MEMORI
Daya ingat manusia sesuatu yang sangat mengagumkan. Ada orang mengatakan bahwa setiap peristiwa yang terjadi di dalam kehidupan kita, direkam otak dalam satu file khusus yang tersedia untuk itu. Di dalam otak kita terdapat bermilyar-milyar sel yang dipergunakan dalam rangka menyimpan semua peristiwa yang terjadi di dalam hidup ini. File-file yang tersimpan itu membentuk mind set setiap orang.
Jika mind set itu telah berlangsung sangat lama, sama seperti saya misalnya yang telah berumur lebih dari enam puluh tahun, maka mind set itu menjadi core believe saya. Core believe ini terbentuk sejak kita kecil. Jika kita mau mengubah seseorang, maka kita perlu mengubah mind set orang tersebut.
Jika orang itu mau diubah mind setnya, maka core believe nya pun harus berubah. Sementara core believe itu adalah sesuatu yang sudah terbentuk dari sejak kita kecil. Semuanya itu ada di dalam ingatan kita. Agustinus pernah mengatakan bahwa Allah ada di dalam dia tinggal di dalam ingatannya. Ia berbicara dengan memakai bahasa filsafat dengan mengungkapkan hal itu dalam karyanya yang terkenal: ‘Pengakuan’.
Memori menyimpan seluruh pengalaman hidup kita dari sejak kecil hingga kita tua dan meninggal dunia. Semuanya ada di sana. Kepadaku dituturkan kisah pelayanan Tuhan Yesus, pada waktu aku masih kecil. Aku diajari untuk menaikkan doa pada waktu aku mau makan dan juga mau tidur. Semua yang dituturkan itu hanyalah sebuah informasi di dalam memoriku. Tetapi satu hal yang pasti ialah: Yesus telah tinggal di dalam memoriku.
Sama seperti semua data yang ada di dalam memori itu tidak akan pernah hilang, demikian juga nama Yesus pun tidak akan hilang dari memoriku. Paling-paling file itu akan disimpan di dalam alam bawah sadarku. Karena file itu tidak pernah dipergunakan kembali. Tatkala nama Yesus dituturkan ulang setiap hari di rumah, setiap minggu di Gereja melalui sekolah minggu, maka nama itu menjadi sesuatu yang bermakna bagiku.
Sama seperti file tentang papa dan mama, dulunya itu hanyalah sekedar file di dalam memoriku, tetapi karena kedekatan setiap hari, membuat file itu ada rasa di dalamnya. Aku pun memulai menyenangi file tersebut. Demikian juga dengan file nama Yesus di dalam memoriku.
Pengalaman dengan nama itu semakin bertambah, karena aku melihat bahwa nama itu juga mempunyai makna di dalam hidup papa dan mama. Mereka menghargai nama itu di dalam hidup mereka. Penghargaan terhadap nama itu memberi kesan yang dalam di memoriku, sehingga nama itu pun semakin bermakna di dalam memoriku. Dari sekian file yang bermakna di di dalam memori itu, file papa, mama dan saudara-saudara yang lain, mungkin file Yesus juga bermakna. Adalah tugas orang tua untuk membuat nama Yesus sebagai satu file bermakna di dalam memori setiap anak yang telah dipercayakan Tuhan kepada mereka untuk dibesarkan.
Setelah aku masuk sekolah, kepadaku pun diajarkan pelajaran-pelajaran yang menyita waktu. Semakin banyak informasi yang disimpan otak. Ada yang diajarkan itu tidak ada manfaatnya sama sekali di dalam menempuh hidup di masa depan. Misalnya sejarah dunia. Tidak ada makna pelajaran itu bagi saya hingga sekarang. Ada banyak orang barat yang tidak tahu akan Indonesia, tetapi mereka sukses di dalam kehidupan kesehariannya.
Satu hal yang aku lihat sekarang di dalam kehidupan modern ini, orang sangat mencintai kemajuan. Oleh karena itu, mereka mengejarnya dengan jalan belajar lebih banyak. Informasi semakin dijejalkan ke dalam memori. Sayang seribu kali sayang, ada banyak anak-anak tidak dijejali dengan informasi dari tahta kasih karunia Allah. Sehingga file nama Yesus jadi semakin bergeser ke belakang. Barang kali file itu masuk ke dalam hidden file dalam computer otak kita. Aku mengalami hal seperti itu dalam hidup ini.
Oleh kasih karunia Allah, file yang ada di hidden file itu diaktifkan kembali. Ada seorang hamba Tuhan menuturkan kembali nama Yesus kepada kami secara intens. Tatkala kisah Tuhan Yesus itu dituturkan kembali, file yang sudah tua itu disegarkan kembali. Tatkala orang yang menuturkan itu digerakkan oleh Roh Kudus untuk menuturkannya, maka kisah yang dituturkan itu menjadi satu kisah yang hidup. Kisah itu bukan lagi satu peristiwa yang terjadi ribuan tahun yang lalu. Sebab dia yang dituturkan itu hadir di dalam penuturan tersebut. Kehadiran-Nya memberi nuansa baru di dalam file tentang nama-Nya yang telah tersimpan di dalam memori.
Sekarang file itu menjadi satu file yang hidup. Karena file itu telah hidup, maka ia membutuhkan informasi yang diperlukan untuk menambah informasi yang sudah ada di dalamnya tentang nama Yesus. Salah satu informasi yang sangat dibutuhkannya ialah: firman Allah. Itu sebabnya firman Allah sangat aku butuhkan sebagai makanan yang bergizi bagi file tersebut. Aku sadar, memori adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan di dalam menunjang pertumbuhan iman.
Setelah aku berjalan dengan Dia selama tiga puluh empat tahun. Berjalan dengan pemahaman yang sangat baru tentang Dia. Pemahaman bahwa Ia adalah Tuhan bukan karena orang tuaku mengajarkan demikian, melainkan Ia sendiri yang mengungkapkannya di dalam hati ini, di dalam memori ini. Iman Kristen sekalipun sangat bertautan dengan memori, iman itu haruslah kita dapatkan dari tangan pertama, yakni Allah sendiri. Iman yang sekunder tidak akan dapat bertahan menghadapi permasalahan hidup. Iman seperti itu akan sangat gampang menyerah. Jadilah ia mualaf. Ada banyak orang yang aku lihat sangat bangga ia menjadi mualaf. Iman yang dimilikinya pun adalah dari generasi kedua. Itu pun tidak dapat bertahan lama di dalam kebanggaannya.
Aku kembali menjelajahi memori yang sudah ada di dalam. Memori itu menyimpan beberapa peristiwa yang berkesan di masa kecil. Tatkala aku melihat ke dalam beberapa file itu, aku menemukan bahwa di dalam peristiwa itu ada Yesus di dalamnya. Oleh karena Ia ada, maka segala sesuatunya menjadi seperti sekarang ini. Jika Tuhan tidak ada di masa kecil, maka kita pasti tidak ada seperti sekarang ini.
Melalui file yang ada di dalam memori itu, saya sadar bahwa aku ada, sebagaimana aku ada sekarang ini. Akal sehatku mengatakan kepadaku, bahwa aku sudah ada jauh sebelum sekarang aku ada. Bukan karena aku sadar bahwa aku ada, maka jadilah aku ada. Nyerempet-nyerempet kepada ucapan seorang filsuf Perancis.
Jauh sebelumnya, aku sudah ada. Bahkan sejak di dalam kandungan ibu pun aku sudah ada. Seluruh pengalaman bundaku sangat mempengaruhi aku pada waktu itu. Jika bundaku senang, maka kesenangan yang dia nikmati, juga mempengaruhi aku. Jika ia susah, itu pun mempengaruhi aku. Itu kata orang pandai di bidang psikologi.
Lalu aku merenungkan perkara ini. Tatkala ibuku itu beribadah di Gereja. Ia mengungkapkan sebuah pengakuan iman. Ia mengungkapkannya dengan segenap hati, segenap jiwa dan segenap akal serta kekuatannya. Apakah imannya itu juga mempengaruhi aku? Jawabku: ya, tentu saja!
Pertanyaan diteruskan! Sejauh mana pengaruh iman bundaku itu mempengaruhi aku? Karena aku adalah bagian dari kehidupannya, dan hal itu mustahil dipisahkan, maka imannya itu akan mempengaruhi aku, sama seperti dia mengalami pengaruh imannya itu di dalam hidupnya. Aku hidup di dalam hidup ibuku! Jadi aku sudah beriman tatkala aku berada di dalam kandungan ibuku!
Ada lagi yang mengejutkan dalam Alkitab. Penulis surat Ibrani mengatakan bahwa Lewi telah turut mempersembahkan perpuluhan kepada Melkisedek, pada waktu Abraham mempersembahkan perpuluhan kepadanya. Pada hal, waktu itu dia belum lahir. Bahkan Ishak belum, Yakub apalagi. Alkitab mengajarkan bahwa anak hidup di dalam bapa, sebaliknya pun demikian, bapa hidup di dalam anak.
Bagaimana hal itu bisa? Aku memahaminya dengan cara sebagai berikut: Allah hadir di dalam diri Abraham. File Allah ada di dalam memorinya. Tatkala Allah hadir di dalam hidup kita, Ia tidak hadir di sana sendirian. Allah itu disebut PL dengan sebutan The LORD of Host – YHVH Zebaoth – menurut bahasa Ibrani. Kita tahu bersama, jika ada host maka satu hal sudah pasti ada tamu-tamunya. Jika host hadir, maka tamu-tamunya pun hadir. Jika Allah sebagai The LORD of Host hadir, maka seluruh anak-anak-Nya pun hadir di dalamnya.
Kehadiran Allah di dalam diri Abraham, memungkinkan seluruh keturunan Abraham hadir di dalam diri Allah yang hadir dalam hidupnya Abraham. Itulah sebabnya Lewi hadir pada waktu Abraham mempersembahkan perpuluhan kepada Melkisedek, sekalipun secara fisik ia belum ada. Jika seseorang telah hadir dalam satu upacara tertentu, pada hal ia belum hadir secara fisik, ini sesuatu yang tidak dapat diterima orang modern. Pada hal, itu adalah sesuatu yang disuarakan Alkitab.
Salah satu contoh lain yang disuarakan Alkitab tentang hal yang sama ialah: upacara ikat janji antara Israel dengan Allah di Padang Gurun, di Kadesy Barnea. Dalam Ulangan pasal 29, Musa mengatakan bahwa ia mengikat perjanjian antara orang Israel dengan Allah. Tetapi bukan hanya dengan orang yang hadir pada saat itu. Musa mengatakan bahwa perjanjian itu diikat juga oleh mereka yang tidak hadir pada saat itu.
Siapa gerangan orang yang turut ambil bagian di dalam perjanjian itu, namun ia tidak hadir pada saat itu? Jawabannya ialah: seluruh totalitas orang Israel di segala zaman, dulu sekarang dan nanti. Bagaimana mereka hadir di sana? Di dalam diri Allah yang telah hadir di dalam memori dari setiap orang Israel yang hadir di sana. Bapa mereka hadir di sana melalui anak-anaknya. Sementara generasi yang akan datang hadir di sana melalui mereka yang hadir pada waktu itu.
Jadi, melalui sebuah upacara yang diselenggarakan dimana Allah hadir di dalamnya, maka semua orang yang percaya pun hadir di sana, melalui kehadiran Allah. Ini adalah sebuah penemuan baru bagi saya secara pribadi. Pola pikir seperti ini disebutkan orang dengan sebutan pola pikir holistik. Aku adalah bagian dari seluruhnya. Seluruhnya hadir di dalam diri Allah. Argumen yang mendukung pemikiran ini dalam Alkitab ialah: tubuh Kristus. Tubuh Kristus adalah satu. Dulu satu, sekarang satu, nanti pun satu juga.
Berpangkal dari memori kita. Dengan memori itu, kita dapat berkelana ke masa lalu, dan juga ke masa depan di dalam Allah yang hadir dalam memori kita. Karena Allah hadir, maka kita dapat masuk ke dalam Kristus yang disalibkan di Golgatha. Kita turut disalibkan bersama Dia. Kita turut dikuburkan bersama Dia. Bukan hanya itu, kita bangkit bersama Dia. Bahkan turut duduk bersama Dia di surga. Itu semua adalah kesaksian Alkitab. Paulus yang mengungkapkannya kepada kita. Di dalam diri Allah, aku sudah ada, sebelum aku ada di dunia ini. Aku pun tetap ada di dalam Allah, sekali pun aku tidak ada lagi di dunia ini. Aku aman di dalam diri Allah. Itulah kabar baik yang sangat indah dikaruniakan Allah kepadaku, karena iman kepada Yesus Kristus. Terpujilah namanya.