B
U N D A
Hidup
pada dasarnya adalah sebuah pergumulan. Entahkah manusia itu menikmati
kehidupan yang melimpah dengan berkat, namun tidak ada manusia yang tidak punya
pergumulan hidup. Oleh kasih karunia Allah yang besar, aku diberi kesempatan
untuk berkenalan dengan seorang ibu yang luar biasa menurut hemat saya secara
pribadi. Waktu akan menunjukkan kelak, ibu muda ini akan setara dengan ibu-ibu
yang besar di dalam sejarah dunia atau tidak. Dalam sejarah Gereja kita
mengenal Ratu Helena, ibu dari Kaisar Konstantin dari Imperium Romawi. Kehidupan
kerohaniannya punya dampak dalam pribadi Sang Kaisar, sehingga ia bertobat dan
menjadi Kristen. Pertobatan Konstantin membawa perubahan besar bagi sejarah
dunia. Imperium Romawi jadi Kristen.
Setelah
Kaisar Konstantin bertobat dan jadi Kristen, Ratu Helena membangun Gereja di
tempat-tempat dimana jejak kaki Kristus dapat ditelusuri di tempat-tempat
tertentu di Timur Tengah. Karya dari Ratu Helena tersebut hingga kini masih
dapat dinikmati para wisatawan di Timur Tengah. Ratu Helena seorang pribadi yang
punya visi besar. Oleh dia, sejarah dunia berubah. Kasih karunia Allah yang
didepositkan di dalam dirinya, yakni iman kepada Yesus Kristus, Sang
Juruselamat dunia memungkinkannya.
Kita
juga mewarisi sejarah kehidupan seorang ibu dari Hippo yang bernama: Monica.
Oleh karena imannya kepada Yesus Kristus, ia merindukan anaknya jadi orang yang
beriman kepada Kristus yang juga dia percayai. Ia bergumul dan menguraikan
banyak air mata demi anak tersebut. Monica pernah ditegur seorang uskup, dengan
mengakataan kepadanya: "Pergilah hai anakku dari sisiku, sebab tidak ada
anak seperti itu yang akan binasa. Sebab telah terlalu banyak air mata yang
dicurahkan karena dia". Orang yang kita maksudkan ialah: Agustinus Bapa
Gereja. Agustinus membawa perubahan yang sangat besar di dalam kehidupan
bergereja, bahkan di dalam pembentukan pola pikir masyarakat Eropah karena
karya tangannya.
Aku
masih menorehkan satu lagi kehidupan seorang wanita sederhana, namun membawa
pengaruh besar ke dalam kehidupan masyarakat dunia. Orang itu adalah Susannah
Wesley. Sang ibu ini seorang yang saleh. Ia bukan seorang teolog, tetapi
anak-anaknya menjadi pendiri dari Gereja Methodist. Kehidupan keluarga mereka
menjadi pondasi yang kokoh bagi iman harap dan kasih yang tertanam di dalam
hati dua bersaudara: John dan Charles Wesley. Mereka inilah yang menjadi
founder dari Gereja Methodist.
Satu
hal yang menarik dari kehidupan Susannah, pemahamannya tentang makna dosa yang
begitu dalam, hingga sekarang masih dibicarakan orang. Ia bukan teolog, tetapi
pemahamannya tentang imannya dibicarakan para teolog. Susannah membuat batasan
tentang dosa sebagai berikut: "whatever weakens your reasoning, impair the
tenderness of your consciense, obscures your sense of God or takes away your
relish for spiritual things. In short, whatever increases the authorithy of the
flesh over the spirit, that's are you, no matter how good it seems".
Batasan tentang dosa ini masih dibicarakan orang yang menyampaikan firman Tuhan
hingga hari ini. Oleh kasih karunia Allah, Susannah menjadi orang besar di mata
orang banyak, tentunya juga di mata Tuhan.
Aku
berharap, ibu muda yang aku bicarakan ini, oleh karena kasih karunia Tuhan, ia
dapat menjadi besar, bersama dengan anaknya. Anak itu sungguh sangat diharapkan
kehadirannya di antara keluarga. Beberapa tahun setelah menikah, Tuhan belum
juga mengaruniakan anak kepada mereka. Mereka pun berjuang di dalam doa dan
daya untuk berharap mendapatkan kasih karunia, seorang anak hadir di
tengah-tengah keluarga.
Akhirnya,
harinya pun tiba. Kehamilan itu pun datang juga. Sorak-sorai berkumadang di
dalam hati. Namun tidak berlangsung lama. Setelah anak lahir, dalam hitungan
hari, ia masuk ke dalam perawatan intensif. Dan dalam hitungan minggu, ia harus
masuk ruang operasi. Ada kelainan di dalam otak. Alhasil, anak pun mengalami
kekurangan yang sangat fatal di dalam kehidupannya. Saraf motoriknya mengalami
kerusakan. Sekarang anak itu telah berumur empat tahun. Namun ia tidak bisa
berbicara, tidak bisa bahkan membalikkan tubuhnya agar tengkurap. Saya sungguh
sedih jika mengingat dia.
Sang
ibu berjuang untuk merawat anaknya. Satu hal yang sangat kupuji dari sang ibu
muda ini ialah: ia membawa anaknya ke sekolah minggu. Ia masuk ke dalam kelas
batita. Ia duduk bersama ibu-bu muda lainnya, sama-sama menggendong anak-anak
mereka. Tetapi anaknya tetap diam di pangkuannya, sementara anak yang lain
sudah bermain ke sana-sini. Bukankah hal ini tentunya jadi duka tersendiri bagi
ibu muda kita? Namun ia terus menjalaninya. Bisa saja ia menutup diri di rumah.
Tetapi taktala ia menutup diri, maka tertutup juga dunia bagi anak tersebut.
Anak itu otaknya masih berfungsi. Ia dapat merekam apa yang terjadi di
sekitarnya. Hal itu terlihar dari sorot matanya yang memberi tanda bahwa ada
aktifitas di dalam otak. Memang syaraf motoriknya tidak berjalan. Anak itu
menikmati apa yang terjadi di luar dirinya.
Satu
hari di bulan Desember 2008, aku diundang untuk mengikuti acara kebaktian natal
Sekolah Minggu dimana mereka menjadi anggota. Anak-anak batita diberi
kesempatan untuk membacakan ayat firman Tuhan. Hal seperti itu memang biasa di
dalam tradisi Gereja tersebut. Anak-anak batita tersebut satu satu
mengumandangkan ayat firman Tuhan yang telah mereka hafal. Tibalah saatnya sang
anak yang kita bicarakan mendapat gilirannya. Ibu muda itu maju, ia menggendong
anaknya yang sudah berumur empat tahun. Ia melafaskan ayat firman Tuhan yang
dialokasikan bagi anaknya. Ibu muda itu sedikit gemetar di dalam
mengungkapkannya. Rasa haru dan sedih bercampur baur tentunya di dalam hatinya
tatkala ia berdiri di hadapan banyak orang. Ratusan pasang mata memandang dia
di antara anak-anak batita.
Aku
pun terharu melihatnya. Aku datang ke dalam ibadah itu hanya dalam rangka
melihat ibu dan anak tersebut berdiri di depan dan melafaskan firman Tuhan yang
dialokasikan kepada anak yang kekasih itu. Beberapa hari sebelumnya, sebuah
pesan singkat mampir di ponselku. Asalnya dari ibu muda tadi. Sebuah tanya
terlontar dari lubuk hatinya yang paling dalam. Ia berkata: "Aku koq
merasa makin dedegan ya, kayak maksakan diri, jika aku cerita bahwa anakku akan
'liturgi' natal, sepertinya aku saja yang mau tampil, nggak tahulah aku
bang!"
Sedih
aku membaca pesan singkatnya. Segera aku membalas pesan singkat tersebut dengan
mengatakan kepadanya: "Engkau dan anakmu tidak lagi dapat dipisahkan.
Engkau yang jadi juru bicaranya. Jalan terus". Ia pun menjawab dengan
pesan singkat juga: "terima kasih bang". Aku datang ke dalam acara
tersebut untuk memberi dukungan terhadap kedua orang yang sedang bergumul ini.
Aku berharap, Allah akan meninggikan nama-Nya melalui keluarga muda ini,
khususnya melalui anak yang telah dititipkan kepada mereka. Keadaannya tidak
menggembirakan menurut orang banyak.
Namun
Allah tidaklah salah di dalam menitipkan orang seperti itu kepada pasangan muda
ini. Ada banyak kisah tentang anak yang tidak seperti anak kebanyakan, jadi
besar karena kasih karunia Allah. Orang besar dalam ilmu di abad ini, Stephen
Hawking adalah salah satu contoh. Aku tidak tahu ke arah mana pasangan muda ini
akan dibawa Tuhan dengan anak yang dititipkan kepada mereka. Allah adalah
Penjunan, kita tanah liat. Di tangan penjunan yang piawai, tak ada yang tidak
dapat dibentuk menjadi benda yang sudah ada dulunya di dalam benaknya.
Allah
adalah Penjunan Agung kita. Di tangan-Nya tidak ada seorang pun yang tidak
dapat dipakai untuk meninggikan nama-Nya di dunia ini. Tatkala nama-Nya
ditinggikan, maka pribadi yang dia pakai sebagai alat untuk meninggikan itu,
pun juga akan ditinggikan pula. Tuhan, pakailah ayah ibu dan anak ini menjadi
alat di tangan-Mu yang senantiasa membawa kemenangan itu. Pakailah mereka untuk
kemulaiaan-Mu. Dalam kemuliaan-Mu, mereka pun akan dipermuliakan juga. Segala
kemuliaan bagi Allah semata-mata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar