Keselamatan Adalah
anugerah
Kasih
Karunia
Defenisi dari kasih karunia ialah: sebuah pemberian yang
pada dasarnya kita tidak layak untuk menerimanya. Hal itu terlihat di dalam
kisah di bawah ini.
Satu keluarga kecil
sedang berkendaraan dengan mobil mereka di jalan bebas hambatan. Keluarga kecil
ini terdiri dari seorang bapa, ibu dan seorang anak kecil. Si kecil duduk di
bangku belakang mobil, sebab demikianlah undang yang berlaku di negeri Paman
Sam. Mereka berdendang ria di dalam kendaraan tersebut, seraya menikmati hari
libur mereka. Tiba-tiba, sebuah kendaraan trailer yang datang dari arah berlawanan
menyeberang batas pemisah dua jalan di jalan bebas hambatan tersebut. Seketika
itu juga, mobil kecil yang dikendarai keluarga ini tabrakan dengan truk trailer
besar! Suami isteri yang duduk di depan tewas seketika, sementara sang anak
yang duduk di belakang masih hidup, namun ia sudah pingsan. Ada orang yang
berusaha untuk menarik dia dari rongsokan mobil tersebut, sebelum mobil itu
terbakar. Syukur, ia dapat tertolong dan segera di bawa ke rumah sakit. Anak
itu ternyata sedang koma.
Sang kakek diberi tahu,
tentang keberadaan cucunya yang sedang koma di rumah sakit. Ia juga diberi tahu
bahwa anak dan menantunya sudah meninggal dunia di dalam kecelakaan lalu lintas
tersebut. Sesegera mungkin ia mengunjungi cucunya yang sedang dirawat di rumah
sakit! Di lubuk hati sang kakek yang sudah sendirian, oleh karena di tinggal isteri,
sekarang pun ditinggal anak dan menantunya, sangat marah terhadap supir truk
yang sedang mabuk mengendarai truknya. Sang sopir di tahan di dalam penjara.
Sang kakek merenungkan
peristiwa tersebut di dalam hatinya. Ia mengingat perkataan Tuhan Yesus di
dalam Injil Matius yang mengatakan: “Jika pipi kananmu di tampar orang, berilah pipi kiri”. Supir truk itu telah menampar pipi kanan sang kakek. Maka sebagai orang percaya, ia tidak dapat
membalas tamparan tersebut dengan tamparan lagi kepada sang supir! Kakek itu
harus memberikan kepada sang supir pipi kirinya. ‘Pipi kiri’ itu adalah sesuatu yang tidak layak diterima oleh supir
tadi. Secara normatif yang layak diterimanya ialah: penghukuman. Itulah
sebabnya pemerintah menangkap dia dan memasukkan dia ke dalam penjara.
Sekarang sang kakek
akan memberikan kepada sang supir apa yang tidak layak diterimanya, yakni:
pengampunan.
Pengampunan di sini menjadi kasih karunia! Kakek itu mengunjungi sang supir di
penjara dan memberitahukan kepadanya bahwa ia adalah orang tua dari keluarga
yang mati karena kesalahannya. Ia adalah kakek dari anak yang sedang koma di
rumah sakit karena kesalahannya. Namun, ia datang untuk memberitahukan
kepadanya bahwa di dalam lubuk hatinya yang paling dalam ada belas kasihan
kepadanya dan oleh karena itu ia mengampuni kesalahannya. Itulah kasih karunia.
Dosa
Alkitab dengan tegas
mengatakan bahwa semua orang telah berbuat dosa dan kehilangan kemuliaan Allah
(Rom 3:23). Masalah yang perlu kita soroti sekarang ialah: apa itu dosa? Orang
memahami dosa sebagai sesuatu yang bersifat moral. Dosa itu adalah mencuri,
berdusta, membunuh dan lain sebagainya. Pandangan Alkitab tentang dosa sungguh
sangat jauh berbeda dari pada pandangan manusia modern sekarang ini. Dosa
secara harfiah artinya ialah: menyimpang. Baik bahasa Ibrani, maupun bahasa
Yunani, maknanya sama. Ibarat sebuah anak panah dilepaskan dari busurnya. Jika
anak panah itu menyimpang dari arah yang dirancang semula, maka tidak ada
kemampuan di dalam anak panah tersebut untuk membalikkan dia ke arah semula.
Demikian juga dengan
manusia. Jika manusia telah jatuh ke dalam dosa, maka tidak ada di dalam diri
manusia itu kemampuan untuk mengembalikan kepada rencana Allah semula. Orang
sering mengatakan bahwa pertobatan adalah jalan masuk kembali ke dalam rencana
Allah. Ya, itu benar. Tetapi pertobatan itu pun adalah kasih karunia Allah.
Sangat jelas Yesus mengatakan bahwa: “tidak ada seorang pun yang dapat datang
kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan
Kubangkitkan pada akhir zaman” Yoh 6:44. Orang bertobat disebabkan Roh Kudus
bekerja di dalam hatinya untuk mendorong dia mengambil keputusan untuk
bertobat. Oleh karena itu, pertobatan bukanlah karya manusia, melainkan karya
Allah sendiri.
Jadi, manusia tidak
punya akses untuk kembali ke pada kemuliaan Allah. Pintu itu telah tertutup
rapat bagi dirinya sendiri. Gambaran tentang hal itu kita lihat di dalam Adam
dan Hawa di taman Eden. Tatkala Allah mengusir mereka keluar dari Taman Eden
itu, maka taman itu ditutup Allah, serta malaikat di suruh menjaga, agar
manusia itu tidak bisa masuk kembali ke taman tersebut Kej 3: 24. Di sinilah
letak perbedaan iman Kristen dengan iman dari mereka yang memeluk agama lain.
Agama lain mengajarkan bahwa keselamatan dari dosa dan maut dapat dicapai
melalui perbuatan baik manusia. Dosa itu dilihat hanyalah dari sudut pandang
moral semata-mata. Jika dosa hanyalah masalah moral, maka memang ia dapat
diperbaharui oleh manusia itu sendiri.
Dosa bukan masalah moral
Sayang seribu kali
sayang, dosa pertama-tama bukan masalah moral. Dosa adalah masalah relasi
dengan Allah. Orang yang bergaul dengan Allah, mereka akan menikmati kemuliaan
Allah. Dosa membuat kita kehilangan kemuliaan Allah. Di satu sisi, kita tidak
dapat mengambil kemuliaan Allah itu bagi diri kita sendiri. Allah yang akan
memberikan itu kepada kita. Dalam Alkitab diajarkan kepada kita bahwa jalan
kita untuk mendapatkan kembali kemuliaan Allah yang telah hilang dari hidup
kita itu ialah: percaya kepada Yesus Kristus Tuhan kita.
Kita akan menyoroti
akibat dari keberdosaan manusia sebagaimana diuraikan Paulus dalam suratnya
kepada jemaat Roma, dalam Roma Pasal 1-3. Dalam 1:24-32 Paulus menggambarkan
akibat dosa itu di dalam kehidupan manusia. Paulus mengatakan bahwa manusia
diserahkan Allah kepada keinginan hati mereka. Ungkapan ini tiga kali
disebutkan Paulus dalam paragraf tersebut. Kita akan menyorotinya sejenak.
1
Ungkapan yang pertama disebutkan dalam ayat 24.
Akibatnya, manusia mengambil tindakan yang menyimpang
dengan menyembah sesuatu yang bukan Allah sebagai ilah. Pada hal, jauh di lubuk
hatinya yang paling dalam, manusia memiliki kesadaran akan adanya Allah yang
harus dia sembah. Dengan jalan demikian, manusia justru mencemarkan dirinya
sendiri. Kata yang dipakai di dalam KJV ialah: dishonor, menggambarkan menghinakan dirinya sendiri. Allah
memberikan kemuliaan kepada manusia itu, sementara keberdosaan manusia membuat
ia menjadi orang yang tidak mulia.
2
Ungkapan yang kedua terdapat di dalam 1:26.
Akibatnya dikatakan Paulus ialah: manusia memiliki
perilaku yang menyimpang. Contohnya ialah: homoseksual dan lesbian. Perilaku
ini adalah produk dari dosa. Paulus menggambarkan perilaku ini dengan sebutan:
mengganti yang wajar dengan yang tidak wajar. Tatkala manusia diserahkan Allah
ke dalam keinginan hatinya, maka manusia itu jatuh ke dalam lembah kemerosotan
moral. Manusia mengganti relasi yang wajar menjadi sesuatu yang tidak wajar? Di
sekitar kita sekarang ini kita melihat ketidakwajaran menjadi sesuatu yang
wajar di tengah-tengah masyarakat. Hal ini berlaku di semua lini kehidupan.
3
Ungkapan yang ketiga terdapat di dalam 1:28.
Akibatnya ialah: pola pikir manusia menjadi menyimpang.
Paulus menggambarkannya dengan sebutan: melakukan apa yang tidak pantas. Paulus
membuat rinciannya sebagai contoh semata-mata, yakni: “ penuh dengan rupa-rupa
kelaliman, kejahatan, keserakahan dan kebusukan, penuh dengan dengki,
pembunuhan, perselisihan, tipu muslihat dan kefasikan”. Mereka adalah
pengumpat, pemfitnah, pembenci Allah, kurang ajar, congkak, sombong, pandai
dalam kejahatan, tidak taat kepada orang tua, tidak berakal, tidak setia, tidak
penyayang, tidak mengenal belas kasihan” Selanjutnya Paulus menambahkan bahwa sekalipun
ada orang tidak melakukannya, tetapi mereka setuju dengan tindakan seperti itu
1:32.
Argumen I
Mungkin akan ada orang
mengatakan bahwa orang-orang yang tidak beragamalah yang melakukan hal seperti
itu. Kami orang yang beragama, tidak akan melakukan hal seperti itu. Untuk
orang yang beragama, Paulus membukakan keberdosaan mereka di dalam pasal 2. Paulus
memakai orang Yahudi sebagai perwakilan dari orang beragama di sepanjang zaman.
Argumen II
Terhadap orang Yahudi
yang sangat taat di dalam melakukan syariat keagamaan mereka, Paulus
mengatakan: “Engkau yang mengajar: "Jangan mencuri," mengapa engkau sendiri
mencuri? Engkau yang berkata: "Jangan berzinah," mengapa engkau
sendiri berzinah? Engkau yang jijik akan segala berhala, mengapa engkau sendiri
merampok rumah berhala? Engkau bermegah atas hukum Taurat, mengapa engkau
sendiri menghina Allah dengan melanggar hukum Taurat itu? Seperti ada tertulis:
"Sebab oleh karena kamulah nama Allah dihujat di antara bangsa-bangsa
lain." Orang yang beragama justru menghina Allah melalui perilaku mereka.
Orang Yahudi menghina Allah melalui perilaku mereka. Hal ini dituduhkan nabi
Yesaya kepada bangsa itu. Paulus mengutip Yes 52:5 untuk membenarkan
argumennya.
Argumen III
Contoh yang diambil Paulus untuk menggambarkan keberdosaan orang beragama
ialah: Hukum Taurat. Kita tahu bersama bahwa setiap perintah, dibaliknya ada
larangan. Demikian juga sebaliknya. Tatkala dikatakan jangan mencuri, maka
dibalik larangan itu ada suruhan. Orang beragama sering hanya menekankan sisi
formal dari syariah agama mereka. Sisi makna dari hukum itu sering dilupakan.
Mereka berpikir, tatkala secara formal tidak mencuri, maka mereka merasa sudah
melakukan kehendak Allah yang tertuang di dalam hukum tersebut. Namun
kenyataannya tidak demikian. Kita bahas sejenak contoh dari rasul Paulus.
Jangan mencuri, kata rasul Paulus, tetapi ia terus menambahkan: mengapa engkau
mencuri? Mencuri artinya mengambil barang orang lain yang bukan haknya. Itu
larangannya.
Bagaimana dengan suruhan yang inklusif ada di dalam larangan itu?
Suruhannya tentunya kosokbali dari larangan itu sendiri. Sisi suruhan dari larangan
itu akan berbunyi sebagai berikut: pelihara barang orang lain! Jika kita tidak
mengambil barang orang lain, tetapi membiarkan barang itu tidak terpelihara,
maka tindakan itu menjadi pelanggaran atas hukum jangan mencuri! Yesus
mengelaborasi hukum itu dengan perkataan sebagai berikut: “Dan jikalau kamu tidak setia dalam
harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu? Luk
16:12. Hal yang sama dengan larangan untuk
tidak berzinah dan hukum yang lainnya.
Pertobatan
Setiap agama menyuarakan pertobatan. Sementara pertobatan adalah sebuah
perpalingan dari satu keberadaan. Namun, jelas manusia tidak akan sampai ke
dalam perpalingan kepada kehendak Allah, sebab mustahil baginya untuk
berpaling, sekalipun agamanya menuntut demikian! Mengapa demikian? Karena dosa itu sendiri telah berkuasa
di dalam diri segenap manusia di muka bumi ini. Jadi tidak ada
perbedaan dari orang beragama dengan orang yang tidak beragama. Mereka semua
adalah orang yang berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah. Sangat luar biasa
gambaran yang diberikan Paulus tentang keberdosaan manusia dari sudut pandang
Allah. Ia menggambarkan hal itu di dalam surat Roma pasal 3.
Paulus mengatakan bahwa dari sudut pandang Allah.
1
Tidak ada seorang pun manusia itu yang berbuat baik,
tidak seorang pun yang benar,
2
tidak seorang pun yang mencari Allah,
3
tidak ada seorang pun yang berakal budi dan semuanya
tidak berguna. Maksud Paulus dengan istilah ‘tidak seorang pun’ itu mencakup
orang yang beragama dan juga orang yang tidak perduli dengan agama.
Jadi,
tidak ada jalan bagi manusia untuk kembali ke dalam persekutuan dengan Allah.
Dosa bukan masalah moral, dosa adalah masalah relasi dengan Allah. Pintu masuk
ke dalam persekutuan dengan Allah yang normal adalah iman kepada Yesus Kristus
Tuhan kita. Tidak ada jalan lain selain Yesus Kristus.
Jalan Keluar
Dari sudut pandang
manusia, tidak ada jalan untuk pulang! Namun, bagi Allah tidak ada yang
mustahil. Alkitab mengatakan kepada kita bahwa Allah itu adalah kasih. Penulis
Perjajian Baru memakai kata kasih yang tidak lazim dipakai oleh dunia Hellenis
pada zaman itu, yakni agape! Para
filsuf pada zaman itu memakai kata phileo
untuk kasih. Misalnya, kata filsafat berasal dari dua kata, yakni phileo dan sofia, artinya cinta atau kasih kebenaran. Para penulis PB itu
diilhami Roh Kudus memilih kata yang tidak lazim dipakai itu untuk
menggambarkan kasih yang mereka bicarakan bukanlah kasih yang biasa dikenal
oleh manusia.
Allah adalah Dia Yang
Maha Kasih. Jika Dia Maha Kasih, maka tentulah ada yang dikasihi-Nya, Dia pun
akan mengasihi dengan spirit kasih. Agustinus mengatakan tentang Trinitatis
dengan ungkapan sebagai berikut: Ibi
amor, ubi Trinitatis. Dimana ada kasih di situ ada Trinitatis. Allah adalah
kasih, Di dalam Dia ada Dia Yang Dikasihi, Dia pun mengasihi dengan Spirit kasih. Kasih yang
tidak lazim inilah yang didemonstrasikan Allah bagi manusia di dalam diri Yesus
Kristus Tuhan kita.
Kasih itu didemonstrasikan Allah kepada kita justru tatkala kita masih di
dalam dosa, tatkala kita masih lemah, kita masih seteru bagi Allah, karena
keberdosaan kita. Hal ini diungkapkan Paulus dalam surat Roma, Rom 5:6-10.
Kasih Allah itu mendamaikan kita dengan Diri-Nya sendiri. Adapun perwujudan
dari kasih Allah atas umat manusia, ialah: Kristus Yesus mati untuk kita di
kayu salib. Yohanes mengungkapkannya dengan mengatakan: “Karena begitu besar
kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang
tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan
beroleh hidup yang kekal” Yoh 3:16.
Karena manusia tidak mendapatkan jalan keluar dari keberdosaannya, maka
Allah sendiri dalam kasih karunia-Nya bertindak untuk mengeluarkan manusia itu
dari keberdosaan-Nya. Nabi Yesaya mengatakan bahwa bukan utusan yang disuruh
Allah untuk membebaskan umat-Nya dari pergumulannya, melainkan Dia sendiri yang
turun tangan untuk menyelamatkan umat pilihan-Nya itu! “Dalam segala kesesakan mereka. Bukan
seorang duta atau utusan, melainkan Ia sendirilah yang menyelamatkan mereka;
Dialah yang menebus mereka dalam kasih-Nya dan belas kasihan-Nya. Ia mengangkat
dan menggendong mereka selama zaman dahulu kala” Yes 63:9.
Inilah pernyataan kasih Allah yang tidak ada taranya
di seantero sejarah umat manusia. Jika agama-agama lain mengajarkan keselamatan
adalah usaha manusia untuk melepaskan dirinya dari keberdosaannya, maka Alkitab
menyaksikan lain. Allah sendiri yang bertindak dengan jalan Yesus mati di kayu
salib untuk menggantikan kita menerima hukuman Allah atas keberdosaan manusia.
Respon Manusia
Tatkala Tuhan Yesus datang ke dunia di tengah-tangah bangsa Israel, Ia
datang kepada umat pilihan Allah. Ia datang kepada umat kepunyaan-Nya sendiri.
kepada mereka yang telah menjadi umat kepunyaan-Nya sendiri itu, Yohanes
berkata: “Tetapi semua orang
yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka
yang percaya dalam nama-Nya” Yoh 1:12. Yesus datang juga untuk orang Kristen!
orang Kristen pun harus menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan juruselamatnya
yang hidup. Thomas adalah contoh yang sangat pas untuk kita kedepankan di sini.
Ia adalah seorang yang ditetapkan Yesus sebagai rasul! Ia bukan seorang
penyembah berhala. Namun, ia harus membuat sebuah penyakuan yang sangat baru di
dalam relasinya dengan Tuhan yang diikutinya. Ia berkata: “Tuhanku dan
Allahku”.
Kita pun haruslah
demikian juga. Tak peduli kita sudah Kristen ribuan tahun yang lalu. Tatkala kita diperhadapkan dengan
Tuhan Yesus Kristus, maka kita diminta untuk membuat sebuah pengakuan pribadi
seperti apa yang dilakukan oleh Thomas. Hanya kepada mereka yang telah
mengungkapkan sebuah pengakuan pribadi tentang siapa Yesus di dalam hidupnyalah
mereka yang akan dikategorikan menjadi murid-murid Kristus. Pengakuan itu
adalah sebuah pernyataan iman kepada Dia yang kita akui sebagai Tuhan dan Allah
kita.
Iman
sudah kita paparkan di atas bahwa jalan masuk ke dalam persekutuan yang
seharusnya dengan Allah ialah membuat sebuah pernyataan iman. Apakah iman itu?
kata iman di dalam bahasa Ibrani ialah: amān. kata dasarnya ialah: amen.
Artinya secara harfiah ialah: ya, demikianlah adanya. Sebagai contoh bagi kita
untuk memahami makna dari kata amen, kita melihat sebuah upacara yang
digambarkan di dalam kitab Bilangan, Bil 5:11-31. Perempuan itu akan dikutuki
imam, lalu si perempuan itu akan mengatakan: amin, amin. dari situ sangat
jelas,makna dari kata amin adalah ya demikianlah adanya. jadi tatkala kita
beriman kepada Yesus Kristus, maka pada hakekatnya iman kita kepada-Nya adalah
sebuah pernyataan bahwa kita mengiyakan apa yang dikerjakan-Nya bagi kita.
Dengan beriman kepada Yesus Kristus, itu berarti kita membenarkan,
mengiyakan apa yang dilakukan Yesus itu, Dia lakukan bagi kita. Ia mati bagi
kita, Ia bangkit bagi kita, dan Ia naik ke surga juga untuk kita. satu hari Ia
akan datang kelak, Ia datang dalam rangka menjemput kita, agar kita bersama
dengan Dia di surga! Itulah hakekat dari iman kepada Yesus Kristus. Iman itu
juga adalah kasih karunia. Tentang hal ini Paulus mengatakannya dalam Ef 2:8-9,
“Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil
usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang
yang memegahkan diri”.
Produk
dari Iman
Iman adalah pemberian Allah, iman bukan berasal dari diri manusia itu
sendiri. Kita sudah katakan di atas, keberdosaan kita membuat kita menyimpang
dari alur yang dikehendaki Allah. Sementara iman membuat kita menjadi orang
yang berada di dalam relasi yang benar dengan Allah. Oleh karena itu, iman
adalah sebuah anugerah bagi kita.
Kita akan melihat apa yang dihasilkan iman kepada Yesus Kristus bagi kita,
sebagaimana diuraikan Paulus di dalam Rom 5:1-5. Setelah menguraikan secara
panjang lebar tentang makna beriman di dalam Yesus Kristus dalam pasal yang
sebelumnya, maka di dalam pasal 5 ini Paulus menguraikan produk dari iman itu
di dalam kehidupan orang yang beriman. Paulus memulai dengan dibenarkan. Orang
benar itu adalah orang yang dibenarkan Allah. Itu berarti orang yang tidak
bersalah di hadapan sang Hakim Agung di dalam alam semesta ini. Kita adalah
orang benar, karena iman kita di dalam Yesus Kristus. Kamus Alkitab memberi
batasan apa artinya benar! Benar artinya ialah: berada dalam hubungan yang
seharusnya dengan Allah. Itu berarti, kita telah mendapatkan relasi yang
seharusnya dengan Allah, oleh karena iman yang dikaruniakan Allah kepada kita.
1
Bukan saya yang memperbaiki hubungan yang rusak dengan
Allah, melainkan Allah sendiri. Saya hanya menerima itu secara cuma-cuma!
Setiap orang yang beriman seyogianya dapat berkata dengan segenap hatinya:
“hubungan saya dengan Allah sudah pulih sebagaimana mestinya! Di mata Allah,
saya adalah orang benar! Itu kesaksian Alkitab!
2
Produk yang kedua ialah: kita mendapatkan syalom dengan
Allah! Kata yang dipakai Paulus ialah: damai sejahtera! Kata itu dalam bahasa
Yunani adalah eirene! Kata ini
padanannya dalam bahasa Ibrani ialah: syalom. Sementara syalom artinya lebih
dari pada damai sejahtera. Syalom menurut Karen Armstrong artinya ialah: utuh,
bulat. Relasi saya dengan Allah sudah bulat, dan utuh!
Syalom itu berarti tidak ada lagi masalah saya dengan
Allah. Relasi sudah pulih kembali. Relasi yang pulih itu mengakibatkan tidak
ada masalah lagi antara saya dengan Allah. Allah akan menerima saya dengan
sukacita, sebab tidak ada lagi masalah dengan Dia. Ia akan menerima saya dengan
sukacita, setiap kali saya datang kepada-Nya
3
Produk selanjutnya ialah: kita punya akses untuk masuk ke
dalam kasih karunia Allah. Allah punya kasih karunia. Orang Yahudi meyebutnya
dengan rahim Allah. Di dunia Timur Tengah pada masa lalu, rahim digambarkan
sebagai sebuah tempat yang paling nyaman di seantero dunia. Sang jabang bayi
yang tinggal di sana berada dalam keadaan damai yang sangat nyata. Ia terhindar
dari segala masalah di dunia ini. Ibunya kepanasan, kedinginan dan lain
sebagainya, ia tidak terpengaruh terhadap masalah tersebut.
Lagi pula, berdasarkan Mzm 136:13-15 orang Yahudi
memahami bahwa tangan Allah sedang membentuk mereka di dalam rahim orang tua
yang mengadung menggambarkan kepedulian Allah atas setiap anak. Sekarang kita
berada di dalam rahim Allah. Kita berada di dalam satu tempat yang sangat aman
di seantero dunia ini, yakni di dalam rahim Allah. Cf Nyanyian: it is well with my soul.
4
Produk yang keempat ialah:
kita akan menerima kemuliaan Allah di dalam rahim Allah itu! Paulus mengatakan
bahwa kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah. Bagian
kita ialah kemuliaan Allah. Bukankah itu sesuatu yang amat luar biasa? Apa yang
hilang karena keberdosaan kita, sekarang direstorasi di dalam hidup kita karena
iman kepada Yesus Kristus Tuhan kita.
Penulis Surat Ibrani mengatakan bahwa di dunia sekarang ini kita telah
mulai mencicipi kemuliaan ilahi itu! (Ibr 6:5). Berdasarkan ayat itu, Fanny J
Crosby seorang penulis syair nyanyian rohani yang sangat terkenal menorehkan
syairnya dengan perkataan sebagai berikut: “oh
what afore taste of glory devine”. Di dunia sekarang ini, orang-orang
beriman telah mulai menikmati kemuliaan Allah itu. Kita akan menerimanya dalam
kepenuhannya di hari penghakiman.
5
Produk yang kelimat ialah:
kita tidak hanya bermegah di dalam pengharapan akan menerima kemuliaan, tetapi
kita juga bermegah di dalam penderitaan.
Seluruh umat manusia akan mengalami penderitaan di dalam
hidupnya. Tak terkecuali orang beriman. Tetapi beda orang beriman dengan orang
yang tidak beriman di dalam menghadapi penderitaan ialah: orang beriman
menghadapi penderitaan dengan keyakinan yang kokoh, ia akan mengatasi dan
memenangkan penderitaan itu dengan baik dan benar. Penderitaan akan
menghasilkan tahan uji. Sementara tahan uji akan menghasilkan ketekunan dan
ketekunan menghasilkan pengharapan, sementara pengharapan orang Kristen tidak
mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan ke dalam hati kita oleh Roh
Kudus yang dijanjikan itu! Iman membuat semuanya menjadi sesuatu yang bermakna
di dalam hidup inim entahkah itu sesuatu yang positif atau negatif. Anugerah
Allah memungkinkannya.
Keselamatan
Pandangan Alkitab
tentang keselamatan ialah: tatkala orang bebas dari pengaruh dosa, dan maut,
maka ia disebut orang yang selamat. Pemahaman orang Yahudi tentang keselamatan
pertama-tama ialah: kebebasan dari perbudakan di Mesir, juga kelepasan dari
pembuangan Babel. Jadi keselamatan diartikan sebuah kemerdekaan dari sesuatu
yang menindas kehidupan ini. Yesus Kristus mengajar kita bahwa manusia berada
di dalam perbudakan dosa.
Sama seperti orang
Israel tidak dapat membebaskan diri dari Mesir, juga dari pembuangan Babel,
demikian jugalah orang tidak dapat membebaskan diri dari perbudakan dosa. Oleh
karena itulah maka Tuhan Yesus datang ke dunia ini, agar Ia membebaskan manusia
dari perbudakan dosa, bahkan dari ketakutan atas maut. Hal itu sangat jelas
dikatakan oleh penulis surat Ibrani (Ibr 2:15).
Kita tidak hanya
dimerdekakan dari dosa! Paulus menggambarkan sebuah pergulatan antara manusia
lama dengan manusia baru dalam surat Roma pasal 7. Karya Yesus Kristus di kayu
salib, juga memerdekakan kita dari diri sendiri. Diri kita sendiri adalah satu
pribadi yang berdosa dan yang tidak tunduk kepada kehendak Allah. Keselamatan
yang dikerjakan Yesus Kristus bagi kita, juga mencakup kelepasan dari diri
sendiri. Allah di dalam Yesus Kristus mengerjakan sesuatu di dalam diri kita, dengan jalan
menciptakan manusia baru di dalam diri kita. Cf II Kor 5: 17. Manusia baru itu
dibahrui tiap-tiap hari oleh Roh Kudus yang diam di dalam diri kita. Dengan
hadirinya Roh Kudus di dalam diri kita, maka Ia akan menuntun kita berjalan di
dalam kekudusan sebagaimana mestinya.
Kesimpulan
Tatkala kita beriman
kepada Kristus, kita dibenarkan di hidapan Allah. Itu berarti, kita dianggap
Allah sebagai satu pribadi yang dosanya telah diselesaikan melalui korban Yesus
Kristus. Dengan jalan demikian, maka terciptalah damai sejahtera antara kita
dengan Allah. Itu berarti kita tidak punya masalah lagi dengan Allah. Sebagai
produk lanjutannya, kita berada di dalam rahim Allah, selama kita hidup di
dunia ini. Oleh karena itu, hidup kita sangat aman selama kita berada di dalam
rahin Allah itu, apa pun yang terjadi di dalam kehidupan ini. Allah bekerja
aktif untuk memungkinkan kita tetap berada di dalam rahim-Nya.
Di dalam rahim Allah
itu kita akan mendapatkan kemuliaan Allah. Pun di dalam penderitaan yang
mungkin akan kita alami, sisi positifnya akan kita nikmati juga karena kasih
karunia Allah. Untuk menjamin keselamatan itu tetap ada di dalam hidup kita,
maka Roh Kudus pun diberikan tinggal di dalam hidup kita, supaya Dia yang
menuntun perlanan kita di dunia ini. Ia yang akan memungkinkan kita berjalan di
dalam kekudusan yang seharusnya.