09/09/14

Senyum




SENYUMLAH

Kisah di bawah ini adalah kisah yang saya dapat dari milis alumni Jerman, atau warga Indonesia yg bermukim atau pernah bermukim di sana. Demikian layak untuk dibaca beberapa menit, dan direnungkan seumur hidup.

Saya adalah ibu dari tiga orang anak dan baru saja menyelesaikan kuliah saya. Kelas terakhir yang harus saya ambil adalah Sosiologi. Sang Dosen sangat inspiratif, dengan kualitas yang saya harapkan setiap orang memilikinya.

Tugas terakhir yang diberikan ke para siswanya diberi nama "Smiling." Seluruh siswa diminta untuk pergi keluar dan memberikan senyumnya kepada tiga orang asing yang ditemuinya dan mendokumentasikan reaksi mereka. Setelah itu setiap siswa diminta untuk mempresentasikan di depan kelas. Saya adalah seorang yang periang, mudah bersahabat dan selalu tersenyum pada setiap orang. Jadi, saya pikir, tugas ini sangatlah mudah.

Setelah menerima tugas tsb, saya bergegas menemui suami saya dan anak bungsu saya yang menunggu di taman di halaman kampus, untuk pergi ke restoran McDonald's yang berada di sekitar kampus. Pagi itu udaranya sangat dingin dan kering. Sewaktu suami saya akan masuk dalam antrian, saya menyela dan meminta agar dia saja yang menemani si Bungsu sambil mencari tempat duduk yang masih kosong.

Ketika saya sedang dalam antrian, menunggu untuk dilayani, mendadak setiap orang di sekitar kami bergerak menyingkir, dan bahkan orang yang semula antri di belakang saya ikut menyingkir keluar dari antrian.

 Suatu perasaan panik menguasai diri saya, ketika berbalik dan melihat mengapa mereka semua pada menyingkir? Saat berbalik itulah saya membaui suatu "bau badan kotor" yang cukup menyengat, ternyata tepat di belakang saya berdiri dua orang lelaki tunawisma yang sangat dekil! Saya bingung, dan tidak mampu bergerak sama sekali.

Ketika saya menunduk, tanpa sengaja mata saya menatap laki-laki yang lebih pendek, yang berdiri lebih dekat dengan saya, dan ia sedang "tersenyum" ke arah saya. Lelaki ini bermata biru, sorot matanya tajam, tapi juga memancarkan kasih sayang. Ia menatap ke arah saya, seolah ia meminta agar saya dapat menerima 'kehadirannya' di tempat itu.

Ia menyapa "Good day!" sambil tetap tersenyum dan sembari menghitung beberapa koin yang disiapkan untuk membayar makanan yang akan dipesan. Secara spontan saya membalas senyumnya, dan seketika teringat oleh saya 'tugas' yang diberikan oleh dosen saya. Lelaki kedua sedang memainkan tangannya dengan gerakan aneh berdiri di belakang temannya.

Saya segera menyadari bahwa lelaki kedua itu menderita defisiensi mental, dan lelaki dengan mata biru itu adalah "penolong"nya. Saya merasa sangat  prihatin setelah mengetahui bahwa ternyata dalam antrian itu kini hanya tinggal saya bersama mereka,dan kami bertiga tiba-tiba saja sudah sampai di depan counter.

Ketika wanita muda di counter menanyakan kepada saya apa yang ingin saya pesan, saya persilahkan kedua lelaki ini untuk memesan duluan. Lelaki bermata biru segera memesan "Kopi saja, satu cangkir Nona." Ternyata dari koin yang terkumpul hanya itulah yang mampu dibeli oleh mereka (sudah menjadi aturan di restoran ini, jika ingin duduk di dalam restoran dan menghangatkan tubuh, maka orang harus membeli sesuatu). Dan tampaknya kedua orang ini hanya ingin menghangatkan badan.

Tiba-tiba saja saya diserang oleh rasa iba yang membuat saya sempat terpaku beberapa saat, sambil mata saya mengikuti langkah mereka mencari tempat duduk yang jauh terpisah dari tamu-tamu lainnya, yang hampir semuanya sedang mengamati mereka...
Pada saat yang bersamaan, saya baru menyadari bahwa saat itu semua mata di restoran itu juga sedang tertuju ke diri saya, dan pasti juga melihat semua 'tindakan' saya. Saya baru tersadar setelah petugas di counter itu menyapa saya untuk ketiga kalinya menanyakan apa yang ingin saya pesan. Saya tersenyum dan minta diberikan dua paket makan pagi (di luar pesanan saya) dalam nampan terpisah.

Setelah membayar semua pesanan, saya minta bantuan petugas lain yang ada di counter itu untuk mengantarkan nampan pesanan saya ke meja/tempat duduk suami dan anak saya. Sementara saya membawa nampan lainnya berjalan melingkari sudut ke arah meja yang telah dipilih kedua lelaki itu untuk beristirahat. Saya letakkan nampan berisi makanan itu di atas mejanya, dan meletakkan tangan saya di atas punggung telapak tangan dingin lelaki bemata biru itu, sambil saya berucap "makanan ini telah saya pesan untuk kalian berdua."

Kembali mata biru itu menatap dalam ke arah saya, kini mata itu mulai basah berkaca2 dan dia hanya mampu berkata "Terima kasih banyak, nyonya." Saya mencoba tetap menguasai diri saya, sambil menepuk bahunya saya berkata "Sesungguhnya bukan saya yang melakukan ini untuk kalian,Tuhan juga berada di sekitar sini dan telah membisikkan sesuatu ke telinga saya untuk menyampaikan makanan ini kepada kalian."

Mendengar ucapan saya, si Mata Biru tidak kuasa menahan haru dan memeluk lelaki kedua sambil terisak-isak. Saat itu ingin sekali saya merengkuh kedua lelaki itu. Saya sudah tidak dapat menahan tangis ketika saya berjalan meninggalkan mereka dan bergabung dengan suami dan anak saya, yang tidak jauh dari tempat duduk mereka. Ketika saya duduk suami saya mencoba meredakan tangis saya sambil tersenyum dan berkata "Sekarang saya tahu, kenapa Tuhan mengirimkan dirimu menjadi istriku, yang pasti, untuk memberikan 'keteduhan' bagi diriku dan anak-anakku!"

Kami saling berpegangan tangan beberapa saat dan saat itu kami benar-benar bersyukur dan menyadari, bahwa hanya karena 'bisikan-Nya' lah kami telah mampu memanfaatkan 'kesempatan' untuk dapat berbuat sesuatu bagi orang lain yang sedang sangat membutuhkan.

Ketika kami sedang menyantap makanan, dimulai dari tamu yang akan meninggalkan restoran dan disusul oleh beberapa tamu lainnya, mereka satu persatu menghampiri meja kami, untuk sekedar ingin 'berjabat tangan' dengan kami. Salah satu di antaranya, seorang bapak, memegangi tangan saya, dan berucap "Tanganmu ini telah memberikan pelajaran yang mahal bagi kami semua yang berada di sini, jika suatu saat saya diberi kesempatan oleh-Nya, saya akan lakukan seperti yang telah kamu contohkan tadi kepada kami."

Saya hanya bisa berucap "terima kasih" sambil tersenyum. Sebelum beranjak meninggalkan restoran saya sempatkan untuk melihat ke arah kedua lelaki itu, dan seolah ada 'magnit' yang menghubungkan bathin kami, mereka langsung menoleh ke arah kami sambil tersenyum, lalu melambai-lambaikan tangannya ke arah kami. Dalam perjalanan pulang saya merenungkan kembali apa yang telah saya lakukan terhadap kedua orang tunawisma tadi, itu benar-benar 'tindakan' yang tidak pernah terpikir oleh saya.

Pengalaman hari itu menunjukkan kepada saya betapa 'kasih sayang' Tuhan itu sangat hangat dan indah sekali! Saya kembali ke college, pada hari terakhir kuliah dengan 'cerita' ini di tangan saya. Saya menyerahkan 'paper' saya kepada dosen saya. Dan keesokan harinya, sebelum memulai kuliahnya saya dipanggil dosen saya ke depan kelas, ia melihat kepada saya dan berkata, "Bolehkah saya membagikan ceritamu ini kepada yang lain?" dengan senang hati saya mengiyakan.

Ketika akan memulai kuliahnya dia meminta perhatian dari kelas untuk membacakan paper saya. Ia mulai membaca, para siswa pun mendengarkan dengan seksama cerita sang dosen, dan ruangan kuliah menjadi sunyi. Dengan cara dan gaya yang dimiliki sang dosen dalam membawakan ceritanya, membuat para siswa yang hadir di ruang kuliah itu seolah ikut melihat bagaimana sesungguhnya kejadian itu berlangsung, sehingga para siswi yang  duduk di deretan belakang di dekat saya di antaranya datang memeluk saya untuk mengungkapkan perasaan harunya.

Di akhir pembacaan paper tersebut, sang dosen sengaja menutup ceritanya dengan mengutip salah satu kalimat yang saya tulis di akhir paper saya. "Tersenyumlah dengan 'hatimu', dan kau akan mengetahui betapa 'dahsyat' dampak yang ditimbulkan oleh senyummu itu."

Dengan cara-Nya sendiri, Tuhan telah 'menggunakan' diri saya untuk menyentuh orang-orang yang ada di McDonald's, suamiku, anakku, guruku, dan setiap siswa yang menghadiri kuliah di malam terakhir saya sebagai mahasiswi. Saya lulus dengan 1 pelajaran terbesar yang tidak pernah saya dapatkan di bangku kuliah manapun, yaitu: "Penerimaan Tanpa Syarat.."

Banyak cerita tentang kasih sayang yang ditulis untuk bisa diresapi oleh para pembacanya, namun bagi siapa saja yang sempat membaca dan memaknai cerita ini diharapkan dapat mengambil pelajaran bagaimana  cara mencintai sesama, dengan memanfaatkan sedikit harta-benda yang kita miliki, dan bukannya mencintai harta-benda yang bukan milik kita, dengan memanfaatkan sesama!

Jika anda berpikir bahwa cerita ini telah menyentuh hati anda, teruskan cerita ini kepada orang2 terdekat anda. Disini ada 'malaikat' yang akan menyertai anda, agar setidaknya orang yang membaca cerita ini akan tergerak hatinya untuk bisa berbuat sesuatu (sekecil apapun) bagi sesama yang sedang membutuhkan uluran tangannya!

Orang bijak mengatakan: Banyak orang yang datang dan pergi dari kehidupanmu, tetapi hanya 'sahabat yang bijak' yang akan meninggalkan jejak di dalam hatimu. Untuk berinteraksi dengan dirimu, gunakan nalarmu. Tetapi untuk berinteraksi dengan orang lain, gunakan hatimu! Orang yang kehilangan uang, akan kehilangan banyak, orang yang kehilangan teman, akan kehilangan lebih banyak! Tapi orang yang kehilangan keyakinan, akan kehilangan semuanya! Tuhan menjamin akan memberikan kepada setiap hewan makanan bagi mereka, tetapi DIA tidak melemparkan makanan itu ke dalam sarang mereka, hewan itu tetap harus berikhtiar untuk bisa mendapatkannya.

Orang-orang muda yang 'cantik' adalah hasil kerja alam, tetapi orang-orang tua yang 'cantik' adalah hasil karya seni. Belajarlah dari pengalaman mereka, karena engkau tidak dapat hidup cukup lama untuk bisa mendapatkan semua itu dari pengalaman dirimu sendiri

  

06/09/14

Penjaga

Penjaga[1]

Nas Bacaan: Yehezkiel 33:7 – 11       
                 
Di zaman Israel purba, kota kota senantiasa dibentengi, untuk menangkis serangan musuh. Di sudut tembok kota tersebut dibuatkan sebuah menara tempat penjaga. Tugasnya ialah memperingatkan penduduk kota akan serangan musuh yang datang dari tempat yang jauh. Penduduk yang bekerja di ladang akan sempat masuk ke dalam kota untuk menyelamatkan diri.

Jika musuh datang dan penjaga tidak membunyikan tanda, maka orang yang mati terbunuh oleh musuh yang datang, menjadi tanggung jawab dari penjaga. Namun jika ia sudah membunyikan tanda, tetapi orang tersebut tidak memperdulikannya, jika ia mati, penjaga tidak dapat dituntut atas kematiannya. Nabi Yehezkiel ditetapkan Allah menjadi penjaga bagi bangsa Israel. Ia harus menyuarakan tanda bahaya dari Allah, atas perilaku dari umat tersebut.

Nas kita juga ditujukan kepada kita pada masa sekarang ini. Kita pun diangkat Allah menjadi penjaga bagi sesama kita. Orang modern sekarang ini akan menyuarakan apa yang sudah disuarakan Kain kepada Allah, jauh sebelum zaman modern tiba. Kain mengatakan: “Apakah aku penjaga adikku?” Kita tidak terbiasa  memberi perhatian untuk menjaga sesama kita. Kita hanya peduli dengan diri kita sendiri.

Ada seorang petani mempunyai dua orang anak. Anak pertama berusia lima tahun. Sementara anak kedua baru berusia satu setengah tahun. Anak yang berusia lima tahun itu telah disuruh menjaga adiknya yang berusia satu setengah tahun. Ia sudah diajar untuk mengganti popok dari adiknya, tatkala ia pipis, bahkan bila buang air besar sekali pun. Jika anak usia lima tahun telah dapat menjalankan tugasnya dengan baik, mengapa kita tidak bisa?

Penjaga punya tugas untuk memberitahukan bahaya yang sedang mengancam kehidupan dari persekutuan. Bahaya apa saja yang sedang mengancam kita sekarang ini? Menurut hemat saya secara pribadi, bahaya yang sedang mengancam kita salah satunya ialah: idola. Para remaja kita sekarang banyak mengidolakan para selebriti. Sementara selebriti yang jadi idola itu, moralitasnya amburadul. Sekarang acara di televisi yang paling menarik perhatian orang ialah: sinetron. Aktris dan aktornya menjadi idola. Pada hal kehidupan keluarga mereka berantakan. Manusia sekarang mengidolakan manusia yang tidak punya moralitas yang tinggi.

Ada lagi yang diidolakan orang dewasa ini, yakni diri sendiri. Penghargaan terhadap diri sendiri, sekarang ini sangat tinggi nilainya. Manusia membuat dirinya sendiri menjadi pusat dari segala sesuatu. Berbeda dengan ajaran Paulus yang mengatakan: “Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku” Gal 2:20.

Di samping idola yang menjadi bahaya bagi kita, sekarang ini  yang menjadi bahaya bagi kita ialah: narkoba. Jumlah pemakai narkoba di negeri ini semakin meningkat. Survei mengatakan bahwa para pemakai narkoba itu adalah orang yang aktif di dalam profesi mereka. Orang yang memakai narkoba adalah orang yang ingin melarikan diri dari keberadaan mereka yang tidak disukai. Adalah tugas dari orang percaya, sebagai penjaga umat untuk mengingatkan umat manusia tentang adanya jalan keluar dari pergumulan hidup. Tuhan Yesus mengatakan: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” Mat 11:28.

Jika kita menggabungkan apa yang disuarakan Paulus, sebagaimana sudah dikutip di atas dan dengan firman Tuhan Yesus, maka menjadi sangat relevan bunyi syair lagu rohani ini: “…Ku mau sperti-Mu Yesus disempurnakan slalu, dalam sgala jalanku memuliakan nama-Mu”. Hanya mereka yang membuat dirinya sama dalam tujuan hidup, sebagaimana didemonstrasikan Yesus Kristus, yang akan dapat melaksanakan tugasnya sebagai seorang penjaga bagi sesama.

Sebagaimana sudah diuraikan di atas, ada konsekwensi dari kegagalan seorang penjaga melakukan tugasnya.  Ada saja orang yang dipercayakan Allah kepada kita yang harus kita jaga. Anak, cucu, adik atau bahkan abang kita sendiri. Kita harus memperingatkan mereka akan bahaya yang sedang mengancam diri mereka. Jika kita tidak mau memperingatkan hal itu, maka kata Tuhan, darahnya aku tuntut darimu. Jika kita sudah memperingatkan mereka, tetapi tidak mau berubah, maka kita telah menyelamatkan diri sendiri. Kita tidak dapat berkata sama seperti Kain, yang mengatakan bahwa kita bukan penjaga saudara kita.

Kabar baik bagi kita ialah: Allah sungguh menghendaki agar orang tidak jatuh ke dalam bahaya. Allah menghendaki pertobatan orang yang kita jaga itu. Jika Allah menghendaki pertobatan orang yang ada di dalam bahaya, maka Allah tentunya tidak hanya menunggu agar peringatan kita mendapatkan respon. Allah sendiri akan bekerja melalui Roh Kudus-Nya, agar orang yang kita jaga itu bertobat. Doakanlah orang-orang yang dipercayakan Allah kepada kita untuk dijaga. Jagalah mereka di dalam doa syafaat saudara setiap hari. Ingat syair lagu ini? “Di doa ibuku namaku disebut, di doa ibu kudengar ada namaku disebut!” Itulah salah satu dari cara kita untuk menjaga mereka di hadapan Allah.



[1] Disajikan dalam khotbah kebaktian Remaja di HKBP Menteng, Minggu 7/9/14

Rumah Allah

  Rumah Allah Ibrani 3:6 Tetapi Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya; dan rumah-Nya ialah kita, jika kita sampai kepada akhi...