06/09/11

DARI OLEH DAN UNTUK DIA



DARI OLEH DAN UNTUK DIA 

Paulus mengungkapkan sesuatu yang perlu mendapat perenungan yang intens menurut hemat saya. Ia menutup doxologinya dengan sebutan yang terkenal, yakni: “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!” Rom 11:36. Saya dapat memahami perkataan Paulus yang mengatakan bahwa segala sesuatu berasal dari Allah. 

Orang beriman pada umumnya akan mengaku bahwa segala sesuatu yang ada di dalam hidupnya itu ‘ada’, karena Allah yang memberkati hidupnya. Jadi tidak terlalu masalah. Namun, ada juga orang yang mengatakan bahwa segala sesuatu itu ‘ada’ di dalam hidupnya, bukan karena orang lain, bukan karena Allah sekalipun, melainkan oleh karena ia sendiri. Ia bekerja, karena itu segala sesuatu ‘ada’ di dalam dirinya!

Kita dapat mendebat pernyataan orang di atas. Kita tahu jelas bahwa manusia tidak dapat melepaskan diri dari hukum sebab dan akibat. Marilah kita menelusuri keberadaan orang ini yang mengatakan bahwa segala sesuatu ‘ada’ di dalam hidupnya, karena ia bekerja. Ia sendirilah yang membuat segala sesuatu itu menjadi ‘ada’. Hukum sebab dan akibat mengatakan bahwa orang itu menjadi ‘ada’ bukan karena dirinya sendiri. Ada orang lain yang berperan sehingga ia ‘ada’. Orangtuanya menjadi faktor penentu sehingga ia ‘ada’. Jika orangtuanya tidak ‘ada’, maka sudah pasti ia pun tidak akan ‘ada’.

Jadi ada orang lain yang sangat berperan di dalam hidupnya sehingga ia ‘ada’ sebagaimana ia ‘ada’ sekarang ini. Ada guru di SD, SMP, SMU; ada dosen di Strata satu, strata dua, dan strata tiga yang sangat berperan sehingga ia ‘ada’ seperti sekarang ini. Keberadaan orang yang ‘ada’ di luar dirinya, tidak dapat diabaikan di dalam dia menjadi ‘ada’ seperti sekarang ini. Jadi kita tetap dapat mengatakan oleh dia yang ada di luar diri saya, maka segala sesuatu itu menjadi ‘ada’ di dalam diri saya. 

Sekalipun orang ini menyangkal adanya Tuhan, tetapi argumen kita tadi tetap tidak dapat disangkalnya. Ada orang di luar dirinya yang sangat berperan sehingga ia mendapatkan segala sesuatu yang ‘ada’ di dalam dirinya. Sebagai orang beriman, kita tetap mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada di luar diri kita itu, berperan di dalam hidup, karena digerakkan oleh Allah yang ‘ada’ di dalam hidup kita.

Kita juga dapat menerima pernyataan Paulus di dalam nas yang kita kutip, yang mengatakan bahwa segala sesuatu itu untuk Dia. Secara nalar, kita dapat mengatakan bahwa hidup tanpa orang lain ada di dalamnya, adalah sesuatu hidup yang tidak bermakna. Diberitakan di dalam media massa, bahwa bos majalah Playboy hidup sendirian di apartemennya, tanpa pernah kontak secara fisik dengan orang lain. Menurut hemat saya secara pribadi, hanya dia manusia yang hidup seperti itu di zaman modern ini. Cobalah bayangkan bagaimana hidupnya orang yang menyendiri itu. Untuk apa dia hidup? 

Sebagai orang beriman, kita diajak Paulus untuk menyadari bahwa jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan. Jika kita mati, kita mati juga untuk Tuhan. Jadi baik hidup maupun mati, kita milik Tuhan. Itulah hidup orang percaya. Billy Graham pernah disangkal seorang anak muda, tatkala ia selesai memberitakan Injil dalam sebuah kebaktian kebangunan rohani. Anak muda itu mengatakan bahwa ia tidak pernah menjadi hamba siapa pun. Pada hal Billy Graham mengatakan bahwa semua orang adalah hamba! 

Billy Graham menjawab: “Anak muda, hidupmulah hidup yang paling malang di dunia ini. Karena engkau tidak diperhamba orang lain, melainkan diperhamba dirimu sendiri. Pada hal dirimu itu adalah hamba. Maka engkau adalah hamba dari seorang hamba. Aku lebih suka hamba dari seorang tuan dari pada hamba dari seorang hamba”. Memang, malang benar nasib anak muda itu, ia hidup untuk dirinya sendiri. Pada hal dirinya sendiri itu adalah debu adanya. Allah berfirman: “Engkau berasal dari debu!” hidup ini bermakna jika dipersembahkan kepada sesuatu, atau seseorang di luar diri kita sendiri. Bagi kita orang beriman, hidup ini depersembahkan kepada Allah sumber segala kasih karunia, yang kita kenal di dalam Yesus Kristus Tuhan kita.

Kita sudah dapat menerima bahwa segala sesuatu dari Dia. Segala sesuatu itu pun  untuk Dia. Sekarang kita membahas apa yang dikatakan Paulus di dalam nas kita. Ia berkata: “Oleh Dia”. Pernyataan ini perlu mendapat perhatian khusus. Oleh Dia! Tidak cukup dari Dia dan untuk Dia, tetapi harus juga ‘oleh Dia’. Jika saya membuat sebuah pengakuan bahwa segala sesuatu yang ‘ada’ di dalam hidup ini berasal dari Allah dan akan dipersembahkan kepada Allah. Itu belum cukup. Harus ditambahkan ke dalam pernyataan itu ‘oleh Dia’. Jika segala sesuatu itu ‘ada’ bukan ‘oleh Dia’, maka segala sesuatu yang ‘ada’ itu tidak bermakna bagi ‘Dia’. Jika saya yang mengerjakannya sendirian, maka segala sesuatu itu tidak akan diterima di sisi Allah. Mengapa?

Allah kita itu adalah Allah Yang Maha Kudus. Kata kudus adalah sesuatu yang unik di dalam bahasa Alkitab. Kudus artinya ialah: tersendiri, terpisah! Orang Yahudi mengatakan bahwa Allah itu adalah Yang Maha Kudus Israel – The Holy One of Israel. Kata One di sana dapat juga diterjemahkan menurut hemat saya dengan kata only. Jadi kata kudus itu saya terjemahkan di dalam hati ini dengan kata: ‘lain dari pada yang lain’. Ada satu pemahaman di dalam hati ini tentang apa yang  berkenan di hadapan Allah Yang Maha Kudus. Ia hanya mau menerima sesuatu dari kita, jika hal itu memiliki dimensi lain dari pada yang lain. Karena tidak ada seorang pun manusia yang dapat mempersembahkan hal itu kepada-Nya, maka Ia sendiri yang mengerjakan hal itu di dalam diri kita. Ia mengerjakannya melalui Roh Kudus-Nya di dalam hidup kita.

Paulus di dalam Surat Galatia mengatakan satu pernyataan yang perlu mendapat perhatian khusus. Ia berkata: “Sebab aku telah mati oleh Hukum Taurat untuk Hukum Taurat, supaya aku hidup untuk Allah. Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku” Gal 2:19-20. Untuk dapat menjalankan suatu hidup yang lain dari pada yang lain, maka Kristus datang di dalam hidup kita di dalam Roh Kudus-Nya. Roh Kudus menjalankan kehidupan yang berkenan kepada Allah di dalam diri kita. Dengan jalan demikian, maka tercapailah apa yang dikatakan nas kita di atas, ‘Dari Dia oleh Dia dan untuk Dia’.

Hati saya selanjutnya bertanya: “Dimana posisi saya sebagai satu pribadi?” Jika Allah di dalam Roh Kudus-Nya yang bekerja, maka saya ada di mana? Satu pertanyaan yang perlu mendapat jawaban yang pasti. Apa saya hanya sebuah robot yang digerakkan oleh sebuah motor penggerak? Inilah sebuah renungan yang sungguh memerlukan pendalaman yang intens. Saya dan Roh Kudus menjadi satu di dalam hidup ini. Tatkala Yesus berkarya di dunia ini, Ia dengan tegas mengatakan: “Barangsiapa mau melakukan kehendak-Nya, ia akan tahu entah ajaran-Ku ini berasal dari Allah, entah Aku berkata-kata dari diri-Ku sendiri” Yoh 7:17. Dengan jalan demikian Yesus mengatakan bahwa apa yang dikatakan-Nya itu bukan berasal dari diri-Nya sendiri, melainkan dari Allah Bapa-Nya. Berbicara tentang pribadi Yesus Kristus, kita semua tahu bahwa Ia adalah Firman yang sudah ada bersama dengan Allah. Firman pun tidak dapat dipisahkan dengan Roh Kudus. Tatkala Firman menjadi manusia dan tinggal di antara kita, maka hal yang sama pun terjadi dengan Roh Kudus!

Tatkala Roh Kudus diutus ke dalam dunia untuk tinggal bersama dengan orang percaya, maka Roh Kudus itu pun dapat kita katakan menjadi daging juga sama seperti Firman yang menjadi daging. Ada kesatuan antara Roh Kudus dengan orang percaya. Itu yang diutarakan Paulus di dalam nas kutipan kita dari surat Galatia. Sekarang dimana posisi saya jika demikian? Dengan segenap hati saya memahami posisi kita di dalam persekutuan dengan Roh Kudus yang tinggal di dalam diri kita. Dari sudut pandang Allah, maka Bapa akan melihat apa yang dikerjakan itu adalah pekerjaan Roh Kudus. Tetapi dari sudut pandang manusia, orang melihat apa yang dikerjakan itu adalah karya manusia.


Sebuah ilustrasi tentang hal ini menjadi renungan bagi saya. Ada seorang teman yang hobbynya membuat perabot rumah tangga dengan tangannya sendiri. Ia memiliki segala peralatan tukang yang digerakkan oleh arus listrik. Profesinya adalah seorang akuntan. Karena ia telah berumah tangga dan punya anak, maka ia membuat segala perabot rumah tangga yang ada di dalam rumahnya dengan tangannya sendiri. Misalnya tempat tidur, meja, kursi, kitchen set, dan lain sebagainya. Anaknya yang masih berusia tiga tahun turut diajak sang bapa ini untuk berkerja bersama dengan bapanya menjadikan perabot rumah tangga yang mereka butuhkan. 

Setelah semuanya selesai, sang anak dengan gayanya sendiri berceritera kepada kami, bahwa ia sendirilah yang membuat semua perabotan itu. Ia memang turut memegang kayu yang sedang dikerjakan bapanya. Tangannya yang kecil itu tidak seberapa banyak perannya di dalam membuat perabot rumah tangga tersebut. Tetapi ia turut ambil bagian di dalamnya. Bapanya mengatakan kepada kami: barang-barang ini semua, anakku ini yang mengerjakannya bersama dengan saya! Mendengar hal itu sang anak sangat senang! Menurut hemat saya secara pribadi, ilustrasi itu dapat menggambarkan peran Roh Kudus dan peran kita di dalam pekerjaan yang sedang kita lakukan di dunia ini.

Sudah kita katakan di atas bahwa Allah kita itu adalah Allah Yang Maha Kudus. Allah yang lain sama sekali dari apa yang dipikirkan orang. Oleh karena itu, segala sesuatu yang dapat diterima-Nya ialah: segala sesuatu yang lain dari pada yang lain. Marilah kita memikirkan sejenak tentang keselamatan. Manusia mengatakan bahwa keselamatan itu adalah usaha manusia itu sendiri di dalam meraih surga. Alkitab mengatakan bahwa keselamatan itu hanya di dapat jika Allah yang menyediakannya bagi kita. 

Paulus dengan tegas mengatakan bahwa keselamatan adalah kasih karunia. Sampai dua kali ia mengatakan dalam Ef 2:8-9, ‘itu bukan usahamu sendiri, itu bukan hasil pekerjaanmu’. Keselamatan adalah pekerjaan Allah. Ia yang mengerjakannya di dalam Yesus Kristus Tuhan kita. Keselamatan itu berasal dari Allah. Allah pula yang mengerjakannya. Keselamatan itu pada akhirnya adalah untuk Allah. Ia mengumpulkan sejumlah orang yang akan menjadi sasaran kemurahan hati-Nya. Hal ini dapat dengan mudah kita terima.

Bagaimana dengan segala sesuatu yang ‘ada’ di dalam diri kita? Harta, hikmat dan apa pun yang dapat kita miliki sebagai manusia. Materi dan non materi! Segala sesuatu itu dapat dicatat oleh surga sebagai sesuatu yang dapat dibawa ke surga jika di dalam segala yang ‘ada’ itu di dalamnya terdapat sesuatu yang lain dari pada yang lain. Jika dengan segenap hati saya dapat mengatakan bahwa apa pun yang ‘ada’ ini, Allah yang memberikannya kepada saya sehingga itu semua jadi ‘ada’. 

Allah berperan di luar diri saya bekerja untuk membuat segala sesuatu ini menjadi ‘ada’ di dalam hidup ini. Bukan hanya itu, Ia pun bekerja di dalam diri saya untuk membuat segala sesuatu itu menjadi ‘ada’ di dalam diri saya. Lalu aku pun sadar, bahwa segala seuatu yang ‘ada’ ini diberikan kepadaku pada hakekatnya adalah dalam rangka dipersembahkan kepada Allah. Itulah hidup Kristen yang sesungguhnya.

Ada satu kebiasaan orang Yahudi yang seharusnya menjadi bahan tiruan bagi kita. Orang Yahudi tatkala menyebut nama Allah, senantiasa mengucapkan kata-kata ini: “Blessed be His holy name”  Pemazmur mengatakan: “Blessed The Lord oh my soul”  para penerjemah Alkitab menerjemahkannya dengan: “Pujilah Tuhan hai jiwaku”. Ada pemahaman di dalam orang Kristen yang mengatakan bahwa hanya Allah yang memberkati. Jadi kata blessed  tidak diterjemahkan menjadi’ berkati’, melainkan ‘pujilah’. Orang Yahudi tidak pernah memahami mereka memberkati Allah, sekalipun mereka mengatakan blessed the Lord oh my soul. Tatkala mereka mengatakan hal itu, di lubuk hati mereka yang paling dalam, mereka mengembalikan berkat yang mereka terima dari Tuhan. Berkat diterima, berkat itu pun dikembalikan kepada Allah. Menurut hemat saya, kita pun dapat mengatakan hal yang sama seperti orang Yahudi tersebut. Segala sesuatu dari Dia, Dia yang mengerjakannya di dalam diri saya. Segala sesuatu itu pun untuk Dia. Bagi-Nya-lah kemuliaan sampai selama-lamanya.

 Bless the LORD, O my soul: and all that is within me,
bless his holy name.
 Bless the LORD, O my soul, and forget not all his benefits:
 Who forgiveth all thine iniquities;
who healeth all thy diseases;
 Who redeemeth thy life from destruction;
who crowneth thee with lovingkindness and tender mercies;
 Who satisfieth thy mouth with good things;
so that thy youth is renewed like the eagle's.
Psalm 103:1-5

  Pujilah TUHAN, hai jiwaku! Pujilah nama-Nya yang kudus,
hai segenap batinku! Pujilah TUHAN, hai jiwaku,
dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya!
 Dia yang mengampuni segala kesalahanmu,
yang menyembuhkan segala penyakitmu,
 Dia yang menebus hidupmu dari lobang kubur,
 yang memahkotai engkau dengan kasih setia dan rahmat,
 Dia yang memuaskan hasratmu dengan kebaikan,
sehingga masa mudamu menjadi baru seperti pada burung rajawali.

Mzm 103:1-5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rumah Allah

  Rumah Allah Ibrani 3:6 Tetapi Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya; dan rumah-Nya ialah kita, jika kita sampai kepada akhi...