14/01/17

Dekat dan Jauh



DEKAT DAN JAUH

Masakan Aku ini hanya Allah yang dari dekat, demikianlah firman TUHAN, dan bukan Allah yang dari jauh juga? Sekiranya ada seseorang menyembunyikan diri dalam tempat persembunyian, masakan Aku tidak melihat dia? demikianlah firman TUHAN. Tidakkah Aku memenuhi langit dan bumi? demikianlah firman Tuhan”.
Yeremia 23:23-24

Natal sudah berlalu. Pada perayaan Natal, kita mendengar berita sukacita: Allah bersama kita. Kita mengenal dan melihat Allah yang begitu dekat dengan kita, bahkan tinggal bersama kita. Kedekatan Allah yang begitu rupa dapat ditafsirkan orang dengan berbagai macam cara. Ada orang yang merasa begitu dekat dengan Tuhan, sehingga ia kehilangan dimensi Allah yang juga jauh dari kehidupan kita.

Allah yang datang ke dalam kehidupan kita itu adalah Allah yang dekat dan sekaligus jauh. Salah satu dari sisi ini tidak boleh dihilangkan dari pengalaman hidup kita. Saya sering mendengar Allah disapa dengan selamat malam, siang dan pagi. Mereka menganggap Allah itu begitu dekat dengan mereka. Dalam pemahaman yang begitu dekatnya, maka Allah yang mereka kenal tidak lagi ada di dalam kejauhan. Kita memerlukan Allah yang juga menempati sisi yang jauh. Mengapa?

Dengan Allah berada di sisi yang jauh, itu berarti kita memahami ada jarak yang begitu jauh antara kita dengan Allah. Ia berada jauh dari apa yang kita pikirkan. Nabi Yesaya mengatakan: “Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu” Yes 55:8-9. Hal ini jelas memberikan kepada kita bahwa ada jarak yang sangat jauh antara kita dengan Allah. Rancangan kita tidak dapat dibandingkan dengan rancangan Allah.

Tatkala Allah menempatkan diri ‘jauh’ dari kita, itu berarti Ia berada di dalam posisi yang dapat mengatasi segala permasalahan yang ada di dalam diri kita. Ia dapat melihat jauh ke depan kita, karena Jauh dari kita. Ia dapat melihat detil dari setiap masalah yang ada di dalam hidup ini. Ia dapat membuat antisipasi yang pas di dalam setiap masalah kita. Kita sangat membutuhkan Allah yang jauh, sebagaimana kita membutuhkan Dia sebagai Allah yang dekat dengan kita. Kedua sisi ini harus dipertahankan sedemikian rupa, agar kita menikmati proteksi yang tiada bandingnya dari Allah yang kita kenal di dalam Yesus Kristus Tuhan kita.

Tatkala orang Yehuda memahami bahwa Allah itu dekat dengan mereka, karena tinggal di Bati Allah yang ada di Yerusalem, maka mereka memahami sesuatu yang aneh bagi kita sekarang ini. Allah tinggal di Bait-Nya yang kudus. Oleh karena itu, Ia tidak akan melihat apa saja yang dikerjakan oleh orang Israel di dalam keseharian mereka. Karena itulah, maka Allah menyuarakan firman-Nya melalui Nabi Yeremia, Ia juga adalah Allah yang jauh.

Pemahaman beribadah yang seperti itu, rasa-rasanya juga berlangsung hingga dewasa ini. Kita merasa telah menyenangkan hati Allah dengan ritus ibadah yang kita lakukan setiap minggu. Kita telah menikmati sukacita bersekutu dengan Allah di dalam ibadah kita. Kedekatan dengan Allah sangat kita rasakan di dalam ibadah yang kita lakukan dengan begitu antusias. Oleh karena itu, kita merasa bagian dari Allah di dalam hidup kita telah diserahkan kepada-Nya. Sekarang kita dapat melakukan bagian kita di dalam hidup itu sendiri. Untuk yang satu ini, kita yang menentukan apa yang dapat kita lakukan. Allah tidak perlu turut ambil bagian di dalamnya. Bukankah Allah telah dipuaskan di dalam ibadah yang kita lakukan di Gereja, atau di tempat-tempat tertentu?

Dikhotomi pemahaman yang kudus dan yang profan membuat kita memilah-milah kehidupan ini. Tatkala kita melakukan hal yang kudus menurut kita, maka apa yang dikehendaki Allah, itulah yang harus terlaksana di sana. Tetapi bagian hidup yang profan bukanlah urusan Allah, melainkan urusan kita sendiri. Pola seperti ini masih juga terasa di dalam kehidupan orang Kristen hingga dewasa ini. Ada seorang teman yang sangat aktif di dalam pelayanan menyuarakan kegalauan hatinya melihat perilaku dari teman-temannya sesama pelayan di dalam satu ibadah.

Tatkala ibadah sedang berjalan, maka teman-temannya itu begitu rohani. Rasa-rasanya mereka itu sudah dipenuhi oleh Roh Kudus, dengan bahasa roh yang begitu semarak. Namun, tatkala ibadah sudah selesai, tidak ada perbedaan mereka dengan mereka yang tidak turut ambil bagian di dalam ibadah tadi. Mereka serupa dengan orang dunia yang tidak perduli dengan Allah. Dalam ibadah, teman-temannya itu begitu dekat dengan Allah. Tetapi di luar ibadah, Allah seolah-olah tidak ada di dalam hidup mereka.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rumah Allah

  Rumah Allah Ibrani 3:6 Tetapi Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya; dan rumah-Nya ialah kita, jika kita sampai kepada akhi...