26/08/11

HARI INI



HARI INI

Pada hari ini aku bangun pagi hari dengan sebuah kesadaran bahwa aku ada. Mungkin bagi banyak orang, bangun pagi dan masih dalam keadaan sehat walafiat, adalah sesuatu yang biasa-biasa saja. Bagiku pun demikian juga adanya. Tetapi lain dengan pagi ini. Aku bersyukur kepada Allah, aku ada. Maka selanjutnya aku bertanya di dalam hati, aku ada di mana? Pertanyaan ini bukan menunjuk kepada aku ada di rumah atau di luar rumah. Pertanyaan ini bukan bersifat ruang dan waktu. Aku sekarang ada di mana? Imanku memberi jawaban kepadaku bahwa aku ada di dalam kasih karunia Tuhan. 

Tatkala aku menyadari bahwa aku ada di dalam kasih karunia Tuhan, maka aku teringat akan firman Tuhan di dalam Rat 3:22-23 “Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!” Kembali aku bersyukur kepada Tuhan, sebab pada pagi hari ini aku menikmati kasih setia Tuhan yang senantiasa baru setiap hari. Rahmat-Nya pun tak habis-habisnya. Bukankah kita layak memuji Dia untuk sesuatu yang sangat besar dan luar biasa yang disiapkan-Nya bagi kita yang percaya?

Hari ini aku hidup! Jika kurenungkan lebih dalam lagi, aku tidak pernah hidup jika bukan pada hari ini. Tidak pernah aku hidup kemarin, juga aku tidak pernah hidup besok. Hari esok itu harus jadi hari ini lebih dahulu, barulah kemudian aku dapat hidup di dalamnya. Demikian juga dengan hari kemarin. Hari kemarin itu harus hari ini lebih dahulu, barulah aku ada di dalam hari tersebut.

 Kesimpulannya, saya senantiasa ada di dalam hari ini. Di sisi lain, Allah pun tidak pernah memiliki dulu dan nanti. Allah itu ada di atas ruang dan waktu. Ia tidak pernah ada di dalam ruang dan waktu. Allah senantiasa ada di dalam hari ini, jika kita memakai istilah manusia untuk memberi penjelasan tentang Allah yang ada. Jika demikian, aku dan Allah berada di dalam keadaan yang sama, yakni ada di dalam hari ini.

Jika aku ada di hari ini, Allah pun dalam bahasa manusia ada di dalam ‘hari ini’, aku bertanya: apa hubungan aku yang ada pada hari ini, dengan Dia yang ada di ‘hari ini’? Imanku mengatakan bahwa aku ada pada hari ini dan menikmati kasih setia serta rahmat Allah pada hari ini. Jadi aku ada agar aku berjumpa dengan Allah yang ada pada ‘hari ini’. Menarik untuk disimak, Allah yang dikenal oleh pemazmur ialah: Allah yang berkenan diketemui, ia berkata: “Hatiku mengikuti firman-Mu: "Carilah wajah-Ku"; maka wajah-Mu kucari, ya Tuhan “ Mzm 27:8. Sungguh, Alkitab menyaksikan kepada kita bahwa Allah kita itu adalah Allah yang mencari manusia. 

Hal itu sangat jelas kita lihat di taman Eden, tatkala manusia jatuh di dalam dosa. Allah datang mencari manusia dan ia berkata: “Adam, dimanakah engkau?” Kej 3:9. Hingga hari ini Allah terus memanggil manusia, demikian disaksikan oleh pemazmur di dalam Mzm 50:1 “Yang Mahakuasa, TUHAN Allah, berfirman dan memanggil bumi, dari terbitnya matahari sampai kepada terbenamnya”. Ia memanggil manusia, agar mereka menikmati kasih setia-Nya yang selalu baru setiap pagi.

Aku mau berjumpa dengan Allah yang ada di dalam dunia ini, Ia juga ada di dalam diri saya karena Yesus Kristus Tuhanku. Ia berkenan ditemui. Pertemuan dengan Dia tentulah menimbulkan rasa kagum di hati. Setiap orang yang berjumpa dengan Allah di dalam Yesus Kristus yang menyediakan diri-Nya untuk ditemui, tidak akan pernah tidak diliputi rasa kagum. 

Betapa tidak, Ia adalah ‘Abba’ bagi kita. Roh Kudus mengajar kita untuk menyapa Dia dengan sebutan seperti itu. Kata ‘abba’ adalah kata pertama yang dikatakan anak kecil orang Aram kepada orang tuanya. Dengan kata ‘abba’ itu, kita diterima atau dijumpai Allah sebagai anak kandungnya. Anak orang lain tidak akan pernah menyapa kita dengan istilah ‘papa’. Sebab itulah makna sesungguhnya dengan kata ‘abba’. 

Tidakkah hal ini menimbulkan kekaguman di dalam hati, tatkala mengetahui Allah datang mengunjungi kita dan kita dibuat-Nya menjadi anak kandung-Nya sendiri? Kekaguman adalah pintu masuk ke dalam persekutuan yang akrab dengan Tuhan. Dengan hati yang penuh dengan kekaguman, maka nalar kita memasuki sesuatu yang lebih besar dari dirinya sendiri.

Allah menunjukkan kepada Abraham bintang-bintang di langit. Ia berkata kepada Abraham: "Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya." Maka firman-Nya kepadanya: "Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu” (Kej 15:5). Saya percaya Abraham dikuasai rasa kagum lebih dahulu. Ia tidak dapat menghitung bintang-bintang itu. Bintang ada di mana-mana. Maka ia berimajinasi bahwa anaknya pun akan ada di mana-mana kelak.

Lalu datanglah ayat yang ke enam: “Lalu percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran”. Orang Yahudi tatkala berdoa, wajahnya diangkat ke atas. Maknanya ialah: ia membukakan diri kepada Dia yang lebih besar dari dirinya sendiri. Mereka tidak datang ke langit, sebab langit ada di mana-mana. Kita pun demikian, bukan kita yang datang kepada Allah, melainkan Allah yang datang kepada kita, sebab Ia ada di mana-mana.

Tatkala hati kita dipenuhi rasa kagum kepada Allah, maka selanjutnya iman mulai berbicara di lubuk hati yang paling dalam. Kita telah membukakan diri kepada yang lebih besar dari diri kita sendiri. Pada waktu itu, kita akan melihat segala sesuatunya itu sungguh sangat mengherankan. Danniel H Whittle sangat heran dengan apa yang dia dapatkan di dalam Yesus Kristus. Lalu ia menggubah sebuah syair dan dijadikan syair dari lagu ini:

Ku heran Allah mau membri rahmat-Nya padaku,
dan Kristus sudi menebus yang hina bagaiku.
Namun ku tau yang kupercaya dan aku yakin kan kuasa-Nya,
Ia menjaga yang kutaruhkan pada hari-Nya kelak!

Kagum, heran, apa lagi yang menyusul, kala kita mengalami perjumpaan dengan Allah di pagi hari ini? Kita akan menemukan sebuah rahasia. Tuhan Yesus berkata: “Pada waktu itu berkatalah Yesus: "Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil” (Mat 11:25). Allah akan membukakan kepada kita apa yang tersembunyi, khususnya apa yang seharusnya kita tahu dalam konteks keberadaan kita dalam relasi dengan Dia. 

Di tempat lain Tuhan Yesus mengatakan bahwa Roh Kudus akan memimpin kita ke dalam seluruh kebenaran (Yoh. 16:13). Keheranan itu lebih membukakan diri kita lagi kepada sesuatu yang lebih besar dari diri kita. Kini kita tiba pada saat untuk melihat kemuliaan Allah. Di  surga nabi Yesaya mengatakan bahwa para malaikat dengan berapi-api menyerukan satu sama lain: “kudus, kuduslah TUHAN semesta alam, bumi penuh dengan kemuliaan-Nya” (Yes 66:3). Para malaikat itu melihat kemuliaan Allah di bumi yang kita tinggali ini, adalah sesuatu yang sungguh sangat nyata. Kepada kita pun hal itu dibukakan Allah. Sayang seribu kali sayang, banyak orang yang tidak dapat melihat kemuliaan Allah tersebut. 

Kemuliaan Allah yang memenuhi bumi ini bukanlah seperti udara memenuhi seluruh bumi. Tetapi kemuliaan Allah itu di dalam bentuk kehadiran-Nya yang ada di mana-mana. Kita dapat merasakannya, sebagaimana seseorang yang kita kasihi, yang telah meninggalkan kita. Secara fisik ia tidak ada di sini, tetapi hati kita mengatakan ia ada di sini. Allah ada di mana-mana. Kita bisa merasakan hal itu. Sayang, kita tidak lagi diajar untuk menghargai sesuatu yang bersifat rohani. Hati kita telah diajar hanya melihat hal-hal yang bersifat materi. Sehingga sesuatu yang bersifat rohani tidak lagi dapat diterima oleh akal sehat kita.

Tatkala kita memandang kemuliaan Allah, maka tidak boleh tidak kita akan sujud menyembah Dia. Hal itu dilakukan oleh Rasul Yohanes, tatkala ia melihat Allah yang mulia itu di surga. Tatkala kita berhadapan dengan Allah, maka tidak ada kata-kata yang dapat dikatakan di hadapan-Nya, sebab Ia dikelilingi oleh kemuliaan-Nya. Tatkala Ayub berhadapan dengan Allah dalam kemuliaan-Nya, ia mengatakan: “Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu" (Ayub 2:5-6). 

Tatkala kemuliaan Allah turun ke atas Bait Allah yang dibangun oleh Raja Salomo, maka para imam tidak dapat masuk ke dalam bait tersebut, karena kemuliaan Allah yang memenuhi Bait Allah itu. I Raja 8:10-11. Semua yang kita bicarakan tadi, dapat kita jumpai sekarang di sini pada hari ini. Sebab Allah ada di sini. Maka kita sujud menyembah Dia. Hal seperti itu disuarakan oleh penggubah KJ No 17:1

Tuhan Allah hadir dalam rumah ini, hai sembah sujud di sini.
Diam dengan hormat tunduklah semua tubuh roh dan jiwa juga.
Trimalah, sabda-Nya minta diberkati dan serahkan hati.

Tatkala kita telah berhadapan dengan Allah yang memenuhi bumi dengan kehadiran-Nya, maka pada saat itu pula kita lupa akan diri kita sendiri. Kita ditelan oleh kekaguman, keheranan dan kemuliaan yang ada di hadapan kita. Buku Ende HKBP No 9:1 

1.    Hupuji holong ni rohaMu               Aku memuji kasih-Mu
O Tuhan Jesus Rajangki                ya, Tuhan Yesus Rajaku.
Tu Ho hulehon ma tondingku        
Kepadamu rohku kuserahkan,
Ai i do pinangidoMi                       karena itulah yang Engkau minta.
Huhalupahon ma diringku              Aku melupakan diri ini,
Mamingkir holong ni rohaMu          merenungkan kasih-Mu

Respon yang paling pas di hadapan Allah ialah: berdiam diri. Daud memang menari-nari di hadapan Peti Perjanjian Allah, tatkala peti itu dipindahkan ke Yerusalem. Ayat ini banyak dipakai teman-teman untuk membenarkan orang yang bersorak-sorai di hadapan Allah. Tetapi mereka lupa, bahwa peti itu belum masuk ke dalam kemah pertemuan. Tatkala imam besar masuk ke dalam ruang maha kudus, di tempat kemuliaan – syekinah – Allah nampak. Imam besar hanya diam dan tidak berbicara. Ia hanya memercikkan darah anak domba yang menghapus segala dosa bangsa Ibrani.
Dipelataran memang kita bisa bersorak sorai seperti yang dianjurkan oleh pemazmur di dalam Mzm 100:2 “Beribadahlah kepada TUHAN dengan sukacita, datanglah ke hadapan-Nya dengan sorak-sorai!” di ruang kudus dan maha kudus, tidak ada yang dapat kita lakukan di sana selain diam.
Abraham J Heschel mengatakan: “The essence and greatness of man do not lie in his ability to please his ego, to satisfy his needs, but rather in his ability to stand above his ego, to ignore his own needs; to sacrifice his own interest for the sake of the holy” (Between God and Man Hal 66). Dietrich Boenhoffer pun mengatakan bahwa Yesus Kristus adalah manusia yang memperuntukkan diri bagi orang lain. Di sini sangat jelas adanya keterputusan diri sendiri yang menjadi pusat dari segala sesuatu, digantikan dengan Allah yang menjadi subyek di dalam hidup ini. Di dalam suasana diam itu, kita akan melihat sebuah penglihatan. Itulah hasil dari sebuah perjumpaan dengan Allah di satu pagi hari, di hari ini.
Sebagai produk dari perjumpaan dengan Allah di pagi hari ini, kita harus memberi respon terhadap Dia yang datang mengunjungi kita. Marilah kita lihat sebuah potret perjumpaan seorang anak manusia dengan Allah yang datang untuk memanggil dia, yakni Musa. Pada satu hari di dalam kehidupan Musa, Allah datang dan menampakkan diri kepada Musa. Pada saat Musa sedang melakukan pekerjaannya pada hari itu, Allah menampakkan diri. Lagi pula ia menampakkan diri melalui rumput kering. Allah tidak bicara kepada Musa di atas gunung, atau dari langit. Ia menyapa Musa tatkala ia melakukan pekerjaannya sehari-hari. Melalui satu penampakan yang sangat sederhana.
Aku berpikir, Allah itu tetap sama, sebab demikianlah kata penulis surat Ibrani. Karena aku hidup pada hari ini, maka saya juga dapat menerima sebuah penglihatan dari Allah melalui satu benda yang sederhana. Martin Luther pernah berkata: “Kau dapat menemui Allah di dalam apel yang jatuh dari pohonnya”. Tatkala saya sadar akan sesuatu yang bersifat rohani hadir di dalam hidup ini, maka pada dasarnya saat itu adalah saat yang pas untuk menemukan Allah di dalam realita, sama halnya seperti yang dialami Musa. 

Aku mencoba menelusuri ayat-ayat di dalam Alkitab yang berbicara tentang hari ini. Maka aku dapatkan beberapa pencerahan di dalamnya. “Hari ini akan menjadi hari peringatan bagimu. Kamu harus merayakannya sebagai hari raya bagi TUHAN turun-temurun. Kamu harus merayakannya sebagai ketetapan untuk selamanya” (Kel 12:14). Tatkala orang Israel keluar dari Mesir, Tuhan berfirman agar orang Israel mengenang hal itu sebagai sesuatu yang bermakna. Mereka mengingat peristiwa paskah itu dan merayakannya untuk selama-lamanya. Hari ini adalah hari kita merayakan sesuatu dari sekian banyak hal yang dikerjakan Allah bagi kita. Ada banyak hal yang harus disyukuri tiap-tiap hari dalam hidup ini.

Dalam Kitab Ulangan kita baca: “Musa memanggil seluruh orang Israel berkumpul dan berkata kepada mereka: "Dengarlah, hai orang Israel, ketetapan dan peraturan, yang pada hari ini kuperdengarkan kepadamu, supaya kamu mempelajarinya dan melakukannya dengan setia” (Ul 5:1). Hari ini adalah hari dimana kita mendengarkan firman Tuhan dan mempelajarinya agar dilakukan dengan setia. Produk dari satu perjumpaan dengan Tuhan ialah: kita diajar dan kita mengerti apa yang diajarkan-Nya kepada kita. Kita pun melakukannya dalam kesetiaan kepada Dia yang telah menemui kita dalam kesetiaan-Nya.

Dalam kitab Ulangan kita baca: “Bukan dengan nenek moyang kita TUHAN mengikat perjanjian itu, tetapi dengan kita, kita yang ada di sini pada hari ini, kita semuanya yang masih hidup” (Ul 5:3). Allah mengikat perjanjian dengan mereka yang hidup, bukan dengan mereka yang sudah mati. Betapa indahnya hari ini. Hari dimana Allah datang untuk manusia dan mengikat perjanjian dengan umat manusia yang di datanginya. Aku membayangkan, tiap ‘hari ini’ Allah mengikat perjanjian dengan orang yang ditemuinya. Betapa aku berharap agar Ia juga mengikat perjanjian dengan orang-orang yang ada di dalam hati ini, orang-orang yang menjadi bagian dari hidup ini. Mereka menjadi bagian dari hidupku, karena Allah sendirilah yang memberikan mereka kepada hamba-Nya ini agar dilayani.

Lain lagi yang ditemukan di dalam Ul 5:24. Musa berkata: “Sesungguhnya, TUHAN, Allah kita, telah memperlihatkan kepada kita kemuliaan dan kebesaran-Nya, dan suara-Nya telah kita dengar dari tengah-tengah api. Pada hari ini telah kami lihat, bahwa Allah berbicara dengan manusia dan manusia itu tetap hidup”. Sungguh, Tuhan berbicara kepada manusia, tetapi manusia itu tetap hidup. Allah Yang Maha Kudus, yang berbicara dari guntur di atas gunung yang tinggi, berbicara dalam kemuliaan-Nya, namun manusia yang mendengar Dia tetap hidup. Itulah kasih karunia. 

Jika orang Israel dapat mengalami hal seperti itu pada ‘hari ini’, maka semua orang yang dipilih-Nya dari semula akan menikmati hal yang dinikmati orang Israel tadi. Cuma, sekarang Ia tidak lagi berbicara di gunung Sinai, tetapi berbicara dari tahta kasih karunia-Nya, sebagaimana diungkapkan penulis surat Ibrani, Ibr 4:16.

‘Hari ini’ adalah satu hari dimana kita menerima janji Tuhan, juga adalah hari dimana kita memberi janji kepada-Nya, sebagaimana orang Israel mengalaminya di gunung Sinai.  “Engkau telah menerima janji dari pada TUHAN pada hari ini, bahwa Ia akan menjadi Allahmu, dan engkau pun akan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya dan berpegang pada ketetapan, perintah serta peraturan-Nya, dan mendengarkan suara-Nya. Dan TUHAN telah menerima janji dari padamu pada hari ini, bahwa engkau akan menjadi umat kesayangan-Nya, seperti yang dijanjikan-Nya kepadamu, dan bahwa engkau akan berpegang pada segala perintah-Nya, Ul 26:17-18. 

Saya membayangkan setiap hari, perjanjian itu diperbaharui, sebagaimana kasih setia Tuhan senantiasa baru setiap pagi. Dimensi yang saya lihat di dalam perjanjian itu ialah: Allah itu abba bagi kita, kita menjadi anak bagi Dia. Kepada orang Israel, bunyi perjanjiannya ialah: Yahweh jadi Allah  bagi mereka, dan Israel jadi umat bagi Yahweh. Itu adalah kasih karunia.

Yosua memperhadapkan bangsa Israel pada satu hari dengan Allah, agar bangsa itu memilih siapa yang akan diikuti di dalam hidup ini. Yosua berkata: “Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada TUHAN, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang sungai Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!" Yosua 24:15. 

Hari ini berdasarkan suara Yosua tadi, adalah satu hari untuk memilih siapa yang akan kita ikuti. Tuhan atau dunia ini. Pemazmur mengatakan bahwa hari ini adalah hari dimana kita mendengar suaranya. “Sebab Dialah Allah kita, dan kitalah umat gembalaan-Nya dan kawanan domba tuntunan tangan-Nya. 

Pada hari ini, sekiranya kamu mendengar suara-Nya!” Mzm 95:7. Suara-suara dari Perjanjian Lama itu saya tutup dengan suara pemazmur yang mengatakan bahwa hari ini adalah harinya Tuhan. Hari dimana kita bersukacita. Mzm 118:24 “Inilah hari yang dijadikan TUHAN, marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita karenanya!” Tiada hari yang tidak didampingi Tuhan dalam hidup ini. Tiada hari dimana tidak ada urusan dengan Tuhan dalam hari itu. Kita hidup di hadapan Tuhan yang hadir di dalam hidup ini.

Dalam Perjanjian Baru pun kita menemukan kata hari ini. Paulus mengatakan kepada orang Korintus dengan mengutip mazmur: “Sebab Allah berfirman: "Pada waktu Aku berkenan, Aku akan mendengarkan engkau,  dan pada hari Aku menyelamatkan, Aku akan menolong engkau."  Sesungguhnya, waktu ini adalah waktu perkenanan itu; sesungguhnya, hari ini adalah hari penyelamatan itu” II Kor 6:2. 

Aku merenungkannya dengan mengatakan di dalam hati, ya, tiap hari yang adalah hari ini, itu adalah hari penyelamatan. Apa pun permasalahanku, Ia datang untuk menyelamatkanku. Aku jadi teringat akan pengalaman yang indah yang diperkenankan Tuhan untuk dijalani bersama dengan Dia, yakni: merawat istri yang bernama Tiur Seddy Romian boru Nainggolan. Dalam kegalauan hati melihat dia semakin lemah, Tuhan menghibur hati yang gundah ini dengan nyanyian dari Buku Ende HKBP No; 228:2 :

Sai tong didongani Na porsea i                 Orang percaya senantiasa ditemani,
Jala ganup ari Ro basaNa i            
          setiap hari kasih setia-Nya tiba.
Tu na so marganggu Di gogoNa i
             Bagi yang tak  ragu akan kuasa-Nya
Na mandok Tuhanku Na sun denggan i      yang mengaku: Tuhanku yang baik
Tu na so marganggu Di gogoNa i
             yang tidak  ragu akan kuasa-Nya
Na mandok Tuhanku Na sun denggan i.     yang mengaku: Tuhanku yang baik

Sungguh, tiap hari adalah sebuah persekutuan yang sangat akrab dengan Tuhan yang menyertai kita di sepanjang perjalanan hidup ini. Penulis surat Ibrani pun berbicara tentang hari ini. Ia mengatakan bahwa hari ini adalah hari dimana kita saling menasihati satu sama lain. Hari adalah hari yang jahat, jika kita membiarkan diri sendiri tidak di dalam persekutuan dengan Tuhan, tatkala kita menjalani hari ini. Itulah sebabnya penulis surat Ibrani itu menasihati kita. Ia berkata:  “Tetapi nasihatilah seorang akan yang lain setiap hari, selama masih dapat dikatakan "hari ini", supaya jangan ada di antara kamu yang menjadi tegar hatinya karena tipu daya dosa” Ibrani 3:13. Ia menambahkan pula, bahwa hari ini adalah hari pertobatan. Oleh karena itu jangan mengeraskan hati. “Tetapi apabila pernah dikatakan: "Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman" Ibrani 3:15.

Hari ini adalah hari bersama dengan Allah yang aku kenal di dalam Yesus Kristus Tuhanku. Aku telah melihat kemuliaan-Nya yang nampak di dalam karya Yesus Kristus. Aku memulainya dengan sebuah kesadaran. Lalu aku kagum dengan apa yang kusadari itu. Aku pun diperkenankan-Nya untuk heran melihat Dia yang  hadir di dalam hidup ini. Ia berkenan memperlihatkan kemuliaan-Nya kepadaku. 

Dalam perjumpaan itu aku berdiam diri, sama seperti Maria duduk di kaki Yesus dan mendengar Ia berbicara dengan lembut di dalam hati ini. Sama seperti yang disuarakan Nabi Yesaya, Ia memberikan kepadaku hati seorang murid. Lalu pengajarannya pun mengalir tentang apa makna hari ini bagiku di dalam persekutuan dengan Dia. Aku sujud di hadapan-Mu ya Allahku, dan mengatakan: bagi-Mu segala hormat dan pujian dan syukur dan terima kasih dan kuasa dan kekayaan dari sekarang sampai selama-lamanya. Lalu aku bangkit dari tempat dudukku dan menyanyikan lagu ini: 

Today I will walk with my hands in God.
Today I will trust in Him, and not be afraid.
For He will be there, for He will be there,
Every moment to share, on His wonderful day,
He has made.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rumah Allah

  Rumah Allah Ibrani 3:6 Tetapi Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya; dan rumah-Nya ialah kita, jika kita sampai kepada akhi...