Tiberias
Setelah menyelesaikan segala kunjungan di kota Nazaret, kami meneruskan perjalanan menjuju kota Tiberias. Hari sudah malam. Maka kami menikmati makan malam dan tidur yang nyenyak. Pada pagi harinya, kami siap-siap untuk naik perahu di danau Galilea. Pada pagi hari itu kami merayakan hari ulang tahun seorang ibu yang berasal dari Menado. Aku mengajarkan kepada rombongan sebuah lagu yang populer dalam hari ulang tahun, tetapi dengan nuansa Kristen. Lagunya ialah: happy birthday to you, tetapi liriknya diubah menjadi sebagai berikut:
Happy birthday Youke,
to Jesus be true!
Happy birthday dear Youke
may Lord Jesus blessed You
Tatkala aku berjalan sendirian di taman yang persis di tepi pantai Galilea itu, aku berjumpa dengan seorang ibu yang masih muda, tetapi berasal dari negara barat, ia sedang menghafal ayat-ayat Alkitab. Aku bertanya kepadanya, apakah yang dihafalnya itu adalah ayat-ayat Alkitab? Ia berkata: “Yes it good is’nt it” Aku mengatakan ya, aku pun melakukan hal yang sama. Terasa di dalam percakapan pendek itu, kami adalah saudara di dalam Tuhan. Aku tidak tahu namanya, tidak tahu dari mana ia datang, kemana ia akan pergi. Tetapi satu hal yang pasti ialah: kami akan pergi ke surga kelak.
Kami naik perahu di danau itu. Menurut Pak Sagala, perahu itu dibuat persis seperti model perahu di zaman Tuhan Yesus. Hanya ukurannya lebih besar, sehingga dapat menampung banyak penumpang. Pernah ditemukan dalam penelitian arkeolog perahu di dalam tanah yang umurnya sudah ribuan tahun. Perahu itu sekarang disimpan dalam sebuah museum di Kapernaum, dimana kami akan mengunjunginya.
Sementara kami berlayar, tukang perahu itu mengeluarkan sebuah bendera merah putih. Rupa-rupanya ia sudah familiar dengan bahasa yang kami pakai. Ia menaikkan bendera merah putih itu di tiang layarnya. Temannya yang lain memutar CD berisikan lagu Indonesia Raya. Kami pun bangkit berdiri dan menghadap tiang bendera dan memberi hormat. Kami menaikkan bendera merah putih di tanah Israel.
Di tempat ini, sebelum kami berangkat naik ke perahu, aku sempat memberitahukan kepada pembimbing rohani kami yang berasal dari Menado, bahwa aku memimpin penelahan Alkitab kepada pasangan suami isteri di Gereja. Rupa rupanya beliau sedikit terkesan dengan ceritera saya tersebut.
Kami tiba di sebuah Kibbutz yang ada di Magdala. Kota ini dulunya adalah kota kelahiran Maria Magdalena. Di kota ini kami melihat replika dari perahu yang ditemukan berusia ribuan tahun tadi. Ada dua orang dari antara rombongan kami masuk ke dalam ruangan tempat dimana perahu asli disimpan. Kami tidak diprogram untuk melihat benda purbakala tersebut.
Tabgha
Setelah melihat-lihat di tempat ini, kami meneruskan perjalanan menuju tempat dimana Yesus memberi makan lima ribu orang dengan lima roti dan dua ekor ikan. Adapun nama daerah itu disebut Tabgha. Di sana ada tujuh mata air, tetapi tidak dapat diminun karena mineralnya sangat tinggi. Jika diminum maka akan merusak ginjal. Oleh karena itu pemerintah Israel mengalirkan air itu langsung ke Laut Mati. Tidak diperbolehkan masuk ke sungai Yordan atau masuk ke Danau Galilea. Pemerintah Israel benar-benar melindungi rakyatnya dari malapetaka.
Di tempat ini didirikan sebuah Gereja pada abad ke tiga. Namun Gereja tersebut telah dirusak oleh orang muslim. Namun pondasi gereja tersebut masih terpelihara. Sehingga Gereja yang sekarang dibangun di atas pondasi tersebut. Batu karang yang telihat dalam gambar di atas diyakini adalah tempat dimana Yesus berdiri menunggu para murid itu melabuhkan perahu mereka sebagaimana dicatat dalam Injil Yohanes pasal dua puluh satu. Di kota ini juga kami melihat sebuah batu kilangan yang dipakai di zaman dahulu untuk mengirik! Saya jadi mengingat perkataan Paulus: “jangan memberangus mulut lembu yang sedang mengirik”.
Di tempat ini kami mengadakan kebaktian. Dalam khotbah yang saya dengar diuraikan mengenai mujizat. Saya menjadi bosan dengan kata-kata itu. Bagi saya mujizat bukanlah sesuatu yang sangat kita rindukan, karena hidup itu adalah sebuah mujizat. Saya jadi teringat akan tulisan yang pernah saya baca di sebuah perpustakaan seminari Gereja Baptis yang berbunyi: “expect a miracle every day through natural way”. Haraplah mujizat tiap-tiap hari melalui cara yang alami. Martin Luther berkata: “Aku melihat kemuliaan Allah dalam jatuhnya apel dari pohonnya”. Sku tidak butuh mujizat, karena hidupku sendiri adalah mujizat.
Akhirnya aku menyanyikan lagu ini:
Open our eyes Lord we want to see Jesus
To reach out and touch Him and say that we love Him
Open our ears Lord and help us to listen
Open our eyes Lord we want to see Jesus.
Kapernaum
Kami mengunjungi kota Kapernaum. Di kota ini Tuhan Yesus berkhotbah dan ditolak orang Yahudi. Kami melihat reruntuhan Sinagoga dimana Yesus mengajar 2000 tahun yang lalu, sebagaimana terlihat dalam gambar di sebelah kiri. Di tempat itu berserakan batu baru yang sudah tua. Pak Sagala mengatakan bahwa jika pihak Gereja mau, batu-batu itu dapat dijual dengan harga jutaan dolar, jika dapat dibuktikan ada kaitannya dengan sinagoga tersebut. Tetapi pihak Gereja tidak mau menjualnya.
Di tempat ini kami mendengar khotbah tentang Tuhan Yesus menyembuhkan orang sakit yang digotong empat orang. Di Mesir, saya telah melihat rumah yang memiliki tangga ke atas dari samping rumah. Jadi orang yang naik ke atas sotoh rumah dalam nas tersebut tidak memanjat, tetapi naik dengan benar. Juga orang sakit itu tidak dinaikkan secara di kerek, namun ditandu sebagaimana biasa. Pak Sagala menjelaskan kepada saya bahwa menurut penelitian, atap rumah di zaman Tuhan Yesus bisa digulung. Jadi tidak terlalu sukar bagi keempat orang itu untuk membuka atap dan menurunkan orang sakit itu di depan Tuhan Yesus.
Kota Kapernaun adalah salah satu kota yang dikutuk Tuhan Yesus. Dua kota lainnya ialah: Korazon dan Betsaida. Di sana Tuhan Yesus banyak membuat mujizat, tetapi mereka tetap tidak mau bertobat. Di kota ini pula Yesus menampakkan diri-Nya kepada para murid setelah Ia bangkit dari antara orang mati, sebagaimana diuraikan di dalam Yohanes pasal 21.
Di tempat ini ada sebuah patung yang bermakna, Sebagaimana terlihat dalam gambar di sebelah. Patung itu berbicara tentang Tuhan Yesus yang mengutus Petrus untuk menggembalakan domba domba Tuhan Yesus. Sementara Petrus menerima pengutusan itu. Adapun ruang kosong antara Tuhan dan Petrus merupakan peta dari Danau Galilea. Hal ini berbicara tentang tempat dimana peristiwa itu terjadi adalah di tepi Danau Galilea.
Hati saya merenungkan kisah yang diuraikan dalam Injil Yohanes tersebut. Yesus menanyakan kepada Petrus, apakah ia mengasihi Tuhan Yesus? Petrus mengatakan bahwa ia mengasihi Tuhan. Pengutusan berlaku tatkala kasih kepada Tuhan ada di dalam hati kita. Jika kita tidak diutus Tuhan, maka kita adalah orang upahan, bukan gembala yang baik. Ini catatan tersendiri bagi saya dari ziarah ini.
Gereja Sabda Bahagia
Kami bergerak terus untuk berkunjung ke Gereja Sabda Bahagia. Di tempat ini diyakini Tuhan Yesus berkhotbah mengucapkan delapan Sabda Bahagia yang dicatat oleh Injil Matius. Salah satu yang menarik dari Gereja ini ialah: ia memiliki sisi delapan, sebagaimana terlihat dalam gambar di sebelah. Sisi delapan itu menggambarkan delapan Sabda Bahagia. Hal yang menarik bagi saya dari Gereja ini ialah: Mesjid Dome of The Rock di Yerusalem sama bentuk dengan Gereja ini. Aku melayangkan pandangan ku ke arah danau.
Hatiku mengingat uraian Dietrich Bonhoffer tentang khotbah di Bukit dalam bukunya The Cost of Discipleship. Lalu, aku melihat sesuatu di dalam angan-anganku. Para murid dipanggil di tepi danau sana. Sekarang mereka di bawa naik ke atas bukit ini. Sekarang mereka menjadi sebuah kelompok yang mengantarai Tuhan Yesus dengan orang banyak. Bermula mereka ada di bawah, sekarang mereka sudah naik ke atas bukit ini. Sesudah ini, kami akan menuju bukit kemuliaan di Gunung Tabor. Apa itu secara kebetulan, atau memang ia punya makna? Aku berkata: ia punya makna. Kehidupanku pada mulanya berada di dalam lembah dosa. Yesus memanggil saya keluar dari lembah dosa itu. Ia membawa aku ke bukit sabdanya. Pada akhirnya Tuhan akan membawa aku ke gunung kemuliaan-Nya. Maka semakin bermaknalah nyanyian dalam hati selama keluar dari kota Yerusalem, yakni:
Oh Yerusalem kota mulia
Hatiku rindu ke sana.
tak lama lagi Tuhanku datanglah
Bawa saya masuk sana!
Tak lama lagi Tuhanku datanglah
Bawa saya masuk sana!
Jika teman-teman menyanyikan lagu ini tatkala kami memasuki kota Yerusalem, saya menyanyikannya tatkala telah keluar dari kota itu. Sebab kota yang kurindukan bukan kota yang di Palestina, melainkan Yerusalem surgawi di gunung kemuliaan Tuhan. Saya merenungkan kembali makna dari ucapan bahagia yang diuraikan Bonhoffer dalam bukunya tadi.
Gunung Kemuliaan
Setelah makan siang, kami berangkat menuju gunung Tabor simana Tuhan Yesus dimuliakan di atas gunung tersebut. Petrus Yakobus dan Yohanes dibawa Tuhan Yesus ke atas gunung ini agar mereka melihat Yesus dipermuliakan. Di atas gunung ini ketiga murid itu mendengar juga suara dari surga yang mengatakan: “Inilah Anak yang kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan denagarkanlah Dia”. Di tempat ini Pak Sagala memberikan uraian yang panjang lebar tentang Gereja ini dan latar belakang sejarahnya. Gereja itu memiliki tiga pilar sebagaimana terlihat dalam gambar. Pilar kiri dan kanan gambaran dari Musa dan Elia, sementara bagian tengah menggambarkan Tuhan Yesus Kristus. Di sini saya menikmati apa yang telah dimulai di Gereja Sabda Bahagia. Pada akhirnya akan sampai juga kita ke dalam kemuliaan Allah di gunungnya yang kudus, yakni sorga yang kekal. Buku Nyanyian HKBP menyuarakannya: “
Surgo i sambulonta do i
Ndang adong be siaeon di si,
Na mamuji tong-tong na di si
Pinalua ni Tuhanta i.
Surgo i, surgo i, ndang adong be siaeon di si,
Surgao i, surgao i, surgo i
Ndang adong be siaeon di si.
Kami memasuki Gereja dan menikmati indahnya arsitektur dari bangunan tersebut. Di atas kubahnya terlihat citra Musa dan Elia menghadap Tuhan Yesus. Setelah melihat-lihat gedung Gereja, kami melihat lembah Yisrel yang terkenal itu, sebagaimana terlihat dalam gambar di atas. Pak Sagala menunjukkan kepada kami tempat-tempat yang terlihat dari gunung tersebut, misalnya tempat dimana Raja Saul dibunuh dan lain-lain. Sepulangnya dari sana kepada kami ditunjukkan dimana kampungnya Deborah, namun kami tidak berkunjung ke sana, karena memang tidak diprogram sebelumnya.
Ada sebuah ceritera yang diutarakan Pak Sagala di tempat ini tentang fungsi satu gunung di zaman dahulu kala. Gunung berfungsi sebagai tempat menyampaikan berita kepada dunia di sekitarnya. Hal itu mengingatkan saya akan film Holywood yang terkenal: The Lord of The Ring. Di sana digambarkan berita itu disampaikan dengan menyalakan api di atas gunung. Bukankah secara demikian juga berita kesukaan itu harus diberitakan? Tuhan Yesus mengatakan bahwa kota yang berada di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Tak salah jika Yesus mengatakan bahwa orang Kristen itu adalah terang dunia. Jika terang itu dinyalakan di atas gunung,maka di gunung lain pun hal itu akan terlihat. Terang itu telah dinyalakan di gunung Yerusalem, Yudea, Samaria dan Galilea. Dinyalakan di gunung-gunung di dunia ini. Di gunung mana aku harus menyalakannya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar