05/01/15

Musibah





Musibah

Musibah dapat terjadi di mana saja dan kapan saja. Saya merenung tatkala berita jatuhnya pesawat terbang belakangan ini. Terbayang dilubuk hati yang paling dalam, betapa paniknya para penumpang menghadapi persoalan yang mereka hadapi. Dari laporan yang dibaca melalui media masa, maka pesawat terbang itu jatuh tanpa meledak di angkasa. Dari korban yang ditemukan, ada yang sudah sempat melepaskan safetybeltnya, tetapi ada juga korban yang masih terikat di kursinya.

Saya bertanya di dalam hati, sebuah pertanyaan yang tidak mungkin dapat dijawab oleh siapa pun juga. Karena pertanyaan itu ditujukan kepada para penumpang yang sudah menjadi korban kecelakaan tersebut. Namun tak apalah untuk merenungkannya. Tatkala mereka menghadapi persoalan itu, apakah yang terlintas di dalam hati mereka? Sebuah pertolongan, sebuah mujizat, atau sebuah penyerahan diri kepada Allah pemilik dari kehidupan ini?

Saya pernah mendengar sebuah peristiwa yang menjadi pelajaran berharga bagi saya secara pribadi. Tetapi tentulah juga bagi semua orang yang percaya kepada Allah Bapa yang kita kenal di dalam Yesus Kristus Tuhan kita. Di satu saat diadakan sebuah pesta di lantai paling atas, dari sebuah gedung pencakar langit di Jakarta. Pada waktu pesta sedang berlangsung, maka terjadilah gempa. Tentulah sangat terasa di lantai paling atas dari gedung tersebut. Orang pun panik, lalu berhamburan ke arah tangga, karena lift tidak berfungsi. Orang tidak lagi memperdulikan orang lain, selain dari diri sendiri. Pada waktu orang sedang panik, ada seorang ibu yang bertelut di bawah meja sambil berdoa. Memang sudah diajarkan kepadanya, bahwa jika ada terjadi gempa, maka berlindunglah di bawah tiang atau meja.

Sang itu tadi tidak panik. Ia bertelut dan berdoa kepada Allah yang dia percayai. Ia sudah tua sementara tangga cukup tinggi. Ia mengenal dirinya, lalu ia menyerahkan diri kepada Tuhan yang dia percayai. Acara itu diselenggarakan orang percaya. Tetapi tatkala mereka menghadapi musibah, hal yang paling penting bagi mereka ialah keselamatan jiwanya. Mereka berusaha dengan kemampuan diri sendiri, untuk menyelamatkan diri. Sesuatu yang sangat wajar. Namun yang dipertanyakan ialah: dimanakah letak iman pada saat kita mengalami sebuah musibah. Sang ibu tadi menempatkan imannya di permukaan, pada saat musibah datang menghadang di hadapan mata.

Kembali kepada saudara-saudara yang menghadapi musibah di dalam pesawat terbang tadi!. Adakah di antara mereka yang menyerahkan diri kepada Tuhan pada detik detik terakhir ia berhadapan dengan maut? Tentulah kita tidak akan menghakimi mereka dengan sebuah kesimpulan. Ini hanyalah sebuah perenungan. Saya percaya, dalam sepersekian detik sebelum ajal, Allah dapat mengulurkan tangan-Nya kepada setiap orang yang ada di dalam pesawat itu. Allah tidak mengulurkan tangan-Nya agar orang tersebut, terhindar dari maut. Tidak! Tetapi Allah dapat menyelamatkan dia dari dosa dan pelanggarannya di sepanjang perjalanan hidup.

Tidak semua orang yang ada di dalam pesawat itu adalah orang Kristen. Berbagai pemeluk agama ada di dalam pesawat tersebut. Apakah hanya orang Kristen yang berseru kepada Dia yang dipercaya sebagai Allah semesta alam, khalik langit dan bumi? Tentu saja tidak demikian adanya. Namun pertanyaan yang muncul di dalam hati ialah: seruan yang mana yang didengar Allah? Rasul Paulus mengatakan: Barang siapa yang berseru kepada Nama Tuhan akan diselamatkan. Ia mengutip nas itu dari nubuatan dari Nabi Yoel, Yoel 2:32. Kita hanya mengenal satu Tuhan atas segala mahluk ciptaan dalam alam semesta itu. Yesus tidaklah hanya Tuhannya orang Kristen. Ia adalah Raja di atas segala raja dan Tuhan dari segala tuan.

Pertanyaannya sekarang ialah: jika seorang muslim berseru kepada Tuhan dan memohon agar ia diselamatkan. Ia sadar bahwa sebentar lagi ia akan mati. Ia sadar bahwa ia tidak punya apa pun yang dapat ditampilkan di hadapan Allah demi keselamatan jiwanya. Ia sadar bahwa di dalam diri Allah ada pengampunan. Ia tidak tahu wujud dari pengampunan itu dalam bentuk apa, tetapi ia tahu bahwa di dalam diri Allah ada pengampunan. Ia memohon agar diampuni dosanya. Apakah Allah akan mengulurkan tangan-Nya untuk menarik orang itu dari keberdosaannya, dalam sepersekian detik sebelum menghembuskan nafas yang terakhir? Iman saya mengatakan bahwa orang itu akan diangkat Tuhan ke dalam keselamatan yang ada di dalam Yesus Kristus.

Ia memang tidak mengenal wujud dari Yesus Kristus. Tetapi Yesus Kristus adalah bagian dari orang berdosa yang dikaruniakan Allah dari surga. Sebab Yohanes berkata: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga dikaruniakan-Nya Anak-Nya Yang Tunggal, supaya setiap orang yang percaya, tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal”. Yesus Kristus adalah pengampunan Allah bagi orang berdosa. Jika ada orang percaya bahwa ia tidak dapat mengandalkan amalnya di hadapan Allah. Ia hanya dapat mengandalkan pengampunan Allah semata-mata, maka orang itu mendapatkan pengampunan karena Yesus Kristus. Sekali pun wujud dari Yesus Kristus tidak dikenalnya.

Sebuah argumen diberikan di sini untuk dipertimbangkan. Seorang pemungut cukai datang ke Bait Allah untuk berdoa. Ia tidak berani memandang ke atas dalam berdoa, sama seperti orang Farisi yang ada di sisinya. Ia hanya menundukkan kepala sambil memukul-mukul dirinya. Ia memohon pengampunan Allah. Yesus mengatakan bahwa pemungut cukai itu dibenarkan, sementara orang Farisi itu tidak dibenarkan. Kata dibenarkan maksudnya dipandang tidak berdosa. Pemungut cukai itu dibenarkan, namun ia tidak mengenal Yesus Kristus. Namun satu hal yang harus kita garisbawahi ialah: kisah itu kita dapatkan dari Yesus Kristus. Yesus sendiri yang mengatakan bahwa orang itu dibenarkan Allah. Tentulah pembenaran Allah yang dimaksud ialah pembenaran oleh karena karya Yesus Kristus sendiri.

Hal yang sama berlaku bagi mereka yang memeluk agama lain. Allah hanya satu, dan Tuhan pun hanya satu. Itu yang disaksikan oleh Alkitab. Oleh karena itu pula, keselamatan pun hanyalah satu, yakni di dalam Yesus Kristus Tuhan kita. Lalu bagaimana dengan kita yang mengenal dan percaya kepada Yesus Kristus? Dimana letak perbedaan kita dengan mereka? Penulis surat Ibrani pernah berbicara tentang Jemaat sulung. dan kepada jemaat anak-anak sulung, yang namanya terdaftar di sorga, dan kepada Allah, yang menghakimi semua orang, dan kepada roh-roh orang-orang benar yang telah menjadi sempurna. Ibr 12:32.

Jika ada Jemaat anak-anak sulung, maka logikanya ada juga Jemaat lainnya. Mungkinkah ada anggota Jemaat yang bungsu? Alkitab tidak memberitahukannya kepada kita. Namun sangat jelas orang percaya akan memerintah bersama dengan Kristus. Jika ada yang memerintah, maka tentulah ada yang diperintah. Bukan urusan kita untuk meneliti apa yang akan diperbuat Allah bagi mereka yang diselamatkan-Nya hanya oleh karena pengampunan. Tetapi Allah telah menetapkan jumlah orang yang akan diselamatkan.

Semoga ada banyak orang yang  berseru kepada nama Tuhan di pesawat yang mengalami musibah itu. Lalu tatkala mereka telah menghembuskan nafasnya yang terakhir, maka Allah akan mengumpulkan mereka ke dalam kelompok orang-orang yang telah mendapatkan pengampunan oleh karena kasih karunia-Nya. Pada hakekatnya kita pun tidak berbeda dengan mereka. Sebab kita pun diselamatkan hanya oleh kasih karunia belaka.

Hanya belas kasihan ditujukan kepada mereka yang pada detik detik terakhir dalam kehidupan ini, ada orang yang hanya memperdulikan kehidupan jasmani belaka. Mereka tidak dapat melihat kehidupan di seberang kubur. Kehidupan yang digambarkan Paulus sebagai satu kehidupan yang jauh lebih baik dari kehidupan di dunia ini. Bagi Paulus yang telah dibukakan mata hatinya oleh Roh Kudus, kematian adalah sebuah keuntungan.

Dari dalam kitab Wahyu kita menerima pesan ini: “Berbahagialah orang yang mati di dalam Tuhan, karena mereka akan beristirahat dari segala pekerjaannya. Pekerjaannya itu akan menyertai dia”. Mati adalah sebuah keberadaan istirahat. Bagi orang yang lelah, istirahat adalah sesuatu yang sangat menyenangkan. Lihatlah kematian dari sudut pandang iman, maka hal tersebut akan menyenangkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rumah Allah

  Rumah Allah Ibrani 3:6 Tetapi Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya; dan rumah-Nya ialah kita, jika kita sampai kepada akhi...