FIRMAN KEHIDUPAN
Tatkala aku duduk di pusara kekasihku yang telah mendahului aku pergi ke negeri segala lupa, demikianlah pemazmur mengatakannya dalam Mzm 88:13, “Diketahui orangkah keajaiban-keajaiban-Mu dalam kegelapan, dan keadilan-Mu di negeri segala lupa”? Pada waktu itu aku merenungkan keberadaan orang-orang yang sudah pergi ke negeri itu sama seperti kekasihku. Apa yang mereka lakukan di sana? Jika mengacu pada apa yang dikatakan pemazmur di atas, maka orang-orang yang sudah ada di sana tidak mengadakan aktifitas apa pun. Pemazmur yang lain pun mengatakan demikian, “Sebab di dalam maut tidaklah orang ingat kepada-Mu; siapakah yang akan bersyukur kepada-Mu di dalam dunia orang mati?” Mzm 6:6. Memang, tempat itu adalah negeri segala lupa. Jadi, sekalipun seseorang akan berbicara kepada orang mati itu, ia tidak akan tahu apa yang dikatakan orang tersebut. Lalu buat apa berbicara kepada orang mati, sebab mereka tidak akan tahu dan tidak akan pernah memberi perhatian kepada kita yang berusaha berbicara kepada mereka.
Di sisi lain, pemahaman orang Yahudi tentang dunia orang mati pun berkembang. Jika para pemazmur mengatakan bahwa dunia orang mati adalah negeri segala lupa, maka di zaman Tuhan Yesus, kita mendengar pemahaman yang baru. Tuhan Yesus mengutip salah satu pemahaman itu dan membuatnya menjadi sebuah bahan pengajaran. ‘Kisah Lazarus dan orang kaya’ adalah salah satu pemahaman orang Yahudi yang berkembang tadi. Di negeri segala lupa itu, menurut mereka, orang berada di dalam kesadaran yang penuh. Orang kaya yang dikisahkan Tuhan Yesus, sadar bahwa ia ada di dalam neraka. Ia juga dapat melihat Lazarus berada di pangkuan Abraham. Dunia orang mati telah dibagi menjadi dua bagian. Untuk mereka yang dikategorikan orang benar, ia akan ditempatkan di pangkuan Abraham. Sementara orang yang tidak dikategorikan benar, akan ditempatkan di neraka. Paulus di dalam surat Tesalonika mengatakan bahwa orang mati itu di kumpulkan bersama dengan Tuhan. Itulah yang pasti. Jadi aku sangat yakin, bahwa Tuhan menyertai kekasihku di dalam alam maut itu.
Kembali aku diingatkan akan firman Tuhan yang tertera di dalam batu nisan kekasihku. Aku membacanya ulang. Aku menerakan itu di batu nisannya, “Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan” Rom 14:8. Aku merenungkan firman ini di dalam hati. Jika Allah tetap pemilik dari setiap orang benar namun sudah mati, apakah Allah berkomunikasi dengan setiap orang mati yang menjadi milik-Nya itu? Orang kaya dan Lazarus yang barusan kita bicarakan memiliki kesadaran di dalam alam maut!
Lalu Tuhan mengingatkan aku akan Lazarus yang dibangkitkan Yesus, setelah empat hari ia dikuburkan. Orang mati ini mendengar suara Yesus yang memanggilnya di dalam negeri segala lupa itu. Hatiku bersorak memahami bahwa tubuh yang sudah membusuk dan dimakan segala bakteri pembusuk itu mendengar suara Tuhan. Itu berarti di dalam perkataan Tuhan Yesus, ada suatu kuasa yang mengembalikan apa yang sudah tidak ada lagi menjadi ada. Perkataan yang keluar dari mulut Tuhan Yesus, bekerja untuk membuat yang sudah tidak utuh menjadi utuh kembali. Sesuatu yang tidak berfungsi, kembali ke dalam fungsinya semula. Tubuh yang sudah mulai membusuk, kembali menyatu dan mewujud. Nafas kehidupan yang sudah tidak ada, kembali datang ke dalam tubuh dan memenuhi seluruh tubuh yang sudah terbentuk kembali menjadi wujud yang semula. Bukankah hal seperti itu telah dilihat oleh Nabi Yehezkiel di Babel? (Yeh 33) Itulah yang terjadi di dalam hidup Lazarus.
Jika firman Tuhan sedemikian luar biasa, bukankah semua orang yang mendengar firman Tuhan, khususnya di dalam kebaktian, akan menikmati hal seperti yang saya gambarkan di atas? Seorang yang sudah mati iman, harap dan kasihnya kepada Tuhan, tiba-tiba mendengar suara Tuhan berbicara. Firman itu mengadakan yang tidak ada menjadi ada di dalam hidup orang ini. Lalu ia mendengar suara yang sangat merdu, yang menyapa dia dan berkata: “biarlah engkau hidup kembali di dalam persekutuan anggota keluarga-Ku”.
Tetapi mengapa tidak banyak orang yang menikmati hal seperti itu, tatkala firman Tuhan diberitakan di dalam kebaktian? Jawabannya ialah kasih karunia! Ada orang yang sudah ditempatkan di dalam kasih karunia untuk mendengar firman Allah, sementara orang lain masih berada di luar firman Allah. Tuhan Yesus pernah mengatakan hal seperti itu dengan ungkapan yang berbeda. Ia mengutip apa yang disuarakan nabi Yesaya: “Pergilah, dan katakanlah kepada bangsa ini: Dengarlah sungguh-sungguh, tetapi mengerti: jangan! Lihatlah sungguh-sungguh, tetapi menanggap: jangan! Buatlah hati bangsa ini keras dan buatlah telinganya berat mendengar dan buatlah matanya melekat tertutup, supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik dan menjadi sembuh" Yes 6:9-10.
Berdasarkan pemahaman akan kasih karunia yang ada di dalam hidup seseorang, maka aku mengatakan: kasih karunialah yang membuat orang bisa mendengar firman Allah yang menghidupkan. Ada sebuah kesaksian dari pengalaman memberitakan firman Tuhan. Tuhan memberikan kasih karunia-Nya kepada hamba yang tidak berguna ini kesempatan untuk melayani satu keluarga besar. Di antara anggota keluarga itu ada seorang yang dulunya berasal dari muslim. Setelah menikah beberapa lama, ada indikasi bahwa ia akan kembali ke imannya yang semula. Hal itu mungkin karena ia tidak mendapatkan sesuatu yang bermakna di dalam kekristenan.
Setelah ia mengikuti penelahan Alkitab yang kami adakan, maka ia memberikan kesaksiannya sebagai berikut: “sekarang aku yakin bahwa saya adalah anak Allah. Seandainya saya tidak yakin bahwa saya anak Allah, maka saya telah berjanji kepada diri sendiri, akan meninggalkan keluarga ini”. Itu berarti ia juga akan kembali ke imannya yang semula. Ia mengatakan hal itu kepada ibu mertuanya sambil meneteskan air mata. Segala puji bagi Allah yang membuat firman kehidupan bergema di dalam hatinya. Ia mendapatkan sebuah labuhan untuk hati yang di dera gelombang kebimbangan.
Apa yang disaksikan tadi kejadiannya tidak begitu lama terjadi. Namun aku pun masih mengingat banyak kisah seperti itu yang pernah di saksikan teman-teman yang turut ambil bagian di dalam penelahan Alkitab yang diadakan untuk mereka, dimana naposo na so hasea ini yang melayani. Salah satunya ialah: kisah yang dituturkan kepadaku oleh seorang bapa, kira-kira 20 tahun yang lalu. Bapa itu berceritera: “tatkala saudara meminta aku masuk ke dalam gedung gererja untuk berdoa, aku duduk di bangku paling depan dan menatap ke arah altar. (setelah menjelaskan Injil kepada beliau dengan sederhana, aku meminta ia untuk berdoa agar Tuhan Yesus tinggal di dalam hati dan menerapkan karya-Nya itu di dalam diri sendiri).
Ia duduk lama di sana dan terus menatap altar. Ada satu pikiran terlintas dalam hatinya dan mengatakan bahwa ia adalah orang berdosa. Ia tidak layak menerima keselamatan itu secara cuma-cuma. Ia ingin kembali ke ruangan di mana kami sedang menunggu dia, tanpa berdoa lebih dahulu. Itulah suara iblis di dalam hatinya yang ingin mencegah dia menerima keselamatan. Namun ia membulatkan hati untuk mengucapkan doa yang kami telah sepakati untuk dia naikkan di dalam gedung gereja tersebut.
Tatkala ia berdoa, ia merasakan beban yang berat di pundaknya itu tiba-tiba terangkat. Ia merasa tubuhnya sangat ringan. Ia pun melihat ruangan itu sangat terang benderang, lebih terang dari apa yang telah dilihatnya sejak ia masuk ke dalamnya. Ia begitu menikmati terang itu. Sehingga ia duduk lebih lama lagi di sana. Tidak ada kata sepatah pun yang dia ucapkannya lagi. Ia hanya melihat terang yang sangat terang itu dan menikmatinya. Itulah firman kehidupan yang menerangi hatinya. Terang itu membuat suatu kedamaian di dalam hati, sehingga ia lupa bahwa kami masih menantikan ia kembali untuk melanjutkan pelajaran tentang firman Allah.
Alangkah rindunya hati ini, tatkala aku memberitakan firman Tuhan, setiap orang yang mendengarnya, juga mendengar firman kehidupan itu bergema di lubuk hatinya yang paling dalam. Firman yang membentuk Kristus Yesus menjadi sesuatu yang nyata di dalam hidup mereka. Firman kehidupan yang sangat indah sebagaimana didendangkan oleh Philip P Bliss dalam nyanyian:
Sing them over again to me, wonderful words of life,
let me more of their beauty see, wonderful words of life;
Words off life and beauty, teach me faith and duty:
beautiful words, beautiful words, wonderful words of life;
beautiful words, beautiful words, wonderful words of life;
Nyanyikanlah bagiku firman kehidupan.
Sungguh mulia dan merdu, Firman kehidupan.
Firman yang terindah ajar ku setia.
Indah benar, ajaib benar, firman kehidupan,
indah benar, ajaib benar, firman kehidupan.
Sayang seribu kali sayang, orang tidak lagi terbiasa dengan perenungan dalam hidup ini. Kita sudah sangat dipengaruhi budaya ‘instant’. Kita tidak lagi terbiasa untuk menunggu Tuhan di dalam ibadah yang kita selenggarakan. Kita ingin agar ibadah kita itu langsung menjadi meriah. Itu sebabnya kita membuat ibadah itu begitu ribut, sebab dengan ributnya ibadah, hati kita akan langsung tergerak dengan semangat yang menggebu-gebu. Pada hal pemazmur mengatakan: “Bawalah aku berjalan dalam kebenaran-Mu dan ajarlah aku, sebab Engkaulah Allah yang menyelamatkan aku, Engkau kunanti-nantikan sepanjang hari” Mzm 25:5.
Pemazmur ini masih menambahkan: “Ketulusan dan kejujuran kiranya mengawal aku, sebab aku menanti-nantikan Engkau” Mzm 25:21. Tatkala kita menantikan Tuhan dengan segenap hati, membiarkan ia berbicara di dalam hati kita, maka ada kemungkinan kita akan mendengar firman kehidupan itu menjamah hati kita dan memberi kehidupan di dalam hati yang sudah merana karena di dera hingar-bingarnya kehidupan dunia ini.
Tetapi seperti yang sudah diutarakan di atas, hati kita tidak mengorbit di aras frequensi kasih karunia. Jika frequensi firman kehidupan itu berada di frequensi modulasi iman dan kasih karunia, hati kita tidak kita set di sana. Kita berkecimpung di frequensi modulasi perbuatan. Kita harus mempersembahkan sesuatu kepada Allah Yang Maha Kudus. Kita harus menyembah dia, kita harus bersorak-sorai memuji Dia, sebab itulah yang dikehendakinya dari kita.
Kita lupa, Allah yang datang kepada kita, bukan kita yang datang kepada-Nya. Samuel berkata kepada Raja Saul dalam usahanya menegor raja itu, Samuel berkata: "Apakah TUHAN itu berkenan kepada korban bakaran dan korban sembelihan sama seperti kepada mendengarkan suara TUHAN? Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik dari pada korban sembelihan, memperhatikan lebih baik dari pada lemak domba-domba jantan” I Sam 15:22.
Tatkala Ia datang ke dalam kehidupan kita, Ia meminta agar kita mendengarkan apa yang akan disampaikannya kepada kita. Ada sebuah ilustrasi yang sangat pas untuk pesan ini. Dikisahkan ada seorang pak petani mendapat hadiah jam tangan dari anaknya yang ada diperantauan. Dengan senang hati pak petani itu memakai jam tangan tersebut. Ia memakai jam tangan itu tatkala ia dan isterinya bekerja di sawah. Musim panen telah tiba, maka mereka akan membawa pulang padi yang telah dipisahkan dari jeraminya.
Setelah seluruh padi itu dimasukkan ke dalam karung, pak petani sadar bahwa jam tangannya sudah tidak ada lagi di tangannya. Ia mencoba mencari dengan jalan membongkar seluruh jerami. Ia berpikir, pastilah jatuh di antara jerami tersebut. Namun tak membawa hasil sebagaimana diharapkan. Dengan hati yang sedih, mereka kembali ke rumah dengan membawa seluruh karung berisikan padi tadi.
Tatkala mereka sedang makan malam, salah satu dari anaknya menanyakan kepada pak petani, mengapa wajahnya murung kali ini. Pak petani menceriterakan jam tangannya yang hilang di sawah. Mendengar ceritera itu, sang anak mengantakan: “Pak jangan khawatir, jam itu akan kutemukan sebentar lagi!” Mendengar perkataan anaknya itu, pak petani sangat heran. Setelah selesai makan, sang anak pergi ke tempat penyimpanan padi mereka.
Tidak berselang lama, ia membawa jam tangan tersebut dan memberikannya kepada orang tuanya. Tentu pak petani itu sangat senang! Mengapa sang anak begitu gampang dapat menemukan jam tangan tersebut? Ia hanya mendekatkan telinganya ke tiap-tiap karung yang berisikan padi yang dibawa sore harinya ke lumbung. Karena keheningan malam, detik-detik yang dikeluarkan jam itu dapat terdengar dengan jelas. Sehingga dengan gampang, ia dapat menemukannya dengan segera. Seandainya terdengar suara hingar bingar di rumah itu, maka tidak mungkin sang anak sebegitu gampangnya menemukan jam tangan yang hilang tersebut.
Hal yang sama terjadi di dalam kehidupan kita di hadapan Allah. Kita lebih sering memperdengarkan suara hati kita di dalam saat kita beribadah. Jarang kita menunggu Tuhan untuk menyatakan isi hatinya kepada kita di dalam sebuah perenungan. Pada hakekatnya, kita ingin mendengar gema dari apa yang kita suarakan dari lubuk hati kita yang paling dalam. Kita ingin diberkati. Kita ingin mendapatkan apa yang kita kehendaki. Kita ingin Allah memberkati kita. Agar kita diberkatinya, maka kita memberikan persembahan kepada Dia.
Pola ibadah seperti itu, adalah pola yang dilakukan oleh penyembah berhala. Mereka memberikan persembahan kepada para dewa, agar para dewa tidak marah. Agar para dewa itu senang kepada mereka yang datang untuk menyembahnya. Lalu ia akan memberkati para penyembahnya itu. Itu pola yang diterapkan oleh Raja Saul. Samuel menegor dia dengan keras. Mendengar firman kehidupan, lebih bermakna dari korban bakaran dan korban sembelihan sekalipun dari lembu tambun.
Tatkala kita berada di frequensi modulasi iman dan kasih karunia, kita akan berada di dalam aras yang sama dengan Allah. Kita mendengar firman kehidupan yang membuat hidup kita sinkron dengan apa yang dikehendaki Allah dari dalam kehidupan ini. Tatkala kita kembali ke dalam kehidupan keseharian kita, orang akan melihat sinkronisasi antara iman dan perbuatan. Lalu orang akan membuat sebuah pernyataan yang akan memuliakan Allah. Mereka akan mengatakan: “Orang ini sungguh adalah orang beriman. Orang ini adalah sungguh anak Allah!”. Tatkala orang lain melihat satu kebenaran di dalam hidup kita, maka apa yang disuarakan Paulus di dalam surat Korintus menjadi sebuah kenyataan. Paulus mengatakan: “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah” II Kor 5:21.
Ada perbedaan penerjemahan antara LAI dan KJV. LAI menerjemahkan kata terakhir dengan: “supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah” Sementara KJV menerjemahkan sebagai berikut: “For he hath made him to be sin for us, who knew no sin; that we might be made the righteousness of God in him. Garis bawah dari saya. Menurut KJV, kata terakhir itu berbeda dengan yang diutarakan oleh LAI. Kata itu mengatakan bahwa kita menjadi kebenaran Allah, bukan Allah membenarkan kita. Saya berpihak kepada KJV.
Bibel pun berkata seperti yang dikatakan KJV. Tatkala kita dapat membuktikan kepada dunia ini melalui hidup kita, bahwa Allah benar di dalam membenarkan kita karena iman kepada Yesus Kristus, maka dunia ini akan mengakui, Allah memang benar! Hal itu dapat terlihat dari hidup anak-anak-Nya yang ada di sekitar kita. Inilah produk dari firman kehidupan yang menjamah hati kita.
Kisah terakhir dari seorang bapak yang sekarat dan tidak mau percaya bahwa Alkitab adalah firman kehidupan. Ia sudah diambang maut, tetapi tetap tidak yakin bahwa Alkitab adalah firman kehidupan. Tatkala ia tidak lagi dapat menerima perkataan dari Alkitab, sebuah nyanyian yang dinyanyikan dengan iman yang berisikan kasih karunia, perkataan yang ada di dalam syair lagu itu menyentuh hatinya yang keras bagaikan batu karang. Firman kehidupan yang didendangkan melalui lagu itu, menjamah hati sang bapa ini. Ia mengatakan kepada saya pada waktu itu, bahwa ia akan pulang ke rumah bapa. ‘Aku percaya’ katanya pada detik-detik terakhir dalam kehidupannya, sebelum ia jatuh ke dalam status koma dan akhirnya menghembuskan nafas terakhir.
Firman kehidupan itu tidak hanya disampaikan melalui khotbah! Firman kehidupan itu pun disampaikan melalui nyanyian, perkataan bahkan melalui diam sekalipun. Aku telah menulis sebuah tulisan: “melayani dengan diam” di dalam blog: patiaraja.multiply.com Segala aspek kehidupan dipakai Allah untuk menyampaikan firman kehidupan itu, agar dapat dijangkau oleh setiap orang. Jadi, firman kehidupan itu tidaklah hanya dinikmati oleh orang-orang tertentu saja. Hanya kita harus berada di dalam frequensi modulasi iman dan kasih karunia. Selamat menikmati firman kehidupan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar