13/04/11

INMEMORIAM III



Hypoglikemia ketiga

Untuk ketiga kalinya Tiur mengalami penurunan kadar gula di dalam darah untuk ketiga kalinya. Tatkala ia menjalani hemodialisis, ia merasakan sesak dan keringat. Saya memeriksa gula darahnya, ternyata gula darahnya hanya 53. Dokter memanggil saya dan proses hemodialisis dihentikan. Dokter berkata bahwa Tiur sebaiknya tidak di bawa ke ruangan, tetapi ke Intensif Care Unit (ICU). Pada waktu itu saya ketakutan akan kehilangan dia. Saya menyetujui tindakan yang harus diambil itu, seraya ketakutan menjadi ganda. Takut kehilangan Tiur, tetapi juga takut akan biaya yang sangat besar jika ia membutuhkan waktu yang lama di unit tersebut.

Pertolongan Tuhan pun datang bertubi tubi. Teman-teman datang memberi dukungan moril maupun materil. Satu hal yang sangat berkesan pada waktu itu ialah: penghiburan dan pergumulan di dalam hati. Saya pulang ke rumah, disebabkan ada yang  menjaga di rumah sakit. Tatkala sendirian di tempat tidur, ada sebuah nyanyian di dalam hati saya. Tidak ada keinginan saya untuk menyanyi pada waktu itu. tetapi tiba-tiba nyanyian itu terdengar di dalam hati saya. Nyanyian itu terdapat di dalam Kidung Jemaat Nomor 388 “S’lamat di tangan Yesus, aman pelukan-Nya; Dalam teduh kasih-Nya aku bahagia.”  

Pada waktu itu ada rasa aman di dalam hati, karena Tiur ada di dalam tangan Tuhan Yesus. Namun karena nyanyian itu di dalam budaya HKBP, (Buku Ende No. 214, Sonang di lambung Jesus) biasanya dinyanyikan pada acara penghiburan bagi keluarga yang telah mengalami anggota keluarga yang meninggal, maka ada satu pertanyaan di dalam hati ini. Nyanyian yang dinyakikan itu dalam bahasa Indonesia atau Batak. Nalar dan iman bergumul di sepanjang malam malam itu. Pada waktu itu saya terbayang di depan mata, tatkala saya menuntun Tiur di rumah. Saya memeluk dia dari belakang supaya tidak jatuh. Terbayang Tuhan Yesus memeluk Tiur dengan cara yang sama. Ia aman di tangan Yesus.

Saya mengatakan nyanyian itu adalah nyanyian roh. Sebab bukan nalar saya yang menyanyi, dan tidak ada keinginan di dalam hati saya untuk menyanyi. Roh Kudus menanamkan nyanyian itu di dalam hati saya di dalam rangka menghibur hati yang sedang berduka. Salah satu nyanyian yang sering bergema di lubuk hati saya yang paling dalam pada masa menunggu Tiur di ICU ialah nyanyian dari Buku Ende HKBP nomor 470:1

Yesus Ho nampuna au, dohot na adong di au
Gogo dohot hosangki, sahat ma tu tangan-Mi

Nyanyian ini bergema terus di dalam hati saya. Saya memahami dari makna lirik lagu itu, sebuah penyerahan diri kepada Allah. Yesuslah yang memiliki kehidupan ini dan semua yang ada di dalam diri saya. Tiur pun adalah bagian dari kehidupanku. Maka ia pun diserahkan kepada tangan Tuhan  yang penuh kuasa.

Pengalaman seperti ini sering saya alami tatkala saya sedang di dalam tekanan yang berat, disebabkan pergumulan hidup. Saya ingat, tatkala saya sedang melayani di HKBP Cililitan. Seorang ibu pada waktu itu berkata kepada saya, bapak masih terus melayani pada hal telah mengalami pergumulan yang begitu berat. Lalu tiba-tiba saya bernyanyi dari Buku Ende HKBP 218:2

Sai tong di dongani na porseai i
Jala ganup ari ro basa-Na i
Tung na so margannggu di gogo na i
Na mandok Tuhanku na sun denggan i

Tatkala mendengar nyanyian itu, si ibu tadi jadi menangis. Ia memuji Tuhan karena bisa melihat kekuatan iman yang ada di dalam diri seorang hamba-Nya. Makna dari nyanyian tadi ialah: senantiasa orang percaya di temani. Dan tiap hari datang kasih setia-Nya. Tidak ganggu hatinya akan kuasa Allah, yang mengatakan kepada Tuhan, Tuhan yang sungguh amat baik. Nyanyian itu, tidak dirancang sebelumnya untuk dinyanyikan. Roh Kuduslah yang menaruh itu di dalam hati untuk dinyanyikan dan menjadi berkat bagi orang lain.

Saya teringat satu peristiwa dimana kami melayani seorang yang sedang sakit kanker dalam stadium terminal. Seorang teman saya ajak untuk menemani saya di dalam pelayanan itu sambil bernyanyi. Orang ini pada waktu sehat, bekerja di Amerika Serikat. Ia jatuh sakit, lalu dibawa pulang ke Jakarta. Ia seorang yang sangat rasional. Ia pernah mengatakan kepada saya bahwa Alkitab adalah sejarah orang Yahudi, dan pada hakekatnya tidak relevan dalam hidup sekarang ini. Namun ia tetap ambil bagian dalam keanggotaan Gereja, untuk memenuhi kebutuhan sosialnya.

Teman itu menyanyi. Lirik lagu yang dinyanyikan ialah: ‘He touch me’.  Tatkala bait pertama dinyanyikan, orang tersebut masih dalam keadaan biasa. Bait kedua dinyanyikan, ada perubahan terlihat di wajahnya. Pada bait yang ketiga, orang itu menangis tersedu-sedu. Ia berkata: “Lord Jesus have mercy on me”. Ia melihat kemuliaan Allah melalui nyanyian tersebut. Pada waktu kami pulang dari tempat beliau, teman yang bernyanyi itu bersaksi. Pada waktu saya menyanyikan bait yang pertama, saya sadar yang menyanyi itu saya. Pada  waktu bait kedua dinyanyikan, saya mendengar saya menyanyi.

Itulah saat dimana orang tadi mengalami perubahan di wajahnya. Pada waktu bait ketiga dinyanyikan, saya tidak mendengar apa pun. Itu katanya, pada hal kami mendengar dia mennyanyi. Itulah nyanyian roh. Nyanyian yang  membukakan pintu surga bagi orang itu. Memang beberapa bulan kemudian ia meninggal. Tetapi kata yang terakhir yang keluar dari mulutnya ialah: “Don’t worry, I’m going home”.



Sikap Hati Tiur

Satu hal yang sangat membesarkan hati melihat Tiur dalam menjalani penderitaannya merasakan penyakit itu ialah: ia  tidak pernah menggerutu kepada Allah tentang penyakitnya. Pada satu hari ia berkata kepada ibu-ibu yang datang ke rumah untuk mengunjungi dia dalam penderitaannya itu. Tiur berkata: di dalam hati ini senantiasa bergema ayat firman Tuhan yang mengatakan: “Tak berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-habisnya rahmat-Nya. Selalu baru setiap pagi besar kesetiaan-Mu”. (Ratapan 3:23).

Tetapi di sisi lain, Tiur juga melihat hidup yang dijalani sekarang adalah sesuatu yang berat. Ia bergumul dengan menghadapi fakta, air minum dibatasi. Ia hanya diperbolehkan minum air sebanyak 600 ML selama 24 jam. Hal ini sangat berat bagi dia. Ia tidak pernah dapat mematuhi anjuran dokter tentang air minum ini. Jika hal itu diingatkan kepada dia, jawabannya hanya satu: “Mati hanya satu kali, lebih baik mati dari pada menjalani kehidupan yang berat ini”. Sikap hati ini diutarakannya bukan sebagai penyesalan menurut hemat saya, karena ia tidak pernah mengeluh atas keberadaannya. Itulah yang menggembirakan hati. Saya pun telah mempersiapkan diri, seandainya Allah di dalam Yesus Kristus memanggil dia pulang ke negeri baka.

Ada saja teman-teman yang datang ke rumah untuk menjenguk Tiur di dalam kesehatannya yang menurun. Dalam percakapan kami dengan mereka, pertanyaan yang sering diajukan kepada Tiur ialah: “Apa rahasianya sehingga Tiur tetap di dalam keadaan hati yang tegar, sekalipun telah mengalami penderitaan yang berkepanjangan. Tiur sudah hampir dua tahun tidak lagi dapat menghadri kebaktian minggu. Berat badannya turun dari 55 kg hingga 36 kg. Tiur menjawab pertanyaan itu dengan jawaban: “Di lubuk hati saya yang paling dalam, ada pengharapan terhadap Allah yang hidup. Pengharapan itu membuat saya dapat menghadapi semua pergumulan ini. Pengharapan itu membuat saya tidak takut menghadapi semua persoalan, termasuk yang paling berat, yakni masalah pembiayaan. Hotman telah pensiun, tidak ada lagi pemasukan secara rutin. Namun saya tetap yakin, Tuhan tidak akan meninggalkan kami. Karena itu, saya tidak jatuh ke dalam kepahitan di dalam hati terhadap Tuhan. Untuk itu saya bersyukur”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rumah Allah

  Rumah Allah Ibrani 3:6 Tetapi Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya; dan rumah-Nya ialah kita, jika kita sampai kepada akhi...