G U N U N G
Adakalanya simbol lebih baik mengungkapkan sesuatu dari pada kata-kata. Orang yang jatuh cinta mengungkapkan isi hatinya pada sang pujaan dengan simbol tertentu. Orang Barat mengatakan: “say it with flower” Tatkala kembang diberikan, maka melalui kembang tersebut, dicurahkan juga berjuta-juta kata yang punya makna. Lirik lagu pop Indonesia pada tahun 80- an mengutarakannya: :”Jatuh cinta berjuta rasanya”.
Hari ini aku merenungkan makna gunung sebagai simbol. Tentunya, kosa kata ini pun memiliki makna rohani yang dalam. Alkitab banyak berbicara tentang gunung. Pemazmur mengatakan bahwa Tuhan adalah gunung batu bagi dia. Dari literatur yang aku baca, di padang gurun sering terjadi badai gurun. Jika hal ini terjadi, maka sebuah gunung pasir, dapat pindah oleh badai gurun tersebut. Tatkala badai gurun itu datang, orang yang ada di padang gurun itu bisa selamat, jika ia berlindung di sebuah gunung batu. Pengalaman kongkrit seperti itu membuat pemazmur mengatakan bahwa Allah itu adalah gunung batu bagi dia.
Hal yang sama diutarakan oleh Vernon J. Charlesworth dalam syair nyanyian KJ Nomor 440:
Di badai topan dunia, Tuhanlah perlindungamu,
kendati goncang semesta, Tuhanlah perlindunganmu.
Ya Yesus Gunung batu di dunia, di dunia, di dunia,
ya Yesus Gunung Batu di dunia
tempat berlindung yang teguh.
Para peziarah pun menyuarakan tentang gunung, sebagaimana diutarakan pemazmur dalam Mzm 121:1 “Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari manakah akan datang pertolonganku”? Gunung digambarkan sebagai tempat kediaman para dewa. Orang Yunani kuno percaya para dewa mereka tinggal di gunung Olimpus. Dari atas gunung itu para dewa melihat ke bawah ke permukiman manusia. Itu sebabnya para dewa itu juga mereka sebut sebagai penilik umat manusia. Pemazmur memiliki keyakinan yang sangat berbeda dengan orang lain. Ia tidak menaruh harapan kepada dewa-dewa yang tinggal di gunung tersebut. Ia hanya berharap kepada Tuhan yang ada di atas segala gunung yang ada di dunia ini. Di sini gunung dilihat sebagai sesuatu yang tidak membawa apa-apa di dalam hidup.
Orang Israel pun memahami gunung adalah tempat kediaman Allah, sebab Bait-Nya yang kudus didirikan di atas Bukit Moria. Allah sendiri yang memilih tempat itu sebagai tempat mempersembahkan korban bagi Dia. Untuk pertama kalinya Abraham mempersembahkan korban bakaran bagi Allah di gunung tersebut. Pengalaman Abraham ini membuat adanya ungkapan yang dihayati orang Israel: ”Di atas gunung TUHAN akan disediakan”. Kita memahami makna dari ungkapan tersebut. Tuhan sendirilah yang menyediakan korban bakaran bagi Dia atas gunung, dimana korban seharusnya dipersembahkan kepada-Nya. Korban bakaran maknanya ialah: penyerahan diri secara total kepada Allah. Hal itu diwujudkan dengan terbakarnya seluruh korban itu di altar yang telah disediakan untuk itu.
Gambaran yang diungkapkan kepada kita ialah: Allah sendirilah yang menyediakan apa yang kita perlukan untuk menyenangkan hati-Nya di dalam hidup ini. Itulah yang menjadi renungan bagi kita, jika kita memikirkan tentang gunung Tuhan. Ia yang menyediakan apa yang perlu bagi kita di dalam rangka menyenangkan hati-Nya. Allah melakukannya di dalam diri kita dengan jalan Roh Kudus tinggal di dalam kita, serta menuntun kita berjalan di dalam roh, sebagaimana diajarkan Paulus kepada kita.
Kita juga mengenal gunung lain di dalam kitab Keluaran, yakni gunung Horeb, atau gunung Sinai. Di gunung ini Tuhan mengikat perjanjian dengan umat Israel. Di sana hukum diberikan kepada bangsa itu, wujud dari perjanjian tersebut ialah: Israel umat Allah, Yahweh jadi Allah mereka. Orang Yahudi memahami peristiwa di gunung Sinai ini adalah ritus pengangkatan mereka sebagai anak Allah. Di gunung itu mereka menerima janji Allah. Di sisi lain, Paulus mengatakan: kita adalah keturunan Abraham oleh karena Yesus Kristus! Itu berarti karena iman kepada Yesus Kristus, aku pun turut serta dalam perjanjian Allah dengan umat pilihan.
Gunung Nebo membawa kisahnya sendiri di dalam perjalanan iman. Di sana Musa memandang seluruh tanah perjanjian yang dijanjikan Allah kepada Abraham untuk diwarisi. Di sana pula terjadi serah terima kepemimpinan antara Musa dan Yosua. Tatkala kita memandang kepada gunung-gunung yang ada di dunia ini, Nebo berbicara tentang pandangan terhadap apa yang dijanjikan Allah bagi umat Allah. Janji itu pun harus diteruskan ke generasi penerus, sehingga mereka menduduki apa yang dijanjikan Allah bagi umat-Nya.
Gunung Sion menyuarakan persekutuan umat dengan Allahnya. Di sana terdapat Bait Allah Yang Kudus. Yesus mengatakan bahwa akan tiba masanya orang tidak lagi beribadah di gunung itu, sebab Allah adalah roh. Namun, gunung itu tetap menyuarakan persekutuan Allah dengan umat-Nya. Di Bait Allah yang ada di gunung Sion, orang menikmati persekutuan dengan Allah. Persekutuan itu sangat indah digambarkan dengan jalan makan bersama dengan Allah di pelatarannya. Sebab begitulah diajarkan Musa kepada orang Israel dalam kitabnya. Itulah sebabnya orang beriman dalam melakukan ibadahnya seharusnya sama seperti yang dilakukan Gereja Purba, beribadah kepada Allah dalam Perjamuan Kudus, makan bersama dengan Tuhan.
Gunung Kemuliaan juga mengajarkan sesuatu di lubuk hati ini. Di sana Tuhan Yesus dipermuliakan. Kepada para murid dipertunjukkan kemuliaan Kristus Tuhan, tatkala Ia masih di dunia ini. Kemuliaan pelayanan-Nya menjadi sorotan orang beriman. Bukankah pelayanan-Nya ialah: mati bagi orang berdosa? Dari sana aku menarik kesimpulan bahwa penderitaan adalah kemuliaan bagi orang yang jadi hamba, sama seperti Tuhan itu sendiri disebut sebagai hamba. Gereja Purba menyanyikan hal itu di dalam ibadah mereka Cf Flp 2:5-11.
Bukit Zaitun berbicara tentang pengutusan. Tuhan Yesus sebelum naik ke surga, Ia mengutus murid-murid itu untuk memberitakan Injil ke seluruh dunia. Bukit Zaitun pun berbicara tentang kuasa. Sebab di sana Kristus mengatakan: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi”. Pengutusan itu di back up oleh kuasa dari surga dan di bumi. Itu berarti kita diperlengkapi dengan segala sesuatu yang kita butuhkan dalam rangka melakukan tugas yang diembankan di atas pundak.
Adalagi satu gunung yang berbicara tentang kemuliaan Allah di dalam persekutuan. Pemazmur berbicara tentang gunung Hermon. Pemazmur melihat embun gunung Hermon yang mengalir ke Bukit Soin. Pada mulanya aku tidak melihat kaitan dari embun itu ke Bukit Sion, karena jaraknya yang cukup jauh. Sampai tiba saatnya aku sendiri mengunjungi gunung Hermon. Mata ini melihat embun itu turun dari puncak gunung! Seorang yang berziarah ke satu tempat demi menemukan pencerahan akan melihat embun yang turun itu seperti embun kemuliaan Allah. Orang Israel menyebutnya dengan Syekinah. Embun itu turun dan hinggap di tubuh si pemazmur. Ia merenungkan hal itu. Mata hatinya melihat seolah-olah kemuliaan Allah turun ke atas dirinya. Ia pun akan pulang ke Sion. Ia akan membawa kemuliaan Allah itu ke dalam persekutuan mereka yang ada di Sion. Itulah sebabnya pemazmur itu mengatakan embun gunung Hermon mengalir ke Bukit Sion. Hal yang sama menjadi renungan pribadiku di kaki gunung Hemon tersebut.
Kemuliaan Allah tidak hanya dinikmati oleh pribadi. Kemuliaan itu diberikan kepada pribadi dalam rangka dibagikan ke dalam persekutuan. Itulah kemuliaan Allah yang diberikan-Nya kepada tiap-tiap pribadi yang telah berjumpa dengan Dia secara pribadi. Banyaklah gunung yang dapat dilihat dan dapat ditimba pelajaran yang berharga dari tiap-tiap gunung tersebut. Kita juga mendengar berita tentang gunung Gerizim dan gunung Ebal. Dimana berkat dan kutuk disuarakan oleh suku-suku Israel atas suruhan Musa hamba Allah yang setia itu.
Aku melihatnya sebagai satu tonggak sejarah bagi umat manusia. Allah memperhadapkan manusia itu ke dalam berkat dan kutuk. Manusia harus menentukan sikapnya terhadap apa yang telah diperbuat Allah. Ia menolak atau menerima karya itu di dalam kehidupannya sehari-hari. Manakah yang aku pilih? Berkat yang disuarakan dari gunung Gerizim ataukah kutuk dari gunung Ebal. Gunung manakah yang sudah daki dalam perjalanan hidup ini. Johnson Oatman Jr menorehkan syair yang digubah menjadi lagu Kidung Jemaat nomor 400:1
Kudaki jalan mulia tetap doaku inilah,
ke tempat tinggi dan teguh
Tuhan mantapkan langkahku.
Ya Tuhan angkat diriku,
lebih dekat kepada-Mu
di tempat tinggi dan teguh,
Tuhan mantapkan langkahku!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar