IBADAH
Kata ibadah sudah sangat familiar di telinga kita. Kata itu sudah menjadi bagian dari hidup kita di dalam beriman kepada Yesus Kristus Tuhan kita. Kebaktian-kebaktian yang kita selenggarakan, kita sebut juga dengan nama ibadah. Kata ibadah adalah kosa kata yang kita serap dari bahasa Arab. Kata itu adalah kata benda dalam bahasa Arab. Kata dasarnya adalah ‘abad’, artinya adalah hamba. Padanan kata ibadah di dalam bahasa Ibrani adalah abodah. Sama seperti bahasa Arab, kata dasarnya dalam bahasa Ibrani ialah ‘abed’, artinya juga adalah hamba. Dari kata ‘abad’ dalam bahasa Arab, keluar kosa kata ‘abdi’ artinya pun sama, yakni hamba. Jadi, tatkala kita mengadakan ibadah, pada hakekatnya, kita sedang menunjukkan kepada Allah yang kita sembah dan puji itu, bahwa kita adalah hamba.
Bilamana para hamba berkumpul, maka percakapan di dalam pertemuan itu bukanlah para hamba itu sendiri, melainkan menceriterakan apa yang diperbuat tuan terhadap mereka. Hamba bukanlah topik pembicaraan utama, melainkan tuan. Tetapi, tatkala mengikuti kebaktian-kebaktian yang populer sekarang ini di kalangan orang muda, kebaktian yang kita sebut sebagai ibadah, sungguh sangat berbeda dengan konsep seorang hamba! Pusat perhatian di dalam ibadah modern sekarang ini ialah: hamba! Tujuan utama dari ibadah itu diselenggarakan adalah dalam rangka menghibur para hamba yang berkumpul pada waktu itu. Tuhan pun diundang di dalam ibadah itu, namun Ia diundang di dalam rangka mencurahkan berkat-Nya bagi mereka yang sedang berkumpul. Notabene, mereka adalah hamba! Kesan seperti itu mewarnai hati saya, tatkala mengikuti kebaktian dari Gereja yang sedang marak sekarang ini.
Oleh karena itu, saya mulai merenungkan di dalam hati, apakah makna dari ibadah Kristen yang sesungguhnya. Orang-orang yang giat di dalam pola ibadah seperti di atas mengatakan bahwa mereka berkumpul untuk memuji Allah dan menyembah Dia. Bukankah di dalam acara mereka ada saat penyembahan? Para ahli teologia sering menyebut ibadah Kristen itu terbagi dua. Pertama namanya adalah ibadah hening, sementara yang kedua ibadah ribut. Ibadah populer adalah ibadah ribut, sementara ibadah hening adalah ibadah dari Gereja arus utama. Ajaran yang mengatakan: kita harus kembali ke dalam Alkitab, sering mengatakan bahwa orang Israel bertepuk tangan di dalam beribadah kepada Tuhan. Lalu mereka mengutip ayat-ayat di dalam Alkitab sebagai bukti dari argumennya. Lalu, saya bertanya di dalam hati: apakah demikian bentuk ibadah Israel di Bait Allah? Aku pernah membaca sebuah buku yang berceritera tentang ibadah yang diselenggarakan di Bait Allah pada perayaan Paskah. Bait Allah di Yerusalem itu tidak terlalu besar, jika dibandingkan dengan bangunan di zaman modern ini. Pada saat perayaan paskah itu, ada ribuan kambing atau domba dipotong. Juga ratusan lembu disembelih. Ada ribuan orang yang hadir di sana pada waktu perayaan paskah tersebut. Tetapi menurut penulis buku tersebut, suasana di dalam Bait Allah itu sangat hening. Tidak terdengar suara apa pun, pada hal aktifitas di sana sangat intens.
Saya melihat ibadah orang Yahudi yang sudah mereka warisi sejak ribuan tahun lamanya di tanah suci, di Tembok Ratapan. Tatkala mereka berdoa di sana, memang ekspressif sikapnya, namun mereka diam. Ada banyak orang Yahudi yang berdoa di sana. Mereka tidak ribut. Mereka berdoa dan beribadah sebagaimana diajarkan oleh Alkitab kepada mereka. Mungkin makna kembali ke Alkitab di dalam konteks beribadah perlu direnungkan kembali.
Salah satu bagian dari ibadah yang kita soroti ialah: nyanyian. Menyanyi adalah bagian yang tak terpisahkan dari ibadah orang Kristen. Gereja Protestan pada umumnya memahami bahwa nyanyian itu adalah bagian dari pemberitaan Injil. Karena Injil diberitakan di dalam dan melalui nyanyian, maka satu hal yang wajib diungkapkan di dalam nyanyian itu ialah: ceritera pekerjaan Tuhan Yesus di dalam rangka menyelamatkan manusia. Oleh karena nyanyian adalah pemberitaan Injil, maka lirik nyanyian itu menjadi panjang. Nyanyian yang di nyanyikan di dalam ibadah Protestan tidak pernah hanya satu ayat. Karena tidak mungkin hanya berceritera tentang apa yang diperbuat Tuhan Yesus di dalam satu ayat.
Berbeda dengan apa yang diungkapkan oleh Gereja dengan ibadah ribut. Nyanyian bukan sebuah pemberitaan Injil. Nyanyian adalah sebuah persembahan. Karena nyanyian itu adalah persembahan, maka lirik dari nyanyian itu bisa saja hanya satu ayat saja. Kenyataannya lirik lagu rohani populer sekarang ini pada umumnya hanya satu ayat. Nyanyian itu tidak berceritera tentang apa yang diperbuat Tuhan Yesus di dunia ini. Nyanyian itu hanyalah berceritera tentang diri sipenggubah lagu. Melalui nyanyian itu, orang yang menyanyikannya berceritera tentang dirinya sendiri. Itulah perbedaan yang sangat menyolok nyanyian Gereja-Gereja arus utama dengan ibadah ribut. Subyek di dalam nyanyian pop adalah manusia. Subyeknya adalah hamba. Sementara itu di sisi lain, nyanyian Gereja tua subyeknya adalah sang tuan, yakni Yesus Kristus. Marilah kita lihat perbedaannya di dalam lirik lagu di bawah ini:
Kusiapkan hatiku Tuhan tuk dengar firman-Mu, saat ini,
kusujud menyembah-Mu Tuhan masuk hadirat-Mu saat ini.
Curahkan urapan-Mu Tuhan bagi jemaat-Mu saat ini,
kusiapkan hatiku Tuhan tuk dengar firman-Mu.
Firman-Mu Tuhan, tiada berubah,
dahulu sekarang selama-lamanya, tiada berubah,
firman-Mu Tuhan penolong hidupku,
kusiapkan hatiku Tuhan tuk dengar firman-Mu.
Nyanyian ini kelihatannya sangat rohani. Tetapi saya bertanya di dalam hati: apakah manusia dapat mempersiapkan hatinya supaya siap untuk mendengar firman Tuhan? Bukankah hati manusia adalah penipu kata nabi Yeremia? Paulus mengatakan di dalam Flp 2:13 “karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya”. Di dalam konteks ibadah kepada Tuhan, bukan kita, melainkan Allah yang mengerjakannya di dalam diri kita melalui Roh Kudus-Nya. Itu kata Alkitab. Sekarang kita perhadapkan dengan penggubah lagu ini, dan melalui dia begitu banyak orang yang punya konsep seperti dia. Mereka semua mempersiapkan diri agar mendengar firman Tuhan. Tetapi apa memang betul-betul mereka bisa siap?
John Bunyan, seorang tokoh Gereja yang terkenal dari Inggris pernah mengatakan: “Ya Allah, ikatlah hatiku jika sudah datang di hadapan tahta kasih karunia-Mu. Sebab jika tidak, ia akan segera menyingkir dari situ”. – Saya tidak lagi ingat di buku mana kutipan itu saya baca. Pengalamanku pun demikian. Tatkala aku sudah sungguh sunguh datang kepada Tuhan di dalam doa, eh, sebentar saja, hatiku telah menerawang ke arah lain. Hebat si penggubah lagu ini. Ia benar-benar bisa mempersiapkan hatinya untuk dengar-dengaran kepada firman Tuhan. Jika ia benar, maka perkataan Paulus di dalam Flp 2:13, itu tidak benar. Bukan hanya Allah yang mengerjakan di dalam diri kita kemauan untuk melakukan kehendak-Nya. Kita juga bisa, jika sepenggubah lagu di atas benar. Itu pesan dari lirik nyanyian tadi. Tetapi di sisi lain, aku hanya percaya firman Tuhan dari pada omongan manusia.
Karena irama nyanyian itu enak, aku pun menyanyikannya, tetapi aku merubah kata-katanya sebagai berikut:
Kau siapkan hatiku Tuhan tuk dengar firman-Mu saat ini.
Kami sujud nyembah-Mu Tuhan di hadirat-Mu, saat ini.
Bukakan mata hati kami tuk li’at kmuliaaan-Mu saat ini.
Kau siapkan hatiku Tuhan tuk dengar firman-Mu.
Firman-Mu Tuhan, tiada berubah,
dahulu sekarang selama-lamanya, tiada berubah,
firman-Mu Tuhan penolong hidupku,
kausiapkan hatiku Tuhan tuk dengar firman-Mu.
Lirik itu lebih Alkitabiah menurut hemat saya, ketinbang lirik aslinya.
Masalah utama di dalam ibadah ribut sekarang ialah: manusia yang menjadi pemegang peranan aktif dalam ibadah yang diselenggarakan. Allah hanyalah sebagai penonton. Memang, Allah dipuji di sana. Tetapi Ia hanya diam. Para hamba-Nya yang aktif menyembah dia. Di satu sisi kelihatannya sangat benar! Tetapi jika kita ukur dengan ukuran firman Tuhan, menurut hemat saya, itu tidak pas. Marilah kita lihat nyanyian yang didisain untuk memberitakan Injil.
Kudisalibkan dengan Tuhanku; hidup-Nya pun diberi padaku .
Memandang pada-mu ya Tuhanku, kutiap saat benar milik-Mu.
Setiap saat hatiku kenal, kasih ilahi dan hidup kekal.
Memandang pada-Mu ya Tuhanku, ku tiap saat benar milik-Mu.
Di pencobaan Tuhanku dekat, turut memikul beban yang berat,
Di kedukaan Teman yang erat, setiap saat dibrinya berkat.
Setiap saat hatiku kenal, kasih ilahi dan hidup kekal.
Memandang pada-Mu ya Tuhanku, ku tiap saat benar milik-Mu.
Tiada tangisan dan hati sedih tiada keluh dan bahaya ngeri
Yang oleh Yesus tak dimengerti setiap saat dengan tak henti.
Setiap saat hatiku kenal, kasih ilahi dan hidup kekal.
Memandang pada-Mu ya Tuhanku, ku tiap saat benar milik-Mu.
Kelemahanku dirasakan-Nya; bila ku sakit dipulihkan-Nya;
Setiap saat gelap dan cerah, Yesus Tuhanku menyucikan-Nya.
Setiap saat hatiku kenal, kasih ilahi dan hidup kekal.
Memandang pada-Mu ya Tuhanku, ku tiap saat benar milik-Mu.
Lirik lagu di atas berceritera tentang apa yang diperbuat Yesus bagi orang yang menyanyikannya. Spotlight diarahkan kepada Yesus di dalam ibadah itu. Sementara lampu-lampu dipadamkan agar tidak ada terang lain yang turut ambil bagian di dalam drama ibadah tersebut. Itulah ibadah yang berpusatkan kepada Kristus, bukan berpusat kepada para hamba.
Berdasarkan apa yang dilihat oleh Yohanes, tatkala ia diangkat ke sorga, sebagaimana dilaporkannya di dalam kitab wahyu, di sorga ia melihat ada kebaktian. Ada sebuah tahta dilihatnya di sorga. Tahta itu dikelilingi dua puluh empat tua-tua dan empat mahluk. Tatkala mereka sedang memuji Allah, keduapuluh empat tua-tua itu melemparkan mahkotanya di hadapan tahta itu. Di surga lampu sorot di sorotkan kepada tahta. Orang-orang yang ada disekitarnya melemparkan mahkotanya di hadapan tahta itu. Itulah ibadah di sorga sebagaimana dicatat di dalam kitab Wahyu pasal 4 dan 5.
Kembali ke persoalan kita di depan, yakni ibadah. Jika surga mendemonstrasikan sebuah ibadah yang berpusatkan kepada karya Kristus, maka Gereja di dunia ini pun merefleksikan apa yang dilakukan surga itu. Apa yang terjadi di surga menjadi acuan bagi dunia. Itulah prinsip yang seharusnya dilakukan oleh dunia di dalam melaksanakan ibadah. Tatkala surga dan dunia melakukan ibadah, hati saya pun memberi respon. Maka pada hakekatnya ibadah itu terlaksana di tiga tempat, surga, dunia dan hati. Ibadah seperti itu diikat oleh ikatan yang seirama. Istilah musik menyebutnya dengan istilah: cord. Saya membayangkan surga menyanyi dengan mengambil nada dasar ‘sol’. Di surga yang ditinggikan dan yang disembah adalah Kristus Yesus dengan pekerjaan-Nya yang menebus umat manusia dari perhambaan dosa. Itulah nada dasarnya surga. Sementara itu, di dunia pun ibadah diadakan. Ibadah yang dilakukan oleh dunia itu mengambil nada dasar ‘mi’. dunia menduplikasi apa yang dilakukan surga. Kemudian hati saya yang turut melakukan ibadah itu mengambil nada dasar ‘do’. Saya mendengar Injil Yesus yang diberitakan di dalam ibadah. Lalu saya mengaminkan apa yang dilakukan surga dan dunia. Tatkala ibadah itu dilakukan serentak, maka tercipta satu cord yang nada dasar masing adalah” “sol, mi, do’. Roh Kudus yang menjadi dirigen dari ibadah tersebut. Wah, sungguh sangat luar biasa. Surga, dunia dan hati kita berada di dalam ikatan yang sama menyanyi meninggikan Yesus Kristus sang Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia.
Alangkah indahnya bilamana surga dan dunia seirama di dalam melaksanakan ibadah itu. Sayang, kesan yang ada di dalam hati ini secara pribadi ialah: ibadah yang diselenggarakan secara populer sekarang ini menekankan suasana hati dari mereka yang melakukan ibadah tersebut. Pemimpin pujian akan mengulang-ulang pujian itu, sampai ia melihat bahwa peserta ibadah telah penuh semangat di dalam menyanyi. Kesan yang ada di dalam hati: subyek di sini ialah: manusia. Manusialah yang perlu di hibur di sini. Allah hanyalah dia yang disembah di dalam rangka memberkati orang yang sedang menyembah dia. Rasa-rasanya ibadah para penyembah berhala pun dilakukan dengan pola seperti itu. Penyembah berhala menyembah berhalanya, agar sang berhala memberkati para pemujanya. Aku mendiskusikan sebuah lagu pop rohani di dalam hati. Syairnya sebagai berikut:
Saat kami berkumpul Roh-Mu bekerja, ajar kami memuliakan nama-Mu.
Bila hati kami mulai menyembah, berkat-Mu atas kami Tuhan, berkat-Mu atas kami.
Saya bertanya di dalam hati, apakah Roh Kudus bekerja mengajar kita untuk memuliakan nama Allah hanya saat kita berkumpul? Aku perhatikan, syair nyanyian itu menekankan bahwa Allah mulai memberkati, saat kita mulai menyembah. Apakah aku salah, jika mengatakan bahwa Allah kita memberkati kita, pun sebelum kita menyembah Dia. Oh, ada orang mengatakan bahwa maksudnya tidak seperti itu. Lalu berkat apa yang diharapkan tatkala hati kita mulai menyembah? Ini persis seperti membeli sesuatu, saya sudah membeli voucher belanja, maka kepada saya harus diberikan apa yang saya kehendaki sesuai dengan harga voucher belanja tersebut. Jika sikap hati seperti itu di dalam menjalani sebuah ibadah, kita dapat mengatakan bahwa sikap seperti itu adalah sikap hati para pemuja yang bukan Allah.
Orang kudus PL memberi kesaksian bahwa Allah yang menaruh nyanyian di hati mereka, lalu mereka menyanyi. Bukan karena mereka memuji barulah Allah menaruh sesuatu di dalam hati mereka. Ayub mengatakan demikian (Ayub 35:10). Daud juga mengatakan demikian(Mzm 40:4). Yesaya pun mengatakan hal yang sama (Yes 61:3).
Ibadah kita dilakukan untuk Dia yang telah berkarya di dalam hidup kita. Keselamatan kita, dia yang mengerjakan-Nya. Segala sesuatunya Dia yang melakukannya demi kita. Itulah yang disuarakan Paulus di dalam Rom 11:36 “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!” Di tempat lain, Paulus mengatakan: “namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku” Gal 2:20.
Marilah kita beribadah sesuai dengan disain yang telah dibuat Allah di dalam surga. Roh Kudus yang memimpin ibadah itu. Dia tidak akan meninggikan diri-Nya sendiri di dalam ibadah itu. Demikian kata Tuhan Yesus.
Selamat beribadah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar