17/08/11

Menembus Batas



MENEMBUS BATAS
Manusia di dunia ini membuat batas-batas tertentu untuk melindungi dirinya sendiri. Kita melihat bahwa negara membuat perbatasan antara yang satu dengan yang lain. Kita tidak diperbolehkan masuk ke dalam batas-batas yang telah ditentukan itu, tanpa izin dari yang membuat batas. Untuk masuk ke dalam satu negara, kita membutuhkan izin untuk masuk. Itu pun ada yang harus bayar.
Bukan hanya negara yang membuat batas. Masyarakat pun membuat batas-batas tertentu. Kita mengenal pembagian suku bangsa. Ada orang Jawa, Sunda, Batak, Minangkabau, Menado, Ambon dan lain sebagainya. Masing-masing suku ini membuat batas-batas yang berlaku bagi mereka. Ironisnya, bahkan agama pun membuat batas-batas.
Alkitab pun membuat batas. Ada pemisahan yang sangat tegas. Dalam hukum Musa, diatur dengan jelas antara najis dan bersih. Kita dapat temukan pengaturan itu dalam kitab Imamat. Jika kita coba melihat batas yang ditetapkan antara najis dan tahir, dari sudut pandang orang yang dibatasi, maka kita akan menemukan betapa beratnya batas yang ditetapkan untuk mereka. Lihatlah misalnya orang yang mengalami penyakit kusta. Hukum tentang penyakit ini diatur dalam Kitab Imamat pasal 13-14. Seorang yang menderita penyakit ini harus disingkirkan dari antara masyarakat. Karena jika tidak, maka ia akan menajiskan persekutuan melalui penyakit kusta yang dia derita.
Bilamana orang yang menderita kusta itu, harus melalui kerumunan orang banyak, maka ia harus menyerukan kepada orang banyak itu perkataan: “kusta, kusta, kusta”. Dengan demikian orang lain diberi kesempatan untuk menyingkir. Alangkah beratnya beban yang dikenakan kepada orang yang menderita kusta ini. Namun, itu adalah firman Allah!
Orang yang mengalami pembatasan seperti itu bukan hanya mereka yang menderita penyakit kusta. Seorang perempuan yang mengalami pendarahan karena siklus bulanannya pun dipandang Alkitab sebagai sesuatu yang najis. Oleh karena pandangan Alkitab seperti itu, maka orang Israel memandang rendah perempuan yang mengalami pendarahan. Bukan hanya perempuan yang mengalami pendarahan, tetapi pada hakekatnya, perempuan tidak mendapat tempat di dalam pergaulan masyarakat pada waktu itu. Bahkan kata orang, setiap pria Yahudi di abad pertama menaikkan doa wajib di pagi hari yang salah satunya ialah: bersyukur karena mereka bukan perempuan.
Perempuan tidak mendapat tempat di dalam urusan di luar rumah. Seluruh urusan di luar rumah, itu dilaksanakan oleh kaum pria. This is man’s world. Dalam keadaan masyarakat seperti itu, kita menemukan sebuah kisah tentang perempuan yang mengalami pendarahan selama dua belas tahun lamanya, diberitakan Injil.
(Adalah di situ seorang perempuan yang sudah dua belas tahun lamanya menderita pendarahan. Ia telah berulang-ulang diobati oleh berbagai tabib, sehingga telah dihabiskannya semua yang ada padanya, namun sama sekali tidak ada faedahnya malah sebaliknya keadaannya makin memburuk. Dia sudah mendengar berita-berita tentang Yesus, maka di tengah-tengah orang banyak itu ia mendekati Yesus dari belakang dan menjamah jubah-Nya. Sebab katanya: "Asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh."  Seketika itu juga berhentilah pendarahannya dan ia merasa, bahwa badannya sudah sembuh dari penyakitnya Markus 5:25-29.)
Saya menyebut perempuan ini sebagai seorang yang menembus batas. Ia menghadapi batas-batas yang sudah berabad-abad lamanya dibangun orang. Tidak ada seorang pun perempuan yang  berani melampaui batas yang telah ditentukan itu.
Batas-batas itu ialah: seorang perempuan tidak dibenarkan tampil di depan umum untuk menyatakan apa yang menjadi permasalahannya. Sudah dikatakan di atas, segala urusan di luar rumah, pria yang mengurusnya. Perempuan dipahami orang pada waktu itu adalah milik kaum pria. Jadi, jika ada masalah di dalam hidupnya, maka pria yang menjadi pemiliknya itulah yang harus mengurusnya. Tradisi ini sudah ribuan tahun dipelihara orang. Saya jadi teringat tatkala Dina diperkosa oleh Sikhem (Kej 35). Saudara-saudaranya tidak pernah mempertanyakan perasaannya Dina yang telah diperkosa itu. Mereka bertindak bukan karena sakit hati Dina yang sudah diperkosa, mereka bertindak karena milik mereka telah diperkosa.
Perempuan ini berani tampil di depan umum dan mempersoalkan masalah yang dihadapinya di hadapan orang banyak. Batas lain yang harus dia tembus ialah: hukum kenajisan. Jika seseorang yang najis menjamah orang tahir, maka orang yang tahir itu pun akan jadi najis pula. Perempuan ini masih mengalami pendarahan. Dari sudut pandang hukum, perempuan ini akan menajiskan Yesus yang akan dia sentuh ujung jubahnya. Bukan hanya itu, perempuan ini pun akan menajiskan semua orang yang ada di sekitar Yesus yang sedang berjalan di jalan umum. Dibutuhkan tekad yang membara di dalam mewujudkan apa yang dia inginkan. Ia tahu dengan pasti, Yesus tidak akan jadi najis, jikalau ia menjamah ujung jubahnya. Justru sebaliknya dia yang akan ditahirkan. Jika ia menjamah ujung jubah itu ia akan sembuh. Dalam hal ini, makna sembuh ialah: ia akan selamat dari setumpuk permasalahan yang harus dia hadapi.
Markus melaporkan kepada kita bahwa perempuan ini telah berusaha keras untuk menemui para tabib, namun ia tetap tidak sembuh. Para tabib pada zaman itu tentulah kaum pria. Kita tahu bagaimana perasaan perempuan ini tatkala ia harus mendiskusikan masalahnya kepada pria lain yang bukan suaminya. Perempuan ini dapat mengambil langkah untuk menembus batas, karena penembus batas yang Agung telah mendemostrasikannya. Penembus Batas Yang Agung itu ialah:Yesus Kristus! Tatkala Yesus memulai pelayanan-Nya di hadapan orang banyak, Ia mengikut sertakan perempuan di dalam rombongan-Nya. Ini adalah sesuatu yang tidak biasa di kalangan Yahudi di zaman itu. Kita sudah katakan di atas, perempuan hanya berperan di dalam rumah pada zaman itu.
Yesus juga menembus batas yang telah dibangun ribuan tahun lamanya, yakni makan bersama dengan orang berdosa. Farisi sangat membenci hal ini, sebab dengan demikian menurut mereka, Hukum Taurat dilanggar. Semua yang dilakukan Yesus menimbulkan kesadaran di dalam hati perempuan ini, ia dapat menembus batas dengan jalan bersentuhan dengan Dia Penembus Batas Yang Agung. Perempuan ini tidak dikecewakan dalam pengharapannya terhadap Yesus Kristus. Ia sembuh dari penyakit yang dideritanya selama dua puluh tahun lamanya.
Batas yang ditembus oleh perempuan ini tidaklah hanya sebatas yang diharapkannya. Tadinya ia berharap hanya dia sembuh. Itulah seluruh permasalahannya. Namun tatkala kesembuhan itu tiba, ia harus menembus batas yang lain lagi. Yesus bertanya: “Siapa yang menjamah jubah-Ku?” Yesus memandang ke sekeliling untuk mencari siapa dia yang telah menjamah jubah-Nya. Perempuan itu sadar, perbuatannya telah ketahuan. Pikirnya, hal seperti ini tidak akan terjadi. Ia ketakutan, lalu ia tersungkur di kaki Yesus dan mengaku. Batas yang harus ditembusnya ialah: bicara di hadapan umum untuk dirinya sendiri. Sudah kita katakan di atas, hal ini tidak diperbolehkan di zaman itu. Semua urusan di luar rumah, itu adalah urusan kaum pria. Sekalipun itu mengenai seorang perempuan.
Yesus mengajak perempuan ini agar tidak bersembunyi di balik imannya. Iman yang hidup pada dasarnya harus menyatakan diri. Yesus tahu bahwa perempuan itu telah utuh kehidupannya. Yesus ingin agar perempuan ini menembus batas yang telah berabad abad itu dan menyatakan diri di hadapan semua orang. Berbicara tentang keselamatan yang telah dia nikmati karena ia telah dimampukan untuk menembus batas yang telah berabad-abad.
Renungan ini membuat terlintas di relung hati apa yang disuarakan oleh pemazmur dalam Mzm 24:7 “ Angkatlah kepalamu, hai pintu-pintu gerbang, dan terangkatlah kamu, hai pintu-pintu yang berabad-abad, supaya masuk Raja Kemuliaan!” Tatkala perempuan itu menembus  batas yang telah berabad-abad itu, sekalipun dalam ketakutannya, Yesus mengatakan sebuah perkataan yang indah bagi dia. Tindakannya dibenarkan Yesus. Dengan perkataan: "Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau. Pergilah dengan selamat dan sembuhlah dari penyakitmu!" (Markus 5:34) Yesus mengatakan bahwa apa yang dilakukannya adalah sesuatu yang benar, tidak salah. Ia dapat konfirmasi atas imannya.
Ada lagi penembus batas yang lain, dimana ada hubungannya dengan perempuan, yakni Rasul Paulus! Ia menembus batas dalam hal relasi seorang pria dan wanita. Paulus mengatakan di dalam Tuhan, tidak ada laki-laki dan perempuan (Gal 3:28). Bahkan dalam relasi seksual, sungguh sangat luar biasa. Di zaman PB ada anggapan bahwa kenikmatan seks itu hanya untuk pria. Bukankah anggapan masyarakat perempuan adalah milik atau properti dari kaum pria? Tetapi dalam suratnya kepada Jemaat Korintus, Paulus dengan tegas mengatakan: “Janganlah kamu saling menjauhi, kecuali dengan persetujuan bersama untuk sementara waktu, supaya kamu mendapat kesempatan untuk berdoa. Sesudah itu hendaklah kamu kembali hidup bersama-sama, supaya Iblis jangan menggodai kamu, karena kamu tidak tahan bertarak”.
 Masalah yang dibahas di sini ialah: saling berjauhan di dalam hubungan seks. Paulus dengan tegas mengatakan keputusan untuk menunda hubungan seks haruslah atas kesepakatan bersama. Kenikmatan seks harus dirasakan oleh suami dan isteri. Pauluslah yang pertama-tama mengajarkan hal itu di dunia yang dikenal pada zaman itu. Kemikmatan seks dipandang hanya untuk kaum pria. Oleh karena itu, kaum pria tidak pernah memperdulikan apa yang dikehendaki perempuan di dalam hidupnya. Paulus menembus batas yang sudah berabad-abad ini. Oleh sebab itu Paulus dapat kita sebut sebagai Sang penembus batas.
Pada hakekatnya, bukan hanya perempuan yang kita bicarakan di atas yang dapat disebut penembus batas. Kita pun semua yang percaya kepada Yesus Kristus adalah penembus batas juga. Kita hidup di dalam rangka menerapkan apa yang telah dimulai Yesus Kristus di dalam pelayanan-Nya. Batas tuan dan hamba ditembus oleh orang beriman. Kita tahu bagaimana seorang beriman di parlemen Inggris berjuang untuk menghapus perbudakan. Demikian juga seorang presiden Amerika Serikat yang menghapus perbudakan. Mereka para penembus batas dalam kehidupan di tengah masyarakat yang telah terkotak-kotak ini.
Di zaman sekarang pun kita membutuhkan penembus batas yang akan meruntuhkan tembok pemisah yang sudah dibangun masyarakat berabad-abad lamanya. Dunia membutuhkannya. Batas pemisah antara negara miskin dan negara maju harus ditembus. Batas pemisah antara kalangan high society  dengan kalangan marginal harus ditembus. Masih banyak pekerjaan yang harus dikerjakan agar syalom Allah hadir di dunia yang semakin tua dan semakin menciptakan tembok pemisah yang baru.
Oleh karena itu suara Tuhan yang diperdengarkan Nabi Yesaya menjadi sangat relevan bagi kita sekarang ini: “Siapakah yang akan Kuutus?” Yesaya menjawab: “ini aku Tuhan, utuslah aku!” Sudahkah saudara dan saya menerima pengutusan dari surga untuk menembus batas-batas pemisah yang diciptakan oleh dunia ini?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rumah Allah

  Rumah Allah Ibrani 3:6 Tetapi Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya; dan rumah-Nya ialah kita, jika kita sampai kepada akhi...