HUKUM KEDELAPAN
Jangan mencuri.
Secara umum, mencuri adalah mengambil sesuatu milik orang lain tanpa sepengetahuan orang tersebut. Ituah batasan umum tentang mencuri. Paulus mengelaborasi hukum kedelapan ini dengan mengatakan sebagai berikut: “Orang yang mencuri, janganlah ia mencuri lagi, tetapi baiklah ia bekerja keras dan melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri, supaya ia dapat membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan” Ef 4:28. Sisi positif dari larangan ini dilihat Paulus dalam perspektif lain, yakni bekerja keras dengan tangannya sendiri, agar ia dapat memberikan sesuatu kepada mereka yang berkekurangan. Jika kita lihat dari sudut pandang Paulus tadi di sisi negatifnya, maka kita akan menemukan bahwa orang mencuri itu adalah orang yang malas bekerja keras. Mencuri berarti mengambil sesuatu yang dikerjakan orang lain, lalu menjadikannya sebagai hasil kerja kita sendiri. Itu adalah mencuri.
Jika kita renungkan lagi sisi negatif dari apa yang dielaborasi Paulus, maka kita akan melihat apa yang dikerjakan orang sekarang ini sungguh sangat bertentangan dengan kehendak Tuhan. Orang sekarang sungguh tidak lagi menyukai kerja keras. Bahkan dengan gampang mengambil hasil karya orang lain dan mengganti judul karangan orang itu dengan bahasa lain dan menyebut itu adalah hasil karyanya sendiri. Pelanggaran tentang hak kekayaan intelektual sekarang sangat marak di negeri ini. Bukankah hal itu adalah mencuri? Orang sekarang tidak menyukai lagi kata komitmen terhadap pekerjaan. Pada hal, itu adalah bagian dari melakukan hukum yang kedelapan, sebagaimana disuarakan oleh Rasul Paulus dalam nas yang sudah kita kutip di atas.
Saya ingin menyoroti hukum kedelapan ini dibidang pergaulan manusia. Sex sekarang begitu bebas di kalangan orang barat. Hal itu juga mempengaruhi kaum muda dan mereka yang merasa orang modern di zaman ini. Mencuri adalah mengambil hak orang lain, tanpa persetujuan orang tersebut. Jika itu batasan dari mencuri, maka saya menyoroti pergaulan bebas sekarang. Ada orang yang memberikan kegadisannya kepada dia yang tidak memiliki hak atas kegadisannya itu. Bukankah Allah yang menentukan kepada siapa kegadisannya itu akan diberikan?
Ada orang muda, bahkan orang dewasa pun saling cium satu sama lain. Di dunia barat, ciuman adalah sebuah adat istiadat. Tatkala mereka mencium sesama, mereka tidak dimotori nafsu sex. Sementara orang muda sekarang yang sudah pacaran, mereka sudah ciuman satu sama lain, pada hal belum tentu mereka saling memiliki satu sama lain. Tatkala seseorang mencium pacarnya, maka ia telah mengambil hak orang lain. Demikian juga dengan hubungan sex. Sayang, kita tidak pernah lagi melihat diri kita sebagai pribadi yang bukan milik kita sendiri. Pada hal dengan tegas Paulus mengatakan: “Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, -- dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!” I Kor 6:19-20. Kita menganggap bahwa hidup kita itu adalah milik kita sendiri, maka kita dapat menentukan apa yang terjadi atas tubuh kita sendiri. Orang yang memahami pemahaman seperti itu, pada hakekatnya ia bukanlah Kristen!
Ada orang yang menafsirkan perintah jangan mencuri ini dihubungkan dengan mencuri manusia untuk dijual sebagai budak. Argumen orang tersebut ialah: di dalam perintah yang kesepuluh: jangan mengingini barang sesamamu identik dengan mencuri. Menurut dia, adalah tidak wajar untuk membuat perintah yang bentuknya hampir sama sebanyak dua kali. Ditambahkan lagi, memang pada zaman itu wajar mencuri orang untuk dijadikan budak. Bukankah orang Eropa melakukan hal yang sama di zaman perbudakan zaman dahulu. Orang Afrika dicuri dan dijadikan budak di Benua Amerika yang baru ditemukan. Mereka dijadikan budak dan tidak diberi apa pun selain makanan dan pakaian.
Orang yang mencuri manusia itu melakukannya untuk kepentingan pribadi, demi memperkaya diri. Jika kita hubungkan dengan elaborasi Paulus tentang hukum jangan mencuri, dengan memunculkan sisi positifnya, yakni bekerja keras dengan tangannya sendiri, supaya dapat membagikan sesuatu bagi yang berkekurangan. Maka kita dapat dengan tegas mengatakan bahwa mereka yang mengambil tenaga kerja orang lain hanya demi mengeruk keuntungan bagi dirinya sendiri adalah termasuk bagian dari mencuri kehidupan orang tersebut. Sama seperti budak itu. Mereka dijadikan tenaga kerja yang tidak pernah dibayar. Hasil tenaga kerja mereka itu membuat tuannya menjadi kaya raya, sementara budaknya itu tetap sengsara dan tidak menikmati kehidupan yang layak.
Paulus mengelaborasi hukum Musa yang lain di surat Korintus, dalam I Kor 9:8-10. Ia berkata: bahwa bukan lembu yang diperhatikan Allah, melainkan manusia. Lalu ia dengan tegas mengatakan bahwa lembu itu berhak mendapat bagian dari apa yang dikerjakannya. Maka jika lembu berhak, terlebih lagi dengan manusia. Tatkala orang tidak diperkenankan oleh karena hukum positif yang didisain orang kaya untuk kepentingan sendiri, membuat orang miskin tidak turut menikmati apa yang dikerjakannya, maka pada hakekatnya ia mencuri bagian dari sang pekerja tersebut.
Di hari penghakiman kelak, mungkin kita akan sangat terkejut mengetahui betapa banyaknya yang kita curi dari kehidupan orang lain. Kita akan berkata: “Aku tidak tahu akan hal itu!” jadi saya teringat akan hukum tata negara kita. Jika Menteri Sekretaris Negara telah menuliskan di lembaran negara undang-undang yang ditetapkan pemerintah dan DPR, maka dengan sendirinya seluruh warga negara Indonesia telah mengetahuinya. Sekali pun orang itu adalah orang Papua yang masih pakai koteka. Tidak ada alasan untuk mengatakan, hal itu aku tidak tahu.
Di dalam hidup kita ada hak orang lain. Tidak memberikan apa yang menjadi hak orang lain itu, maka tindakan itu diperhitungkan sebagai satu tindakan mencuri. Bahkan yang paling menyedihkan ialah: kita mencuri apa yang menjadi bagian Allah, yakni perpuluhan. Bukan hanya itu, kita juga suka mencuri kemuliaan Allah. Para malaikat di Efrata menyuarakan bahwa kemuliaan bagi Allah. Bagian kita adalah damai sejahtera. Tetapi mengambil kemuliaan yang adalah haknya Allah. Bukankah hal itu mencuri juga?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar