01/01/17

Menjadi Guru Sekolah Minggu yang Baik


MENJADI GURU SEKOLAH MINGGU YANG BAIK

Oleh St. Hotman Ch. Siahaan

Pendahuluan
Menjadi guru sekolah minggu adalah sebuah panggilan yang mulia. Tidak semua orang bisa menjadi guru sekolah minggu. Tidak semua merasa nyaman untuk berdiri di depan anak-anak dan mengajarkan firman Allah kepada anak-anak! Ada pendeta yang sudah berpengalaman menyampaikan firman Allah  kepada orang dewasa, merasa grogi berdiri di hadapan anak-anak. Ia tidak tahu bagaimana caranya menyampaikan firman Allah kepada anak-anak itu. Oleh karena itu, saudara harus bangga menjadi guru sekolah minggu.
Di samping satu tugas yang mulia, menjadi guru sekolah minggu itu berarti memiliki tugas yang berat. Sebab kepada saudara dipercayakan tugas untuk membawa anak anak itu ke dalam pengenalan akan Tuhan Yesus. Tugas seorang guru sekolah minggu harus disadari oleh setiap orang yang ada di area ini ialah: mereka dipanggil Allah untuk memperkenalkan Yesus Kristus  kepada anak anak. Kelihatannya tugas itu sebuah tugas yang sederhana, namun pekerjaan itu bukanlah sesuatu yang  mudah.
Kita harus berhadapan dengan anak anak yang cara berpikirnya belum terlatih, namun kepada mereka kita harus memperkenalkan sesuatu yang lebih besar dari pada diri kita sendiri. Oleh karena itu salah satu cara untuk memperkenalkan Yesus Kristus kepada  mereka ialah diri kita sendiri. Oleh karena itu marilah kita menyoroti diri kita sendiri.

Diri kita sendiri
Yohanes Pembabtis mengatakan: “tidak ada seorang pun yang dapat mengambil sesuatu untuk dirinya sendiri, kecuali dikaruniakan kepadanya dari surga” (Yoh.3:27). Dari pernyatan ini sangat jelas kita tahu bahwa kita menjadi guru sekolah minggu pastilah karena panggilan Allah kepada kita. Tetapi apa benar demikian? Saudara yang tahu! Berdasarkan pengalaman bertahun-tahun melayani Tuhan, ditemukan kenyataan yang sangat berbeda.
Banyak orang yang aktif di gereja, bukan dalam rangka mau melayani Tuhan. Pada hakekatnya kegiatan itu merupakan pemenuhan kebutuhan pribadi mereka sendiri. Menurut Abraham Maslow, manusia memiliki kebutuhan pribadi, jika digambarkan wujudnya seperti piramida. Pada puncak dari piramida itu, menurut Abraham Maslow ada kebutuhan yang namanya kebutuhan aktualisasi diri. Kita beraktifitas di gereja, termasuk menjadi guru sekolah minggu, adalah dalam rangka aktualisasi diri. Kita tidak bermaksud untuk menghakimi, tetapi kebenaran dari semuanya itu, kita sendiri yang tahu.
Di sini kita mengandaikan bahwa saudara telah mendapat panggilan Allah untuk melayani menjadi guru sekolah minggu. Saudara menikmati saat-saat berdiri di hadapan anak-anak. Saudara begitu exciting di dalam mengajar, karena tatkala saudara berdiri di hadapan mereka, seluruh eksistensi saudara terlibat di dalamnya. Pekerjaan itu bukan beban bagi saudara, melainkan menjadi pokok sukacita bagi kita, karena di dalamnya ada kegembiraan. Sukacita kita itu ada karena kita sedang melakukan kehendak Allah, sukacita itu tumbuh karena persekutuan dengan anak-anak yang sangat kita nikmati. Itu adalah bagian dari mereka yang mengajarkan firman Allah berdasarkan panggilan Allah.
Karena kita dipanggil Allah untuk  memperkenalkan Yesus Kristus kepada anak-anak, maka kita juga tahu bahwa kita telah dijadikan Allah jadi rekan sekerja-Nya. Paulus menyatakan dalam suratnya pada jemaat Korintus bahwa ia dan rekan rekannya yang lain, adalah kawan sekerja Allah. Bukan hanya Paulus dan rekan-rekannya yang menjadi kawan sekerja Allah, tetapi semua orang yang telah dipanggil-Nya bekerja untuk kerajaan-Nya, adalah kawan sekerja Allah.
Adalah satu kesempatan yang sangat luar biasa, untuk bekerja bersama-sama Allah. Hal ini memiliki implikasi yang sangat luas. Allahlah yang pegang peran utama di dalam pekerjaan itu. Ia yang tahu bagaimana melakukannya dan apa hasil akhir dari pekerjaan itu. Allah yang merancang, Allah yang punya cetak biru dan Ia pula yang akan melakukannya. Kita hanya kawan sekerja Allah, co workers of God. Dia yang punya hajatan, kita hanyalah pendamping.
Di sini seringkali terdapat kerancuan. Kita sering merasa bahwa program itu adalah program kita. Oleh karena itu, kita melakukannya sesuai dengan keinginan kita. Kita melakukannya dengan kekuatan kita. Karena kekuatan dan sumber daya kita terbatas, maka kita pun sering kehilangan daya, lalu kita mulai stress. Jika demikian halnya, maka kita bukanlah kawan sekerja Allah, melainkan mungkin sebaliknya. Namun hal itu mustahil, karena Allah tidak pernah di second line.
Sebagai kawan sekerja Allah, kita menjadi agen pembaharuan. Allah bekerja melalui kita untuk membaharui kehidupan anak-anak yang dipercayakan Allah kepada kita. Kita harus menyadari hal ini adalah satu kesempatan yang luar biasa bagi kita. Sudah kita katakan di atas, tugas kita ialah memperkenalkan, mempertemukan anak-anak itu dengan Kristus. Tatkala mereka berjumpa dan berkenalan dengan Kristus, maka Kristus akan mengubah kehidupan mereka.  Tidak ada orang yang berjumpa dengan Kristus yang tidak mengalami perubahan. Mereka akan diubah melalui Roh Kudus yang tinggal di dalam diri mereka. Rasul Paulus mengatakan dalam II Kor.5:17 “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.”
Karena kita adalah agen pembaharuan, maka tolok ukur keberhasilan bagi kita bukanlah acara yang kita lakukan. Tetapi tolok ukurnya ialah sejauh mana anak-anak itu mengalami perubahan. Tolok ukur bagi kita ialah: seorang berdosa diubahkan menjadi orang suci. Bukan seorang yang dulunya tidak  tahu berdoa, sekarang ia sudah tahu berdoa; dulunya tidak pernah ke sekolah minggu, sekarang sudah rajin datang ke sekolah minggu. Semua keberhasilan mengubah seseorang dari tidak aktif, menjadi aktif adalah satu keberhasilan yang semu. Sesuatu yang tidak masuk hitungan. Meterai Allah kata rasul Paulus sangat jelas, Ia mengenal siapa yang jadi milik-Nya. Aktifitas tidak menjadikan kita milik Allah. Darah Yesus yang diaplikasikan ke dalam hidup pribadi tiap-tiap orang, itulah yang akan menjadikan seseorang itu milik Allah.
Ada satu lagi yang akan kita pertimbangkan di dalam hal keberadaan kita sebagai kawan sekerja Allah untuk mengadakan perubahan di dalam diri anak-anak itu. Rasul Yohanes menulis dalam Yoh. 2:14 “Aku menulis kepada kamu, hai anak-anak, karena kamu mengenal Bapa. Aku menulis kepada kamu, hai bapa-bapa, karena kamu mengenal Dia, yang ada dari mulanya. Aku menulis kepada kamu, hai orang-orang muda, karena kamu kuat dan firman Allah diam di dalam kamu dan kamu telah mengalahkan yang jahat” Kata anak-anak di sini adalah anak-anak secara jasmani, tetapi juga bisa kita artikan secara rohani. Anak-anak itu kata Rasul Yohanes telah mengenal Bapa. Kata mengenal di sini  menunjuk kepada pengenalan secara pengalaman. Anak-anak itu harus kita baw ke dalam pengenalan akan Allah. Jika ia bertumbuh, maka ia akan menjadi seorang yang kuat, seorang yang didiami firman Allah, seorang yang dapat mengalahkan si jahat. Itu yang diutarakan Rasul Yohanes dalam ayat yang baru kita kutip. Saudara juga masih muda – pada umumnya guru-guru sekolah minggu di gereja kita adalah orang muda- saudara tentunya adalah seorang yang kuat, firman Allah tinggal di dalam saudara dan saudara telah mengalahkan si jaht di dalam kehidupan saudara sendiri.
Jika di dalam diri saudara sendiri si jahat tidak dapat dikalahkan, bagaimana mungkin saudara dapat mengalahkan si jahat yang ada di dalam kehidupan anak-anak itu? Pada gilirannya,  jika anak-anak itu bertumbuh, karena kuasa Allah, maka ia akan menjadi bapa di dalam masyarakat, tetapi ia juga akan menjadi bapa di dalam iman, sebagaimana disuarakan Rasul Yohanes di atas.
Itulah semua cakupan pelayan kita sebagai seorang guru sekolah minggu. Sebagai guru sekolah minggu yang baik, saya tahu bahwa saya ada di dalam kelompok itu, karena kasih karunia Allah. Ia telah memanggil saya, ia membuat saya menjadi rekan sekerja-Nya. Ia juga membuat saya jadi agen pembaharuan bagi orang-orang yang oleh karena anugerah-Nya saya  melayani mereka.

Sekilas tentang apa itu belajar.
Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat Kolose mengatakan : “…hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu...” (Kol 2:7). Di tempat lain ia berkata : “iman bertumbuh dari pendengaran, pendengaran akan firman Kristus”. (Rom.10:17). Dari kedua ayat itu kita tahu dengan jelas, bahwa iman tumbuh karena firman itu diceriterakan dan diajarkan kepada kita. Oleh karena itu proses belajar mengajar sangat penting dalam memungkinkan orang beriman dengan teguh. Karena itu kita harus menyoroti kegiatan belajar. Menurut Lawrence O Richard  ada lima tahapan yang dapat dibedakan oleh seorang guru sekolah minggu tentang mengajarkan firman Allah kepada anak-anak.
Tahapan yang pertama, tahap menghapal tanpa berpikir. Ini adalah tahap yang paling dasar. Anak-anak kita ajarkan pelajaran, mereka disuruh untuk menghafalkan pelajaran itu, tanpa proses berpikir. Anal-anak dapat menghafalkan ayat, nyanyian, tanpa menghubungkan pelajaran itu dengan  dirinya sendiri.
Tahap kedua, tahap mengucapkan kembali. Tahap ini bukanlah maksudnya mengatakan kembali apa yang sudah dihapalkan seperti dalam tahap pertama, melainkan mengatakan kembali pelajaran itu dengan pengertian anak-anak. Tahapan ini jarang dilalui anak-anak di sekolah minggu kita, karena guru sekolah minggu jarang menuntun anak-anak itu ke tahap ini.
Tahap ketiga ialah tahap menghubungkan. Dalam tahap ini, anak-anak diajar untuk menghubungkan dengan dirinya apa yang telah dia mengerti tentang pelajaran yang disampaikan kepadanya. Anak-anak tidak akan sampai ke dalam tahap ini jika ia tidak memiliki pengertian yang jelas akan pelajaran yang telah disampaikan kepadanya. Itulah sebabnya anak-anak itu harus dapat mengatakan kembali dengan kata-kata sendiri apa yang dipelajarinya.
Tahap keempat, tahap menerapkan. Tujuan akhir dari pengajaran Alkitab ialah supaya pelajaran itu diterapkan di dalam hidup sehari-hari. Firman yang diterapkan, itulah yang mengubah kehidupan. Menghapal ayat firman Tuhan tidak mengubah orang, kegiatan juga tidak mengubah orang. Oleh karena itu setiap guru sekolah minggu harus memiliki strategi untuk menuntun anak-anak sekolah minggunya sampai ke tahap penerapan.

Mengajarkan firman Allah kepada anak-anak
Kita sudah katakan di atas seseorang dapat bertumbuh dalam iman karena firman Tuhan diajarkan kepadanya. Tetapi sekalipun firman itu  diajarkan dengan baik dan benar, belum tentu anak-anak itu akan bertumbuh. Rasul Paulus mengatakan bahwa Allahlah yang memberi pertumbuhan. Sisi ini tidak dapat dilupakan. Rasul Paulus menaikkan doa bagi jemaat di Efesus, agar Allah mengaruniakan kepada mereka roh hikmat dan wahyu agar mereka mengerti. Hal yang sama harus juga kita lakukan. Kita harus mendoakan agar Allah mengaruniakan roh hikmat dan wahyu kepada anak-anak itu agar mereka mengerti makna dari apa yang kita ajarkan. Jangan lupa, kita adalah kawan sekerja Allah.
Jika kita sudah berdoa bukan berarti tugas sudah selesai. Kita harus mempersiapkan pengajaran dengan baik dan benar. Persiapan bagi guru sekolah minggu di dalam gereja kita HKBP adalah sermon guru sekolah minggu. Di dalam sermon ini kita harus mempersiapkan pengajaran yang akan disampaikan pada anak-anak. Menurut hemat saya secara oribadi, sermon itu harus dipersiapkan dengan baik. Sermon itu terdiri dari beberapa tahap.
Tahap pertama, membahas nas Alkitab yang akan diajarkan. Tahap ini pun dapat dibagi ke dalam beberapa bagian. Bagian yang pertama ialah membahas apa yang dikatakan nas. Membuat observasi tentang nas. Setelah itu membuat interpretasi dan yang terakhir membuat penerapan atas nas. Setelah saya tahu penerapan apa yang akan saya lakukan atas firman Tuhan  yang saya baca, maka sekarang saya masuk ke tahap yang kedua dari sermon itu.
Tahap kedua ialah bagaimana menyampaikan firman itu kepada anak-anak. Satu hal yang pasti ialah : kita harus memusatkan perhatian kepada sasaran pengajaran. Ada beberapa sasaran pengajaran. Para ahli pendidikan Kristen mengatakan ada tiga sasaran pengajaran. Pertama, sasaran isi, kedua sasaran emosi dan yang ketiga sasaran respon. Sasaran isi tujuannya menyampaikan insformasi tentang nas yang disampaikan. Sasaran emosi tujuannya mencoba menggugah emosi anak-anak. Sasaran respon tujuannya ialah mendorong anak-anak memberi respon dan bertindak untuk menerapkan firman Allah. Ketiga sasaran itu harus dicapai tatkala kita mengajar di hadapan anak-anak.
Oleh karena itu, betapa penting bagi kita untuk memahami dengan jelas dan tahu penerapan apa yang akan kita lakukan atas nas itu. (hasil dari tahap pertama sermon). Kita juga harus mengerti implikasi nas bagi para murid. Kita harus sadar, pengalaman anak didik kita berbeda dengan pengalaman kita. Tatkala kita sudah melihat implikasi nas atas diri kita, tugas kita juga untuk melihat implikasinya bagi anak-anak. Sebab jika tidak, maka sasaran respon tidak akan tercapai. Setelah mengerti sasaran respon, maka kita harus merumuskan sasaran respon itu dalam tema yang singkat padat namun dapat dimengerti anak-anak.
Setelah selesai menyusun ketiga sasaran tersebut, maka sekarang kita masuk ke tahap lanjutan, yakni menentukan nyanyian apa yang akan dinyanyikan dalam kebaktian sekolah minggu pada minggu ini. Sering kali  guru sekolah  minggu memilih lagu yang dia sukai, tanpa memikirkan nyanyian itu mendukung kita mencapai sasaran isi, sasaran insipirasi dan sasaran respon. Sekalipun nyanyian itu enak di telinga kita, tetapi jika tidak menunjang tujuan kita, maka nyanyian itu tidak boleh dinyanyikan.
Seluruh aktifitas di kelas, dari mula sampai akhir harus mendukung sasaran yang tiga tadi. Catatan bagi kita, seharusnya semua guru sekolah minggu harus  memahami makna pujian dalam pelayanan. Sangat disayangkan guru sekolah minggu kita tidak dilengkapi dengan pemahaman seperti itu. Setelah lagu dipersiapkan, lalu sermon itu membicarakan alat bantu apa yang mungkin dipakai dalam penyampaian firman Allah tadi. Jika hal itu dimungkinkan. Setiap guru sekolah minggu harus memberikan  kontribusi di dalam sermon tersebut. Bukan hanya mendengar. Pendeta hanya memberikan arahan secara teoritis dan doktrinal. Pendeta harus mendorong guru sekolah minggu untuk turut aktif menemukan makna nas, sasaran untuk pribadi dan sasaran untuk anak-anak.

Relasi guru dan anak
Hubungan guru dan anak didik digambarkan dengan sangat indah oleh Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat Tesalonika (I Tes. 2:7-9) “ Tetapi kami berlaku ramah di antara kamu, sama seperti seorang ibu mengasuh dan merawati anaknya. Demikianlah kami, dalam kasih sayang yang besar akan kamu, bukan saja rela membagi Injil Allah dengan kamu, tetapi juga hidup kami sendiri dengan kamu, karena kamu telah kami kasihi”. Paulus hidup bagi mereka yang dipercayakan Tuhan kepadanya. Ia mengajar, menegor, menghibur dan menasihati mereka. Paulus mengasihi mereka, bahkan ia mengatakan bahwa ia seperti bapa dan seperti ibu bagi mereka.
Kita tidak mengatakan bahwa seorang guru sekolah minggu harus sama seperti Paulus. Tetapi satu hal yang pasti ialah : anak-anak itu harus tahu bahwa kita mengasihi mereka. Agar hal ini dapat terlaksana, maka seorang guru sekolah minggu harus terlibat dalam kehidupan anak-anak. Tidak dapat dipungkiri sekarang ini para guru sekolah minggu berasal dari kaum awam. Mereka memiliki pekerjaan, keluarga, teman-teman dan lain sebagainya. Kita tidak mengatakan bahwa semuanya itu harus diabaikan, karena hal itu tidak mungkin. Namun keterlibatan kita dengan anak-anak juga tidak dapat diabaikan. Kasih tidak muncul dalam sekejab. Ia tumbuh dari interaksi kita  dengan orang lain.
Anak-anak itu jangan kita biarkan hanya tahu bahwa kita adalah guru sekolah minggu mereka. Mereka harus mengalami kasih kita kepada mereka. Hal itu tidak hanya cukup di dalam kelas. Relasi itu harus dibangun di luar kelas. Anak anak itu jika bukan sahabat kita di luar kelas, maka ia tidak akan menjadi sahabat kita di dalam kelas.
Relasi di luar kelas ini dapat dibangun sebelum kelas dimulai. Kita dapat mengadakan kunjungan ke rumah anak-anak. Kita kenal orang tuanya, dimana alamatnya, dimana sekolahnya dan lain sebagainya. Sangat diayangkan pemahaman seperti ini sangat kurang di kalangan guru sekolah minggu yang saya kenal. Relasi kita kepada anak-anak itu jangalah hanya bersifat formal, di dalam kelas semata mata. Ada seorang mantan guru sekolah minggu yang sudah berusia 80 tahun. Dia di sapa oleh seorang ibu muda dan berkata: inang ini adalah guru sekolah minggu saya dulu. Ia seorang guru sekolah minggu yang baik. Kami sayang kepadanya. Alangkah indahnya jika saudara juga mengalami hal seperti itu di masa mendatang. Ternyata usaha saudara membuahkan hasil, bernilai kekekalan.

Sikap guru di dalam kelas
Semua yang kita lakukan di luar kelas bisa menjadi sesuatu yang tidak berarti, karena sikap kita di dalam kelas. Seorang guru yang mengajar anak-anak sekolah minggu, tidak boleh memposisikan diri sebagai pemegang otoritas. Jika ia memposisikan seperti itu, maka ia telah merusak motivasi anak untuk belajar. Kita harus sadar bahwa kita adalah kawan sekerja Allah. Dialah yang berwenang di dalam kelas. Ia berbicara kepada anak-anak dengan firman-Nya.
Pada hakekatnya sang guru sekolah minggu itu adalah sama–sama pelajar dengan anak-anak. Dengan memposisikan diri sebagai seorang yang siap diajar, maka kita bisa berharap, Roh Kudus akan menolong kita untuk menyampaikan apa yang sudah kita persiapkan, juga menangani masalah yang kita hadapi. Guru yang punya sikap seperti itu sangat jauh berbeda dengan seorang yang memposisikan diri sebagai orang yang berwenang. Seorang guru seperti yang kita bicarakan di atas akan memperlakukan anak-anak sebagai manusia, bukan sebagai obyek. Dengan jalan demikian anak-anak akan diajak untuk sama-sama belajar untuk menemukan kehendak Allah di dalam kehidupannya.

Bagaimana membangun motivasi belajar
Setiap guru sekolah minggu harus memotivasi anak-anak sekolah minggunya untuk belajar firman Allah. Agar kita dapat memotivasi mereka, maka kita pun harus tahu hal-hal apa saja yang dapat menolong mereka untuk belajar. Menurut Lawrence O Richards ada empat faktor yang memungkinkan anak-anak belajar dengan baik. Pertama, orang dapat belajar dengan baik, apabila pelajaran itu disusun menurut pola tertentu. Dalam pelajaran yang mau kita sampaikan, para murid tahu apa yang menjadi sasaran pelajaran itu. Mereka pun dapat melihat kemajuan yang dicapai dalam rangka mencapai sasaran itu.
Oleh karena itu, kita harus tahu persis garis besar pelajaran yang telah ditentukan untuk diajarkan selama satu tahun di gereja kita. Semua pelajaran itu  harus kita kuasai, dan kepada murid diutarakan sebelum membahas nas, hal-hal yang sudah kita pelajari, apa yang sudah kita capai di masa silam dan apa yang akan kita capai di masa yang akan datang.
Faktor kedua ialah : orang dapat belajar dengan baik apabila mereka dapat melihat hubungan pelajaran itu dengan dirinya sendiri. Hal ini megingatkan kita bahwa nas firman Tuhan yang akan kita beritakan harus relevan dalam kehidupan anak-anak. Mereka pun harus sadar bahwa sasaran yang ingin kita capai adalah sesuatu yang mereka butuhkan di dalam hidup ini.
Faktor ketiga, orang dapat belajar dengan baik jika mereka dapat menguasai materi pelajaran. Guru harus memberi kesempatan kepada murid untuk berpartisipasi dalam belajar nas. Jika ia didorong untuk menguasai masalah, maka anak-anak akan sangat menikmati saat-saat mereka belajar.
Faktor keempat, orang dapat belajar dengan baik, jikalau mereka melihat manfaatnya dalam hidup mereka. Jika seseorang memberi respon terhadap firman Allah, maka respon itu akan menolong dia untuk menjalani kehidupan Kristen yang berhasil. Hal ini akan mendorong dia untuk  terus belajar firman Tuhan.

Doa Guru Sekolah Minggu
Rasul Paulus adalah salah satu contoh yang  pas untuk kehidupan doa di dalam Alkitab. Ia berkata bahwa ia tidak lupa berdoa bagi jemaat yang dilayaninya. Di dalam suarat-suratnya, ia menorehkan doa-doanya bagi jemaat tersebut. Oleh karena itu, semua orang yang terjun di dalam pelayanan seyogianya meniru rasul ini di dalam berdoa kepada Allah untuk orang yang dilayani. Cobalah membuat penelahan Alkitab secara pribadi tentang doa-doa Rasul Paulus.
Sebuah analogi yang sangat indah di dalam PL diungkapkan kepada  kita tentang relasi orang yang dilayani dan orang yang melayani yang ada hubungannya dengan doa, terlihat di dalam pakaian Imam Besar PL. Kitab Keluaran pasal 28-29 membicarakan pakaian Imam Besar. Salah satu dari perlengkapan pakaian imam besar itu ialah ‘tutup dada’. Tutup dada ini terdiri dari sepotong kain empat persegi, diikatkan di dada Imam Besar, sehingga tidak dapat bergerak. Di tutup dada ini diikatkan pula dua belas batu permata. Di tiap batu permata itu diukirkan nama-nama dari kedua belas suku Israel.
Ini adalah sebuah gambaran dari relasi Imam Besar Israel dengan umat itu. Di sana terlihat makna yang sangat indah dari karya Tuhan Yesus bagi kita, sebab Tuhan Yesus adalah Imam Besar kita. Di dalam hati Tuhan Yesus ada nama kita terukir dalam batu permata yang sangat mahal. Yesus menaruh nama kita di lubuk hatinya. Demikian juga nama dari anak-anak sekolah minggu kita itu. Namanya terukir di lubuk hati kita yang paling dalam, berharga dan tidak pernah hilang dari sana. Kita mendoakan mereka satu persatu.
Nama itu tidak hanya ditaruh di dada Imam Besar. Di pundaknya juga di taruh dua batu permata yang besar. Di kedua batu permata itu diukirkan kedua belas nama suku bangsa Israel. Enam di bahu sebelah kiri, dan enam di sebelah kanan. Itu berarti Imam Besar itu mendukung kedua belas suku Israel di pundaknya. Nabi Yesaya mengutarakan firman Tuhan yang maknanya seperti itu. “Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu.” (Yes.46:4) (garis bawah dari saya). Demikian juga seorang guru sekolah minggu -(pada hakekatnya semua pelayan Tuhan, semua rekan sekerja Allah) melakukan seperti Imam Besar itu, seperti yang dilakukan Allah.
Jika semua guru sekolah minggu kita menjalani pelayanan seperti yang sudah kita bicarakan di atas, wah alangkah indahnya persekutuan di sekolah minggu kita. Orang akan tertarik untuk ambil bagian di dalamnya. Lagi pula masa depan gereja kita akan sangat cemerlang. Karena generasi yang menjalankannya adalah generasi yang telah berjalan dengan Allah dari sejak masa kecilnya.
Selamat melayani.

2 komentar:

  1. Terima kasih untuk penulis yang sudah memberikan gambaran menjadi GSM yang ideal

    BalasHapus

Rumah Allah

  Rumah Allah Ibrani 3:6 Tetapi Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya; dan rumah-Nya ialah kita, jika kita sampai kepada akhi...