11/01/15

Retak



Retak

Tidak ada yang kekal di dunia ini. Silih berganti kehidupan yang kita jalani. Belakangan ini, Jemaat dimana saya melayani sudah puluhan tahun, mengalami pergumulan yang cukup parah. Jemaat ini terkenal sebagai Jemaat yang dipuji orang di antara Jemaat yang ada di dalam sinode tersebut. Rasanya tidak enak menyebut namanya di dalam tulisan ini. Dahulu  Jemaat kami ini disebut orang sebagai salah satu penampakan wajah Jemaat dari sinode tersebut. Tetapi sekarang sudah retak.

Kesehatian yang dulunya dapat dipelihara, sekarang sudah berkeping-keping. Para pekerja di majelis Jemaat sudah saling memusuhi satu sama lain. Anggota Jemaat pun terbawa-bawa di dalam persoalan ini. Permasalahan bermula dari pendeta yang melayani di Jemaat tersebut memasuki masa pensiun. Sejumlah orangtua dari anggota Jemaat mengadakan upaya untuk memberikan kriteria pada pimpinan sinode untuk ditempatkan menjadi pendeta di Jemaat kami. Pada mulanya pimpinan Jemaat mengiyakan kriteria yang diusulkan. Namun kenyataannya pendeta yang dialokasikan di Jemaat ini tidak seturut kriteria yang diusulkan oleh para orangtua tersebut.

Persoalan berkembang meluas. Salah satu blunder yang dilakukan majelis Jemaat adalah mengadakan voting atas surat keputusan dari pimpinan sinode dari Gereja kami. Pada hal di dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dari Sinode, tidak memberi ruang terhadap voting terhadap keputusan dari pimpinan sinode. Sejumlah besar anggota majelis menolak putusan tersebut. Inilah menjadi dasar dari sebagian besar anggota Jemaat untuk mempengaruhi anggota Jemaat.

Teman teman yang merasa menang voting ini menurut hemat saya, ingin menetapkan bahwa satu Jemaat tidak dapat diatur oleh pimpinan sinode, melainkan majelis jemaatlah yang menentukan perjalanan dari Jemaat tersebut. Hal ini telah menyalahi dasar dari berdirinya Jemaat itu secara keseluruhan. Ada pun wujud dari Jemaat kami tidaklah presbiterial sebagaimana dianut oleh beberapa sinode dari Jemaat Tuhan di negeri ini. Jemaat kami memiliki cirinya sendiri yang diwarisi dari para pendirinya.

Dahulu aku sangat bangga di hadapan orang lain, tentang keberadaan dari Jemaat kami yang sedang mengalami permasalahan ini. Aku tidak menyangka bahwa teman teman yang saya kenal dulunya sebagai orang yang lembut dan rohani, sekarang aku melihat perilaku mereka tidak lagi seperti yang saya kenal. Ternyata jika kita menemukan masalah di dalam kehidupan, aku muncul keberadaan kita yang tidak kita kenal sebelumnya.

Saya mengatakan bahwa pada hakekatnya kita punya kepribadian ganda. Karena kehidupan kita berjalan dengan baik dan hampir tidak punya masalah, maka sisi baik dari kehidupan kita yang beroperasi dalam keseharian yang kita jalani. Namun, tatkala pergumulan hidup datang, sesuatu yang kita tidak sukai muncul di dalam hidup ini, maka pribadi kita yang tidak kita kenal muncul dari dalam. Bukankah sering kita mendengar perkataan orang: “Wah aku tidak sangka, aku dapat melakukan hal seperti itu!”

Ada orang yang mengatakan bahwa kita masing masing memiliki transendensi diri sendiri. Keberadaan kita jauh lebih besar dari pada yang kita kenal. Ungkapan di atas adalah salah satu dari keabsahan dari premis yang barusan sudah diutarakan. Kebalikan dari perilaku yang diungkapkan di atas, kita juga tentunya pernah melihat seorang yang kita kenal ganas dan buas dalam kesehariannya, ternyata ia pun dapat melakukan sebuah perbuatan yang sangat lembut.

Bahkan di dunia binatang pun dapat kita melihat hal yang sama. Di bawah ini terlihat
sebuah gambar, bagaimana seekor gajah menujukkan belas kasihannya terhadap seekor anak kucing yang terperangkapdi dalam sebuah sungai yang deras.















Transendensi diri ini dapat kita pahami jika kita melihat diri kita dalam aspek diri kita secara holistik. Diri kita yang sesungguhnya adalah terdiri dari diri kita di masa dulu, diri kita di masa sekarang dan diri kita di masa depan. Totalitasnya itulah yang kelak akan diperhadapkan kepada pengadilan terakhir di akhir zaman. Kita telah mengenal diri kita di masa dulu, karena kita telah melaluinya. Kita sedang mengenal diri kita di masa sekarang. Tetapi kita belum mengenal diri kita di masa datang. Jadi pada hakekatnya pengenalan akan diri kita, tentang siapakah kita yang sebenarnya belumlah lengkap. Itulah yang saya maksud transendensi diri.

Teman-teman yang dulunya aku lihat lembut dan sopan, ternyata di dalam dirinya ada sesuatu  yang keras dan kasar. Tentunya hal yang sama pun ada di dalam diri saya sendiri. Saya sering menyesali diri sendiri, karena ternyata saya tidak seperti yang saya kenal. Ada kekasaran di dalam diri saya. Ternyata kita punya kepribadian yang ganda. Pribadi kita ternyata memang retak. Alkitab mengatakan bahwa di dalam diri kita, ada manusia lama, sekaligus juga ada manusia baru.

Rasul Petrus mengatakan: “ Saudara-saudaraku yang kekasih, aku menasihati kamu, supaya sebagai pendatang dan perantau, kamu menjauhkan diri dari keinginan-keinginan daging yang berjuang melawan jiwa. I Pet 2:11. Dari nas ini sangat jelas mengatakan bahwa ada dua pribadi di dalam diri kita. Keinginan daging berjuang melawan jiwa itu kata rasul Petrus. Di tempat lain Paulus mengatakan adanya keinginan daging dan keinginan roh. Dua-duanya saling berlawanan satu sama lain.

Kembali kepada masalah di Jemaat. Tuhan rasanya sedang mengungkapkan kepada dunia dan kepada kami, bahwa di dalam diri kami ada sisi gelap. Selama ini sisi terangnya yang dieksploitasi. Tiba saatnya Tuhan mau mengungkapkan bahwa pada hakekatnya kalian tidak sama seperti anggapan kalian terhadap diri sendiri. Pada hakekatnya kalian tidak dapat membanggakan diri sebagai  wajah dari Jemaat-Ku. Karena tandanya seseorang itu adalah murid Yesus Kristus adalah kasih. Kasih menutupi pelanggaran. Itu kata Petrus dan guru hikmat Raja Salomo. Tetapi di antara kami, kami sedang mengumbar kesalahan orang lain. Pada hal kesalahan itu belum tentu benar.

Tuhan kasihanilah kami. Ampunilah dosa dan kesalahan kami. Kebanggaan kami yang tidak berdasar sama sekali di hadapan-Mu.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rumah Allah

  Rumah Allah Ibrani 3:6 Tetapi Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya; dan rumah-Nya ialah kita, jika kita sampai kepada akhi...