11/04/11

INMEMORIAM II




Bergumul Masalah Biaya

Tetapi saya berpikir biaya itu akan berjalan selama Tiur hidup. Dengan nalar saya berpikir, ada sejumlah uang tabungan yang kami kumpulkan selama sekian tahun. Pada mulanya kami berpikir uang itu akan kami pergunakan sebagai bekal setelah menjalani masa pensiun dari tempat kerja. Tidak ada terlintas di benak ini untuk mencari perkerjaan lain setelah pensiun dari kantor. Ternyata apa yang dipikirkan itu tidak akan terlaksana. Menurut hemat saya pada waktu itu, tabungan itu akan dihabiskan dalam membiayai hemodiaisis Tiur. Jumlah tabungan itu pun tidak banyak. Mengingat itu saya berdoa kepada Tuhan, agar Tiur di panggil pulang ke surga sebelum tabungan itu habis dipergunakan. Pada waktu itu nalar saya mengatakan jika tabungan habis maka Tiur tidak akan dapat lagi menjalani hemodialisis, lalu darahnya akan keracunan dan akhirnya akan meninggal. Betapa sedih hati ini menghadapi keadaan itu. Nalar akan mengatakan seandainya tabungan masih ada tentunya ia belum meninggal. Itulah sebabnya saya meminta agar Allah membawa Tiur pulang ke surga sebelum tabungan habis, sehingga tidak ada penyesalan di dalam hati. Namun jalan manusia tidak sama dengan jalan Tuhan. Ia punya rencana lain di luar pemahaman saya.

Lalu Tuhan membuka jalan. Setelah Tiur menjalani rawat inap selama dua puluh lima hari di rumah sakit, ia diperkenankan pulang. Ia menjalani program hemodialisis itu dua kali setiap minggu, setiap hari Selasa dan hari Jumat. Tatkala kami orang-orang yang mengantar pasien untuk menjalani hemodialisis berkumpul di ruang tunggu, teman-teman itu saling bagi informasi. Ada orang yang berceritera kepada saya bahwa yang membayar pembiayaan hemodialisis yang dijalani dilakukan oleh Pemerintah  DKI Jakarta. Kemudian dia menanyakan saya: siapa yang bayar biaya hemodialisisnya Tiur. Saya katakan saya sendiri. Kenapa tidak dibayar kantor? Ujarnya. Lalu saya menjawab dan mengatakan bahwa Jamsostek tidak mengcover hemodialisis. Itulah ketetapannya, jadi saya sendiri yang harus membayarnya.

Lalu orang itu berceritera kepada saya bagaimana ia bisa mendapat pengobatan gratis. Ia mengurus kartu Gakin (Keluarga miskin). Lalu saya bertanya bukankah kartu itu diberikan hanya kepada keluarga yang betul betul miskin? Bagaimana caranya saudara mendapatkannya. Hal itu saya tanyakan karena melihat penampilannya tidak mungkin masuk kategori miskin seperti yang diisyaratkan oleh Gakin. Ia pun berceritera: “Saya pindah dari rumah yang saya miliki dan mengontrak sebuah rumah kumuh di daerah kumuh. Untuk itu saya membeli kartu tanda penduduk di daerah itu agar bisa mengajukan permohonan keluarga miskin. Petugas Puskesmas datang ke rumah kontrakan itu untuk meninjau tempat tinggal kami. Tatkala mereka melihat rumah itu, hanya tiga kali lima meter, lantai semen, tidak punya kamar mandi dan tidak punya air bersih, maka mereka menyetujui permohonan saya. Setelah itu kami kembali ke rumah sendiri. Kartu Gakin pun keluar. Saya dibayarin pemerintah untuk menjalani program hemodialisis.

Mendengar uraiannya itu saya berkata di dalam hati: “Tuhan saya tidak akan melakukan hal seperti itu, sebab Engkau kaya dan berkat-Mu cukup bagi kami”. Menurut hemat saya tindakan seperti itu adalah tindakan yang tidak benar. Untuk mengatasi masalah pembiayaan itu, Tuhan menyuruh malaikatnya memberitahukan jalan lain kepada saya. Saya katakan malaikat Tuhan, karena kata malaikat di dalam bahasa Ibrani adalah suruhan. Jadi malaikat Tuhan yang datang padaku itu bukan dalam bentuk seperti yang dibayangkan orang. Ia adalah manusia biasa, tetapi bagi saya ia adalah malaikat Tuhan. melalui malaikat itu saya mendapatkan informasi yang sangat menolong.

Suamin orang itu menjalani hemodialisis juga di Rumah Sakit Cikini. Ia menunjukkan jalan lain selain melalui Gakin, namanya ialah SKTM. (Surat Keterangan Tidak Mampu). Lalu ia memberi penjelasan kepada saya bagaimana mendapatkan surat itu. Jika kita yang menanggung beban itu, maka memang kita tidak mampu menanggungnya seumur hidup. Karena itu kita memerlukan bantuan. Sebab biayanya bukan hanya ongkos untuk hemodialisis, tetapi biaya obat pun besar. Salah satu contoh ialah: obat berupa hormon untuk membentuk sel butir butir darah merah. Ginjal berfungsi untuk mengeluarkan hormon dalam rangka membentuk sel-sel darah merah. Karena fungsi ginjal menurun, maka ginjal pun tidak lagi memproduksi hormon tersebut. Karenanya haemoglobin pasien turun. Akibatnya pasien harus diberi obat berupa hormon dengan jalan disuntikkan. Harga obat itu cukup mahal, lima ratus ribu rupiah satu ampul. Belum lagi obat-obat lain. Jadi memang kita tidak mampu!

Menerima Bantuan Dari Pemerintah

Adapun alur perjalanan untuk mendapatkan surat tersebut ialah: surat pengantar dari RT, RW, lalu Lurah. Setelah itu pergi ke Puskesmas untuk mendapatkan Surat Keterangan dari dokter yang melayani di Puskesmas tersebut. Setelah itu harus pergi ke Kantor Camat. Beliau memberi penjelasan lebih panjang lagi dan berkata kepada saya bahwa ia sudah mengurus semua itu tinggal surat dari rumah sakit. Setelah itu akan dibawa ke Dinas Kesehatan DKI. Tetapi di rumah sakit ini banyak yang mendapatkan fasilitas Gakin. Tatkala ia berhadapan dengan dokter yang bertugas mengurus masalah itu, beliau mengatakan ibu masuk dalam daftar tunggu. Sebab banyak yang antri untuk mendapatkan fasilitas itu. Mendengar keterangan itu hati saya tertegun. Ibu ini yang sudah mengurusnya masih masuk daftar tunggu, maka jika saya urus juga tentulah kami pun akan masuk daftar tunggu.

Namun saya memberanikan diri untuk bertanya kepada Dr. Tunggul Situmorang tentang kemungkinan mendapatkan fasilitas tersebut. Beliau menjabat sebagai Direktur Ketua di Rumah Sakit PGI Cikini. Tatkala saya menanyakan hal itu melalui telepon selluler, beliau langsung mengatakan agar saya mengurus hal itu secepatnya! Hati saya sangat terharu, karena beliau mau melayani saya sekalipun hanya melalui telepon seluler. Lalu beliau menambahkan agar surat-surat itu dibawa kepada beliau lebih dahulu. Saya mengurus surat-surat yang dibutuhkan. Setelah selesai, surat-surat  tersebut saya hantarkan ke ruang kerja beliau. Saya disambut dengan sikap hati yang ceria. Pada waktu itu saya melihat wajahnya seperti wajah seorang malaikat. Saya hampir mau menangis melihat wajah itu. Saya berkata di dalam hati, orang ini adalah malaikat yang diutus Allah untuk menolong kami. Beliau langsung menghubungi dokter yang bertugas untuk menangani Askes Gakin.

Saya diminta untuk bertemu secara langsung dengan beliau di ruangan lain di rumah sakit tersebut. Lalu saya pun  bertemu dengan dokter yang ditugaskan untuk menangani masalah Askes Gakin. Peritiwa itu terjadi di bulan Maret, bulan ketiga Tiur menjalani hemodialisis. Kami mendapatkan keringanan yang begitu luar biasa. Program hemodialisis itu akan dilaksanakan delapan atau sembilan kali dalam satu bulan. Namun dokter itu menetapkan cukup membayar satu kali dalam satu bulan. Luar biasa! Lebih luar biasa lagi, tatkala Tiur keluar dari ICU, ia menjalani hemodialisis tiga kali dalam seminggu. Namun kami tetap hanya bayar satu kali saja, dari 12-14 kali dalam satu minggu. Itu adalah mujizat menurut hemat saya. Itu adalah kemuliaan Allah yang sangat nyata. Tanggungan kami bisa mendapat keringanan. Obat-obat masih harus dibeli, teristimewa hormon untuk meningkatkan haemoglobin. Tentunya hal itu saya terima karena pengaruh sang malaikat yang telah membuka jalan bagi kami. Tuhan Yang Maha Baik! Limpahkanlah karunia-Mu bagi pak dokter ini dan kelurganya. Karena ia telah menunjukkan kebaikan hati-Mu kepada kami dalam pelayanannya sebagai dokter dan sebagai Direktur Kepala di rumah sakit ini.

Persoalan belum selesai, tantangan baru harus kami hadapi. Setelah bulan April tiba, seperti biasa, saya mengurus surat jaminan dari Dinas Kesehatan Pemda DKI dan diberikan kepada dokter yang mengurus masalah tersebut. Dokter yang menangani Gakin berkata kepada kami bahwa program penanggungan ini untuk masa sekarang berlaku hanya sampai tanggal 31 Maret ini. Oleh karena itu sementara menjalani hemodialisis, disarankan agar membayar lebih dahulu. Berita yang kami dapatkan dari beliau ialah belum ada jaminan dari Pemda DKI bahwa tagihan rumah sakit kepada Pemda DKI akan dibayar. Mendengar berita itu saya kembali mengadu kepada malaikat Tuhan di RS Cikini itu. Beliau mengatakan kepada saya: “bawa dulu kemari surat jaminan dari Dinas Kesehatan tadi”. Lalu saya  mengantarkan surat yang diminta. Beliau membuat disposisi dalam surat jaminan itu agar ditindak lanjuti jika kesepakatan dengan pemda DKI telah ditandatangani. Luar biasa. Saya bukan siapa-siapa, namun mendapatkan pertolongan yang begitu besar! Terpujilah Tuhan yang memberikan hati yang begitu perduli di lubuk hari sang malaikat Tuhan itu. Soli Deo Gloria in exelci Deo – Segala  kemuliaan bagi Allah di tempat yang maha tinggi. –

Untuk dua kali hemodialisis, saya harus membayar penuh. Tetapi seorang teman yang juga menerima bantuan dari pemda DKI memberi tahu kepada saya program itu telah dibuka kembali. Puji Tuhan surat jaminan yang saya telah kantongi dapat dipergunakan kembali. Karena Tiur kehilangan nafsu makan, maka asupan protein ke dalam tubuhnya mengalami kekurangan. Pada hal protein sangat dibutuhkan, bersama hormon yang disuntikkan untuk pembentukan sel darah merah. Kekurangan protein itu mengakibatkan haemoglobinnya turun hingga mencapai angka 5,8. Angka normal menurut laboratorium adalah 11-13. Dokter menyarankan transfusi darah. Darah memang gratis dari PMI, tetapi kita harus membeli kantong, membayar biaya screening darah. Untuk satu kantong harus dikeluarkan biaya dua ratus ribu rupiah. Dokter menyarankan agar darah ditransfusi sebanyak dua kantong. Itu berarti empat ratus ribu rupiah. Tatkala saya akan mengurus pengambilan darah dari Bank Darah di RS Cikini, seorang suster di sana mnenyarankan saya agar mempergunakan SKTM itu, sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya. Suster itu pernah saya tolong di dalam Penelahan Alkitab. Dia juga merupakan malaikat Tuhan bagi kami untuk menunjukkan jalan. Puji Tuhan, kami bebas dari biaya transfusi. Begitu banyak jalan yang dipakai Tuhan untuk menunjukkan kebaikannya bagi kami. Terpujilah nama-Nya.

Satu hal yang indah yang saya temukan di dalam persekutuan mereka yang menungu pasien  ini ialah kepedulian akan sesama sangat tebal. Kita baru kenalan tetapi telah perduli satu sama lain. Ada seorang ibu yang memakai jilbab, tetapi begitu perduli dengan kami. Ia tahu saya pergi ke Gereja pada hari Selasa untuk mengadakan aktifitas di sana. Ia tidak akan mengerti apa artinya sermon parhalado. Tiur sendirian di dalam menjalani hemodialisis di sana, sementara  pasien lainya ditemani anggota keluarganya masing-masing. Ibu hajjah itu berkata: ”jangan takut pak, kami akan turut menjaga ibu tatkala bapak pergi ke gereja. Kedekatan antara mereka yang sependeritaan akan mudah terpaut. Itu pelajaran berharga yang saya timba dari persekutuan kami yang menunggu pasien yang menjalani hemodialisis.

Pertolongan Tuhan datang tepat pada waktunya. Ia mengendalikan situasi sedemikian rupa, sehingga menuju penggenapan rencana-Nya. Kebenaran dari fakta ini pun kami alami di dalam pergumulan ini. Pada satu waktu, mata Tiur berwarna merah. Karena itu saya membawa dia kontrol ke dokter. Biasanya, saya membawa dia kontrol ke dokter pada saat dia menjalani hemodialisis. Hal itu dirancang sedemikian rupa, agar tidak dua kali ke rumah sakit. Tujuan utama ialah: irit biaya. Namun untuk yang satu ini, saya membawa dia pada hari Kamis, pada hal hari Jumat ia akan menjalani hemodialisis. Setelah diperiksa dokter, kami di suruh untuk konsul ke dokter mata. Kami pun mendaftar ke dokter mata yang praktek pada waktu itu. setelah ketemu dengan dokter itu, ternyata ia adalah anggota jemaat HKBP Menteng. Beliau mengenal kami, lalu kami disalami lebih dahulu. Setelah menjalani pemeriksaan yang panjang, sang dokter mengatakan keadaan mata Tiur. Matanya sudah katarak karena pengaruh gula darah yang sudah lama. Oleh karena itu harus dioperasi.

Hal yang luar biasa ialah: dokter itu mengatakan: “Kita operasi di Rumah Sakit Universitas Kristen Indonesia (UKI) saja. Sebab, di sana, saya dapat mengusahakan agar amang hanya membayar lima ratus ribu saja untuk sekali operasi. Jika dioperasi di sini, maka biayanya sebesar enam juta lima ratus ribu rupiah. Itu berarti akumulasinya menjadi tiga belas juta rupiah. Beliau langsung menawarkan bantuan bagi kami. Luar biasa! Jika saya membawa Tiur kontrol pada hari Jumat, maka pastilah kami tidak akan bertemu dengan dokter tadi, karena beliau praktek hanya pada hari Senin dan Kamis. Kami akan membayar biaya yang banyak untuk operasi mata tersebut. Sekarang kami hanya akan membayar satu juta rupiah. Bukankah Allah berperan di dalam mengatur segala sesuatunya? Terpujilah nama-Nya yang bertindak mengendalikan kehidupan kami.

Setelah dua minggu menjalani perawatan mata yang merah, Tuhan memberikan beban lain bagi kami mengenai mata Tiur. Ia mengalami stroke mata. Mata sebelah kanan mengalami kelumpuhan, sehingga tidak dapat dibuka kelopak matanya. Karena mengalami stoke mata, maka operasi katarak ditunda. Mata yang lumpuh akan diobati lebih dahulu. Jika tidak pulih melalui pengobatan, kata dokter harus dioperasi. Tuhan akan memberikan jalan keluar menghadapi semuanya ini. Obat-obat yang dimakan untuk mata, mengakibatkan gula darah dan tekanan darah jadi naik. Ini membawa beban lain di dalam tubuh Tiur.

Dokter mata mengatakan bahwa dibutuhkan waktu enam bulan untuk memulihkan mata yang mengalami kelumpuhan tadi. Namun setelah dua bulan, mata sebelah kanan yang lumpuh itu dapat terbuka kembali. Tatkala diperiksa dokter, beliau berkata: “Ini bisa karena doa-doa yang dinaikkan kepada Tuhan.” Puji Tuhan! Ia hadir di dalam kehidupan ini dan memberikan pertolongan dimana perlu menurut kehendak-Nya. Selanjutnya sang dokter memberi nasihat untuk menunggu dua bulan lagi baru akan diperiksa, apa sudah baik waktunya untuk operasi katarak yang kedua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rumah Allah

  Rumah Allah Ibrani 3:6 Tetapi Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya; dan rumah-Nya ialah kita, jika kita sampai kepada akhi...