SEKSUALITAS
Ada dua pandangan yang saling bertentangan satu sama lain dalam hal sex.
Kubu pertama ialah: kaum puritan. Bagi orang yang ada di dalam kubu ini, sex
adalah sesuatu yang tertutup bagi orang lain. Di sisi lain, ada kubu yang
kedua, yakni kaum liberal. Bagi kaum liberal, sex adalah masalah pribadi.
Mereka membicarakan sex secara terbuka dan tidak perlu ditutup-tutupi.
Sekarang, kita melihat sex diumbar di segala aspek kehidupan. Bahkan kadang
kala diekspose sangat vulgar. Saya sendiri tidak berada di dalam dua kubu yang
sudah diungkapkan di atas.
Marilah kita melihat apa pandangan sex di dalam Alkitab. Dengan sangat
indah, Alkitab menyaksikan kepada kita bahwa sex dipakai Allah di dalam rangka
menjelaskan kepada kita relasi-Nya dengan umat pilihan-Nya. Kita membaca dalam
kitab Hosea, Allah digambarkan sebagai ‘suami,’ sementara Israel adalah
‘isteri’nya Allah. Kitab PB pun menggambarkan hal yang sama. Sejarah dunia ini
akan ditutup dengan pesta perkawinan Anak Domba Allah dengan pengantin-Nya,
yakni Gereja.
Sejarah umat manusia di muka bumi ini menurut Alkitab dimulai dengan
pernikahan Adam dan Hawa di Taman Eden. Akhir dari segala sesuatu di muka bumi
ini adalah pernikahan Anak Domba Allah dengan pengantin-Nya, yakni Gereja.
jadi, pernikahan adalah sesuatu yang kudus dalam pandangan Alkitab. Dalam
konteks sexualitas, ada sebuah buku yang berbicara tentang hal ini, ditulis
oleh seorang feminist, yakni: Dorothee Soelle dan Shirley A. Cloyes dalam buku
mereka berjudul To Work And To Love. Salah
satu bagian dalam buku itu berbicara tentang sexualitas yang menjadi bahan
renungan pribadi bagi saya dan dituliskan di sini.
Aku memulai dengan firman Tuhan Yesus yang berkata: “Demikianlah
mereka bukan lagi dua, melainkan satu.
Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak dapat diceraikan manusia”
Mat 19:6. Seksualitas dimulai dengan sebuah integrasi. Dua menjadi satu. Karena
manusia itu pada dasarnya adalah mahluk rohani, maka pada hakekatnya integritas
itu dimulai dari sisi rohani. Namun masyarakat modern sekarang langsung masuk
ke dalam integritas fisik melalui sexual
intercause. Sebuah kenikmatan fisik senantiasa bersifat sementara. Betapa
nikmat pun kenikmatan fisik itu, kita merasakannya hanya sekejab, lalu sirna
tanpa bekas. Itulah sebabnya kita akan mencari lagi kenikmatan itu dan bahkan
mencoba menemukan varian yang lain. Hal itu terlihat dalam kenikmatan makanan.
Kita senantiasa mencari bentuk yang lain. Hal seperti itu sekarang diterapkan
juga dalam hubungan seks.
Soelle mengutarakan, tatkala kita jatuh cinta kepada seseorang, itu berarti
kita mengalami wholeness. Keutuhan
itu menurut saya dimulai dalam sisi kerohanian kita. Keluarga adalah sarana
kita untuk menyaksikan kasih Allah di dunia ini. Oleh karena itu, mereka yang
mau menikah seharusnya mulai mengalami integrasi kerohanian. Keduanya
diintegrasikan dalam hal-hal rohani. Sungguh tidak membangun kehidupan iman,
jika salah satu dari pasangan itu berbeda dalam pandangan iman, sekalipun
mereka berasal dari satu Gereja.
Aku menikmati persahabatan secara rohani dan secara intelektual dengan
kekasihku yang telah mendahului aku pergi ke negeri baka. Hal ini membuat kami
senantiasa berada dalam jalan yang sama dalam hal iman harap dan kasih kepada
Tuhan dan kepada sesama, selama kami masih dipersatukan dalam ikatan nikah yang
kudus. Integrasi rohani sangat diperlukan di dalam membagun rumah tangga yang
berbahagia dan langgeng di dunia ini.
Integrasi seperti itu juga menumbuhkan dimensi trust dalam seksualitas kita. Integrasi dan trust berkembang secara
simultan dalam relasi tersebut. Sisi trust membuat kita merasa at home dalam relasi tersebut. Tatkala
sisi trust muncul, dengan sendirinya sisi Ecstasy
pun muncul juga secara simultan
dengan kedua sisi yang sudah kita bicarakan di atas. Sisi ecstasy membuat kita
mulai merasa kehilangan akan diri sendiri. Hal ini adalah akibat logis dari
integrasi dan trust tadi. Bukan hanya itu yang terjadi. Masih ada sisi lain
menurut Soelle, sisi itu diberi nama Solidarity.
Produk dari solidaritas menurut Soelle ialah: pengenalan. Soelle memakai
istilah Alkitab untuk kata kenal yang punya makna lain dari pada arti kosa kata
itu dalam bahasa modern sekarang. Kata kenal dalam bahasa Ibrani juga punya
makna sexual intercourse. Pengenalan
yang bersifat batiniah.
Relasi semakin berkembang, maka integrasi tidak hanya mencakup hal rohani,
relasi yang berkembang membuat integrasi pun mencakup bidang emosi kita. Kedua
emosi dari pribadi yang saling jatuh cinta itu terintegrasi. Kedua pribadi itu
semakin menyukai hal-hal yang sama. Di sisi trust muncul pula penghiburan,
sebagai produk dari emosi yang mulai terintegrasi. Di sisi ekstasi, ada
sukacita karena kita hidup. Bagi orang yang jatuh cinta, kehidupan itu sesuatu
yang sangat indah. Di sisi solidaritas muncul rasa tidak ingin dipisahkan dari
dia yang kita cintai.
Sungguh sangat indah jatuh cinta sebagaimana dirancang Allah bagi kita.
Sisi integrasi terus bertumbuh. Di sisi ini muncul pula integrasi estetika.
Rasa estetika mereka pun dipersatukan oleh Allah melalui cinta kasih mereka. Di
sisi trust, rasa estetika itu akan membuat pasangan kita itu dapat diandalkan.
Sementara di sisi ekstasi menumbuhkan mutuality.
Di sisi solidaritas muncullah keinginan tidak lagi mengkotak-kotakkan yang mana
pribadi dan yang mana yang umum. Semua menjadi milik bersama.
Relasi bertumbuh terus, maka di sisi integritas muncullah integrasi
intelektual. Pasangan kita itu menjadi sahabat kita secara intelektual, karena
intelektual kita telah terintegrasi. Di sisi trust muncul pula keinginan untuk
menarik diri. Hal ini muncul karena kesadaran akan persahabatan tadi. Di sisi
ekstasi muncul pula dorongan untuk melakukan hal-hal positif dalam rangka
membangun persahabatan itu sendiri. Ada sukacita dalam melakukan sesuatu untuk
persahabatan.
Jika seksualitas itu begitu indah dan begitu agung, sungguh sangat
menyedihkan jika masyarakat modern sekarang ini hanya menikmati bagian ekstasi
sesaat yang tidak berlangsung lama dalam hunungan seks yang mereka nikmati.
Seks itu adalah sesuatu yang kudus. Saya merenungkan makna relasi itu dalam
konteks jatuh cinta kepada Tuhan, karena Ia lebih mengasihi daku. Allah itu
adalah kasih! Oleh karena Dia adalah kasih, maka harus ada obyek yang
dikasihi-Nya, yakni manusia. Salah satu dari antaranya ialah: daku. Allah pun
tentunya mengasihi dengan spirit kasih pula. Hal yang sama Ia tanamkan di dalam
hati setiap orang yang dikasihi-Nya. Karena spirit kasih itulah kita mengasihi
Dia.
Jika kita jatuh cinta kepada Tuhan. Itu berarti kita akan mengalami
integrasi dengan Tuhan. Integrasi yang puncaknya kita menyatu dengan Dia dalam
dimensi yang tidak pernah dapat dibayangkan manusia. Kita tidak percaya akan
pemahaman orang yang mengatakan bahwa manusia manunggal dengan Tuhan. Tetapi
dalam diri Tuhan Yesus kita melihat adanya persekutuan yang ilahi dan insani.
Rasul Yohanes mengatakan: “Saudara-saudaraku yang kekasih, sekarang kita adalah
anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak; akan tetapi kita
tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti
Dia: I Yoh 3:2.
Integrasi dengan Tuhan itu menimbulkan trust
yang luar biasa di dalam diri kita. Cinta itu juga menimbulkan ekstasi
sebagaimana telah kita gambarkan di atas. Tuhan Yesus pernah menampakkan
ekstasi seperti itu dalam Injil: "Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan
langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan
orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang
berkenan kepada-Mu” Luk 10:21.
Kata bersyukur
dalam KJV dipakai rejoice.
Wahai dunia liberalisme. Tinggalkanlah pandanganmu tentang seks yang bebas
itu. Jelajahilah dunia seks sebagaimana digambarkan Alkitab. Sebab seks yang
digambarkan Alkitab mengandung misteri. Di sisi lain, seks yang dieksplore kaum
liberal tidak memiliki dimensi misteri. Ia begitu terbuka sehingga tidak ada
apa-apanya. Sekejab, lalu sirna tanpa bekas. Menyedihkan!