota Yerusalem yang ada di Palestina. Tatkala mereka menyanyikan lagu pujian itu, hati saya mengatakan bahwa Yerusalem sekarang bukanlah Yerusalem yang aku rindukan. Yerusalem sekarang adalah Yerusalem yang terbagi-bagi antara Islam, Kristen dan Yahudi. Aku tidak merindukan engkau wahai kota yang terbagi-bagi. Aku merindukan kota Yerusalem sorgawi. Wahai Yerusalem, engkau hanya mengingatkan aku bahwa engkau sama seperti Sinai, dimana Paulus mengatakannya sebagai Ismail anak Abraham dari Hagar. Ada Yerusalem baru yang tidak terkotak-kotak, itulah kota yang kurindukan. (Paulus membicarakan hal ini dalam surat Galatia, Gal 3:25-26).
Itulah sebabnya aku tidak menyanyikan lagu di atas. Aku hanya menyanyi jika saya mengerti makna dan tujuan nyanyian itu. Bukan asal menyanyi. Itulah persembahan yang berharga bagi Tuhan menurut hemat saya secara pribadi. Pak Sagala meminta agar Abu Elias memutarkan sebuah lagu tentang Yerusalem. Menarik bagi saya sang supir itu dipanggil dengan nama Abu Elias. Ternyata maksudnya ialah: Bapa Elias. Anak pertama bapa itu adalah Elias. Itu juga merupakan kebiasaan orang Batak. Dalam bahasa Batak, bapa itu namanya Amani Elias. ArtinyaK Bapa Elias. Aku pun turut menyanyikan lagu yang dinyanyikan dalam CD itu dalam bahasa Batak. Lagu itu pernah aku nyanyikan bersama dengan paduan suara pemuda – naposobulung – di HKBP Menteng tahun tujuh puluhan. Aku pun bernyanyi:
Ro do tu au alatan na sian Debata, Hu ida ma Yerusalem huta na badia. Marende ma dakdanak marlas ni roha be dohot surusuran marolop-olop be, dohot surusuran marolop-olop be. Reff Yerusalem Yerusalem marsuraksurak ma hosana ma di raja, hosanna ma di ho. | Last night I lay a sleeping, There came a dream so fair, I stood in old Jerusalem Beside the temple there. I heard the children singing, And ever as they sang, Methought the voice of angels From Heav’n in answer rang; Reff “Jerusalem! Jerusalem! Lift up your gates and sing, Hosanna in the highest Hosanna to your King!” |
Alatanki pe muba ma huida ma holom soara i pe mago sude gabe hohom. Mataniari i pe ndang marsinondang be. Silang i huhut huida ma samo di Golgata, silang i huhut huida ma samo di Golgata. Reff Alatanki muba muse salpuna holom i Yerusalem huida huta na tong-tong i. Sude do dalan i tiur soada na holom. Nang angka na porsea marolopolop be, nang bulan dohot bintang i tung so marguna be. Yahowa Si Parmonang i patiurhon sasude, Yahowa Si Parmonang i patiurhon sasude. Reff Yerusalem Yerusalem marende ende ho Hosanna ma di raja salelengleleng na Hosanna ma di raja salelengleleng na. | And then methought my dream was chang’d, The streets no longer rang, Hush’d were the glad hosannas The little children sang. The sun grew dark with mystery, The morn was cold and chill, As the shadow of a cross arose Upon a lonely hill, As the shadow of a cross arose Upon a lonely hill. Reff And once again the scene was chang’d, New earth there seem’d to be, I saw the Holy City Beside the tideless sea; The light of God was on its streets, The gates were open wide, And all who would might enter, And no one was denied. No need of moon or stars by night, Or sun to shine by day, It was the new Jerusalem, That would not pass away, It was the new Jerusalem, That would not pass away. “Jerusalem! Jerusalem!Sing, for the night is o’er! Hosanna in the highest,Hosanna for evermore! Hosanna in the highest,Hosanna for evermore!” |
Aku menyanyikan bait pertama dan refreinnya, sementara bait kedua aku tidak hafal lagi sehingga saya berdendang saja, namun refreinya aku nyanyikan, demikian juga dengan baik ketiga. Syairnya lengkap dituliskan di sini, juga dalam lirik bahasa Inggris, sebab arti dari lirik bahasa Batak sama dengan bahasa Inggris. Saya menyanyikannya dengan segenap hati, sebab yang akan saya masuki bukan Yerusalem di Palestina, melainkan Yerusalem sorgawi. Aku melihat Yerusalem di malam hari. Sesampainya di hotel, kami berkemas-kemas untuk menikmati makan malam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar