Hamba Kristus
Demikianlah hendaknya orang memandang kami: sebagai hamba-hamba Kristus, yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah. Yang akhirnya dituntut dari pelayan-pelayan yang demikian ialah, bahwa mereka ternyata dapat dipercayai.
I Korintus 4:1 – 2
Kita tahu bersama, di Korintus ada persoalan. Mereka terbagi ke dalam beberapa faksi yang mengedepankan tokoh tertentu supaya favorit. Orang menyebutnya dengan favoritisme. Untuk mengatasi persoalan tersebut Paulus menasihati Jemaat Korintus, agar tidak membuat tindakan seperti itu, sebab mereka semua adalah hamba-hamba Kristus. Bukan hamba Kristus yang harus dikedepankan, melainkan Kristus Yesus sendiri.
Sekarang pun hal yang seperti itu, terlihat di kalangan orang Kristen. Kita menyandung tinggi beberapa tokoh tertentu di tengah Gereja kita. Ada orang yang mengikuti acara pendeta tertentu, kemana pun mereka berkhotbah. Tanpa kita sadari, orang tersebut kita telah tinggikan mengambil tempat Kristus di dalam Jemaat. Kita mulai lupa bahwa orang tersebut adalah hanya seorang hamba. Kita tidak boleh membiarkan dia untuk mencuri kemuliaan Allah.
Ada satu kisah yang menarik dari seorang tokoh penginjil besar dari Amerika Serikat. Dwight L Moody adalah seorang pengkhotbah ternama dari Amerika Serikat. Satu ketika ia diundang untuk memberitakan Injil di Inggris. Orang banyak menyambut penginjil besar itu di pelabuhan. Setelah Moody turun dari kapal, ia ditanya seorang wartawan: bagaimana pendapat pak Moody dengan sambutan orang yang begitu banyak? Moody menjawab: “Bukan saya yang mereka sambut!” Itulah jawaban Moody. Lalu wartawan itu mengajukan pertanyaan kepada Moody: “Jikalau bukan bapa yang mereka sambut, lalu siapa?”
Moody menjawab: “Mereka menyambut Dia yang menunggangi saya!” Moody menunjuk kepada kisah Yesus masuk ke dalam kota Yerusalem, lalu dieluelukan orang banyak. Yesus masuk ke kota dengan menunggangi seekor keledai betina. Moody menerapkan peristiwa penyambutan Yesus oleh orang banyak, dengan penyambutannya. Ia mengatakan bukan dia yang disambut, melainkan Yesus yang menungganginya. Alangkah rendah hatinya hamba Tuhan yang satu ini. Ia menggeser kemuliaan itu pada tuannya, bukan pada dirinya sendiri.
Setiap hamba Kristus menurut Paulus, sesuatu yang dituntut dari hamba itu ialah: orang tersebut dapat dipercaya. Mereka setia pada penugasan yang mereka terima dari Tuhan yang mengutus mereka untuk memberitakan Injil. Kita tahu bersama, Kristus tidak hanya mengutus orang untuk memberitakan Injil ke seluruh dunia, tanpa memberikan deskripsi dari tempat penugasannya. Paulus mengingatkan kita akan hal ini dalam suratnya kepada Jemaat di kota Roma. Paulus mengatakan: ”Dan dalam pemberitaan itu aku menganggap sebagai kehormatanku, bahwa aku tidak melakukannya di tempat-tempat, di mana nama Kristus telah dikenal orang, supaya aku jangan membangun di atas dasar, yang telah diletakkan orang lain, tetapi sesuai dengan yang ada tertulis: "Mereka, yang belum pernah menerima berita tentang Dia, akan melihat Dia, dan mereka, yang tidak pernah mendengarnya, akan mengertinya." Rom 15:20-21.
Paulus oleh karena ilham Roh Kudus, tidak bekerja di tempat dimana nama Kristus sudah dikenal orang. Ia hanya memusatkan dirinya untuk memberitakan Injil di tempat dimana nama Kristus belum didengar orang banyak. Orang itu harus diberi kesempatan untuk mendengar Injil Yesus Kristus. Kesetiaan seperti ini rasanya tidak terlihat lagi di dalam diri para penginjil ternama yang kita kenal sekarang ini. Orang berbondong-bondong untuk memberitakan Injil di kota besar. Sementara kota kota kecil dimana Injil belum pernah diberitakan dilupakan. Tentulah yang menjadi pusat perhatian bukan kepada pemberitaan Injil kepada orang yang belum pernah, tetapi terhadap berkat yang didapatkan, jika melayani orang Kristen yang sudah pernah dan berulang kali mendengarkan Injil.
Paulus mengetahui dengan pasti bahwa Kristus mengutus dia untuk memberitakan Injil bagi bangsa bukan Yahudi. Itu pun tidak di wilayah dimana Kristus sudah dikenal. Ia mengirim suratnya kepada Jemaat di Roma dalam rangka memperkenalkan diri dan memohon penyertaan Jemaat tersebut dalam rencananya menuju Gallia. Maka sebuah pertanyaan kita ajukan kepada para pendeta sekarang ini. Apakah mereka dapat dipercaya Kristus? Kristuskah yang menjadi Tuhan di dalam hidup mereka, atau dirinya sendiri. Pertanyaan ini ditujukan kepada para pendeta yang tidak mau pindah dari tempat mereka melayani ke tempat yang telah ditentukan bagi mereka oleh pucuk pimpinan gerejanya.
Bukan hanya kepada para pendeta pertanyaan ini, tetapi bagi kita semua orang percaya, sebab kita adalah hamba Kristus. Apakah setia pada penugasan kita sebagai seorang suami, sebagai seorang isteri, sebagai seorang anak, kakak atau adik atau seorang karyawan apa pun juga. Kita mendapatkan sebuah penugasan dari Allah untuk kita lakukan selama kita hidup di dunia ini.
Akankah kita kelak, pada waktu kita pulang ke surga akan mendengar syair lagu ini akan disuarakan pada kita: “Hamba yang setiawan mari masuklah.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar