Pelayanan Adalah Anugerah
Pendahuluan
Ada satu persekutuan pemuda
melakukan sebuah retreat. Rombongan dipimpin oleh seorang pastor dari Gereja
Katolik. Setelah mereka menghabiskan waktu selama satu hari, sang pemegas kas
melaporkan kepada panitia bahwa sejumlah uang yang dia simpan telah hilang
dicuri orang. Panitia mengadakan rapat kilat. Lalu memutuskan untuk mencoba
menelusuri peristiwa itu dengan baik dan benar. Mereka memeriksa siapa saja yang mungkin masuk ke
dalam ruangan sang pemegas kas, lalu mengambil uang tersebut. Setelah
mengadakan penelusuran yang cukup intens, mereka menemukan adanya salah seorang
dari antara peserta yang masuk ke dalam kamar tersebut dilihat orang lain.
Orang tersebut dipanggil dan
diperhadapkan ke hadapan pastor mereka. Setelah diteliti dengan seksama,
akhirnya orang tersebut pun mengaku akan kesalahan yang telah diperbuatnya. Ia
pun mengembalikan uang yang telah diambilnya tadi. Pastor mengambil sebuah
tindakan yang sangat radikal bagi setiap orang yang berpikir berdasarkan hukum.
Pastor itu mengatakan: kita akan memberikan kesempatan kepada dia yang telah
bersalah ini untuk mengabdi kepada Tuhan yang sudah mengampuni dia dalam
kesalahannya.
Kesempatan yang kita akan berikan
kepada dia ialah: menjadi wakil pemegang kas. Ia akan menolong pemegang kas kita
untuk bersama-sama mengelola uang yang kita punya. Pastor itu melihat pribadi
orang itu akan disembuhkan tatkala kepadanya diberikan kesempatan untuk
melayani justru pada saat dia tidak layak untuk melayani. Pelayanan yang
dipercayakan kepadanya itu adalah sebuah pelayanan anugerah.
Panggilan
Allah
Mereka yang melayani itu adalah
orang yang telah dipanggil Allah untuk melayani. Jika seseorang tidak dipanggil
Allah, maka orang itu tidak akan mungkin melayani di dalam pandangan Allah. Hal
itu sangat jelas terlihat di dalam pernyataan Yesus yang dicatat oleh Penginjil
Lukas, dalam Luk 9:57-62
Ada orang yang menawarkan diri
untuk mengikut Tuhan Yesus kemana pun Ia pergi. Yesus menolak dia dengan
mengatakan: Ia tidak punya tempat untuk menaruh kepala. Di sisi lain, ada orang
yang beralasan untuk tidak mengikut Dia, pada hal Yesus telah memanggilnya.
Kepada orang itu, Yesus mengatakan: biarlah orang mati mengubur orang matinya.
Ada orang yang mengambil pelayanan
itu bagi dirinya sendiri, sebagaimana diilustrasikan di atas. Secara harfiah,
ia memang terlibat di dalam pelayanan tersebut. Tetapi di mata Allah, hal itu
adalah sebuah dosa. Alkitab adalah sumber pengajaran yang otentik dan berlaku
bagi kita di sepanjang zaman. Untuk itu, marilah kita sejenak melihat orang
Israel di dalam perjalanan mereka menuju Tanah Kanaan.
Ada sejumlah orang yang menghendaki
agar mereka pun diberi kesempatan untuk melayani Allah di Kemah Pertemuan, sama
seperti Harun dan anak-anaknya. Mereka merasa layak untuk melakukan apa yang
dilakukan oleh Harun dan anak-anaknya. Mereka protes kepada Musa. Lalu Tuhan
berfirman kepada Musa untuk melakukan sesuatu di dalam rangka membuktikan bahwa
orang tidak boleh mengambil pelayanan itu bagi dirinya sendiri. Orang yang
berhak melayani Allah ialah mereka yang di panggilnya di dalam kasih
karunia-Nya. Peristiwa itu dicatat di dalam kitab Bilangan pasal 16. Musa menyampaikan firman TUHAN kepada mereka: Bil
16:5-7.
Orang Lewi yang menuntut jabatan
iman itu disuruh untuk membawa perbaraan dimana apinya tidak berasal dari
mezbah korban bakaran yang ada di depan Kemah Petemuan. Sementara Harun juga
membawa perbaraan yang apinya berasal dari Mezbah Korban Bakaran. Lalu kita
membaca dalam ayat 31-33 “Baru saja ia
selesai mengucapkan segala perkataan itu, maka terbelahlah tanah yang di bawah
mereka, dan bumi membuka mulutnya dan menelan mereka dengan seisi rumahnya dan
dengan semua orang yang ada pada Korah dan dengan segala harta milik mereka.
Demikianlah mereka dengan semua orang yang ada pada mereka turun hidup-hidup ke
dunia orang mati; dan bumi menutupi mereka, sehingga mereka binasa dari
tengah-tengah jemaah itu”.
Orang yang membawa perbaraannya
sendiri akan mati binasa. Hal ini adalah sebuah peringatan bagi kita agar tidak
melakukan hal itu di dalam hidup ini, sebab Allah tidak dapat dilayani oleh
mereka yang menawarkan diri untuk melayani dia. Kita melihat bahwa pelayanan
itu adalah sebuah kasih karunia Allah bagi kita.
Panggilan Internal dan Ekstenal
Berbicara tentang panggilan Allah
untuk melayani, para ahli mengatakan bahwa ada dua panggilan di dalam hidup
orang percaya. Panggilan pertama disebut namanya dengan internal calling – panggilan internal. Kedua disebut namanya dengan
external calling – panggilan
eksternal. Internal calling maksudnya ialah: Allah memanggil kita dengan jalan
Ia menaruh panggilan itu di dalam hati kita. Roh Tuhan berbicara ke dalam hati
kita dan menanamkan sebuah kerinduan di dalam hati untuk melakukan sesuatu bagi
Dia. Di sisi lain, eksternal calling
ialah: Allah memanggil kita melalui institusi atau orang yang berwenang itu.
Satu hal yang harus kita garis bawahi di sini ialah: kedua-duanya harus ada,
barulah pelayanan itu dapat dilaksanakan.
Ada orang yang mengatakan bahwa Roh
Kudus telah memanggil dia untuk melakukan sesuatu. Lalu atas panggilan internal
yang sudah dia terima, maka ia melakukan hal tersebut. Berdasarkan kesaksian
Alkitab, hal tersebut salah. Untuk itu marilah kita melihat apa yang disaksikan
Alkitab. Sebelum kita melihat ke dalam PL tentang kisah Raja Daud, maka ada
baiknya kita memperhatikan apa yang disuarakan Paulus tentang apa yang tertulis
di dalam PL. Paulus mengatakan: “Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu,
telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita teguh berpegang
pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci (Rom 15:4).
Hal ini dituliskan di sini, menjadi
peringatan bagi kita bahwa PL diberikan kepada kita menjadi penghiburan atas
pergumulan hidup. PL menyaksikan Raja Daud telah diurapi Samuel jadi raja untuk
menggantikan Saul. Samuel sendiri yang disuruh Allah untuk mengurapi dia. Itu
berarti Daud telah menerima panggilan internalnya. Namun ia benar-benar
menduduki kursi singgasana kerajaan Israel lama setelah pengurapan yang dia
terima. Eksternal calling bagi dia ialah: rakyat Israel membangkitkan dia jadi
raja atas mereka.
Jika ditinjau dari sudut pandang
Daud secara subyektif, ia dapat berkata kepada Saul untuk turun tahta, sebab
Allah telah memanggil dia untuk menggantikan posisinya sebagai raja. Pembenaran
untuk perkara itu adalah tindakan Samuel untuk mengurapi dia sebagai raja.
Namun Alkitab tidak menceriterakan kepada kita bahwa Daud melakukan hal seperti
itu. Sebaliknya, ia menunggu hingga bangsa itu memanggilnya sebagai raja atas
mereka. Hal yang sama dapat kita terapkan di dalam pelayanan kepada Allah di
zaman modern ini. Jika saudara merasa Tuhan telah memanggil untuk melakukan
satu pekerjaan bagi Dia, itu benar. Namun, kita juga harus menunggu Dia untuk
menggerakkan orang untuk melakukan panggilan itu atas nama-Nya. Paulus dalam
surat Roma mengatakan bahwa harus ada yang mengutus. Maksudnya ada persekutuan
yang mengutus orang itu untuk melakukan sesuatu hal.
Pengalaman mengatakan bahwa
panggilan itu tidak senantiasa dimulai dari panggilan internal baru panggilan
eksternal. Ada kalanya panggilan eksternal lebih dahulu, barulah panggilan
internal datang belakangan. Namun satu hal yang pasti ialah: kedua-duanya harus
ada, barulah kita dapat beroperasi dengan baik dan benar. Ada orang yang
dipanggil satu persekutuan untuk melayani dalam kerajaan Allah. Pada mulanya ia
melakukan pelayanan itu berdasarkan alasan yang sangat manusiawi. Tetapi
tatkala waktu berjalan, ia akhirnya tiba juga pada panggilan internalnya.
Dibenarkan
Orang yang dipanggil Allah untuk
melayani, ia lebih dahulu telah dibenarkan. Kata dibenarkan di dalam PB artinya
ialah: dipandang tidak berdosa oleh Allah sendiri. Ketidakberdosaan mereka
dimungkinkan oleh karena karya Kristus di kayu salib yang mendamaikan dunia
dengan Allah. Itu berarti, orang yang melayani itu adalah orang yang sudah
berdamai dengan Allah. Sekarang kita lihat orang yang melayani Tuhan di
Gereja-Nya. Ada juga di antara mereka yang masih hidup di dalam dosa.
Mereka ini membawa perbaraan asing
di hadapan Allah. Berdasarkan apa yang telah kita bahas di atas tentang Harun
dan bani Korah, maka sudah jelas apa masa depan dari orang yang membawa
perbaraan asing di hadapan Allah. Untuk melihat betapa kudusnya pelayanan
kepada Allah itu, maka sejenak kita akan meneliti ibadah penahbisan seorang
imam di dalam PL, sebagaimana diuraikan di dalam kitab Imamat pasal 8.
Penahbisan Imam
Marilah
kita meneliti pelaksanaan upacara penahbisan imam ini dan menarik pelajaran
yang berharga dari dalamnya. Kita mulai dengan peralatan yang dipergunakan
untuk menahbiskan mereka. Peralatan itu ialah: pakaian-pakaian, minyak urapan
dan kurban. Untuk pakaian yang akan dikenakan kepada para imam itu dibicarakan
di dalam kitab Keluaran pasal 28 dan pasal 29. Tentunya pakaian itu punya makna
tersendiri. Kita tidak akan membahasnya di sini dengan panjang lebar. Namun
satu hal yang pasti pakaian itu punya makna. Untuk sederhananya kita mengambil
apa yang diutarakan oleh Nabi Yesaya dalam Yes. 61:10 “… sebab Ia mengenakan pakaian keselamatan kepadaku dan menyelubungi aku
dengan jubah kebenaran.”
Dari
ayat ini kita dapat memahami pemahaman orang Israel kuno tentang pakaian.
Pakaian secara simbolis berhubungan dengan keselamatan dan kebenaran. Satu hal
yang pasti di dalam upacara ini pakaian itu dibuat sesuai dengan rancangan
Allah. Pakaian itu dikenakan kepada para imam yang dilantik. Mereka tidak
mengenakannya sendiri. Hal itu memberikan pengertian kepada saya tentang
kebenaran yang dikenakan kepada saya oleh Allah.
Kebenaran
bukanlah sesuatu yang dapat saya kenakan kepada diri sendiri, melainkan karena
dikenakan kepada saya. Saya pasif dan tidak berbuat apa pun sehingga saya
menjadi orang benar di hadapan Allah. Saya bisa melayani Dia bukan karena
kebenaran diri saya di hadapan-Nya. Di samping itu mereka yang melayani Dia itu
adalah mereka yang sudah menikmati keselamatan.
Pakaian Imam
Sebelum
pakaian itu dikenakan, mereka harus dibasuh lebih dahulu. Itu berarti mereka
menanggalkan sesuatu yang kotor dari dalam dirinya. Apakah yang harus
ditanggalkan seorang pelayan Tuhan dari dalam dirinya, tatkala ia dipanggil
menjadi pelayan? Menurut hemat saya makna dari pembasuhan ini ialah pembasuhan
motivasi untuk melayani Allah. Orang harus dimurnikan motivasinya dalam rangka
melayani Tuhan. Tatkala kita sudah dipanggil untuk melayani Dia, maka motivasi
kita dimurnikan Allah. Itulah sebabnya seorang pekerja Tuhan harus belajar
lebih dahulu.
Harapan
saya tentang masa belajar ini ialah: motivasi kita dimurnikan melalui pelajaran
yang diberikan kepada kita selama satu atau dua tahun. Tetapi kenyataan di
lapangan yang saya temukan, bukanlah demikian. Di gereja yang saya kenal, para
calon sintua ini diajar tentang hal-hal yang tidak terlalu penting bagi dia di
dalam pelayanannya sebagai sintua. Menurut hemat saya secara pribadi hal yang
diajarkan itu dapat dipelajari mereka secara pribadi jika mereka membutuhkannya.
Sudahkah
saya dimurnikan dengan air yang kudus dari surga? Nabi Yehezkiel menyampaikan
firman Tuhan kepada bangsa Israel di zamannya,: “Aku akan mencurahkan kepadamu air jernih, yang akan mentahirkan kamu;
dari segala kenajisanmu dan dari semua berhala-berhalamu Aku akan mentahirkan
kamu. Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu
dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu
hati yang taat” (Yeh. 36:25-26). Allah membasuh kita dengan air dari surga
yang memurnikan motivasi kita di dalam melayani Dia.
Minyak
Urapan
Di samping pakaian
ada juga minyak urapan. Tentang minyak urapan ini dibicarakan dalam kitab
Keluaran, “Berfirmanlah TUHAN kepada
Musa: "Ambillah rempah-rempah pilihan, mur tetesan lima ratus syikal, dan
kayu manis yang harum setengah dari itu, yakni dua ratus lima puluh syikal, dan
tebu yang baik dua ratus lima puluh syikal, dan kayu teja lima ratus syikal,
ditimbang menurut syikal kudus, dan minyak zaitun satu hin. Haruslah kaubuat
semuanya itu menjadi minyak urapan yang kudus, suatu campuran rempah-rempah
yang dicampur dengan cermat seperti buatan seorang tukang campur rempah-rempah;
itulah yang harus menjadi minyak urapan yang kudus” (Kel 30:22-25). Minyak
urapan ini tidak ada hubungannya dengan minyak urapan yang dibuat oleh Gereja
Tiberias. Minyak urapan mereka itu tidak alkitabiah.
Orang Israel
dilarang membuat minyak seperti itu bagi dirinya sendiri. Jika mereka membuat
minyak seperti minyak urapan itu, maka mereka akan dihukum mati. “Orang yang mencampur rempah-rempah menjadi
minyak yang semacam itu atau yang membubuhnya pada badan orang awam, haruslah
dilenyapkan dari antara bangsanya." (Kel.30:33). Jadi sangat jelas
orang tidak boleh mengenakan kepada dirinya sendiri sesuatu yang kudus. Itu
adalah ketetapan Allah yang berlaku untuk selama-lamanya. Kekudusan bukan milik
manusia, itu milik Allah dan mereka yang kepadanya Allah mengaruniakannya.
Syukur kepada Allah, kita menerimanya karena Yesus kristus Tuhan kita. Pelayanan
adalah sesuatu yang kudus, karena yang kita layani adalah Allah. Pengajaran ini
tetap berlaku hingga hari ini. Menjadi pekerja Tuhan di gereja adalah perkara
yang kudus.
Imam yang dilantik
itu diperciki dengan minyak urapan. Maksud dari pemercikan dengan minyak urapan
ini menurut nas ialah untuk menguduskan imam itu di dalam melaksanakan
tugasnya. Dari ceritera itu kita sadar bahwa soal pengurapan bukanlah urusan
manusia, melainkan urusan Tuhan. Manusia tidak dapat mengurapi dirinya sendiri.
Ia tidak dapat memilih dirinya sendiri untuk melaksanakan tugas pelayanan
kepada Allah, atau orang lain, berdasarkan keinginannya sendiri. Jika ia
melakukan hal itu, maka ia harus dilenyapkan dari antara bangsanya. Itu firman
Tuhan.
Satu catatan bagi kita di sini ialah, setelah minyak
urapan dipercikkan kepada mereka yang diurapi, bukan berarti ia sudah resmi
menjadi imam. Mereka sah menjadi imam, setelah kurban penahbisan dipersembahkan.
Pada waktu kurban penahbisan dipersembahkan, di sana ada satu upacara yang disebut
dengan istilah persembahan unjukan. Saat itulah imam tadi sah menjadi imam. Hal
itu akan kita bicarakan nanti pada waktu kita membicarakan kurban tahbisan.
Tetapi jelas di sini minyak urapan dipercikkan bukan berarti ia telah sah
menjadi imam. Maksudnya ialah: orang itu telah dikuduskan, telah disendirikan
untuk melayani Tuhan.
Bangsa Israel
dipanggil menjadi bangsa yang kudus. Hal yang sama berlaku juga bagi orang
Kristen. Menurut I Pet. 2:9, kita adalah bangsa yang kudus imamat yang rajani
umat kepunyaan Allah. Oleh karena itu pemercikan minyak urapan ini memberikan
gambaran kepada kita tentang pelimpahan Roh Kudus kepada mereka yang melayani.
Minyak adalah salah
satu perlambang dari Roh Kudus. Setiap orang yang melayani diberikan kepadanya
Roh Kudus secara khusus, agar dimampukan melakukan kehendak Allah. Yohanes
Pembabtis penuh dengan Roh Kudus sejak kandungan, para rasul itu pun
diperlengkapi dengan kuasa dari atas untuk melakukan kehendak Allah. demikian
juga setiap orang yang melayani Allah.
Korban
Penghapus Dosa
Peralatan yang
ketiga dalam rangka penahbisan itu ialah Kurban Sembelihan. Dalam rangka
menahbiskan para imam, dibutuhkan kurban sembelihan sebanyak tiga ekor. Kurban
pertama adalah seekor lembu jantan muda. Kurban ini namanya ialah Kurban
Penghapus Dosa. Imam yang akan ditahbiskan itu telah dibasuh lebih dahulu.
Tetapi ia tetap memerlukan kurban penghapus dosa, apa makna dari seekor lembu
bagi kita sekarang ini. Dari sudut perjanjian baru semua kurban itu telah
digenapi di dalam diri Tuhan Yesus. Namun kita tetap dapat menimba makna dari
lembu itu bagi kita.
Lembu adalah
binatang yang sangat potensial bagi masyarakat agraris seperti bangsa Israel
pada zaman dahulu. Seekor lembu memiliki nilai ekonomis yang tinggi, apalagi
seekor lembu jantan muda. Jika lembu itu dikurbankan, maka ada kerugian
material bagi mereka yang mengurbankannya. Nilainya cukup besar. Jika seseorang
ditahbiskan menjadi seorang pelayan Allah, ia harus melihat masalah dosa adalah
satu masalah besar, sama seperti lembu yang tubuhnya besar. Dosa juga harus
dilihat sebagai satu kerugian bagi mereka yang melakukan dosa, sama seperti
imam yang harus mengeluarkan uang yang cukup banyak untuk membeli seekor lembu
jantan muda. Sebuah pertanyaan bagi mereka yang melayani Tuhan, apakah mereka
melihat dosa adalah satu masalah besar dan sesuatu yang sangat mendasar?
Ada orang yang
menjadi pelayan di gereja, menjadi pemimpin dari satu jemaat, pada hal ia
adalah seorang rentenir. Firman Tuhan sangat jelas mengatakan bahwa umat-Nya tidak
diperbolehkan membungakan uang. Tetapi orang ini hidup dari membungakan uang,
namun ia memimpin jemaat Allah. Bagi dia membungakan uang bukan dosa, pada hal
Alkitab mengatakan itu adalah dosa. Ia tidak melihat dosa sebagai satu masalah
besar. Ada juga orang yang melayani Tuhan di jemaat pada hal ia bukan seorang
kepala rumah tangga yang baik di lihat dari sudut pandang manusia. Hal itu
sudah kita bahas di atas.
Masalah yang sangat
mendasar bagi kita ialah bagaimana kita melihat dosa di dalam hidup ini!
Alkitab sangat jelas mengajarkan bahwa
dosa itu adalah masalah besar. Bagaimana mungkin orang memandangnya menjadi
masalah enteng! Bagi orang itu dosa bukanlah sesuatu yang menjadi masalah
besar. Orang Israel awam, jika ia berdosa, maka kurban penghapus dosa bagi
mereka ialah seekor kambing atau domba. Bahkan bisa seekor burung dara, atau
burung merpati. Tetapi bagi seorang imam – pelayan Allah – kurban penghapus
dosa bagi mereka haruslah seekor lembu jantan muda. Bukankah pengajaran ini
masih sangat relevan bagi kita sekarang yang hidup di abad kedua puluh satu
ini?
Kurban
Bakaran
Setelah dosa
diselesaikan melalui kurban penghapus dosa, maka datanglah kurban bakaran. Kurban
ini terbakar seluruhnya di mezbah yang ada di depan Kemah Pertemuan. Kurban ini
bermakna penyerahan diri kepada Allah. Hal ini sangat jelas dari nama lain dari
kurban ini menurut kitab Imamat. “sebagai
kurban bakaran, sebagai kurban api-apian yang baunya menyenangkan bagi TUHAN” (Im.1:9).
Mereka yang melayani Tuhan adalah orang yang menyerahkan diri kepada kehendak
Allah secara total.
Paulus mengatakannya
dengan ungkapan lain: “Karena itu,
saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu
mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang
berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati” (Rom. 12:1). Kurban
ini dapat dipersembahkan takala kurban penghapus dosa telah dipersembahkan.
Tidak akan ada sesuatu yang harum baunya bagi Allah, sebelum dosa diselesaikan.
Itu adalah disain yang kekal dari Allah Alkitab. Bagaimana dengan diri saya
sendiri? Apakah dosa saya telah selesai? Buku Ende Nomor 443:1 mengatakan :”Dung Tuhan Jesus nampuna au songgop damena
biiarhu lao, taripar gogo ngolunai, na
sa dosangku naung sae do i.
Jadi dosa-dosa ku telah diselesaikan oleh Yesus melalui darah-Nya.
Kurban Tahbisan
Setelah
kurban bakaran dipersembahkan, tibalah giliran kurban penahbisan
dipersembahkan. Hal ini memberikan kepada kita sebuah kebenaran yang berlaku di
sepanjang zaman, yakni tidak ada penahbisan yang sah di mata Allah, sebelum kurban
bakaran dipersembahkan. Hal yang sama juga berlaku untuk kurban bakaran. Tidak
ada kurban bakaran tanpa ada kurban penghapus dosa. Bukankah hal ini memberikan
sesuatu pelajaran berharga bagi kita? Alangkah indahnya ibadah kita itu.
Alangkah kudusnya jabatan itu. Namun apakah memang demikian pemahaman mereka
yang sedang melayani Tuhan di gereja-Nya sekarang ini? Tuhan yang tahu.
Kita
akan menyoroti penyembelihan kurban ini lebih rinci, dalam rangka mendapatkan gambaran
tentang kekudusan mereka yang melayani Tuhan. Setelah domba disembelih,
darahnya ditampung dan darah itu dioleskan ke kuping sebelah kanan dari imam
yang ditahbiskan. Juga ke ibu jari tangan kanan dan ibu jari kaki kanan. Apa
artinya itu. Tentunya hal itu dilakukan bukan tanpa makna. Saya memahami
tindakan itu menandakan bahwa darah itu, yang mendamaikan imam tersebut dengan
Allah, menyucikan kupingnya sedemikian rupa, sehingga ia dapat mendengar Allah
berfirman di dalam hidupnya.
Seorang
pelayan haruslah dapat mendengar Allah berfirman di dalam hidupnya. Ada orang
yang mengatakan bahwa sekarang Allah tidak lagi berbicara kepada orang percaya
di zaman ini. Bagaimana mungkin? Bukankah Tuhan Yesus mengatakan bahwa Roh
Kudus datang untuk mengajar kita ke dalam seluruh kebenaran? Bagaimana Ia
mengajar kita, jika Allah tidak berfirman kepada kita? Memang cara Allah
berfirman kepada kita mungkin berbeda dengan cara Dia berbicara kepada orang
zaman dahulu kala. Tetapi yang pasti ialah: Allah tetap berbicara kepada
umat-Nya dengan berbagai cara juga di zaman ini. Seorang pelayan dimungkinkan
untuk mendengar Allah berfirman.
Pengolesan
ke ibu jari kanan mengandung makna, darah itu menyucikan tangan untuk bekerja
bagi Allah. Saya mengingat sebuah nyanyian sekolah minggu di zaman saya masih
kecil. “Tanganku na metmet hulehon ma tu
Debata, dainang i, na loja i sai urupan hu na ma i, tangan ki di Ho ma i tangan
hi di Ho ma i”. Tangan itu akan mengerjakan kehendak Allah. Bagi seorang
anak kecil, kehendak Allah bagi dia ialah membantu ibunya mengerjakan pekerjaan
yang dapat ia lakukan.
Seorang
pelayan Allah tahu bahwa yang dikerjakannya ialah kehendak Allah. Saya teringat
dengan apa yang dikatakan seorang pendeta yang sudah pensiun dari tugas
penggembalaan secara formal. Ia menasihatkan kepada mereka yang akan ikut Sinode
Godang pemilihan fungsionaris di HKBP. Beliau mengatakan bahwa surat suara yang
dimasukkan ke dalam kotak suara, harusnya dilihat sebagai persembahan. Oleh
karena itu, tidak boleh seorang pun tahu siapa yang dipilih untuk memegang
jabatan di HKBP. Karena surat suara itu dipandang sebagai persembahan kepada
Allah.
Alangkah
indahnya acara itu, jika semua orang yang turut ambil bagian di dalam pemilihan
itu melihat acara itu adalah sebuah ibadah. Namun berbeda dengan apa yang
diutarakan hamba Tuhan yang soleh ini, sekarang ini, orang sudah mengatur siapa
yang duduk di dalam jabatan tertentu. Sudah diatur oleh satu tim penentu di
balik layar. Mereka ini akan mempertanggungjwabkan hal itu di hadapan Allah, di
pengadilan tahta putih kelak, karena mereka mempersamakan hal yang kudus dengan
hal yang duniawi. Jabatan apa pun itu di dalam jemaat, semuanya itu adalah
kudus di dalam hati Allah. Sebab mereka melayani Allah di dalam rumah-Nya.
Darah
itu juga dioleskan ke ibu jari kaki kanan. Itu berarti darah tersebut
menyucikan orang itu untuk berjalan di jalan Allah. Wah, luar biasa kekudusan
yang dikehendaki Allah untuk dijalani oleh mereka yang melayani Dia. Jalannya
ialah jalan Allah. Karyanya adalah karya Allah; pikirannya adalah pikiran
Allah. Saya yakin itu juga yang dilakukan oleh Rasul Paulus di dalam
pelayanannya, maka ia berkata: ”Tetapi
kami memiliki pikiran Kristus” (I Kor.2:16) di tempat lain ia berkata: “Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga
menjadi pengikut Kristus” (I Kor.11:1). Buku Ende kita menyuarakan: “ndang olo au mardalan sasada au, sai Ho ma
ale Tuhan manogu au” (BE. No.207:1). Itu berarti Allah akan menuntun saya
berjalan di jalan-Nya. Yesus memang mengatakan bahwa bukan kehendak-Nya, tetapi
kehendak Allah yang dijalani-Nya selama Ia berjalan di dunia ini. Bagaimana
dengan kita para pekerja di HKBP?
Makan Bersama
Setelah
kurban ini dipersembahkan dan bagian-bagian tertentu di persembahkan kepada
Allah melalui mezbah kurban bakaran yang terdapat di hadapan Kemah Pertemuan,
maka sisa dari kurban penahbisan yang tidak dipersembahkan di mezbah, harus
dimakan oleh imam di hadapan Tuhan. Maksudnya dimakan di pelataran Bait Allah.
Makna dari upacara itu adalah makan bersama. Pemahaman Israel kuno tentang
makan bersama ialah: Allah makan bersama dengan umat-Nya di dalam pelataran
Bait Allah. Israel memahami kurban itu dimakan Allah melalui bagian-bagian dari
kurban yang dipersembahkan di atas mezbah kurban bakaran. Sisa kurban dimakan
oleh imam yang ditahbiskan juga di pelataran Bait Allah, itu berarti di hadapan
Allah. Itu berarti Allah dan imam itu makan dari daging yang sama. Itu berarti
makan bersama. Makan bersama memiliki makna yang sangat dalam dalam budaya
Timur Tengah.
Untuk
memahami makna makan bersama ini, di sini akan diuraikan sebuah kisah yang
terjadi di masyarakat Nomaden di daerah Timur Tengah[1]. Ada seorang ibu yang
sedang menuju oase di perkemahan mereka. Di tepi perigi itu, ia menemukan
seorang pria yang sedang sekarat. Ia mengalami luka parah di kepalanya, dan di
kepala orang itu tertancap potongan pedang. Darah menyalir dari luka tersebut.
Si ibu tergerak hatinya oleh belas kasihan, ia menolong pria itu dengan
membawanya ke kemahnya, serta mengobatinya dan memberi dia makan. Setelah
selesai memberikan pertolongan kepada pria tersebut, tak lama kemudian,
penduduk perkemahan itu membawa mayat suaminya. Mereka juga membawa pedang
suaminya beserta dengan mayat tersebut. Tatkala pedang itu diperiksa dan
potongan pedang yang ada di dahi pria tadi, mereka menyimpulkan bahwa yang
membunuh suaminya ialah dia yang telah ditolong oleh wanita tadi.
Hukum
yang berlaku di Timur Tengah ialah: mata ganti mata, gigi ganti gigi, nyawa
ganti nyawa. Ibu itu berhak untuk membunuh pria tadi, karena ia telah membunuh
suaminya. Namum hal itu tidak diperkenankan oleh tradisi mereka. Alasannya
ialah pria itu telah makan makanan mereka. Prinsipnya, orang bisa hidup karena
makanan yang dimakan. Karena itu setiap orang yang makan bersama, itu berarti
mereka memiliki hidup yang sama. Jika pria itu dibunuh, maka itu berarti wanita
tadi membunuh hidupnya sendiri. Sebagai jalan keluar, pria itu dinaikkan ke
unta dan dihalau ke padang gurun. Setelah dianggap makanan yang dia makan telah
habis dari tubuhnya, maka mereka kembali mengejar pria itu untuk dibunuh wanita
yang menolongnya. Itulah makna makan bersama bagi orang di Timur Tengah, tak
terkecuali orang Israel.
Dengan
latar belakang pengertian seperti itu, Yesus
mengatakan didalam Wayu 3:20, Ia akan makan bersama dengan kita.
Sekarang kita mengerti makna makan bersama dengan Allah di Bait-Nya yang kudus.
Seorang pelayan yang ditahbiskan menikmati hidup yang sama dengan hidupnya
Allah. Dia makan di rumah Allah. Itu berarti ia bagian dari keluarga Allah,
menikmati kualitas hidup Allah di dalam rumah-Nya.
Ditahbiskan
Setelah darah
dibubuhkan di tempat yang sudah diutarakan di atas, maka acara berlanjut dengan
penahbisan yang sesungguhnya. Bagian-bagian tertentu dari kurban penahbisan itu
diambil lalu seluruhnya ditaruh di tangan mereka yang dilantik. Mari kita
bayangkan betapa banyaknya yang ditaruh di tangan orang itu. Lemak, ekor yang
berlemak, paha kanan, satu roti bunder, satu roti bunder yang diolah dengan
minyak, satu roti tipis. Tentunya tangan itu penuh. Kitab Imamat sangat jelas
menyebutkan semua yang ada di tangan imam itu adalah persembahan yang namanya
adalah persembahan unjukan. King James Version (KJV) menyebutnya dengan sebutan
‘wave offering’. Kurban itu memang
diayunkan. Itu sebabnya disebut namanya unjukan. Lalu setelah diayun di hadapan
Allah, kemudian seluruh yang ada di tangan itu dipersembahkan kepada Allah di
atas mezbah. Kitab Imamat menyebutkan kurban itu adalah kurban api-apian yang
baunya menyenangkan bagi Tuhan. Setelah itu kembali mereka di perciki minyak
urapan juga dengan darah kurban penahbisan. Dengan demikian mereka resmi
menjadi pelayan Allah. Apakah itu punya makna bagi saya?
Tentunya ia memberi
pengajaran kepada saya bahwa tangan ini harus penuh dengan berkat dari Allah.
Sementara tangan berbicara tentang pekerjaan. Maka apa yang saya kerjakan
menjadi berkat bagi mereka yang saya layani. Pelayanan itu dilakukan untuk
Allah, bukan untuk manusia. Tatkala kita melakukannya untuk Allah, maka kita
tidak perlu mendapatkan pujian dari manusia. Yesus mengatakan dalam Lukas 17:10
“Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang
ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak
berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan”[2]. Jika kita melakukan dalam
konteks seperti itu, maka Alkitab mengatakan bahwa persembahan itu adalah satu
korban bau-bauan yang harum di hadirat Allah. Setelah upacara itu, maka
resmilah imam menjadi pelayan di hadapan Allah.
Panutan
Alkitab melaporkan kepada kita tentang orang yang
melayani Tuhan. Dari mereka kita dapatkan pelajaran yang sangat berharga dan
dapat dijadikan panutan di dalam rangka melayani Tuhan. Dari sekian banyak
orang yang dilaporkan Alkitab, maka sebagian dari antara mereka itu akan kita
ketengahkan di dalam sesi ini. Orang yang pertama kita soroti ialah Rasul
Paulus.
Rasul Paulus dalam
konteks melayani jemaat, ia memposisikan diri sebagai seorang hamba. Hal itu
dikatakannya kepada jemaat Korintus dalam II Kor 4:5 “Sebab bukan diri kami
yang kami beritakan, tetapi Yesus Kristus sebagai Tuhan, dan diri kami sebagai
hambamu karena kehendak Yesus” hal itu sejajar dengan apa yang dikatakan Yesus
di dalam Injil Matius 20:26. Jika saudara melayani orang, itu berarti secara
sadar, dari kehendak bebas saudara sendiri, saudara membuat diri saudara sebagai
seorang hamba bagi mereka yang saudara layani, di masa depan, setelah ia
bertumbuh, ia pun akan melakukan hal yang sama kepada orang yang dilayaninya,
sebab ia telah melihat sebuah contoh dari dalam hidup saudara.
Paulus juga
mengatakan bahwa karena kemurahan Allah, ia mendapatkan pelayanan tersebut,
oleh karena itu ia tidak pernah tawar hati di dalam menghadapi segala persoalan
di dalam pelayanan itu sendiri, II Kor 4:1. Di setiap pelayanan senantiasa ada
persoalan dan kesukaran, Paulus tidak pernah tawar hati terhadap semuanya itu
karena ia sadar bahwa pelayanan itu adalah sebuah anugerah bagi dia.
Paulus juga tidak
pernah mengandalkan dirinya sendiri di dalam melayani. Ia katakan hal itu di
dalam II Kor 1L 9: “Tetapi hal itu terjadi, supaya kami jangan menaruh
kepercayaan pada diri kami sendiri, tetapi hanya kepada Allah yang
membangkitkan orang-orang mati”. Seorang pekerja sejati tidak pernah bekerja
dari dalam dirinya sendiri. Kita sudah tahu tentang visi, bahwa pada hakekatnya
Allah sendirilah yang akan bekerja melalui diri kita sendiri.
Lebih jelas lagi
dikatakannya di dalam II kor 3:5” Dengan diri kami sendiri kami tidak sanggup
untuk memperhitungkan sesuatu seolah-olah pekerjaan kami sendiri; tidak,
kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah”. Kita membutuhkan para pekerja yang
menjadikan Paulus sebagai panutan bagi dirinya sendiri, sehingga Allah berkarya
di dalam diri kita untuk kemuliaan namanya. Sudahkah saudara melihatnya?
[1] Sumbernya tidak lagi diketemukan,
karena di dapatkan secara kebetulan dalam tulisan orang.
[2]
Dengan pemahaman seperti itu,
saya mempertanyakan keputusan HKBP untuk memberikan penghargaan bagi pekerja
yang sudah pensiun dari pelayanan. Orang yang “Na so hasea” mendapat penghargaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar