K E C I
L
Lukas
16:10
"Barangsiapa
setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar.
Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga
dalam perkara-perkara besar”.
Kita senantiasa ingin menjadi
besar, pada hal tidak semua orang bisa menjadi orang besar. Kita senang pada
hal-hal yang besar, seraya kita mengabaikan hal-hal kecil. Pada hal, hal-hal
kecil itu sangat gampang dikerjakan dan tidak membutuhkan tenaga ekstra. Sebagaimana
hal itu diperlukan untuk melakukan perkara besar. Membuang sampah pada
tempatnya misalnya. Perkara tersebut adalah hal yang sangat gampang dilakukan.
Nanum acap kita tidak bersedia untuk melakukannya.
Jawaban klasik yang sering
dikatakan orang ialah: sudah ada petugas yang mengerjakan hal tersebut, mengapa
merepotkan diri untuk melakukannya? Tatkala aku membuang sampah pada tempatnya,
pekerjaan itu akan meringankan beban dari orang yang mengerjakannya. Dan jika
semua orang melakukan hal yang sama, bukankah dengan jalan demikian pekerjaan
orang tersebut semakin jauh lebih ringan? Allah Yang Maha Melihat, Ia juga
melihat apa yang kita lakukan. Ia akan memperhitungkan apa yang kita lihat itu
sebagai satu ibadah kepada-Nya.
Tukang sapu yang diperuntukkan membersihkan
sampah, tidak tahu bahwa pekerjaannya menjadi tambah ringan oleh karena
kepeduliaan kita kepadanya. Kita pun tidak mengenal siapa dia, demikian juga
sebaliknya. Tetapi Tuhan tahu akan apa yang kita lakukan, sangat bermanfaat
bagi dia. Mungkin ia tidak akan pernah bersyukur akan pekerjaan yang semakin
ringan. Tetapi Tuhan tahu akan apa yang kita kerjakan bagi kemuliaan nama-Nya.
Masalah yang ingin dikedepankan di sini ialah: kita melakukannya karena Allah
menghendaki kita melakukan hal tersebut. Allah ingin agar kita terbiasa untuk
melakukan hal-hal kecil.
Misalnya ada sebuah batu kecil yang
tercecer di pinggir jalan. Batu kecil itu bisa menjadi bahaya bagi orang yang
jalan kaki di pinggir jalan tersebut. Hal seperti itu pernah terjadi di salah satu
jalan di kota Jakarta. Ada seorang wanita keluar dari rumah sakit. Ia berdiri
di pinggir jalan untuk menunggu kendaraan umum lewat. Tiba-tiba ada satu mobil
berjalan dengan sangat cepat di hadapannya. Ban mobil itu mengglindas batu
kecil yang tercecer tadi. Batu itu terlempar pas ke dahi dari wanita tadi, lalu
ia harus diopname karena luka yang dideritanya. Supir mobil itu tidak tahu akan
hal itu.
Seandainya ada seorang yang melihat
batu itu dan membuangnya ke tempat yang pas untuk batu tersebut, maka wanita
tadi tidak akan mengalami penderitaannya. Jika hal itu terjadi maka Allah yang
tahu akan segala sesuatu akan menghitung perbuatannya orang yang memindahkan
batu itu sebagai ibadah dalam rangka menghindarkan wanita tadi dari kecelakaan.
Tindakannya itu menjadi sebuah ibadah kepada Allah, karena kita melakukannya
karena Allah semata-mata.
Seorang teman bercerita tentang
perbuatan kecil yang senantiasa dia lakukan sewaktu ia berkerja di Eropah.
Setiap pagi ia harus ke kantor dalam waktu yang sama. Jika ia berangkat dalam
waktu yang sudah tertentu itu, ia akan berhenti di lampu lalu lintas dekat
apartemennya, karena lampunya berwarna merah. Pada waktu yang sama, ada juga
orang yang mengalami rutinitas yang sama seperti dia. Ia memulai dengan
menganggukkan kepala kepada orang tersebut.
Pada mulanya, ia tidak mendapatkan
respons apa-apa, karena mereka sesama pria. Mungkin orang itu berpikiran lain
tentang anggukannya. Namun, karena mereka setiap pagi senantiasa bertemu di
lampu merah tersebut, maka lama kelamaan, orang itu akhirnya memberi reaksi
juga. Ia membalas anggukan kepala yang ditujukan kepadanya. Setelah
berbulan-bulan kejadian tersebut berlangsung, maka suatu ketika, orang yang
disapa itu membuka kaca mobilnya dan menyapa dengan kata ‘hai’.
Komunikasi itu berlangsung dengan
waktu yang cukup lama. Akhirnya mereka sepakat untuk ‘kopi darat’. Rupa-rupanya
mereka berada di dalam satu apartemen. Kemudian tercipta persahabatan. Teman
itu memberitakan Injil kepadanya, lalu ia bertobat dan menjadi Kristen. Hal
yang besar terjadi dimulai dari sebuah anggukan kepala. Sebuah perkara kecil
yang tidak perlu tenaga besar dan kemauan besar untuk melakukannya. Namun,
sebagai upah dari kesetiaannya melakukan perkara kecil itu, kepadanya diberikan
kesempatan untuk melakukan perkara besar, yakni memberitakan Injil keselamatan
bagi orang itu. Ia pun bertobat.
Ada lagi kesaksian dari seorang
penginjil literatur dari Gereja Advent. Kita tahu mereka menjual buku dari
rumah ke rumah yang lain. Satu ketika seorang penginjil leteratur ini mengetok
pintu sebuah rumah. Tidak ada jawaban dari dalam rumah. Tetapi orang ini tidak
mau kalah. Ia mengetuk terus pintu rumah itu. Akhirnya ada juga seorang ibu
yang keluar dari dalam rumah. Ia meladeni sang bapa yang menawarkan buku-buku Kristen
kepadanya.
Lalu, sang ibu itu membukakan
rahasianya kepada penginjil literatur tersebut. Ia sudah merencanakan untuk
membunuh diri. Ia sudah naik ke bangku untuk menggantung diri. Tepat pada saat
ia mau memasukkan tali itu ke lehernya, ia mendengar suara ketukan di pintu. Ia
memutuskan untuk membenahi dulu semua aral melintang. Ia ingin menyuruh orang
itu pergi dan ia akan melanjutkan niatnya untuk bunuh diri. Namun karena
kesetiaan penginjil itu kepada tugasnya, ia telah dipakai Allah untuk menyelamatkan
orang itu dari maut. Wanita tadi menunjukkan kepada penginjil literatur
tersebut tali yang akan dia pakai untuk membunuh diri. Kepada penginjil
literatur tersebut diberikan Tuhan kesempatan untuk melakukan perkara besar,
melalui kesetiaannya melakukan tugasnya yang kecil itu. Menjual buku-buku
Kristen, terbitan badan penerbit gerejanya.
Tatkala menghadiri sebuah pesta
resepsi, kepada kita disuguhkan minuman di dalam gelas di atas satu meja
tertentu. Tatkala mengambil gelas yang kedua, aku menuangkan isi gelas yang
kedua ke gelas pertama. Lalu gelas kosong itu aku telungkupkan. Seorang teman
pernah bertanya: mengapa? Lalu aku berkata: gelas itu masih bersih, sehingga
tidak harus dicuci pelayan. Hal itu akan mengurangi pekerjaannya. Oleh karena
pejelasan itu, ia juga melakukan hal yang sama. Jika semakin banyak orang yang
melakukan hal seperti itu, maka pekerjaan pelayan itu pun semakin ringan. Ia
tidak tahu akan apa yang kita kerjakan bagi dia. Tetapi kunci permasalahannya
ialah Tuhan tahu akan niatan kita.
Ada orang yang berkata kepada saya:
bisa saja orang itu tidak sadar akan hal tersebut dan ia tetap mecuci gelas
yang ditelungkupkan itu. Masalah di sini bukan terletak di dalam dirinya,
melainkan di dalam diri kita. Kita peduli dengan keberadaan orang. Sekalipun ia
tidak bertambah ringan pekerjaannya, tetapi hati kita telah peduli dengan dia.
Jika kita mau peduli dengan hal-hal kecil, maka kita akan dimampukan untuk
peduli dengan hal-hal besar, seperti membayar pajak misalnya.
Ada seorang guru besar dari sebuah
universitas di Jepang menuturkan di satu media masa beberapa tahun yang lalu.
Beliau berkata: “Kita dengan gampang dapat melihat ketaatan masyarakat satu
negara terhadap hukum dari kehidupan mereka sehari-hari, tanpa membuat satu
penelitian yang intens. Caranya ialah: lihatlah penduduk negara itu di jalan
raya. Jika penduduk negara itu taat kepada peraturan lalu lintasnya, maka
penduduk negara itu cendrung taat terhadap hukum, seperti membayar pajak”.
Kesimpulan beliau berdasarkan premis ini: jika peraturan yang tidak terlalu
sukar saja tidak mau dipatuhi, bagaimana mungkin mematuhi perintah yang sukar
untuk dilakukan, misalnya membayar pajak kepada negara! Mulai dari hal-hal
kecil.
Ada orang yang memberi surprise kepada orang yang dia tidak
kenal. Tatkala ia membayar toll di gerbang toll, maka ia juga membayar toll
untuk orang yang ada di belakangnya. Orang itu sama sekali dia tidak kenal.
Tetapi ia mau memberikan sebuah surprise
pada orang tersebut. Tatkala petugas toll memberi tahu kepadanya bahwa mobil
yang di depannya telah membayar tollnya, maka ia tentu sangat surprise. Ia tidak kenal dan tidak akan
pernah tahu siapa yang telah membayar toll tersebut. Ia akan menularkan surprise itu kepada sesamanya yang dia
temui. Jika hal itu berkesinambungan, maka semakin banyak orang yang mengalami surprise pada hari itu. Efek domino akan
terjadi!
Ada banyak kisah seperti itu yang
dapat kita lakukan di dalam hidup ini. Sesuatu yang kecil saja, namun sangat
bermakna. Ada ekomom Inggris yang menyuarakan: ‘Small is beautifull’. Kecil itu indah. Perkara kecil dapat
dilakukan oleh semua orang. Sementara perkara besar hanya dapat dilakukan oleh
orang-orang tertentu saja. Karena itu marilah kita melakukan hal-hal kecil. Ada
pepatah orang tua yang menggambarkan hal ini, mereka mengatakan: ‘Air setetes
itu sedikit. Tetapi jika terus menetes akan meluap’. Tindakan kecil adalah
sesuatu yang tidak berarti, tetapi jika semua orang melakukan perkara kecil,
maka hal itu menjadi sesuatu yang maha dahsyat.
Sejarah keselamatan pun dimulai
dari yang kecil. Allah memulai penyelamatan umat manusia dengan memanggil satu
orang, yakni Abraham. Namun, melalui Abraham, Allah menghadirkan satu bangsa di
dunia ini, bangsa yang melalui mereka pula, hadir Mesias. Melalui kematian Sang
Mesias yang menderita itu, seluruh dunia diselamatkan. Itulah jalan yang Allah
tempuh di sepanjang sejarah keselamatan.
Marilah kita membiasakan diri
melakukan hal-hal kecil di dalam hidup kita. Jika kita membiasakan diri dalam
hal melakukan hal-hal kecil di dalam kepentingan bersama, maka orang lain akan
menularkan hal-hal kecil itu di dalam hidup mereka. Orang mengatakan hal itu
semacam virus yang dapat mewabah di tengah-tengah komunitas kita. Inilah virus
yang tidak harus diberantas,melainkan harus ditularkan ke dalam seluruh
sendi-sendi masyarakat. Sehingga dalam sekejab, seluruh masyarakat telah
terkontaminasi dengan virus yang kita dambakan ini.
Selamat menikmati virus melakukan
perkara-perkara kecil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar