Berseru
Nas bacaan: Mazmur 107:17-43
Setelah berbicara tentang keberdosaan bangsa
Israel dan keberdosaan satu pribadi, sekarang pemazmur menyoroti perilaku
seseorang di hadapan Allah dalam hidupnya. Ada orang yang mengalami penyakit
karena kecerobohan hidup. Pada hakekatnya Allah menginginkan kita berada dalam
keadaan damai sejahtera, tubuh dan rohani kita. Namun jika seseorang tidak
menjalani sebuah hidup yang teratur, maka mereka akan jatuh sakit. Pemazmur
mengatakan bahwa hal tersebut adalah karena kesalahan mereka. Pemazmur tidak
mengatakan hal tersebut adalah dosa, sebagaimana dipahami orang pada waktu itu.
Di zaman pemazmur, banyak penyakit yang
belum dapat disembuhkan. Maka orang yang sakit itu sudah berada di ambang maut.
Lalu TUHAN memberikan kepada mereka karunia, sehingga mereka punya hati untuk
berseru-seru kepada-Nya. Lalu TUHAN pun menyelamatkan mereka dari kesesakan
yang mereka hadapi. Benarlah apa yang disuarakan para nabi: barang siapa yang
berseru kepada nama TUHAN akan diselamatkan.
Cara TUHAN menyelamatkan diungkapkan pemazmur
di sini ialah: Ia menyampaikan firman kepada mereka yang berseru kepada-Nya.
Ini satu penghiburan yang besar bagi kita. Firman Allah yang kita terima secara
pribadi, berkuasa untuk melepaskan kita dari kesesakan kita. Bahkan dari pintu
liang kubur pun kita dapat diselamatkan oleh firman tersebut. Tentunya
didahului dengan seruan yang sungguh intens di hadapan Allah.
Kita tahu bersama, hingga hari ini pun Allah
menyampaikan firman-Nya melalui Gereja-Nya, melalui para hamba-hamba-Nya di
setiap pertemuan ibadah yang diselenggarakan orang percaya. Itulah sebabnya
penulis suat Ibrani mengingatkan kita
agar tidak menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah sebagaimana
dibiasakan beberapa orang. Malah sebaliknya menurut penulis surat Ibrani, kita
harus semakin giat melakukannya. Sebab di sana kita dapat saling memperhatikan,
saling mendorong dan saling menasihati melalui firman. Bukankah firman itu
berkuasa untuk menyelamatkan kita dari pergumulan yang kita hadapi?
Keluputan dari lubang kubur membuat kita
bersyukur kepada TUHAN. Kasih setia TUHANlah yang membuat kita punya kesempatan
untuk berseru dengan segenap hati kepada-Nya. Kasih setia-Nya yang membuat Dia
menyampaikan firman kepada kita. Firman itu adalah firman yang berkuasa untuk
menyelamatkan kita dari pergumulan hidup. Oleh karena itu, carilah TUHAN yang
dengan sukarela mau berfirman kepada kita, justru pada saat kita sedang dalam
berjauhan dengan Dia karena keberdosaan kita.
Alasan yang paling tepat bagi kita berseru
kepada Tuhan ialah: keberdosaan kita. Dosa membuat kita jauh dari Allah. Dosa
membuat kita berada di luar kasih karunia-Nya. Tetapi justru itulah argumen
yang paling pas untuk berseru kepada Tuhan. Sebab Ia tidak menghendaki seorang
pun binasa. Ia menghendaki agar semua orang bertobat dan memiliki hidup yang
kekal, sebagaimana Ia sendiri memilikinya. Tanda dari syukur yang benar, maka
kita pun akan mempersembahkan hidup kita kepada-Nya, sebagai persembahan yang
hidup dan yang kudus.
Profesi pelaut bukanlah sesuatu yang umum di
kalangan orang Israel. Oleh karena itu, bagi mereka, para pelaut adalah sesuatu
yang sangat mengagumkan. Para pelaut itu melihat perkara-perkara besar dari
karya Allah di lautan. Pemazmur memakai hal itu sebagai satu analogi dalam
pengalaman rohani. Ada orang yang mengarungi lautan pengalaman rohani. Di sana
mereka punya urusan tertentu. Orang-orang ini melihat pekerjaan Tuhan yang
ajaib dengan kedalamannya.
Orang besar di dalam Gereja Tuhan mengalami
hal ini. Saya membaca buku pengalaman dari ibu Theresa dari Calcutta, bagaimana
ia dalam pengalaman rohaninya mengalami peristiwa seperti dihempaskan ombak
yang besar. Pemazmur mengatakan bahwa Allah memerintahkan badai untuk
meninggikan gelombang, sehingga orang yang berada di lautan itu diangkat hingga
ke langit, kemudian dihempaskan ke samudera raya. Jiwa mereka hancur karena celaka.
Ini adalah pengalaman dari para hamba Tuhan
yang akan dipakai-Nya untuk perkara besar. Kita teringat akan apa yang
disaksikan Paulus dalam suratnya kepada Jemaat Korintus: “Sebab kami mau,
saudara-saudara, supaya kamu tahu akan penderitaan yang kami alami di Asia
Kecil. Beban yang ditanggungkan atas kami adalah begitu besar dan begitu berat,
sehingga kami telah putus asa juga akan hidup kami. Bahkan kami merasa,
seolah-olah kami telah dijatuhi hukuman mati. Tetapi hal itu terjadi, supaya
kami jangan menaruh kepercayaan pada diri kami sendiri, tetapi hanya kepada
Allah yang membangkitkan orang-orang mati. Dari kematian yang begitu ngeri Ia
telah dan akan menyelamatkan kami: kepada-Nya kami menaruh pengharapan kami,
bahwa Ia akan menyelamatkan kami lagi” II Kor 1:8-10.
Kata kunci atas kemelut pergumulan ialah:
berseru! Mereka yang mengalami persoalan, serukanlah nama Tuhan. Dia senantiasa
mendengar seruan mereka yang berada dalam keadaan bahaya. Allah akan
mengeluarkan kita dari kesesakan yang kita hadapi. Dengan sebuah perkataan,
badai itu pun diam, sebagaimana Yesus mendemonstrasikannya di Danau Galilea. Setelah
pengalaman di lautan spiritual yang sangat menakutkan itu, orang-orang yang
sedang diajar Tuhan akan mengalami sukacita. Mereka akan dituntun ke pelabuhan
kesukaan mereka. Bandingkanlah apa yang dikatakan Paulus tatkala ia menghadapi
pergumulannya: “Sebab jika aku lemah, aku kuat” II Kor 12:10c. Ada satu
sukacita ketenangan yang luar biasa dirasakan orang yang baru saja mengalami
badai hidup yang menerpa. Mereka itu semakin percaya dan berserah kepada Tuhan.
Orang-orang ini akan bersyukur dan
meninggikan nama Tuhan di antara orang beriman. Pengalaman mereka menjadi modal
yang sangat bermakna dalam memberikan pengajaran kepada mereka yang mendengarkan
dia. Marilah kita perhatikan produk dari syukur yang digambarkan pemazmur dalam
mazmurnya ini. Pada bagian pertama, syukur dinaikkan karena mereka
dikenyangkan. Bagian kedua, syukur dinaikkan dengan mempersembahkan kurban dan
pengajaran. Di bagian ketiga ini, syukur dinaikkan pujian dinaikkan di hadapan majelis tua-tua. Sebab hanya
merekalah yang mampu memahami pengalaman rohani yang dalam. Termasukkah saudara
di sana?
Pemazmur menutup mazmurnya ini dengan
menggambarkan penghukuman Allah atas orang fasik. Di sisi lain, Allah
memberkati umat-Nya yang teraniaya. Pemazmur menggambarkan penghukuman itu
dengan mengibaratkan sungai menjadi padang gurun. Sungai adalah simbol dari
kehidupan. Ada orang merasa bahwa kehidupan mereka sudah aman, dan tidak akan
mengalami malapetaka. Sebagaimana sungai tidak akan pernah kering dan
senantiasa memberikan pertumbuhan bagi tanaman di sepanjang alirannya. Namun
Allah bertindak dan menghukum mereka, dengan jalan membuat sungai mereka
menjadi padang gurun yang kering dan kerontang.
Tanah yang subur yang menghasilkan panen
yang berlimpah, dibuat Allah menjai pada asin yang tidak mungkin menghasilkan
pertumbuhan. Semuanya itu dilakukan Tuhan karena keberdosaan mereka yang
tinggal di dalamnya. Tetapi untuk mereka yang mengalami kekeringan rohani dan
tidak mengasilkan apa apa, justru mengalami perubahan yang amat radikal. Padang
gurun menjadi kolam air, tanah kering menjadi pancaran-pacaran air.
Allah menjungkirbalikkan pemahaman manusia.
Orang yang dibela Tuhan justru mereka
yang tidak punya apa-apa, seperti padang gurun dan tanah kering. Duatu gambaran
yang tidak memiliki perspektif hidup. Sementara orang yang merasa kaya dalam
segala hal, justru merekalah yang akan mengalami kekeringan dan kehampaan.
Jika Allah bertindak, maka akan terjadi
kehidupan. Orang-orang yang teraniaya itu akan mengalami pertumbuhan dan bahkan
menjadi besar. Pemazmur menggambarkannya dengan didirkannya kota di tempat
dahulunya adalah padang gurun dan tanah kering. Di sisi lain, Allah membuat
orang yang dahulunya makmur menjadi berkurang dan bahkan mengembara di tempat
yang tandus.
Pemazmur melihat peristiwa tersebut dari
kaca mata iman. Maka ia pun bersukacita. Lalu ia pun mengajarkan sebuah nasihat
kepada para pendengarnya: agar mereka berpegang pada pengajaran yang telah
disampaikaannya kepada mereka. Ia telah melihat kemurahan Tuhan, sekaligus juga
murka-Nya atas dosa. Ia telah melihat didikan Tuhan bagi orang-orang yang
dipilihnya untuk melakukan pekerjaan besar di hadapannya. Ia juga telah melihat
latihan secara pribadi terhadap orang orang yang dikasihinya. Itulah yang
diajarkannya kepada kita.
Jika pemazmur dapat melihat perkara-perkara
itu, pada hakekatnya kita pun dapat juga melihatnya. Sebab Tuhan menyatakan hal
itu melalui firman-Nya. Sayang seribu kali sayang, jarang kita merenungkan
firman Tuhan itu sebagaimana disaranakan pemazmur lain. Dia mengatakan:
“Berbahagialah mereka yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. … Ia
seumpama pohon yang ditanam di tepi sungai…” Mzm 1:1-3.
Melalui perenungan yang dalam, maka hati dan
jiwa kita mendalami makna dari firman itu. Roh Kudus pun akan menuntun dan
mengajar kita akan makna dari firman yang sedang kita renungkan. Maka ia akan
membukakan hal-hal yang penting kita sadari dari firman yang sedang direnungkan
itu. Sayang kita tidak punya waktu untuk hal tersebut. untuk hal hal lain kita
punya waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar