01/01/15

Akhir

Akhir

Hati ini sedang merenungkan akhir tahun dua ribu empat belas, yang sebentar lagi akan berlalu. Semuanya pasti berlalu. Sebentar lagi, sebagai warga HKBP aku dan keluarga akan menyanyikan lagu tradisional bagi orang Batak warga HKBP untuk menyanyikan nyanyian dari Buku Ende nomor 70: “Naung salpu taon na buruk i, Ho ma hupuji Tuhanki, ai diramoti Ho tongtong daginghu dohot tondingkon, ai diramoti Ho tongtong dagingku dohot tondingkon” – telah berlalu tahun yang buruk, Dikaulah kupuji Tuhanku, karena Engkau memelihara tubuhku dan jiwaku.

Sebagian besar orang memahami perjalanan waktu yang sedang dijalani manusia, adalah dalam garis linier. Mulai dari awal hingga akhir. Alkitab pun memahami pola seperti itu. Tetapi sebagian orang juga punya pemahaman yang berbeda. Dari pengalaman secara alamiah, mereka memahami perjalanan waktu itu, merupakan sebuah siklus. Ada musim hujan dan musim kemarau bergantian datangnya. Di negeri Barat, kita menemukan empat musim yang bergantian datangnya, lalu kembali pula ke dalam keadaan semula. Bagi mereka, waktu itu merupakan siklus. Orang berkata sejarah akan berulang.

Pemahaman siklus seperti ini juga dianut oleh sebagian agama di dunia ini. Ajaran inkarnasi adalah wujud dari pemahaman siklus waktu. Orang akan datang kembali dalam wujud yang berbeda dari wujud yang semula. Ada kalanya lebih baik, tetapi ada juga kalanya jauh lebih buruk.

Namun satu hal yang tidak dapat disangkal oleh siapa pun juga ialah: ada yang tidak dapat diulang kembali. Dinosaurus tidak kembali lagi, setelah punah jutaan tahun yang lalu. Kepada kita pun diberitahukan bahwa mineral yang ditambang dari perut bumi tidak dapat kembali lagi ada, setelah dikuras habis. Ada banyak spesies yang punah di muka bumi ini. Semua ada akhirnya.

Sebuah pertanyaan muncul di dalam hati ini: jika satu hari kelak, hidup ini akan berakhir, maka apa jadinya tentang diri saya sendiri? Jawaban secara jasmaniah ialah: aku akan jadi tanah dan jadi debu. Itukah akhir dari kehidupan yang sudah dibangun dengan susah payah di dunia ini? Jadi debu? Alkitab memberikan jawaban yang berbeda dengan apa yang diberikan dunia ini. Alkitab mengajarkan kepada kita, bahwa akhir dari kehidupan di dunia ini, adalah sebuah permulaan dari satu kehidupan yang lain. Kehidupan yang tidak pernah dikenal oleh manusia. Alkitab berkata bahwa ada kehidupan di seberang kubur.

Tidak ada seorang pun di zaman modern ini, yang pernah pergi ke dunia di seberang itu, lalu kembali ke dunia sekarang ini, lalu menuturkan apa yang ada di dunia seberang sana. Kita hanya mengetahui dari kesaksian dari para rasul dan para nabi, tentang kehidupan tersebut. Rasul Paulus mengatakan bahwa bersama dengan Tuhan – maksudnya meninggal dunia – jauh lebih baik. Bahkan ia mengatakan bahwa mati itu adalah sebuah keuntungan.

Jadi saya memahami bahwa kematian secara jasmani, adalah sebuah peralihan dari satu strata kehidupan yang satu ke dalam strata kehidupan yang lain. Seumpama, orang telah menyelesaikan masa balita. Ia berpindah dari balita kepada masa kanak-kanak. Berpaling lagi ke masa remaja. Berpaling lagi ke masa pemuda dan masa dewasa. Lalu berpaling lagi ke masa lansia. Setelah itu ia berpaling dari masa di dunia ini, lalu masuk ke dalam masa ketiadaan waktu. Masa dimana orang percaya dan mati di dalam Tuhan, dikumpulkan oleh Allah. Di sana mereka beristirahat dari segala pekerjaannya, lalu pekerjaannya itu menyertai mereka. Demikian kata Roh Kudus di dalam kitab Wahyu.

Menarik untuk disimak, dalam perspektif iman Kristen, kita memulai dari sisi akhir dalam hidup ini, barulah kita mulai dari titik awal. Hal itu terlihat dari kalender gerejawi. Satu tahun terdiri dari 52 Minggu. Tahun itu dimulai dari Minggu pertama, yakni Minggu Advent. Advent artinya adalah kedatangan. Kedatangan Tuhan Yesus untuk menghakimi orang hidup dan yang mati. Lalu pada Minggu ke 52 akhir tahun Gereja dimana dibuat peringatan akan kematian orang percaya.

Garis linier waktu dimulai dari kita lahir dan diakhiri dengan kita mati. Tetapi ada satu tindakan Allah di dalam Kristus terjadi bagi kita. Kebangkitan Yesus dari antara orang mati membuat sebuah garis kehidupan yang baru, yang sejajar dengan garis linier yang kita warisi dari manusia pertama, yakni Adam. Garis linier yang kedua ini adalah garis yang dimulai dari kebangkitan Yesus dari antara orang mati. Oleh karena kasih karunia Allah, kita dipindahkan dari garis kehidupan yang berasal dari Adam.

Sekarang kita berada di garis linier kedua. Di sana kehidupan kita di mulai dengan memiliki hidup yang  kekal. Jika pun satu hari kita akan menghadapi kematian, maka kematian itu tidaklah akhir dari kehidupan kita secara pribadi. Sebab seperti yang sudah kita katakan di atas, kematian di dunia ini, pada hakekatnya adalah sebuah peralihan dari satu tahap kehidupan masuk ke dalam tahap kehidupan lainnya.

Jika kita mengikuti penglihatan Rasul Yohanes di dalam kitab Wahyu mengenai kehidupan setelah dunia ini dengan segala unsur-unsur yang ada di dalamnya dibinasakan dalam nyala api. Di dalam kehidupan di surga itu, tidak ada lagi air mata. Penderitaan tidak lagi ada di negeri yang baru dan bumi yang baru. Di sana kita akan memerintah bersama dengan Kristus.

Alam semesta ini sangat amat luas. Galaksi kita ini adalah salah satu dari sekian banyak galaksi yang ada di dalam alam semesta ini. Alam ini sungguh sangat amat luas. Saya membayangkan tiap orang percaya akan memerintah atas nama Kristus atas satu planet tertentu. Karena di langit yang baru dan bumi yang baru itu, akan ada juga wujud kehidupan. Tetapi karena segala sesuatu yang lama sudah berlalu, maka kita tidak mungkin membayangkan wujud pemerintahan yang akan datang itu, sama seperti pemerintahan yang ada sekarang ini.

Di kota kudus yang dilihat Yohanes itu tidak ada lagi matahari dan bulan. Hal lahiriah menurut hemat saya tidak diperlukan lagi. Sesuatunya tidak ada persamaan lagi dengan apa yang kita kenal sekarang ini. Para malaikat pun adalah mahluk hidup. Mereka tidak punya jasad fisik, karena adalah mahluk roh. Mungkin mahluk hidup yang akan ada di dunia yang akan kita perintah atas nama Tuhan Yesus adalah seperti malaikat itu.

Sungguh alangkah indahnya tatkala kita masuk ke dalam hidup yang seperti itu. Kita dapat melihat wajah Allah muka dengan muka. Sementara para malaikat tidak diperkenankan melihat wajah Allah, sekali pun mereka adalah mahluk yang kudus juga. Namun kekudusan mereka tidak dapat dibandingkan dengan kekudusan Allah sendiri. Bukankah sesuatu yang sungguh luar biasa, kita diperkenankan untuk melihat wajah Allah sendiri?                                                                                                                                                            

Mengingat semuanya ini di akhir tahun, maka terlintaslah di dalam hati, syair dari sebuah nyanyian rohani: This world is not my home, I’m just a passing through, my treasure are laid up some where beyond the blu, the angels beckon me, and heaven open door, and I can’t feel at home in this world anymore.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rumah Allah

  Rumah Allah Ibrani 3:6 Tetapi Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya; dan rumah-Nya ialah kita, jika kita sampai kepada akhi...