Musibah
Musibah dapat terjadi di mana saja dan kapan saja.
Saya merenung tatkala berita jatuhnya pesawat terbang belakangan ini. Terbayang
dilubuk hati yang paling dalam, betapa paniknya para penumpang menghadapi
persoalan yang mereka hadapi. Dari laporan yang dibaca melalui media masa, maka
pesawat terbang itu jatuh tanpa meledak di angkasa. Dari korban yang ditemukan,
ada yang sudah sempat melepaskan safetybeltnya, tetapi ada juga korban yang
masih terikat di kursinya.
Saya bertanya di dalam hati, sebuah pertanyaan yang
tidak mungkin dapat dijawab oleh siapa pun juga. Karena pertanyaan itu
ditujukan kepada para penumpang yang sudah menjadi korban kecelakaan tersebut.
Namun tak apalah untuk merenungkannya. Tatkala mereka menghadapi persoalan itu,
apakah yang terlintas di dalam hati mereka? Sebuah pertolongan, sebuah mujizat,
atau sebuah penyerahan diri kepada Allah pemilik dari kehidupan ini?
Saya pernah mendengar sebuah peristiwa yang menjadi
pelajaran berharga bagi saya secara pribadi. Tetapi tentulah juga bagi semua
orang yang percaya kepada Allah Bapa yang kita kenal di dalam Yesus Kristus
Tuhan kita. Di satu saat diadakan sebuah pesta di lantai paling atas, dari
sebuah gedung pencakar langit di Jakarta. Pada waktu pesta sedang berlangsung,
maka terjadilah gempa. Tentulah sangat terasa di lantai paling atas dari gedung
tersebut. Orang pun panik, lalu berhamburan ke arah tangga, karena lift tidak
berfungsi. Orang tidak lagi memperdulikan orang lain, selain dari diri sendiri.
Pada waktu orang sedang panik, ada seorang ibu yang bertelut di bawah meja
sambil berdoa. Memang sudah diajarkan kepadanya, bahwa jika ada terjadi gempa,
maka berlindunglah di bawah tiang atau meja.
Sang itu tadi tidak panik. Ia bertelut dan berdoa
kepada Allah yang dia percayai. Ia sudah tua sementara tangga cukup tinggi. Ia
mengenal dirinya, lalu ia menyerahkan diri kepada Tuhan yang dia percayai.
Acara itu diselenggarakan orang percaya. Tetapi tatkala mereka menghadapi
musibah, hal yang paling penting bagi mereka ialah keselamatan jiwanya. Mereka
berusaha dengan kemampuan diri sendiri, untuk menyelamatkan diri. Sesuatu yang
sangat wajar. Namun yang dipertanyakan ialah: dimanakah letak iman pada saat
kita mengalami sebuah musibah. Sang ibu tadi menempatkan imannya di permukaan, pada
saat musibah datang menghadang di hadapan mata.
Kembali kepada saudara-saudara yang menghadapi musibah
di dalam pesawat terbang tadi!. Adakah di antara mereka yang menyerahkan diri
kepada Tuhan pada detik detik terakhir ia berhadapan dengan maut? Tentulah kita
tidak akan menghakimi mereka dengan sebuah kesimpulan. Ini hanyalah sebuah
perenungan. Saya percaya, dalam sepersekian detik sebelum ajal, Allah dapat
mengulurkan tangan-Nya kepada setiap orang yang ada di dalam pesawat itu. Allah
tidak mengulurkan tangan-Nya agar orang tersebut, terhindar dari maut. Tidak!
Tetapi Allah dapat menyelamatkan dia dari dosa dan pelanggarannya di sepanjang
perjalanan hidup.
Tidak semua orang yang ada di dalam pesawat itu adalah
orang Kristen. Berbagai pemeluk agama ada di dalam pesawat tersebut. Apakah
hanya orang Kristen yang berseru kepada Dia yang dipercaya sebagai Allah
semesta alam, khalik langit dan bumi? Tentu saja tidak demikian adanya. Namun
pertanyaan yang muncul di dalam hati ialah: seruan yang mana yang didengar
Allah? Rasul Paulus mengatakan: Barang siapa yang berseru kepada Nama Tuhan
akan diselamatkan. Ia mengutip nas itu dari nubuatan dari Nabi Yoel, Yoel 2:32.
Kita hanya mengenal satu Tuhan atas segala mahluk ciptaan dalam alam semesta
itu. Yesus tidaklah hanya Tuhannya orang Kristen. Ia adalah Raja di atas segala
raja dan Tuhan dari segala tuan.
Pertanyaannya sekarang ialah: jika seorang muslim
berseru kepada Tuhan dan memohon agar ia diselamatkan. Ia sadar bahwa sebentar
lagi ia akan mati. Ia sadar bahwa ia tidak punya apa pun yang dapat ditampilkan
di hadapan Allah demi keselamatan jiwanya. Ia sadar bahwa di dalam diri Allah
ada pengampunan. Ia tidak tahu wujud dari pengampunan itu dalam bentuk apa,
tetapi ia tahu bahwa di dalam diri Allah ada pengampunan. Ia memohon agar
diampuni dosanya. Apakah Allah akan mengulurkan tangan-Nya untuk menarik orang
itu dari keberdosaannya, dalam sepersekian detik sebelum menghembuskan nafas
yang terakhir? Iman saya mengatakan bahwa orang itu akan diangkat Tuhan ke dalam
keselamatan yang ada di dalam Yesus Kristus.
Ia memang tidak mengenal wujud dari Yesus Kristus.
Tetapi Yesus Kristus adalah bagian dari orang berdosa yang dikaruniakan Allah
dari surga. Sebab Yohanes berkata: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia
ini, sehingga dikaruniakan-Nya Anak-Nya Yang Tunggal, supaya setiap orang yang
percaya, tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal”. Yesus Kristus adalah
pengampunan Allah bagi orang berdosa. Jika ada orang percaya bahwa ia tidak
dapat mengandalkan amalnya di hadapan Allah. Ia hanya dapat mengandalkan
pengampunan Allah semata-mata, maka orang itu mendapatkan pengampunan karena
Yesus Kristus. Sekali pun wujud dari Yesus Kristus tidak dikenalnya.
Sebuah argumen diberikan di sini untuk
dipertimbangkan. Seorang pemungut cukai datang ke Bait Allah untuk berdoa. Ia
tidak berani memandang ke atas dalam berdoa, sama seperti orang Farisi yang ada
di sisinya. Ia hanya menundukkan kepala sambil memukul-mukul dirinya. Ia
memohon pengampunan Allah. Yesus mengatakan bahwa pemungut cukai itu
dibenarkan, sementara orang Farisi itu tidak dibenarkan. Kata dibenarkan
maksudnya dipandang tidak berdosa. Pemungut cukai itu dibenarkan, namun ia
tidak mengenal Yesus Kristus. Namun satu hal yang harus kita garisbawahi ialah:
kisah itu kita dapatkan dari Yesus Kristus. Yesus sendiri yang mengatakan bahwa
orang itu dibenarkan Allah. Tentulah pembenaran Allah yang dimaksud ialah
pembenaran oleh karena karya Yesus Kristus sendiri.
Hal yang sama berlaku bagi mereka yang memeluk agama lain.
Allah hanya satu, dan Tuhan pun hanya satu. Itu yang disaksikan oleh Alkitab.
Oleh karena itu pula, keselamatan pun hanyalah satu, yakni di dalam Yesus
Kristus Tuhan kita. Lalu bagaimana dengan kita yang mengenal dan percaya kepada
Yesus Kristus? Dimana letak perbedaan kita dengan mereka? Penulis surat Ibrani
pernah berbicara tentang Jemaat sulung. dan kepada jemaat anak-anak sulung,
yang namanya terdaftar di sorga, dan kepada Allah, yang menghakimi semua orang,
dan kepada roh-roh orang-orang benar yang telah menjadi sempurna. Ibr 12:32.
Jika ada Jemaat anak-anak sulung, maka logikanya ada
juga Jemaat lainnya. Mungkinkah ada anggota Jemaat yang bungsu? Alkitab tidak
memberitahukannya kepada kita. Namun sangat jelas orang percaya akan memerintah
bersama dengan Kristus. Jika ada yang memerintah, maka tentulah ada yang
diperintah. Bukan urusan kita untuk meneliti apa yang akan diperbuat Allah bagi
mereka yang diselamatkan-Nya hanya oleh karena pengampunan. Tetapi Allah telah
menetapkan jumlah orang yang akan diselamatkan.
Semoga ada banyak orang yang berseru kepada nama Tuhan di pesawat yang
mengalami musibah itu. Lalu tatkala mereka telah menghembuskan nafasnya yang
terakhir, maka Allah akan mengumpulkan mereka ke dalam kelompok orang-orang
yang telah mendapatkan pengampunan oleh karena kasih karunia-Nya. Pada
hakekatnya kita pun tidak berbeda dengan mereka. Sebab kita pun diselamatkan
hanya oleh kasih karunia belaka.
Hanya belas kasihan ditujukan kepada mereka yang pada
detik detik terakhir dalam kehidupan ini, ada orang yang hanya memperdulikan
kehidupan jasmani belaka. Mereka tidak dapat melihat kehidupan di seberang
kubur. Kehidupan yang digambarkan Paulus sebagai satu kehidupan yang jauh lebih
baik dari kehidupan di dunia ini. Bagi Paulus yang telah dibukakan mata hatinya
oleh Roh Kudus, kematian adalah sebuah keuntungan.
Dari dalam kitab Wahyu kita menerima pesan ini:
“Berbahagialah orang yang mati di dalam Tuhan, karena mereka akan beristirahat
dari segala pekerjaannya. Pekerjaannya itu akan menyertai dia”. Mati adalah
sebuah keberadaan istirahat. Bagi orang yang lelah, istirahat adalah sesuatu
yang sangat menyenangkan. Lihatlah kematian dari sudut pandang iman, maka hal
tersebut akan menyenangkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar