Akhir
Hati ini sedang merenungkan akhir tahun dua ribu empat
belas, yang sebentar lagi akan berlalu. Semuanya pasti berlalu. Sebentar lagi,
sebagai warga HKBP aku dan keluarga akan menyanyikan lagu tradisional bagi
orang Batak warga HKBP untuk menyanyikan nyanyian dari Buku Ende nomor 70: “Naung salpu taon na buruk i, Ho ma hupuji
Tuhanki, ai diramoti Ho tongtong daginghu dohot tondingkon, ai diramoti Ho
tongtong dagingku dohot tondingkon” – telah berlalu tahun yang buruk,
Dikaulah kupuji Tuhanku, karena Engkau memelihara tubuhku dan jiwaku.
Sebagian besar orang memahami perjalanan waktu yang
sedang dijalani manusia, adalah dalam garis linier. Mulai dari awal hingga
akhir. Alkitab pun memahami pola seperti itu. Tetapi sebagian orang juga punya
pemahaman yang berbeda. Dari pengalaman secara alamiah, mereka memahami
perjalanan waktu itu, merupakan sebuah siklus. Ada musim hujan dan musim
kemarau bergantian datangnya. Di negeri Barat, kita menemukan empat musim yang
bergantian datangnya, lalu kembali pula ke dalam keadaan semula. Bagi mereka,
waktu itu merupakan siklus. Orang berkata sejarah akan berulang.
Pemahaman siklus seperti ini juga dianut oleh sebagian
agama di dunia ini. Ajaran inkarnasi adalah wujud dari pemahaman siklus waktu.
Orang akan datang kembali dalam wujud yang berbeda dari wujud yang semula. Ada
kalanya lebih baik, tetapi ada juga kalanya jauh lebih buruk.
Namun satu hal yang tidak dapat disangkal oleh siapa
pun juga ialah: ada yang tidak dapat diulang kembali. Dinosaurus tidak kembali
lagi, setelah punah jutaan tahun yang lalu. Kepada kita pun diberitahukan bahwa
mineral yang ditambang dari perut bumi tidak dapat kembali lagi ada, setelah
dikuras habis. Ada banyak spesies yang punah di muka bumi ini. Semua ada
akhirnya.
Sebuah pertanyaan muncul di dalam hati ini: jika satu
hari kelak, hidup ini akan berakhir, maka apa jadinya tentang diri saya
sendiri? Jawaban secara jasmaniah ialah: aku akan jadi tanah dan jadi debu.
Itukah akhir dari kehidupan yang sudah dibangun dengan susah payah di dunia
ini? Jadi debu? Alkitab memberikan jawaban yang berbeda dengan apa yang
diberikan dunia ini. Alkitab mengajarkan kepada kita, bahwa akhir dari
kehidupan di dunia ini, adalah sebuah permulaan dari satu kehidupan yang lain.
Kehidupan yang tidak pernah dikenal oleh manusia. Alkitab berkata bahwa ada
kehidupan di seberang kubur.
Tidak ada seorang pun di zaman modern ini, yang pernah
pergi ke dunia di seberang itu, lalu kembali ke dunia sekarang ini, lalu
menuturkan apa yang ada di dunia seberang sana. Kita hanya mengetahui dari
kesaksian dari para rasul dan para nabi, tentang kehidupan tersebut. Rasul
Paulus mengatakan bahwa bersama dengan Tuhan – maksudnya meninggal dunia – jauh
lebih baik. Bahkan ia mengatakan bahwa mati itu adalah sebuah keuntungan.
Jadi saya memahami bahwa kematian secara jasmani,
adalah sebuah peralihan dari satu strata kehidupan yang satu ke dalam strata
kehidupan yang lain. Seumpama, orang telah menyelesaikan masa balita. Ia
berpindah dari balita kepada masa kanak-kanak. Berpaling lagi ke masa remaja.
Berpaling lagi ke masa pemuda dan masa dewasa. Lalu berpaling lagi ke masa
lansia. Setelah itu ia berpaling dari masa di dunia ini, lalu masuk ke dalam
masa ketiadaan waktu. Masa dimana orang percaya dan mati di dalam Tuhan,
dikumpulkan oleh Allah. Di sana mereka beristirahat dari segala pekerjaannya,
lalu pekerjaannya itu menyertai mereka. Demikian kata Roh Kudus di dalam kitab
Wahyu.
Menarik untuk disimak, dalam perspektif iman Kristen,
kita memulai dari sisi akhir dalam hidup ini, barulah kita mulai dari titik
awal. Hal itu terlihat dari kalender gerejawi. Satu tahun terdiri dari 52 Minggu.
Tahun itu dimulai dari Minggu pertama, yakni Minggu Advent. Advent artinya
adalah kedatangan. Kedatangan Tuhan Yesus untuk menghakimi orang hidup dan yang
mati. Lalu pada Minggu ke 52 akhir tahun Gereja dimana dibuat peringatan akan
kematian orang percaya.
Garis linier waktu dimulai dari kita lahir dan
diakhiri dengan kita mati. Tetapi ada satu tindakan Allah di dalam Kristus terjadi
bagi kita. Kebangkitan Yesus dari antara orang mati membuat sebuah garis
kehidupan yang baru, yang sejajar dengan garis linier yang kita warisi dari
manusia pertama, yakni Adam. Garis linier yang kedua ini adalah garis yang dimulai
dari kebangkitan Yesus dari antara orang mati. Oleh karena kasih karunia Allah,
kita dipindahkan dari garis kehidupan yang berasal dari Adam.
Sekarang kita berada di garis linier kedua. Di sana
kehidupan kita di mulai dengan memiliki hidup yang kekal. Jika pun satu hari kita akan menghadapi
kematian, maka kematian itu tidaklah akhir dari kehidupan kita secara pribadi. Sebab
seperti yang sudah kita katakan di atas, kematian di dunia ini, pada hakekatnya
adalah sebuah peralihan dari satu tahap kehidupan masuk ke dalam tahap
kehidupan lainnya.
Jika kita mengikuti penglihatan Rasul Yohanes di dalam
kitab Wahyu mengenai kehidupan setelah dunia ini dengan segala unsur-unsur yang
ada di dalamnya dibinasakan dalam nyala api. Di dalam kehidupan di surga itu, tidak
ada lagi air mata. Penderitaan tidak lagi ada di negeri yang baru dan bumi yang
baru. Di sana kita akan memerintah bersama dengan Kristus.
Alam semesta ini sangat amat luas. Galaksi kita ini
adalah salah satu dari sekian banyak galaksi yang ada di dalam alam semesta
ini. Alam ini sungguh sangat amat luas. Saya membayangkan tiap orang percaya
akan memerintah atas nama Kristus atas satu planet tertentu. Karena di langit yang
baru dan bumi yang baru itu, akan ada juga wujud kehidupan. Tetapi karena segala
sesuatu yang lama sudah berlalu, maka kita tidak mungkin membayangkan wujud
pemerintahan yang akan datang itu, sama seperti pemerintahan yang ada sekarang
ini.
Di kota kudus yang dilihat Yohanes itu tidak ada lagi
matahari dan bulan. Hal lahiriah menurut hemat saya tidak diperlukan lagi. Sesuatunya
tidak ada persamaan lagi dengan apa yang kita kenal sekarang ini. Para malaikat
pun adalah mahluk hidup. Mereka tidak punya jasad fisik, karena adalah mahluk
roh. Mungkin mahluk hidup yang akan ada di dunia yang akan kita perintah atas
nama Tuhan Yesus adalah seperti malaikat itu.
Sungguh alangkah indahnya tatkala kita masuk ke dalam
hidup yang seperti itu. Kita dapat melihat wajah Allah muka dengan muka. Sementara
para malaikat tidak diperkenankan melihat wajah Allah, sekali pun mereka adalah
mahluk yang kudus juga. Namun kekudusan mereka tidak dapat dibandingkan dengan kekudusan
Allah sendiri. Bukankah sesuatu yang sungguh luar biasa, kita diperkenankan untuk
melihat wajah Allah sendiri?
Mengingat semuanya ini di akhir tahun, maka terlintaslah
di dalam hati, syair dari sebuah nyanyian rohani: This world is not my home, I’m just a passing through, my treasure are
laid up some where beyond the blu, the angels beckon me, and heaven open door,
and I can’t feel at home in this world anymore.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar