N A T A L
Natal pada hakekatnya senantiasa membawa pembaharuan di dalam kehidupan umat manusia di dunia ini. Natal menurut Martin Luther adalah mujizat terbesar di sepanjang sejarah umat manusia. Sebab di dalam peristiwa natal itu, satu mujizat paling akbar telah terjadi. Allah menjadi manusia dan Dia tinggal bersama dengan kita. Ia diberi nama Imnanuel. Natal yang sederhana, telah terjadi lebih dari dua ribu tahun yang lalu itu. Natal yang dilakukan manusia sekarang ini, jadi sangat berbeda dengan tujuannya semula. Sekarang Natal telah jadi bisnis yang menggiurkan bagi para pedagang di seantero dunia. Tatkala bisnis mengambil peran di dalam perayaan Natal, maka hakekat Natal itu sendiri pun jadi hilang. Tinggallah hanya perayaannya yang semarak dan menghasilkan keuntungan yang segudang. Dimanakah tempat Kristus yang kelahirannya dirayakan dalam natal bisnis dari para pedagang? Bukankah barang dagangan yang menjadi sorotan utama? Rasa-rasanya semua pedagang mempergunakan kesempatan itu untuk menjual sebanyak mungkin barang dagangan mereka melalui perayaan Natal. Natal pun dirayakan oleh sekelompok masyarakat tertentu. Natal bagi kelompok masyarakat ini pun membawa pembaharuan dalam tradisi mereka. Diceriterakan orang, di negeri sakura sekalipun, natal dirayakan, kartu Natal pun beredar di seantero negeri. Natal membawa perubahan tradisi di negeri Sakura. Tetapi Kristus yang dirayakan kelahiran-Nya itu, entah ada atau tidak dalam hati dari tiap orang yang mengirimkan kartu Natal dengan ucapan selamat hari Natal. Mereka tidak mengenal Kristus, tetapi merayakan hari kelahiran-Nya. Apakah masih dapat dikatakan mereka merayakan hari kelahiran-Nya? Bukankah mereka tidak mengenal Dia! Jadi natal bagi mereka mungkin bukan perayaan kelahiran Kristus! Mereka hanya menduplikasi apa yang lazim di negeri barat sana! Di negeri barat, Natal begitu semarak dirayakan orang. Namun mungkin Tuhan tidak ada di dalam tradisi mereka. Lihatlah lagu Natal yang sangat mendunia: Jingle Bells, White Christmas, Santa Claus is Coming to Town. Tak satu pun dari lagu itu yang berceritera tentang Tuhan yang lahir dan dirayakan kelahiran-Nya pada Natal tersebut. Orang mengira nyanyian itu adalah lagu Natal, lagu yang membicarakan Kristus yang lahir di kandang domba di Betlehem dua ribu tahun yang lalu. Ternyata tidak! Lagu itu memang Christmas Carol. Tetapi Christmas yang tidak ada sangkut pautnya dengan Kristus sendiri. Ironisnya, Gereja pun menganggap demikian, sehingga ada satu paduan suara yang menyanyikan lagu: Merry Christmas dalam satu ibadah Natal resmi yang diselenggarakan Gereja tersebut. Hati saya sedih, sebab kisah yang kudengar di dendangkan dalam lagu itu ialah: selamat hari natal, lalu orang tersebut berceritera tentang makanan lezat dari ayam turkey dan juga berceritera tentang mistle toe yang tidak dikenal Alkitab dan juga tidak aku kenal di sepanjang hidup ini. Menyedihkan memang! Natal tidak lagi ada di sekitar bayi mungil Betlehem yang sangat sederhana itu. Natal di tanah Batak tatkala aku kecil, itu pun identik dengan pakaian baru dan pohon terang yang menjadi hiasan di tiap rumah. Lalu ibu-ibu sibuk memasak kue yang pada waktu itu setiap rumah punya kewajiban untuk membuat kue yang namanya: kembang loyang. Tiada Natal tanpa kue tersebut. Anak-anak merayakan pesta natal dan mengucapkan ayat-ayat liturgi. Menyanyikan lagu: pohon terang, pohon terang...” dan lain sebagainya. Dimanakah Kristus yang lahir itu dalam perayaan masyarakat dulu dan sekarang? Bukankah tekanan utama sudah terletak dalam perayaan? Jadi tidak ada lagi perenungan dalam ibadah tersebut, tidak ada lagi sukacita yang luar biasa seperti yang dialami oleh ketiga orang majus tatkala meninggalkan kandang domba di Betlehem. Natal yang dilaporkan Alkitab sungguh sangat sederhana. Tidak ada sorak sorai, tidak ada nyanyian para bala tentara surga. Suasana hening di tengah malam yang sunyi itu, hanya disertai ternak yang menyaksikan Sang Putra Allah datang ke dunia ini. Namun kedatangannya menghasilkan perubahan yang sangat nyata hingga sekarang, setelah ribuan tahun masa yang dilalui Natal pertama itu. Joseph Mohr menggambarkan suasana itu dalam keheningan malam, sebagaimana disuarakan nyanyian yang mendunia ini: Malam kudus, sunyi senyap, dunia terlelap. Hanya dua yang tinggal terus, ayah bunda mesra dan kudus, Anak tidur tenang, Anak tidur tenang. Gambaran suasana yang sangat hening dan tentunya mereka merenungkan apa makna dari peristiwa itu di dalam hidup mereka. Maria disebut Alkitab merenungkan perkataan malaikat itu setelah ia ditinggalkannya. Natal di dahului minggu Advent. Minggu yang mengingatkan kita akan kedatangan Yesus yang kedua kalinya sebagai Hakim Yang Agung. Ia datang sebagaimana kita utarakan dalam Pengakuan Iman Rasuli: “Untuk menghakirmi orang yang hidup dan yang mati”. Natal adalah saat untuk merenungkan makna kedatangan Kristus itu dalam konteks kedatangan-Nya yang kedua kalinya. Jadi natal harusnya sepi dari hiruk pikuk dunia. Natal warna kentalnya adalah kesederhanaan. Tetapi manusia tidak puas dengan yang sederhana. Kita ingin semarak dan kegemerlapan suasana. Itulah sebabnya natal sekarang jadi hingar bingar. Aku bertanya di dalam hati: “jangan –jangan Tuhan sudah berfirman seperti disuarakan-Nya melalui Nabi Amos: “Sungguh, apabila kamu mempersembahkan kepada-Ku korban-korban bakaran dan korban-korban sajianmu, Aku tidak suka, dan korban keselamatanmu berupa ternak yang tambun, Aku tidak mau pandang. Jauhkanlah dari pada-Ku keramaian nyanyian-nyanyianmu, lagu gambusmu tidak mau Aku dengar. Tetapi biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir” Amos 5:22-24. Nyanyian kita dalam merayakan natal sungguh sangat merdu, persembahan pun sungguh sangat banyak dipersembahkan orang dalam merayakan natal. Pengalaman dari melihat laporan pemasukan keuangan di Gereja di bulan Desember menunjukkan bahwa pada masa Natal dan tahun baru, persembahan jemaat sungguh meningkat sangat fantastis. Pengurus Gereja tentunya sangat senang dengan hal itu. Tetapi apakah Tuhan senang? Nabi Yesaya juga menyuarakan hal yang sama: “Jangan lagi membawa persembahanmu yang tidak sungguh, sebab baunya adalah kejijikan bagi-Ku. Kalau kamu merayakan bulan baru dan sabat atau mengadakan pertemuan-pertemuan, Aku tidak tahan melihatnya, karena perayaanmu itu penuh kejahatan. Perayaan-perayaan bulan barumu dan pertemuan-pertemuanmu yang tetap, Aku benci melihatnya; semuanya itu menjadi beban bagi-Ku, Aku telah payah menanggungnya” Yes 1:13-14. Sungguh sangat menyedihkan. Tuhan muak dengan perayaan orang beriman. Tuhan tidak menyukai persembahan dari mereka yang menyebut dirinya umat Tuhan. Mengapa? Karena Tuhan tidak menemukan apa yang diharapkannya ada di dalam perayaan umat-Nya itu, yakni keadilan dan kebenaran sebagaimana disuarakan Nabi Amos. Atau seperti yang dimintakan oleh Nabi Yesaya: “Usahakanlah keadilan, kendalikanlah orang kejam; belalah hak anak-anak yatim, perjuangkanlah perkara janda-janda”. Ada sebuah kisah dalam tradisi saudara kita muslim yang berisikan pengajaran Tuhan Yesus. Alkisah tatkala orang Israel berada di gunung Sinai, Allah berfirman kepada Musa, Ia akan datang ke perkemahan mereka tatkala sholat Jumat diadakan. Musa memberitahukan hal itu kepada umatnya. Tatkala mereka sedang mempersiapkan sholat jumat, Musa meminta agar seluruh kaum pria membawa air untuk dipakai sebagai air wudhu. Musa pun turut membawa air. Pada waktu ia sedang membawa ember berisi air, ada seorang lelaki tua yang meminta agar air itu diberikan kepadanya. Musa mengatakan air itu akan dipakai untuk menunaikan sholat. Jadi cari saja air untuk saudara sendiri. Waktupun berlalu. Ternyata Tuhan tidak hadir. Setelah sholat selesai, Tuhan datang menjumpai Musa. Musa bertanya mengapa Tuhan tidak datang? Jawaban Tuhan, Ia akan datang jumat depan. Peristiwa yang sama pun terjadi pada hari Jumat depannya. Musa tetap menolak permintaan dari orang tua yang minta air tersebut. Kejadian ini berlangsung sampai tiga kali. Musa komplain kepada Tuhan karena ketidakhadirannya itu. Lalu Tuhan menjawab: tiga kali aku datang mengunjungimu di tiga Jumat, pas pada waktu mau sholat, Aku minta air padamu, tetapi engkau tidak mau memberikannya kepada-Ku. Apa yang tidak engkau beri kepada orang tua itu, tidak engkau beri juga pada-Ku. Ungkapan terakhir ini disuarakan Yesus dalam Injil Matius 25:45. Hal yang sama dapat terjadi di dalam perayaan natal yang kita adakan. Tuhan kita tolak di dalam perayaan natal yang kita lakukan. Kita menyebut perayaan itu untuk Tuhan, tetapi ironis sekali, Tuhan sendiri kita tolak di dalam perayaan yang diperuntukkan bagi Dia. Mengingat hal itu, di relung hati ini hadir kembali sebuah kisah yang ditemukan dalam Our Daily Bread beberapa tahun yang lalu. Ada seorang anak kecil sedang memperhatikan etalase sebuah toko. Ia tidak mengenakan sepatu, juga kedinginan. Seorang ibu mendekati dia dan bertanya: “rekan kecil, mengapa engkau menatap begitu rupa ke dalam etalase tersebut?” anak kecil itu berkata: “Aku sedang meminta kepada Allah, agar memberikan kepadaku sepasang sepatu iitu!” Ibu tadi memegang tangan anak kecil tersebut dan menuntun masuk ke dalam toko. Ia meminta kepada pramuniaga untuk memberikan kepadanya setengah lusin kaos kaki dan sepasang sepatu. Ibu itu membawa anak tersebut ke belakang toko dan membersihkan kakinya yang kotor dan mengeringkan dia dengan handuk. Pramuniaga telah menyediakan apa yang dia minta. Ia mengenakan sepatu yang dia beli kepada anak tersebut, juga memberikan kaos kaki yang masih sisa kepadanya. Setelah semua selesai, ibu itu berkata: “Sekarang engkau sudah enakan bukan, rekan kecil?” Ia pun meninggalkan anak tersebut. Dalam keheranannya atas perbuatan ibu tadi, anak kecil itu meraih tangan sang ibu seraya memandang wajah ibu tersebut dengan air mata yang berurai, ia menjawab pertanyaan ibu itu dengan mengajukan pertanyaan pula: “Are you God’s wife?” Alangkah indahnya tatkala Natal dirayakan orang Kristen, kehadiran Tuhan Yesus senantiasa menyertai perayaan tersebut. Orang berjumpa dengan dia di dalam dan melalui perayaan tersebut. Dunia memang tidak dapat dilarang untuk tidak merayakan natal dengan tujuan lain. Tetapi seyogianya orang Kristen tidak turut ambil bagian di dalam merayakan natal sebagaimana dunia merayakannya. Bukankah firman Allah mengatakan agar kita tidak serupa dengan dunia ini? Mungkin harapan ini akan menjadi harapan kosong belaka. Karena dunia telah merasuki kita dengan impiannya. Sehingga kita tidak lagi dapat melihat kemuliaan Allah yang nampak di dalam wajah Kristus yang sangat sederhana. Memang, apa yang diberikan Tuhan, tidak sama seperti apa yang diberikan dunia ini. Dunia menawarkan kegemerlapan yang semu. Namun itu yang sangat dinikmati orang banyak. Mengapa? Mereka tidak lagi dapat melihat kemuliaan surgawi, disebabkan mata hati mereka telah dibutakan oleh ilah zaman ini. Demikian rasul Paulus katakan dalam surat Korintus. Namun bagi orang pilihan, "Dari dalam gelap akan terbit terang!", Ia juga yang membuat terang-Nya bercahaya di dalam hati kita, supaya kita beroleh terang dari pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus” II Kor 4:6. Selamat Hari Natal! Kemuliaan bagi Allah di tempat yang maha tinggi, damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya. 2 JUMAT AGUNG Ada banyak orang yang tidak dapat menerima doktrin Kristen yang mengatakan bahwa keselamatan seluruh umat manusia tergantung pada diri satu orang saja, yakni Yesus Kristus. Bagaimana mungkin karena satu orang, maka seluruh umat manusia diselamatkan. Hal ini menjadi batu sandungan bagi mereka untuk percaya pada Yesus Kristus sebagai Juruselamat dunia. Ada juga batu sandungan lain yang dialami orang sehingga tidak percaya pada pengorbanan Kristus Yesus di kayu salib tersebut. Mereka mengatakan bahwa bukankah orang yang bersalah harus dihukum? Doktrin Kristen mengatakan bahwa orang berdosa diampuni kesalahannya, tanpa ia harus menerima hukuman. Menurut mereka, hal ini adalah sesuatu yang tidak adil. Di kalangan Kristen pun ada juga yang meragukan karya Kristus di kayu salib tersebut. Hal ini muncul oleh karena pernyataan Rasul Paulus yang mengatakan bahwa kita telah disalibkan bersama dengan Kristus Yesus. (Gal 2:19-20). Mereka mengatakan: bagaimana mungkin saya turut disalibkan bersama dengan Kristus, pada hal ada ribuan tahun jarak yang memisahkan saya dengan peristiwa tersebut. Hal hal tersebut menjadi masalah bagi sebagian orang untuk tidak mampu menerima karya Kristus di kayu salib bagi seluruh umat manusia
.
Marilah kita dengan teliti menyoroti karya Kristus di kayu salib tersebut, yang Dia lakukan demi umat manusia. pertama tama kita harus memahami bahwa manusia tidak mungkin dapat menemukan Allah dengan keberadaannya yang berdosa. Memang, seluruh agama yang ada di dunia ini mengajarkan agar para penganutnya berusaha mencari Allah. Harapan mereka, jika sudah menemukan Allah, maka permohonan akan diajukan agar diberi belas kasihan-Nya. Lalu sesudah itu mendapatkan pengampunan dosa. Pengampunan dosa pun hanya mungkin didapatkan melalui berbagai macam amal yang harus dipersenbahkan pada Tuhan yang sudah ditemuinya. Bukan demikian dengan apa yang diajarkan Alkitab kepada kita. Sangat jelas digambarkan Alkitab bahwa bukan manusia yang mencari Allah, tetapi sebaliknyalah yang terjadi, Allah yang mencari manusia. Alkitab dari sejak permulaannya telah menggambarkan ketidak berdayaan manusia untuk memenukan Allah dengan usahanya sendiri. Oleh karena itulah Allah bertindak untuk mencari manusia dan menemukan mereka. Tatkala Adam untuk pertama kalinya berbuat dosa, Allah yang mencari mereka dengan menyerukan kepada Adam: “Dimanakah engkau?” Kej 3:9. Allah mencari mereka karena telah bersembunyi disebabkan keberdosaannya. Alkitab menggambarkan dosa adalah sebuah penyimpangan terhadap rencana Allah di dalam kehidupan manusia. hal itu berlaku di dalam Perjanjian Lama – bahasa Ibrani dan dalam Perjanjian Baru – bahasa Yunani. Allahlah yang pertama tama mengambil prakarsa untuk berkomunikasi dengan manusia yang berdosa itu. Ia tentunya punya ide di dalam rangka menyelesaikan keberdosaan manusia di hadapan-Nya. Kisah seperti itu akan kita lihat di seluruh Alkitab. Nuh mulai bekerja setelah Allah datang kepada-Nya untuk memberitahukan bahwa air bah akan menutupi seluruh bumi. Bukan usaha Nuh yang mendatangi Allah dan meminta petunjuk apa yang akan terjadi di dalam dunia yang sedang berdosa ini. Hal yang sama pun terjadi di dalam diri Abraham. Kisah Abraham dimulai tatkala Allah menyatakan diri kepadanya di Ur Kasdim. Bukan Abraham yang mencari Allah, sebaliknyalah yang terjadi, Allah yang mencarinya. Kisah seperti ini akan kita lihat di dalam diri Ishak, Yakub dan Yusuf. Juga di dalam seluruh para nabi di dalam Perjanjian Lama. Para murid Tuhan Yesus pun demikin juga halnya. Mereka dipanggil Tuhan Yesus, lalu mereka bekerja karena diutus untuk memberitakan Injil. Dari penjelasan singkat di atas, kita sangat sadar bahwa keberdosaan manusia tidak mungkin membuat dia dapat menemukan Allah. Oleh karena itu seandainya Allah tidak berusaha untuk menemukan manusia dan menyelesaikan keberdosaan manusia itu di hadapan-Nya, maka manusia hanya akan berhadapan dengan kebinasaan karena kekudusan Allah tidak menghendaki adanya dosa di dalam hidup ciptaan-Nya. Berdasarkan ajaran Alkitab, kayu salib adalah satu satunya cara Allah untuk menyelesaikan keberdosaan manusia di hadapan-Nya. Di kayu salib itu, Allah memadukan keadilan-Nya dan kekudusan-Nya. Kekudusan-Nya yang menuntut para pendosa harus dihukum mati, dan keadilan-Nya menuntut agar mahluk ciptaan-Nya itu diberi haknya yakni untuk hidup. Keadilan di dalam bahasa Alkitab artinya ialah: salah satu sifat dari Allah yang memberikan kepada setiap mahluk untuk menerima apa yang menjadi haknya. Kata itu bahasa Ibrani ialah: tsidiq. Kata ini sejajar dengan kata kebenaran – tsadaqah. Kita dapat dengan yakin mengatakan bahwa Allah benar di dalam memberikan hak untuk hidup bagi setiap mahluk ciptaan-Nya, sebab itu adalah bagian dari sifatnya yang adil. Sekalipun manusia itu berdosa di hadapan-Nya, tetapi mereka tetap punya hak untuk hidup. Allah sebagai pencipta yang adil dan benar, seharusnya Ia memberikan kepada seluruh ciptaannya itu hak untuk tetap hidup. Itulah sebabnya Tuhan Yesus sendiri mengatakan bahwa Allah Bapa di surga itu memberikan hujan-Nya bagi yang jahat dan yang baik. Ia juga memberi matahari-Nya bagi yang jahat dan yang baik. Hujan dan matahari adalah unsur di dalam alam semesta ini yang memungkinkan mahluk hidup mendapatkan kehidupan. Sekalipun Allah itu adalah Allah yang adil dan yang benar, Ia tidak menafikan kekudusan-Nya. Mahluk hidup yang berdosa itu harus menerima hukuman karena keberdosaannya itu dengan jalan mati. Namun, jika manusia itu mati karena dosanya, maka ia tidak punya hak hidup lagi. Lalu Allah di dalam diri-Nya mengambil sebuah langkah yang sangat revolusioner. Ia mengutus anak-Nya yang Tunggal untuk menjadi manusia. Ia akan menjalani ketaatan yang mutlak, tidak seperti Adam yang pertama. Sehingga melalui ketaatan-Nya yang mutlak itu, manusia yang dihisabkan kepada-Nya akan diperkenankan hidup, setelah hutang dosanya dibayarkan kepada Allah. Salah satu pola pikir di zaman sekarang yang tidak lagi sesuai dengan pola pikir di zaman Alkitab ialah: satu untuk semua, semua untuk satu orang. Pola pikir individualisme yang sangat kental membuat manusia meninggalkan pola pikir kolektifisme. Sementara pandangan Allah atas umat manusia pada dasarnya adalah kolektifisme. Itulah sebabnya Paulus dengan tegas mengatakan: sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang dan oleh dosa itu juga maut,demukianlah maut itu menjalar kepada semua orang karena semua orang telah berbut dosa (Rom 5:12) Namun keseimbangan pun harus dipelihara. Paulus selanjutnya mengatakan oleh karena kebenaran satu orang – yakni Yesus Kristus – kasih karunia Allah dilimpahkan karena satu orang. Kasih karunia itu tidak berimbang dengan pelanggaran umat manusia. sebab karena pelanggaran satu orang semua mengalami maut, maka kebenaran satu orang semua orang akan dibenarkan. Kata dibenarkan dalam bahasa Yunani ialah: diakosune. Kata ini adalah sebuah istilah hukum di dalam pengadilan Romawi pada waktu itu. Seseorang yang dituduh bersalah di hadapan pengadilan, namun dibuktikan tidak bersalah, maka ia dinyatakan oleh hakim dengan sebutan dibenarkan. Ada orang yang mengatakan tindakan tersebut adalah sesuatu yang menyalahi hukum. Karena orang bersalah dinyatakan tidak bersalah. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Paulus mengedepankan sebuah istilah pengadilan lainnya ialah: kebenaran. Kata ini padanannya dalam bahasa Ibrani ialah: keadilan. Tsidiq dan tsadaqah yang artinya keadilan dan kebenaran sejajar maknanya dalam bahasa Ibrani. Tsidiq artinya adil. Maknanya yang terdalam ialah: memberikan hak seseorang sebagaimana ia seharusnya memilikinya. Keadilan Allah mewajibkan Ia memberi hak hidup bagi setiap mahluk yang diciptakan-Nya. Sekalipun pada akhirnya manusia yang berdosa itu pada satu hari akan diminta pertanggung jawabannya atas segala tindakannya dalam hidup yang dijalaninya. Karena keadilan-Nya, maka Allah berhak untuk membebaskan orang berdosa dari kebedosaannya. Argumen Paulus tentang hal ini ia memakai dua istilah: penebusan dan pendamaian. Hal ini dibicarakannya dalam surat Roma, Rom 3:21-26. Kedua istilah itu semuanya berbasis pada hukum. Di dalam hukum taurat, orang yang tergadai menjadi budak karena hutang hutangnya dapat ditebus oleh anggota keluarganya. Allah di dalam kasih karunia-Nya telah menerima kita menjadi anak anak-Nya yang kekasih karena iman kita pada Yesus Kristus. Oleh karena itu Ia berhak untuk menebus kita dari dosa. Ia membayar hutang kita karena dosa. Hukum taurat mengatakan bahwa hutang dosa dapat ditebus melalui kurban. Kurban itu disebut namanya kurban pendamaian. Isitilah istliah inilah yang dipakai Paulus di dalam suratnya kepada jemaat Roma. Jadi dari sudut pandang hukum. Allah benar di dalam membenarkan setiap orang yang berdosa yang percaya pada pengurbanan Yesus Kristus sebagai kurban pendamaian atas dosa dosa umat manusia. upacara korban pendamaian itu diselenggarakan satu kali dalam satu tahun. Hal ini dicatat pada kitab Imamat pasal 16. Orang Yahudi menyebutnya dengan hari raya Yom Kippur. Pada hari ini imam besar mempersembahkan dua ekor kambing domba yang satu darahnya dibawa ke tempat yang kudus. Lalu darah itu dipercikkan ke atas tutup peti pendamaian yang dibuat oleh Musa di padang gurun. Tutup pendamaian itu disebut namanya Hilastrion diterjemahkan menjadi pendamaian. Tatkala darah korban penghapus dosa itu dipercikkan ke tutup pendamaian itu, maka seluruh dosa Israel dihapuskan pada tahun itu. Gambaran ini diambil oleh penulis surat Ibrani, untuk menggambarkan apa yang dilakukan Yesus di kayu salib, tatkala Ia mengurbankan diri-Nya sebagai kurban penghapus dosa bagi seluruh umat manusia. sama seperti darah kurban penghapus dosa yang dipersembahkan imam besar pada hari raya pendamaian – Yom Kippur, darah itu diterima sebagai pendamaian atas segala dosa orang Israel. Sama seperti itulah darah Yesus, tatkala Ia bawa sendiri ke hadirat Allah, di surga setelah kematian-Nya, dengan sukcita diterima Allah sebagai kurban pendamaian atas segala dosa umat manusia. Penulis surat Ibrani mengatakan bahwa imam besar Israel sebelum mempersembahkan kurban pendamaian, ia lebih dahulu mempersembahkan kurban penghapus dosa bagi dirinya sendiri, karena ia sendiri tidak bersih dari dosa. Sementara itu di sisi lain, Yesus tidak harus mempersembahkan kurban penghapus dosa bagi diri-Nya sendiri, sebab Ia tidak pernah berbuat dosa. Di sini salah satu kelebihan dari kurban Yesus dengan kurban di Perjanjian Lama. Di samping itu, imam Perjanjian Lama mempersembahkan kambing sebagai kurban penghapus dosa. Memang kurban itu tidak bercacat cela. Namun Yesus tidak membawa darah kurban dari kambing, tetapi darah-Nya sendiri. Jika kita berbicara tentang darah dalam pemahaman Alkitab, darah berbicara tentang kehidupan. Walaupun darah kurban yang dipersembahkan oleh imam besar PL tiada cacatnya, darahnya itu tidak dapat dibandingkan dengan darah Yesus Kristus Yesus sendiri. Binatang tidak mengenal ketaatan mutlak, sementara Yesus telah melaksanakan ketaatan sempurna selama Ia hidup di dunia ini. Itulah sebabnya Allah menerima darah-Nya sebagai kurban yang sempurna bagi pendamaian antara Allah dengan manusia. Dengan pendamaian ini, kita dapat mengatakan bahwa manusia tidak lagi di dalam permusuhan antara Allah dan manusia. Paulus mengatakan bahwa Allah dan manusia berada dalam keadaan syalom. kata ini sering diterjemahkan dengan damai sejahtera. Tetapi Karen Armstrong mengatakan dalam bukunya The Bible A History mengatakan bahwa kata itu artinya ialah: wholeness and complit. Dengan kedua kata yang diajukan Armstrong, kita tidak lagi punya masalah dengan Allah karena pendamaian yang telah dikerjakan Yesus bagi kita. Masih ada satu masalah yang harus kita selesaikan sebagaimana diungkapkan orang Kristen tentang kematian Tuhan Yesus. Bagaimana kita dapat turut disalibkan bersama dengan Tuhan di kayu salib itu, pada hal jarak yang memisahkan kita ribuan tahun lamanya. Saya belum lahir, pada waktu Yesus disalibkan. Bagaimana mungkin saya turut disalibkan bersama dengan dia pada hal saya masih belum ada. Pola pikir seperti itu tentulah sangat manusiawi. Ia melihat Allah dalam perpektif manusia. untuk menjawab hal ini, Paulus mengatakan di dalam suratnya kepada jemaat Korintus, :”Oleh karena Dia – maksudnya oleh karena Allah – kamu berada di dalam Kristus. I Kor 1:30. Allah dalam keberadaan-Nya sebagai Allah, Ia tidak pernah dibatasi oleh ruang dan waktu. Jika manusia berada di dalam masa yang sangat ketat membagi kehidupannya, ke dalam tiga kurun waktu, yakni dulu sekarang dan nanti. Allah tidak dibatasi oleh pembagian waktu seperti itu. Secara simultan Ia ada di masa dulu sekaligus ada di masa sekarang dan nanti. Paulus mengatakan bahwa Allah yang menaruh kita di dalam Kristus. Masihkah kita meragukan kemampuan Allah menaruh kita di dalam Kristus, walaupun peristiwa itu ribuan tahun di belakang kita? Saya secara pribadi yakin sekali bahwa saya telah mati disalibkan bersama dengan Kristus, karena itu dosa saya telah diselesaikan di kayu salib itu, sehingga saya telah memiliki syalom dengan Allah. Marilah kita sejenak melihat dari dekat apa yang terjadi di bukit Golgata tatkala Yesus disalibkan di dalam rangka membenarkan kita, dalam rangka menebus kita, dalam rangka kita dibenarkan dan diperdamaikan dengan Allah. Di sana Yesus dihukum dua kali oleh para executornya. Hukuman yang pertama yang mereka jatuhkan pada-Nya ialah hukumam yang terberat, yakni hukuman mati di kayu salib. Hukuman mati di kayu salib adalah hukuman terberat yang dijatuhkan oleh orang Romawi. Warga Romawi tidak boleh dihukum mati di kayu salib. Hanya para budak dan penjahat besar dari penduduk jajahan yang boleh di jatuhi hukuman mati di kayu salib. Saya jadi teringat akan perjalanan ke Tanah Suci dan menapaki jalan yang terkenal dengan nama Via Dolorosa. Para peziarah mengikuti proses perjalanan Yesus mulai dari gedung pengadilan dimana Pontius Pilatus menjatuhkan hukuman kepada Yesus, hingga ia dikuburkan di kuburannya yusuf dari Arimatea. Bagi mereka yang warga Katolik yang sangat menghargai tradisi, tentunya mereka sangat menikmati perjalanan tersebut. Apalgi tatkala mereka memikul salib itu secara bersama. Pada waktu itu aku lebih menyukai perenungan ketimbang ikut ambil bagian di dalam memikul salib tersebut. Ada beberapa tempat yang dicatat Alkitab yang menjadi titik perhentian dan di sana dibuat perenungan singkat, atau uraian dari pemandu wisata. Tetapi ada juga yang tidak ada di dalam Alkitab, tetapi ada berdasarkan tradisi yang dipelihara Gereja Katolik. Marilah kita melihat perjalanan Yesus dari gedung pengadilan hingga Bukit Tengkorak – Golgata – tempat Ia disalibkan. Kita mulai tatkala Yesus di sesah dan dikenakan mahkota duri. Serdadu itu mempunyai hak untuk menyesah setiap orang hukuman. Yesus disesah oleh serdadu Roma, sehingga punggungnya penuh dengan luka. Sebelumnya dalam pengadilan Sanhedrin Ia sudah dipukuli. Nabi Yesaya menubuatkan: “Aku memberi punggungku kepada orang-orang yang memukul aku, dan pipiku kepada orang-orang yang mencabut janggutku. Aku tidak menyembunyikan mukaku ketika aku dinodai dan diludahi” Yes 50:6. Dengan keberadaan seperti itu, tentunya secara fisik Ia sudah sangat letih. Malah Ia masih harus memikul salib-Nya sendiri ke Bukit Golgata. Aku membayangkan dia yang disembah para malaikat dan dihormati oleh mahluk surgawi dan segala mahluk di bumi kecuali manusia, sekarang berada dalam keadaan buruk rupa dan tiada berdaya. Bahkan untuk mengangkat salib-Nya sendiri pun Ia tidak berdaya lagi, sehingga Ia terjatuh. Mungkin para penghuni surga menutup wajahnya karena tidak tega untuk melihat kejadian tersebut. Tetapi orang banyak yang melihat hal tersebut malah menertawakan Dia. Alangkah tragisnya drama di Via Dolorosa tersebut. Karena Yesus tidak lagi sanggup untuk memikul salibnya, maka salah satu serdadu itu memaksa Simon dari Kirene untuk memikul salib Yesus tersebut hingga ke tempat dimana Ia akan disalibkan. Setiap serdadu Romawi punya hak untuk memakasa penduduk jajahan mengangkat bebannya sepanjang satu mil. Hak itu diberikan kepada serdadu Roma oleh Senat di kota Roma. Itulah sebabnya serdadu tersebut memaksa Simon untuk mengangkat salib tersebut. Tidak sembarang orang yang dapat turut ambil bagian di dalam penderitaan Tuhan Yesus. Mungkin pada mulanya Simon dari Kirene menggerutu karena harus dipaksa untuk memikul salib Yesus tersebut. Tetapi dikemudian hari, ia menyadarinya. Mengapa dikatakan demikian? Karena namanya di catat Alkitab. Seandainya ia adalah orang biasa saja, dan tidak turut ambil bagian di dalam Tuhan, orang tidak akan mengenal dia. Derita bersama dengan Tuhan akan menuai kemuliaan yang kekal. Nama simon dari Kirene dicatat Alkitab. Itu berarti surga mencatat apa yang dilakukannya bagi Tuhan kita. Yesus pernah berkata: “Dan barangsiapa memberi air sejuk secangkir saja pun kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia murid-Ku, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya dari padanya" Mat 10:42. Simon tidak akan kehilangan upahnya. Melihat Tuhan Yesus terjatuh karena membawa salib yang beratm maka para perempuan Yerusalem menangisi Dia. Secara spontan hal itu mereka lakukan karena kemanusiaannya. Tetapi Yesus mengatakan kepada mereka:”Hai puteri-putri Yerusalem, jangalah kamu menangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu! Sebab lihat, akan tiba masanya orang berkata: berbahagilah perempuan mandul dan yang rahimnya tidak pernah melahirkan, dan yang susunya tdk pernah menyusui” Lukas 23:26-29. Yesus mengatakan hal demikian karena dampak dari penolakan orang Yerusalem atas keberadaannya akan lebih bersar derita yang mereka alami, khususnya kaum anak-anak dan perempuan. Sebab tatkala tentara Romawi membumihanguskan kota Yerusalem jutaan manusia harus binasa karenanya. Para perempuan itu merasa belas kasihan atas penderitaan Yesus, tetapi Yesus justru berbelaskasihan pda mereka yang akan me ngalami derita yang tatktertahankan di masa mendatang karena penolakan mereka terhadap Mesias mereka. Bukankah hal ini menjadi sebuah pelajaran yang sangat berharga bagi kita. Bisa saja tanpa sadar, kita menolak Tuhan Yesus di dalam kehidupan ini. Kita pikir, tanpa kehadiran Tuhan di dalam kehidupan kita, maka keadaan kita akan lebih baik. Namun pada akhirnya keberadaan kita jauh lebih sukar dan dari pada berjalan bersama Tuhan, sekalipun harus berjalan di dalam penderitaamn Kristus dijatuhi hukuman mati dengan jalan mati di kayu salib. Dengan hukuman tersebut, Yesus dipersamakan dengan budak atau penjahat besar yang menolak pemerintahan bangsa Rumawi. Bagi orang Romawi yang beradab, ada orang yang pernah mengatakan agar teman temannya tidak berbicara tentang salib di hadapannya. Sebab tidak layak orang beradab berbicara tentang kematian seperti itu. (orang tersebut ialah: Seneca, seorang filsuf Romawi yang pernah mengajar kaisar Nero). Dapatkah saudara membayangkan betapa hinanya Tuhan kita Yesus Kristus diperlakukan orang tatkala Ia menjalani tugas-Nya untuk mendamaikan manusia dengan Allah? Di samping hukuman terberat, kepada-Nya pun diberikan hukuman tambahan, yakni penghinaan terberat. Kita tahu, seseorang yang dihukum mati tidak boleh dipertontonkan pada khalayak ramai, kecuali para saksi. Tatkala Yesus disalibkan. Ia ditempatkan di pinggir jalan raya, sehingga semua orang dapat melihat-Nya. Lalu sejumlah orang mengolok olok dia. Perlu kita tambahkan di sini bahwa secara harfiah, tidak selembar kain pun yang menutupi auratnya, pada waktu ia tersalib di Golgata itu. Kita tahu bersama, para serdadu Roma itu telah membagi bagi pakaiannya. Jadi ia tidak berpakaian lagi tatkala disalibkan. Orang yang disalibkan tidak lagi dianggap sebagai manusia. Alangkah luar biasanya kehinaan yang dikenakan manusia kepada Anak Allah Yang Tunggal itu, yang menciptakan segala yang ada, dan yang menopang segala yang ada agar tetap jadi ada. Jika kita merenungkan penderitaan-Nya itu tidakkah seharunya kita tertunduk malu? Ia mengalami semuanya itu demi keselamatan kita. Bahkan di sana, dalam keadaan yang sangat menderita, secara fisik dan psykhis, Ia masih sempat memikirkan keberadaan dari orang orang yang sedang membuat Ia menderita. Ia berkata: “Bapa ampunilah kesalahan mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat”. Yesus dapat melihat faktor yang mengakibatkan mereka melakukan hal tersebut atas diri-Nya? Secara manusia, jika kita mengalami hal tersebut, maka kita akan memaki maki orang orang yang mengakibatkan kita mengalami penderitaan. Yesus di dalam spiritualitas yang sempurna, dapat melihat hal hal yang ada di balik keberadaan manusia, lalu karena ia melihat ketidaktahuan mereka akan tindakan tersebut, Ia meminta keampunan dosa mereka yang melaukannya. Saya sangat yakin seratus persen, mereka yang membuat dia menderita mengalami keampunan dosa, karena mereka diantarai oleh juruselamat dunia. Aneh bukan, ada orang yang rajin melakukan ibadah di dalam Gereja, bahkan mereka mengusir setan demi nama Tuhan, bernubuat dalam nama Tuhan, tetapi disebut tidak dikenal oleh Tuhan dan bahkan disebut pembuat kejahatan,( cf Mat 7:22-23), sementara mereka yang menyalibkan dia makan bersama dengan Abraham di dalam kerajaan surga. Marilah kita melihat drama penyaliban itu dari dekat. Yesus sebagaimana kita telah uraikan di atas, Ia dipermalukan dengan jalan dibuat dalam keadaan tanpa pakaian. Pakaiannya telah dibagi bagi oleh serdadu yang menyalibkan Dia. Hal ini adalah kebiasaan para prajurit pada waktu itu. Namun tanpa mereka sadari, tindakannya itu telah menggenapi apa yang dinubuatkan nabi di dalam Perjanjian Lama (Mzm 22:19). Tindakan mereka itu pun merupakan tanda dari satu kebenaran yang jauh lebih besar dari apa yang mereka lakukan. Sebab dengan dibagi-bagikan mereka pakaian Yesus tersebut. Hal itu menggenapi maksud Allah untuk membagi-bagikan kebenaran Yesus kepada seluruh umat manusia. Nabi Yesaya telah membicarakannya sebelumnya jauh sebelum Yesus disalibkan. Yesaya mengatakan: ”Aku bersukaria di dalam TUHAN, jiwaku bersorak-sorai di dalam Allahku, sebab Ia mengenakan pakaian keselamatan kepadaku dan menyelubungi aku dengan jubah kebenaran, seperti pengantin laki-laki yang mengenakan perhiasan kepala dan seperti pengantin perempuan yang memakai perhiasannya” Yes 61:10. Pakaian di dalam pemahaman PL adalah sebuah simbol dari kebenaran. Kita masih ingat peristiwa di Taman Eden, dimana Allah sendiri menyediakan pakaian bagi Adam dan Hawa, sebagai ganti pakaian yang mereka buat sendiri dari daun daunan. Allah yang menyediakan pakaian bagi mereka sehingga memadai untuk berjumpa dengan Allah. Itulah yang dilakukan Yesus di kayu salib. Ia membagikan kebenaran-Nya kepada seluruh umat manusia sehingga layak berjumpa dengan Allah di dalam kekudusan yang seharusnya, sebagaimana dikehendaki Allah. Manusia merancang jalan hidupnya, sebagaimana para serdadu itu membuang undi atas jubah Yesus, tetapi ada sebuah tangan yang tak kelihatan yang sedang mengarahkan mereka untuk melakukan sesautu dalam rangka melengkapi rancangan-Nya atas umat manusia. kita tidak tahu bahwa Allah telah memakai kita untuk melaksanakan rencana-nya pada hal menurut hati kita, kita yang sendiri yang sedang merencanakannya. Seharusnya kita menyadari hal tersebut. Ada tangan yang Maha Kuasa yang sedang bekerja melaksanakan rencana-Nya melalui seluruh ciptaan yang ada di dunia ini. Itulah Allah yang kita percayai di dalam Kristus Yesus Tuhan kita. Tentang hal ini kita dapat mengatakan bahwa Raja Ahasyweros mengatakan adalah keputusannya sendiri, atas kehendak bebasnya sendiri untuk memerintahkan agar bangsa Israel dipulangkan ke Yerusalem. Namun dengan kehendak bebasnya itu ia telah menggenapi apa yang dinubuatkan Nabi Yeremia tujuh puluh tahun sebelumnya. Itulah kemahakuasaan Allah. Ia dapat bertindak tanpa harus menekan kebebasan manusia, untuk melakukan kehendak-Nya. Karena kuasa-Nya mengatasi kehendak bebas manusia. Asa beberapa perisitwa yang menjadi catatan bagi kita di sekitar kayu salib tersebut. Sudah kita bicarakan tadi doa Tuhan Yesus bagi mereka yang menyalibkan Dia. Hal ini menggambarkan kelapangan hati Yesus bagi setiap orang yang bersalah kepada-Nya. Di relung hati-Nya yang paling dalam, ada senantiasa tempat bagi orang berdosa. Itulah hati Allah. Hal itu mungkin karena Ia dapat melihat makna di balik dari kejahatan yang dibuat oleh manusia. oleh karena salib, Ia telah membuka lebar lebar pengampunan bagi setiap orang yang berdosa. Seharusnya kita pun demikian juga karena salib Kristus yang telah kita nikmati manfaat-Nya, maka kita pun seharusnya menerapkan hal yang sama terhadap sesama kita. Sebuah kisah yang sudah lama terjadi terlintas di ingatan saya tatkala merenungkan kisah ini. Aku pernah menuliskannya dalam renungan pagi. “Pada suatu hari, di ruang pengadilan, wanita yang umurnya kira-kira 70 tahun ini, dengan wajah yang menggambarkan goresan penderitaan yang dialaminya bertahun-tahun. Di kursi terdakwa, duduk Mr. Van der Broek, dinyatakan bersalah telah membunuh anak laki-laki dan suami wanita tersebut. Beberapa tahun yang lalu laki-laki itu datang ke rumah wanita tersebut. Ia mengambil anaknya, menembaknya dan membakar tubuhnya. Beberapa tahun kemudian, ia kembali lagi. Ia mengambil suaminya. Dua tahun wanita itu tidak tahu apa yang terjadi dengan suaminya. Kemudian, van der Broek kembali lagi dan mengajak wanita itu ke suatu tempat di tepi sungai. Ia melihat suaminya diikat dan disiksa. Mereka memaksa suaminya berdiri di tumpukan kayu kering dan menyiramnya dengan bensin. Kata-kata terakhir yang didengarnya ketika ia disiram bensin adalah, “Bapa, ampunilah mereka.” Belum lama berselang, Mr. Van den Broek ditangkap dan diadili. Ia dinyatakan bersalah, dan sekarang adalah saatnya untuk menentukan hukumannya. Ketika wanita itu berdiri, hakim bertanya, “Jadi, apa yang Anda inginkan? Apa yang harus dilakukan pengadilan terhadap orang ini yang secara brutal telah menghabisi keluarga Anda?” Wanita itu menjawab, “Saya menginginkan tiga hal. Pertama, saya ingin dibawa ke tempat suami saya dibunuh dan saya akan mengumpulkan debunya untuk menguburkannya secara terhormat.” Setelah berhenti sejenak, ia melanjutkan, “Suami dan anak saya adalah satu-satunya keluarga saya. Oleh karena itu permintaan saya kedua adalah, saya ingin Mr. Van den Broek menjadi anak saya. Saya ingin dia datang dua kali sebulan ke ghetto (perumahan orang kulit hitam) dan melewatkan waktu sehari bersama saya hingga saya dapat mencurahkan padanya kasih yang masih ada dalam diri saya.”“ Dan, akhirnya,” ia berkata, “permintaan saya yang ketiga. Saya ingin Mr. Van den Broek tahu bahwa saya memberikan maaf bagi dia karena Yesus Kristus mati untuk mengampuni. Begitu juga dengan permintaan terakhir suami saya. Oleh karena itu, bolehkah saya meminta seseorang membantu saya ke depan hingga saya dapat membawa Mr. Van den Broek ke dalam pelukan saya dan menunjukkan padanya bahwa dia benar-benar telah saya maafkan.” Ketika petugas pengadilan membawa wanita tua itu ke depan, Mr. Van den Broek sangat terharu dengan apa yang didengarnya hingga pingsan. Kemudian, mereka yang berada di gedung pengadilan – teman, keluarga, dan tetangga – korban penindasan dan ketidakadilan serupa – berdiri dan bernyanyi: "Amazing grace, how sweet the sound that saved a wretch like me.I once was lost, but now I'm found. 'Twas blind, but now I see”. Kisah itu dapat menjadi duplikasi dari pengampunan Yesus di kayu salib atas orang orang yang menyalibkannya. Di kayu salib itu, Yesus memulai dengan pasti persekutuan antara umat manusia yang paling akrab bukan lagi di dasarkan pada ikatan darah melalui keluarga. Ikatan keluarga adalah ikatan yang paling kuat di dalam pengalaman hidup umat manusia. ikatan keluarga itu di dasarkan pada persamaan darah. Yesus mendirikan satu keluarga baru dengan tidak di dasarkan pada ikatan darah melalui salib itu. Di dekat salib itu di sana ada ibunya Maria, dan murid yang dikasihi-Nya Yohanes. Kepada ibu-Nya, Yesus mengatakan: “Ibu, itulah anakmu”. Dan kepada murid yang dikasihi-Nya itu Ia berkata: “Itulah ibumu” Sejak saat itu murid yang dikasihi itu menerima Maria di dalam rumahnya (Yoh 19:26-27). Melalui salib-Nya, sekarang ikatan persekutuan manusia bukan lagi dtentukan darah atau ras, melainkan satu pribadi, yakni Yesus Kristus. Sekarang tidak ada lagi darah biru atau ras unggul. Ikatan persaudaraan yang paling erat sekarang ialah: tali pengikat yang kokoh, yakni nama Yesus Kristus Tuhan kita. Tetapi jangan lupa, nama itu juga berarti darah. Darah Yesus menjadi tali pengikat persekutuan yang paling erat dan yang tak mungkin putus oleh apa pun juga. Itulah salah satu makna yang terdalam dari Jumat Agung bagi manusia. darah Kristus mengikat seluruh umat manusia dari zaman Adam hingga manusia terakhir lahir di dunia ini. Darah itu menyucikan hati nurani kita dari dosa dan kesalahan. Sehingga kita dapat berdiri di hadapan Allah dengan penuh keberanian di dalam kekudusan dan kesucian sebagaimana mestinya. Rahasianya hanya satu: kita adalah anggota keluarga Allah. Di salib itu juga kita melihat drama kemanusiaan yang sangat kental. Yesus disalibkan bersama dengan dua orang penjahat. Dengan perkataan lain, Yesus dipersamakan dengan penjahat. Ironis bukan! Dia yang tidak mengenal dosa, telah dijadikan manusia menjadi salah satu dari penjahat besar. Ia bersama sama dengan penjahat. Salah satu di sisi kanannya dan salah seorang lain di sisi kirinya. Ini adalah gambaran dari kemanusiaan di hadapan Allah. Sebab salah satu dari antara mereka diselamatkan dan seorang lain tidak turut ambil bagian di dalam keselamtan tersebut. Ini adalah gambaran global dari kemanuisaan. Yesus datang untuk menyelamatkan manusia. keselamatan itu pada dasarnya diberikan pada seluruh manusia. tetapi tidak semua manusia mampu melihat keselamatan yang disediakan Allah bagi mereka. Hanya mereka yang mata hatinya dibukakan untuk melihat sesuatu di dalam karya Kristus Yesuslah yang menemukan keselematan tersebut. Kedua orang yang disalibkan itu adalah lambang dari orang berdosa dari segala zaman. Tidak semua diselamatkan, walaupun keselamatan itu tersedia bagi semua orang. Bukan karena kepadanya tidak ditawarkan keselamatan itu, tetapi ia tidak mampu melihat keselamatan yang disediakan Tuhan Yesus bagi umat manusia. Ia hanya mampu melihat sebuah keselamatan secara fisik. Karena itu ia menuntut Yesus, jika Ia memang punya kuasa untuk itu, agar bertindak dalam rangka menyelamatkan mereka. Ada orang yang tidak mampu melihat sesuatu yang lebih besar dari hal hal jasmani. Sementara penjahat yang lain melihat sesuatu yang lebih besar dari hal jasmani. Oleh karena itu ia memmohon agar Yesus mengingat dia, tatkala sesuatu yang lebih besar itu telah dihadirkan-Nya. Satu hal yang sangat indah dari jawaban Tuhan Yesus terhadap penjahat yang satu ini ialah: Yesus memberikan kepadanya sesuatu yang jauh lebih besar dari apa yang diharapkannya. Penjahat ini hanya berharap di masa depan ia diingat, tatkala Yesus datang dalam kemuliaan-Nya. Tetapi Yesus mengingatkannya bahwa sekarang juga ia telah berada di tempat yang diharapkannya itu. Orang yang mampu melihat sesuatu yang transenden akan masuk ke dalam situasi yang transenden pula. Ada satu lagi peristiwa di kayu salib itu yang sungguh tidak dapat dimengerti manusia. Yesus berseru kepada Bapa-Nya, “Eli Eli lama sabakhtani”. Allahku allahku mengapa Engkau meninggalkan aku. Matin Luther bergumul dalam doa untuk memahami makna dari ungkapan ini, namun akhirnya ia harus dengan jujur mengakui bahwa hal tersebut adalah rahasia Allah semata mata. Tak salah jika Musa berkata di dalam kitab Ulanga: apa yang menjadi bagian kita adalah yang dibukakan. Sementara yang tidak dibukakan adalah bagian Allah. Ada orang yang tersandung dengan uncapan Yesus tersebut. Dari ungkapan itu sangat jelas bahwa ada dua okmun yang sedang berkomunikasi di dalamnya. Secara pribadi saya memahami bahwa sisi kemanusiaan Yesus menyerukan hal itu. Karena Ia adalah manusia, maka Ia akan mengambil rupa manusia di dalam keadaan yang sepenuhnya. Tidak ada manusia yang tidak mengeluh oleh karena penderitaan yang dialaminya. Hal yang sama terjadi juga di dalam diri Tuhan kita Yesus Kristus. Secara manusiawi kita dapat menerjemahkan kata itu sebagai berikut: wah, wah, mengapa aku harus mengalami semuanya ini? Namun, satu hal yang pasti tidak ada seorang pun manusia yang dapat memberi penejlasan yang pas untuk peristiwa tersebut. Kita hanya mengaminya saja. Titik. Pernyataan Tuhan Yesus di kayu salib itu yang perlu juga mendapat perenungan ialah: “Aku haus’. Secara fisik memang Ia akan mengalami hal itu, oleh karena darah yang terus mengalir dari lukanya. Ia mengalami dehidrasi, maka sangat wajar Dia mengalami kehausan. Tetapi drama itu bukanlah hanya drama fisik semata mata. Yesus disalibkan di sana demi keselamatan manusia. sehingga apa pun yang disuarakan-Nya menjadi sebuah perlambang dari pergumulan manusia di hadapan Allah. Satu hal yang menarik ialah: Ia menolak anggur asam yang disodorkan serdadu itu kepada-Nya. Anggur asam itu adalah sejenis obat bius dalam skala dosis kecil untuk mengurangi rasa sakit. Yesus menolak hal itu, sebab Ia harus mengalami derita umat manusia hingga ke lubuk yang paling dalam di penderitaan tersebut. ‘aku haus’ itulah sebuah kerinduan dari umat manusia di dalam penderitaannya untuk mendapatkan kelepasan. Yesus menyuarakan penderitaan umat manusia dari kayu salib itu. Kehausan-Nya adalah kehausan kita umat manusia untuk mendapatkan keselamatan. Ia menolak penghiburan sementara yang disodorkan serdadu itu melalui anggur asam. Ia menantikan penghiburan dari Allah atas derita yang dialaminya. Bukankah sekarang ini ada banyak orang yang tidak tahan untuk menunggu penghiburan dari Allah di dalam permasalahannya? Karena tak kunjung datang menurut mereka, maka mereka menerima tawaran hiburan temporer dari dunia ini. Ada banyak orang yang melarikan diri ke narkoba karena derita yang mereka alami. Yesus menantikan dengan tekun keselamatan yang disedikan bagi umat manusia. Ia tahu, jalan yang harus ditempuh ialah: kematian. Ia setia menjalaninya. Lalu pada akhirnya Yesus menyerukan dua perkataan lain sebagai tanda berakhirnya seluruh pergumulan-Nya. Kata itu ialah: ‘sudah selesai’ dan ‘Bapa ke dalam tangan-Mu kuserahkan roh-Ku’. Dengan perkataan ‘sudah selesai’ itu berarti seluruh karya-Nya untuk menyelamatkan manusia sudah selesai. Seluruh masalah dosa umat manusia telah diselesaikan-Nya. Mulai dari sejak saat itu, Allah telah diperdamaikan dengan manusia melalui kurban darah-Nya yang kudus. Kurban itu telah diterima di surga sebagai pendamaian karena dosa umat manusia. sekarang zaman baru telah dimulai. Allah telah diperdamaikan dengan umat manusia. Sudah selesai, itu berarti seluruh utang manusia di hadapan Allah telah dibayar dengan lunas. Paulus dengan tegas mengatakan bahwa surat hutang itu telah dipakukan di kayu salib, sebab telah lunas dibayar. Sudah selesaim itu berarti tidak ada lagi jurang pemisah antara manusia dengan Allah. Sudah selesai, itu berarti surga dan dunia telah dipersatukan kembali. Satu hal yang menjadi masalah bagi kita ialah: apakah kita juga dapat mengatakan bahwa sudah selesai? Kristus sudah mengatakan-Nya. Allah sudah mengatakan-Nya juga melalui kebangkitan Yesus dari antara orang mati dalam paskah. Tetapi ada orang yang tetap tidak mau mengakui bahwa masalahnya dengan Tuhan Allah belum selesai. Siapa yang harus dipercayai? Tuhan Allah yang sudah berfirman sudah selesai ataukah diri saya yang menuduh bahwa masalah saya dengan Tuhan Allah belum selesai? Seharusnya kita memilih untuk mempercayai firman Tuhan dari pada diri kita sendiri. Sebab diri kita sendiri adalah penipu adanya. Demikian menurut Nabi Yeremia. Kata terakhir yang diucapkan Yesus di kayu salib itu adalah sebuah doa dari setiap anak kecil di kalangan orang Yahudi pada waktu itu. Doa itu berbunyi: “Ya Bapa ke dalam tangan-Mu kuserahkan nyawaku”. Setiap anak kecil orang Yahudi yang menaikkan doa itu sebelum ia tidur, punya pengharapan yang pasti bahwa ia akan bangun pada pagi harinya. Allahnya akan membangunkan dia kembali, sehingga ia dapat meneruskan perjalanan hidupnya di dunia ini. Yesus mengucapkan doa anak kecil itu dengan sebuah pengharapan yang sama seperti setiap anak kecil di kalangan orang Yahudi. Yesus memang menghembuskan nafasnya yang terakhir. Tetapi Ia juga sadar sesadar sadarnya, bahwa akhir dari segala galanya bukanlah maut. Maut tidak dapat menaham Dia terus di dalam alam maut tersebut. Ia akan bangkit pada hari yang ketiga. Itulah sebabnya Ia menaikkan doa anak kecil tersebut, sebab di dalamnya ada kebenaran yang mutlak. Kematian tidak menang, melainkan dikalahkan. Kematian harus menyerahkan orang yang telah masuk ke dalam kuasanya untuk keluar kembali. Sebab ia tidak punya kuasa untuk menahan Yesus ada di dalam maut untuk selama lamanya. Satu hal lain yang unik dari kekristenan kita ialah persamaan kita dengan Kristus Yesus.krn iman kepada-Nya, terjadilah identifikasi dengan Dia di dalam hidup kita. Ia adalah Anak Allah, maka kita pun karena Dia dijadikan anak Allah pula. Dia disalibkan, maka kita turut disalibkan bersama dengan Dia. Dia dikuburkan, kita pun dikuburkan bersama dengan Dia. Dia diangkitkan pada hari yang ketiga, kita pun dibangkitkan bersama dengan Dia. Dia naik ke surga dan didudukkan di sana dalam kemuliaan, kita pun didudukkan bersama dengan Dia di surga (Ef 2:6). Dlan segala hal Ia dipersamakan dengan saudara-Nya yakni kita yang percaya Ibr 2:17. Jika demikian, maka setiap orang di dalam hidupnya seyogianya melakukan sama seperti yang dilakukan Tuhan Yesus di kayu salib itu. Tatkala ia tidur ia akan berdoa: “Ya Bapa ke dalam tangan-Mu kuserahkan nyawaku”. Dengan sebuah pemahaman, bahwa sebuah kepastian, kita akan bangun di pagi hari. Sekalipun kita akan menghadapi maut, kita ada sebuah kepastian kita akan bangun dari kematian dan menikmati surga yang disediakan Tuhan Yesus bagi setiap orang yang percaya kepada-Nya. 3 Paskah Gereja di sepanjang zaman merayakan kebangkitan Kristus dengan jalan menyebutnya sebagai perayaan Paskah. Karena hari ini adalah hari raya Paskah, maka aku merenungkan makna Paskah itu bagi saya secara pribadi. Perayaan Paskah diwarisi Gereja dari akarnya di dalam ibadah orang Israel. Sementara orang Israel merayakan Paskah untuk pertama kalinya di Mesir. Jika memperhatikan Paskah di Mesir itu, sebagaimana dituturkan Alkitab dalam kitab Keluaran, maka kita dengan yakin mengatakan bahwa Paskah itu adalah sebuah perayaan keluarga. Musa mengatakan kepada bangsa Israel, agar tiap tiap keluarga mengambil seekor kambing atau domba untuk disembelih. Tuhan Yesus juga merayakan Paskah bersama para murid di malam tatkala Ia diserahkan ke tangan orang orang yang menghendaki agar Ia dihukum mati. Para murid makan bersama dengan Tuhan Yesus di dalam merayakan Paskah. Itu berarti para murid itu telah menjadi bagian dari keluarga Tuhan sendiri. Seperti telah disebut di atas, mereka yang menikmati daging dari domba Paskah itu adalah keluarga. Jika Gereja sampai hari ini merayakan Paskah, rasa rasanya tidak lagi terasa sisi kekeluargaan di dalam perayaan Paskah itu sendiri. Tatkala orang Israel merayakan paskah di Tanah Kanaan pada waktu itu, maka satu hal yang pasti ialah: di seluruh wilayah Israel, akan jelas terlihat darah ada di setiap pintu rumah. Jika pada hari perayaan Paskah itu ada pintu rumah orang yang tidak diolesi darah, maka kita tahu pasti orang itu pastilah bukan orang Israel. Ia adalah orang asing di sana. Ia tidak masuk ke dalam persekutuan bangsa itu, sekalipun ia ada di tengah tengah orang Israel. Darah domba Paskah itu menjadi tanda kewargaan setiap orang Israel pada perayaan Paskah. Ini sebuah pelajaran yang berharga menurut hemat saya secara pribadi. Kita juga dapat mengatakan darah anak domba Paskah kita yang sudah disembelih itu, menentukan kewargaan kita di dunia ini. Satu hal yang menarik untuk disimak ialah: darah domba Paskah itu tidak diperuntukkan bagi manusia, tetapi diperuntukkan bagi Allah sendiri. Hal ini sangat jelas kita tahu dari perayaan Paskah di Mesir. Tatkala orang Israel merayakan Paskah di Mesir, malaikat maut mendatangi seluruh Mesir. Ia akan membunuh setiap anak sulung dari segala mahluk yang hidup. Malaikat itu akan mendatangi setiap rumah yang ada di Mesir. Tatkala Ia hendak masuk ke dalam sebuah rumah, maka Ia akan melihat darah di kedua tiang dan ambang pintu rumah. Jika Ia tidak menemukan darah domba Paskah, maka malaikat itu akan membunuh setiap anak sulung yang ada di rumah tersebut. Tetapi jika Ia melihat darah itu, Ia akan lewat. Penghuni rumah tidak pernah tahu, kapan malaikat itu datang ke rumah mereka. Mereka juga tidak melihat darah itu terus menerus. Penghuni rumah ada di dalam rumah, sementara darah domba Paskah dioleskan di luar rumah. Darah itu diperlukan untuk dilihat oleh Allah. Tatkala darah itu terlihat, maka seisi rumah itu akan selamat dari penghukuman Allah. Itulah Paskah orang Israel. Demikian juga dengan Paskah kita. Darah Anak Domba Paskah kita di bawa ke hadirat Allah di surga. Darah itu menyenangkan hati Allah. Lalu Ia melewatkan Penghukuman-Nya bagi mereka yang merayakannya. Untuk lebih memahami makna darah itu diperuntukkan bagi Allah, maka kita akan menyoroti perayaan Hari Pendamaian – Yom Kippur – sebagaimana diuraikan di dalam kitab Imamat pasal 16. Dalam perayaan ini ada dua ekor kambing yang dipersembahkan sebagai penghapus dosa seluruh Israel. Kambing yang pertama disembelih. Darahnya dibawa imam besar ke ruang maha kudus. Tatkala darah kambing yang dipersembahkan itu dipercikkan ke Peti Perjanjian Tuhan, maka segala dosa orang Israel dihapus. Tidak ada seorang pun orang Israel yang melihat peristiwa itu selain imam besar itu sendiri. Darah itu tidak diperuntukkan bagi manusia, tetapi bagi Allah. Menurut PB, segala ibadah di dalam PL adalah bayangan dari apa yang dilakukan Tuhan Yesus. Itu berarti Tuhan sendiri yang membawa darah-Nya langsung ke tahta Allah di surga sebagai Imam Besar kita. Hal ini diuraikan dengan jelas oleh penulis surat Ibrani dalam Ibrani pasal 10.
Tatkala darah Tuhan Yesus yang tak ada cacat celanya itu dilihat Allah di surga, maka hati Allah dipuaskan oleh darah tersebut. Maka segala dosa dunia ini diampuni Allah. Kita tahu dari perayaan Yom Kippur – hari pendamaian – tidak ada seorang pun dari orang Israel yang mengaku dosanya pada waktu itu di hadapan Allah. Perayaan ini dilaksanakan demi pengampunan Allah atas segala dosa Israel. Yesus membawa darah-Nya bukan hanya untuk dosa Israel, tetapi dosa dunia. Injil Yohanes menuturkan, Yohanes Pembabtis mengatakan: “Lihatlah Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia” Yoh 1:29. Yohanes mengatakan bahwa darah Anak Domba Allah itu menghapus dosa dunia, bukan dosa orang orang percaya. Hal yang sama disuarakannya dalam suratnya. I Yoh 2:2 “Dan Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia”. Bagi saya secara pribadi, Yohanes membedakan dosa orang percaya dan dosa dunia. Sama seperti kambing yang menjadi kurban di hari raya Pendamaian itu dua ekor. Dua duanya adalah korban penghapus dosa. Yesus adalah korban penghapus dosa orang beriman dan dosa dunia ini.
Secara tradisional kita melihat kedua hal ini dalam satu kesatuan. Kita tidak mau memisahkan Yesus sebagai korban untuk dosa dunia dan orang percaya. Lalu saya merenungkan makna dari pengorbanan Kristus. Mengapa Kristus harus mengorbankan diri-Nya? Karena Allah murka atas dosa manusia. Dari sudut pandang Allah, manusia itu tidak dapat memenuhi tuntututan-Nya atas hidup yang tanpa dosa. Lalu Yesus menjalani satu kehidupan tanpa dosa, serta Ia membawa darah-Nya, gambaran dari hidup-Nya sendiri yang tanpa dosa, sebagai korban penghapus dosa bagi seluruh umat manusia. Taktala ada manusia yang memahami bahwa ia tidak dapat membenarkan diri di hadapan Allah karena keberdosaannya, maka korban Kristus jadi efektif bagi orang tersebut. Yesus mati memang untuk orang orang seperti itu. Ada satu ceritera yang disampaikan Tuhan Yesus sebagai contoh bagi saya. Seorang pemungut cukai pergi ke Bait Allah dan berdoa. Ia menepuk nepuk dadanya menyesali dosa dosanya. Yesus berkata: orang ini pulang dibenarkan Allah. Kata dibenarkan di sini maknanya ialah: ia dipandang Allah tidak berdosa lagi. Mengapa demikian? Toh dia tidak percaya kepada Tuhan Yesus Kristus. Bahkan ia tidak mengenal Yesus Kristus? Mengapa ia dibenarkan? Kisah ini kita dengar dari mulut Tuhan Yesus sendiri! Yesus sadar bahwa Dia mati sebagai kurban untuk orang orang yang tidak punya pengharapan seperti pemungut cukai ini. Sebaliknya dengan orang Farisi ya Ketetapan Allah tentang keselamatan ialah: kasih karunia. Hal ini disuarakan Paulus dalam surat Efesus, Ef 2:8-9. Sebagaimana kita tahu bersama, kasih karunia adalah satu pemberian yang pada dasarnya kita tidak layak menerimanya. Jadi semua orang yang tidak layak menerima keselamatan itu, kepada mereka Allah mau memberikannya. Jadi pada hakekatnya keselamatan itu diperuntukkan bagi umat manusia. Paulus memang menambahkan ‘karena iman’. Iman kepada Yesus Kristus tentunya. Jika kita memahami makna iman ialah: ‘ya demikianlah adanya’, sebagaimana diartikan dalam bahasa Ibrani, maka setiap orang yang tidak lagi mendasarkan keselamatannya pada perbuatan diri sendiri, tetapi pada kasih karunia Allah, ia mengimani kematian seorang kurban demi keselamatannya. Menurut hemat saya, biarpun ia bukan Kristen, kurban Yesus efektif berlaku bagi dia. Ada orang mengatakan: jika demikian, mengapa kita harus memberitakan Injil? Toh orang lain dapat keselamatan yang ada di dalam Kristus! Injil harus diberitakan karena itu adalah perintah Tuhan Yesus! Karya Kristus di kayu salib itu menurut hemat saya secara pribadi mempunyai dua sisi. Sisi pertama, salib menyelamatkan umat manusia. Sisi yang kedua salib menjadikan seseorang itu anak Allah, jika ia percaya pada pengorbanan tersebut. Kita memberitakan Injil, agar orang itu percaya kepada pengorbanan Kristus, ia diselamatkan dan dijadikan anggota keluarga Allah. Kita semua tahu bahwa setiap peristiwa memiliki transendensinya sendiri. Transendensi itu adalah sebuah misteri yang kita pada umumnya telah tolak atau tak terungkap bagi kita. Demikian juga dengan Paskah. Paskah itu lebih besar dari apa yang kita pahami sekarang ini. Jelas, Paskah tidak hanya untuk orang Kristen. Paskah itu adalah untuk dunia. Paskah itu berbicara tentang Darah Anak Domba Allah yang dibawa ke hadirat Allah di surga demi keampunan dosa umat manusia. Bukan umat Kristen dan mereka yang mau percaya dan jadi Kristen. Paskah di Mesir memberi penjelasan tentang hal itu bagi kita. Musa mengatakan: “Sebab pada malam ini Aku akan menjalani tanah Mesir, dan semua anak sulung, dari anak manusia sampai anak binatang, akan Kubunuh, dan kepada semua allah di Mesir akan Kujatuhkan hukuman, Akulah, TUHAN” Kel 12:12. Huruf tebal dari saya. Tatkala tulah kesepuluh datang, seluruh anak sulung harus mati, termasuk anak sulung binatang. Tetapi karena darah domba Paskah itu telah dioleskan ke ambang pintu, maka anak sulung yang punya rumah dan anak sulung binatang tidak binasa. Jika anak sulung manusia tidak binasa, itu karena mereka tahu bahwa ada darah dioleskan di ambang pintu rumah mereka. Tetapi anak sulung binatang tidak tahu akan hal itu. Binatang itu tidak percaya akan domba Paskah yang disembelih. Namun anak binatang itu turut menikmati keselamatan yang telah dinikmati manusia di rumah itu. Jadi domba Paskah itu darahnya berguna bagi mereka yang percaya akan firman Allah yang disuarakan Musa. Tetapi juga bagi yang tidak percaya dan tidak tahu akan adanya firman itu di dalam hidupnya. Itulah transendensi Paskah yang dilakukan orang Israel di Mesir. Jika di Mesir Allah turut memperhitungkan binatang agar selamat, bagaimana mungkin Ia tidak memperhitungkan manusia yang diciptakan-Nya seturut gambar-Nya sendiri, tetapi tidak percaya kepada Kristus. Saya tetap percaya, tidak ada keselamatan di luar Kristus. Kristuslah kurban bagi pendamaian karena keberdosaan manusia. Hal itu sangat jelas terlihat di Taman Getsemani. Yesus meminta agar cawan dilalukan. Makna dari permohonan itu ialah: jika mungkin manusia dapat diselamatkan di luar kematian-Nya, maka biarlah Bapa di surga mengambil jalan tersebut. Tetapi ternyata surga diam. Itu berarti tidak ada jalan lain. Hanya Yesus yang dapat memungkinkan orang masuk surga melalui kurban-Nya. Pernyataan Tuhan dalam Yoh 14:6 sering kita tafsirkan dengan mengatakan: melalui percaya kepada Yesus Kristus. Tetapi Yesus di sana mengatakan: “Tidak ada seorang pun yang sampai ke Bapa kecuali melalui Aku”. Pernyataan itu tidak mengatakan: kecuali percaya kepada-Ku. Tidak! Contoh sudah kita utarakan di atas. Pemungut cukai itu dibenarkan pada hal ia tidak kenal Yesus Kristus. Karena ia tidak kenal, maka ia tidak percaya. Tetapi ia dibenarkan. Dengan cara seperti itulah orang beriman di PL dibenarkan. Mereka semua dibenarkan karena Allah telah memberi mereka jalan keluar, yakni melalui korban penghapus dosa. Penggenapan korban penghapus dosa itu ialah: Yesus Kristus. Hal yang sama juga dapat kita katakan dengan orang orang di luar Yahudi dan Kristen. Jika ada orang yang tidak lagi dapat mempercayai dirinya sendiri dengan ibadah yang diajarkan agamanya di dalam rangka keselamatan jiwanya, maka Kristus sebagai korban jadi efektif bagi dia. Persoalannya ialah: siapa yang membuat dia berpaling kepada Allah? Di sinilah peran dari Roh Kudus. Kita juga sering memahami, Roh Kudus hanya bekerja di kalangan orang Kristen. Pada hal Alkitab berkata bahwa Roh Kudus itu namanya juga Roh Yesus, Roh Kristus. Yesus diberi Allah untuk dunia. Jika demikian, Roh Kudus yang namanya Roh Yesus pun diberikan kepada dunia. Doktrin kita yang mengatakan bahwa mereka yang percaya kepada Kristus itulah yang selamat membuat kita membatasi karya Roh Kudus hanya bagi orang beriman. Yesus mengatakan Roh Kudus itu seperti angin. Ia tidak dapat dikontrol manusia. Ia berdaulat. Ia dapat bekerja dimana saja dan kapan saja, seturut kehendak-Nya. Kita tidak tahu bagaimana cara Roh Kudus untuk membuat orang tidak lagi bersandar pada diri sendiri dan doktrin agamanya tentang keselamatan. saya tetap yakin Roh Kudus bekerja dalam kasih karunia-Nya. Nama Roh Kudus juga disebut sebagai Roh Kasih Karunia. Pertanyaan yang masih perlu dijawab ialah: mengapa kita memberitakan Injil? Sudah dijawab di atas tadi. Itu adalah Amanat Agung Yesus Kristus. Alkitab menuturkan bahwa orang percaya akan memerintah, bersama dengan Kristus. Ada orang yang bertanya: siapa yang akan diperintah? Memang akan menjadi sebuah pertanyaan besar jika hanya orang yang percaya yang selamat. Tetapi jika ada orang yang selamat tetapi tidak percaya dan tidak mengenal Yesus Kristus, wajar saja ada yang diperintah. Dalam ibarni 12:23 kita menemukan adanya jemaat anak anak sulung yang terdaftar di surga. Jika ada jemaat anak anak sulung, maka logikanya ada juga jemaat adik adiknya. Mereka yang percaya itulah jemaat anak anak sulung. Menurut hemat saya secara pribadi mereka yang tidak percaya ialah: anak anak selanjutnya. Darah Anak Domba Paskah yang telah disembeli telah membeli mereka oleh karya Roh Kudus yang memanggil mereka untuk tidak percaya pada diri mereka sendiri tentang keselamatannya. Roh Kudus memanggil mereka untuk percaya kepada kurban yang sudah tersedia bagi umat manusia demi keselamatan mereka. Selamat Paskah! 4 Pentakosta Kosa kata Pentakosta berasal dari bahasa Yunani, artinya limapuluh. Kita merayakan hari raya Pentakosta, lima puluh hari setelah Paskah, hari kebangkitan Tuhan Yesus Kristus. Pentakosta itu sendiri berakar dalam ibadah Yahudi. Kitab keluaran mengajarkan orang Israel harus merayakan hari raya tujuh minggu Kel 34:22. Hari itu menandakan selesainya menuai jelai yang dihitung sejak pertama kalinya menyabit gandum. Itulah sebabnya Pentakosta juga disebut dengan Hari Raya Pengumpulan. Pentakosta juga disebut Hari Raya Buah Bungaran, Bil 28:26. Buah bungaran artinya ialah hasil pertama dari panen yang harus dipersembahkan pada Tuhan. Kitab Amsal mengajarkan agar orang Israel memuliakan Allah dengan hasil pertama dari penghasilannya Ams 3:9. Orang Israel pada hari itu mengungkapkan rasa syukurnya kepada Yahweh karena berkat tuaian yang mereka dapatkan. Hari itu juga adalah hari dimana ditunjukkan rasa takut mereka kepada Tuhan dengan jalan memberikan persembahan. Mereka juga memahami Pentakosta adalah hari dimana Tuhan memberikan Taurat di Gunung Sinai. Orang Yahudi dari seluruh dunia berkumpul di Yerusalem dalam rangka merayakan Pentakosta ini. Sebagaimana diajarkan kitab Keluaran, orang Israel diwajibkan untuk menghadap Tuhan di Yerusalem tiga kali dalam satu tahun (Kel 23:14). Mereka melakukan itu dalam perayaan Paskah, Pentakosta dan Pondok Daun. Pentakosta dilihat orang Yahudi sebagai hari dimana mereka dikumpulkan di Yerusalem. Dengan jalan demikian, mereka diingatkan akan sejarah panjang yang sudah mereka jalani bersama dengan Yahweh. Pentakosta bagi kita ditandai dengan turunnya Roh Kudus kepada orang percaya. Pada waktu itu para murid yang terdiri dari 120 orang berkumpul di satu tempat (Kis 1:15). Hari Raya Pentakosta bagi kita menjadi hari raya turunnya Roh Kudus. Dengan turunnya Roh Kudus kepada orang percaya pada waktu itu, maka secara historis, Gereja Tuhan berdiri di dunia ini. Tatkala murid murid itu berbahasa dalam pelbagai bahasa, maka orang banyak itu menuduh mereka sedang mabuk anggur. Karena itu, Petrus bangkit dan menyampaikan khotbahnya. Petrus berkata: “Orang-orang ini tidak mabuk seperti yang kamu sangka, karena hari baru pukul sembilan, tetapi itulah yang difirmankan Allah dengan perantaraan nabi Yoël” Kis 2:15-16. Satu catatan perlu ditambahkan di sini: LAI menerjemahkan dengan memakai kata: ”itulah...” sementara terjemahan bahasa Inggris memakai kata: “this is...” Dengan kata: ‘inilah’ jelas Petrus menunjuk kepada pengalaman yang mereka alami. Setelah itu Petrus berkhotbah dengan panjang lebar. Kesimpulan Petrus ialah: apa yang mereka alami adalah penggenapan di dalam diri mereka apa yang telah dinubuatkan oleh Nabi Yoel di dalam PL. Ada satu catatan yang perlu diperhatikan dari apa yang disampaikan Petrus. Apa yang dinubuatkan Nabi Yoel dalam PL tidak ada dalam pengalaman para murid itu. Sementara apa yang murid murid alami, tidak ada di dalam nubuatan Nabi Yoel. Pada hal Petrus katakan: “inilah yang difirmankan Allah...” Petrus tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa apa yang terjadi itu adalah sebuah pengulangan dari apa yang dinubuatkan Nabi Yoel. Maksud Petrus ialah: pengalaman mereka itu sejenis dengan apa yang dinubuatkan dalam PL. Dengan perkataan lain, Petrus mengatakan: “inilah yang dikatakan Nabi Yoel...” Ini menjadi satu pelajaran yang sangat berharga bagi kita. Roh Kudus dapat membuat pengalaman yang sejenis, tanpa harus menduplikasi apa yang telah Dia kerjakan terhadap orang lain. Oleh karena itu, jika Petrus dapat mengatakan bahwa apa yang mereka alami adalah sejenis dengan apa yang dialami dalam PL, maka kita pun dapat mengatakan bahwa apa yang kita alami adalah sejenis dengan apa yang dialami oleh para rasul tersebut. Kita tidak harus mengalami kemiripan dengan wujud pengalaman orang lain. Namun pengalaman kita dengan Roh Kudus itu sejenis dengan apa yang dialami oleh Gereja di sepanjang zaman. Catatan lain bagi kita ialah: Roh Kudus turun bukan karena para murid itu berdoa dan berpuasa! Roh Kudus turun hanya karena Yesus telah naik ke surga dan di sana menerima kemuliaan-Nya. Tidak ada usaha manusia yang membuat agar Roh Kudus turun ke dunia. Murid murid itu juga tidak! Roh Kudus hadir di dalam rangka menerapkan karya Tuhan Yesus yang sudah diterima di surga sebagai keselamatan bagi umat manusia. Roh Kudus tidak dapat dibatasi manusia wilayah pekerjaan-Nya. Kristus diberikan kepada dunia, maka Kristus mengutus Roh Kudus ke dalam dunia agar manusia diselamatkan dari keberdosaannya melalui darah Yesus Kristus. Jadi Roh Kudus itu datang untuk mengumpulkan seluruh anak anak Allah yang berserak di seluruh dunia. Mereka dipersatukan di dalam Gereja-Nya yang kudus. Ada orang pernah mengatakan: di Gereja anu tidak ada Roh Kudus. Orang orang yang mengatakan ucapan seperti itu ialah: orang yang tidak mengenal karya Roh Kudus, selain dari apa yang dialaminya. Kita sudah mengatakan di atas, wujud pengalaman tentang Roh Kudus tidak harus sama, tetapi berbagai warna pengalaman. Tetapi mereka itu semua sama sama mengalami karya Roh Kudus di dalam dirinya. Jika di Gereja Pentakosta dan Kharismatik Roh Kudus dialami dengan segala hiruk pikuknya, maka Gereja Protestant dan Katolik mengalami Roh Kudus di dalam keheningannya. Kedua duanya adalah karya Roh Kudus. Tidak ada satu Gereja pun yang dapat mengklaim bahwa pengalaman mereka dengan Roh Kuduslah yang sah dan benar! Khotbah Petrus menjadi acuan bagi kita di dalam mengambil kesimpulan ini. Tuhan Yesus mengatakan kepada Nikodemus, bahwa Roh Kudus itu sama seperti angin. Ia berdaulat. Ia yang menentukan kemana Ia berhembus dan sampai dimana Ia bekerja. Sebagaimana diungkapkan oleh orang Yahudi, Pentakosta adalah perayaan pengumpulan hasil panen. Hari mereka diingatkan akan peristiwa keluarnya mereka dari Mesir dan dipersatukan di dalam satu perjanjian dengan Yahweh. Hari dimana Taurat Tuhan diberikan kepada Musa di Gunung Sinai. Kita orang percaya pun mengingat hari Pentakosta adalah hari dimana seluruh umat Tuhan dipersatukan dari segala etnik suku kaum dan bahasa, dari segala zaman dan masa. Itu berarti, Hari Raya Pentakosta mengingatkan kita akan keesaan kita di dalam Kristus. Pentakosta mengingatkan kita bahwa apa yang dialami oleh sesama Kristen dalam denominasinya, itu semua adalah karya Roh Kudus yang sama seperti yang kami alami, tetapi dalam warna yang lain. Roh Kudus datang untuk mengumpulkan, bukan untuk menceraiberaikan. Namun sangat disesalkan, karya Roh Kudus sekarang ini ternyata menjadi faktor pemisah bagi kita. Penekanan terhadap karunia Roh Kudus menjadikan kita terpecah belah. Kita saling menyalahkan satu sama lain, dengan mengatakan bahwa Denominasi kita yang paling benar. Tentunya hal ini mendukakan Roh Kudus. Pada hal firman Allah dengan tegas mengatakan: “Dan janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah, yang telah memeteraikan kamu menjelang hari penyelamatan” Ef 4:30. Ironis, tatkala kita merasa meninggikan nama Roh Kudus, bisa saja kita mendukakan hati-Nya. Di samping itu, alangkah indahnya dalam merayakan Hari Raya Pentakosta itu, kita mempersembahkan persembahan tahunan kita kepada Tuhan melalui Gereja-Nya. Sama seperti bangsa Israel mempersembahkan buah bungaran dari hasil ladang mereka. Kita pun mempersembahkan persembahan tahunan kita kepada Tuhan. Itu bisa berbentuk perpuluhan kita atau persembahan lainnya yang diatur menurut aturan yang ada di dalam Gereja kita masing masing. Secara historis, pada hari pencurahan Roh Kudus kepada murid murid di Yerusalem, dipersembahkanlah kepada Allah buah bungaran dari karya Tuhan Yesus, yakni Gereja yang adalah tubuh-Nya yang kudus. Tatkala kita mengingat Hari Raya Kenaikan sebagai satu hari yang mengingatkan kita tentang ambil bagian dalam Amanat Agung Yesus Kristus, maka dalam merayakan Pentakosta, kita diingatkan agar mempersembahkan kepada Tuhan jiwa jiwa yang telah dimenangkan untuk Tuhan dalam pelayanan kita kepada dunia ini. Ensign Edwin Young menggubah sebuah lagu yang dapat menjadi renungan bagi kita: Sudahkah yang terbaik kuberikan kepada Yesus Tuhanku? Besar pengorbanan-Nya di Kalvari! Diharap-Nya terbaik dariku. Berapa yang terhilang tlah kucari dan kulepaskan yang terbelenggu? Sudahkah yang terbaik kuberikan kepada Yesus Tuhanku! Sekarang kita merenungkan hari hari raya besar dalam ibadah kita. Natal mengingatkan kita akan Imanuel. Allah menyertai kita. Jumat Agung mengingatkan kita dosa dosa kita yang telah diselesaikan di kayu salib oleh Yesus Kristus Tuhan kita. Paskah mengingatkan kita akan kelahiran kita kembali. Kita adalah anggota keluarga Allah. Kita diperdamaikan dengan Allah. Kenaikan Kristus ke surga mengingatkan kita akan tugas Amanat Agung Kristus. Kita terlibat di dalam mengajar dunia ini untuk turut ambil bagian di dalam kerajaan Allah. Pentakosta mengingatkan kita akan persembahan yang kita harus haturkan kepada Tuhan. Jiwa jiwa yang telah dimenangkan untuk Kristus. Pentakosta juga mengingatkan kita akan persekutuan anak anak Allah dari segala etnik, suka kaum dan bahasa di segala zaman. Alangkah indahnya rahasia ibadah kita! 5 Ascension Day Dari semua perayaan dalam ibadah Kristen, maka perayaan Hari Kenaikan Kristus adalah perayaan yang paling sepi. Jika pada perayaan Natal, kita disibukkan oleh persiapan untuk merayakannya, tidak demikian dengan yang satu ini. Dalam merayakan Paskah kita masih disibukkan mengadakan perayaan Paskah itu di luar gedung Gereja. kita masih menyibukkan diri untuk mencari telur Paskah. Dalam merayakan kenaikan Tuhan kita, tidak ada kegiatan ekstra yang kita lakukan. Kita pun tidak berbondong bondong datang ke Gereja sama seperti pada pesta natal dan akhir tahun. Mengapa demikian? Menurut hemat saya secara pribadi, surga adalah sesuatu yang sangat asing bagi kita. Rasa rasanya tidak ada korelasi hidup kita sekarang ini dengan surga. Itulah sebabnya kita tidak merayakannya dengan riang gembira. Jika kelahiran-Nya membuat kita memahami makna Immanuel, Allah berserta kita. Kita bergembira karena sesuatu terjadi di dalam hidup kita. Allah sekarang menyertai kita. Paskah membuat kita lahir baru. Itu yang disuarakan Petrus dalam suratnya yang pertama: “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan: I Pet 1:3. Tetapi hari kenaikan? Rasa rasanya tidak ada kaitannya dengan diri kita sendiri. Oleh karena itu, kita tidak membuat sesuatu di dalam perayaan tersebut. Apa benar, kenaikan Yesus Kristus tidak ada sangkut pautnya dengan diri kita, sama seperti Natal dan Paskah? Tentu saja tidak? Kristus naik ke surga adalah dalam rangka kepentingan kita. Hal ini sangat jelas dikatakan Tuhan Yesus kepada para murid murid tersebut. Ia mengatakan: “Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu” Yoh 16:7. Kenaikan Yesus ke surga adalah dalam rangka kepentingan kita. Ia tidak hanya kembali ke surga setelah menyelesaikan tugas-Nya di dunia ini. Ia pergi ke surga, agar dapat mengutus Roh Kudus datang ke dunia. Sebuah pertanyaan diajukan: mengapa Ia harus pergi ke surga lebih dahulu, setelah itu baru Roh Kudus dicurahkan kepada orang orang percaya? Bukankah Ia dapat memberikan Roh Kudus itu kepada para murid sesudah Ia bangkit? Bukankah Ia telah menghembuskan Roh Kudus itu kepada para murid, tatkala Ia bangkit dari antara orang mati? Cf Yoh 20:22-23. Benar, Yesus telah menghembuskan Roh Kudus kepada para murid. Tetapi Roh Kudus tidak hanya hadir untuk mereka saja. Ia akan diberikan kepada dunia. Sama seperti Yesus Kristus diberikan kepada dunia, maka Roh Kudus pun diberikan kepada dunia. Bukan hanya untuk orang yang percaya. Agar hal itu dapat terlaksana, maka Yesus harus naik ke surga lebih dahulu. Kita mengajukan pertanyaan lain lagi. Apa hubungan kenaikan ke surga itu dengan datangnya Roh Kudus bagi dunia? Menurut hemat saya secara pribadi, hal itu berhubungan dengan karya Tuhan di kayu salib. Tuhan Yesus mengatakan dalam Injil Yohanes, “Dan kalau Ia datang, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman; akan dosa, karena mereka tetap tidak percaya kepada-Ku; akan kebenaran, karena Aku pergi kepada Bapa dan kamu tidak melihat Aku lagi” Yoh 16:8-10. Tuhan Yesus menghubungkan kenaikan-Nya ke surga dengan kebenaran. Apa artinya? Yesus berkarya di dunia ini. Ketika Ia naik ke surga dan diterima di sana, itu berarti karya-Nya itu diterima surga. Jadi kenaikan-Nya ke surga adalah sebuah jaminan bagi kita, apa yang dilakukannya bagi kita diterima Allah di surga. Jika karya-Nya tidak diterima, maka Ia tidak akan diterima di surga. Kita bersyukur, Ia diterima di surga. Dengan demikian, kita pun akan diterima di surga kelak. Karena Ia telah diterima di surga, maka Ia dapat mengutus Roh Kudus ke dalam dunia untuk melanjutkan karya-Nya itu di dalam hati setiap orang yang mendapat kasih karunia di mata-Nya. Jadi kenaikan-Nya ke surga, ada kaitannya dengan keberadaan kita sebagai orang percaya. Itulah sebabnya kita bersukacita. Yesus telah naik ke surga. Ia menjadi jaminan bagi kita. Satu hari kelak, kita akan diterima di sana. Bahkan lebih dari itu lagi, kita mendapat jaminan, bahwa Roh Kudus diberikan kepada kita. Sebab Ia pergi ke sana dalam rangka mengutus Roh Kudus untuk mendiami hati setiap orang percaya. Dari mana saya tahu bahwa Roh Kudus telah hadir di dalam hidupku? Jaminannya ialah: saya percaya bahwa Tuhan Yesus telah naik ke surga. Karena Ia sudah naik, maka Roh Kudus sudah turun dan mendiami hatiku. Jadi jaminan itu bukan terletak di dalam diri kita, melainkan terletak di dalam Yesus yang telah naik ke surga. Betapa pentingnya bagi kita Yesus naik ke surga. Tidak ada artinya Ia lahir, mati dan bangkit dari antara orang mati, jika Ia tidak naik ke surga. Sebuah pertanyaan masih harus di jawab: mengapa Ia harus menghabiskan waktu 40 hari dulu di dunia ini, barulah Ia naik ke surga? Sejenak kita merenungkan makna angka di dalam Alkitab. Kita tahu, Musa berada di atas gunung Sinai selama 40 hari. Elia berjalan 40 hari dan 40 malam menuju Sinai. Tuhan Yesus berpuasa 40 hari dan 40 malam. Angka ini tentunya punya makna simbolis. Angka itu tidak hanya berbicara tentang sisi nominalnya saja. Angka dalam pemahaman Alkitab berbicara tentang simbol. Misalnya angka 1 berbicara tentang Allah yang esa. Hal itu terlihat dalam pengakuan iman orang Israel dalam Ul 6:4. Paulus berbicara tentang satu Tuhan satu Bapa dan satu babtisan dalam Ef. 4:4-6. Angka 2 berbicara tentang kesaksian. Yesus mengatakannya dalam Yoh 8:17 “Dan dalam kitab Tauratmu ada tertulis, bahwa kesaksian dua orang adalah sah”. Tatkala Yesus bangkit dari antara orang mati, ada dua malaikat yang duduk di atas batu yang menutup kubur Yesus. Angka 3 berbicara tentang keilahian Allah. Kita mengenal Allah Trinitatis. Angka 4 berbicara tentang bumi ini. Hal ini dapat kita lihat dari Wahyu 7:1 “Kemudian dari pada itu aku melihat empat malaikat berdiri pada keempat penjuru bumi dan mereka menahan keempat angin bumi, supaya jangan ada angin bertiup di darat, atau di laut atau di pohon-pohon”, juga Yes 11:12. Jadi angka 4 berbicara tentang bumi ini. Sementara angka 10 berbicara tentang kesempurnaan. Lihatlah kedua tangan kita, bukankah seluruh jari jari itu adalah 10? Kedua tangan kita itu lengkap, sempurna. Angka 40 datang dari kelipatan 4 dengan sepuluh. Jadi 40 maksudnya ialah: bumi ini dengan segala kesempurnaannya. Yesus naik ke surga setelah 40 hari menunjuk kepada kesempurnaannya menampakkan diri kepada dunia ini dengan segala yang ada di dalamnya. Kita tahu, ia menampakkan diri kepada para murid itu sebanyak 10 kali. Untuk pertama kalinya Ia menampakkan kepada perempuan yang datang pagi pagi benar ke kubur itu (Mat 28:9). Penampakan kedua kepada Maria Magdalena (Yoh 20:16-17). Penampakan ketiga kepada murid yang pergi ke Emmaus (Luk 24:23-32). Penampakan keempat kepada kedua belas murid tanpa Tomas (Yoh 20:19-23). Penampakan kelima kepada murid murid dengan Tomas. (Yoh 20:24-29). Penampakan ke enam kepada murid murid di Danau Galilea (Yoh 21:1-14). Paulus menambahkan lagi, penampakan yang ketujuh kepada kefas – Petrus maksudnya. Penampakan ke delapan kepada Yakobus. Penampakan kesembilan kepada 500 orang sekaligus (I Kor 15:5-7).penampakan kesepuluh tatkala Ia naik ke surga (Mat 28:16-20). Penampakan sebanyak sepuluh kali itu juga bermakna: secara sempurna menurut Dia, Ia telah menampakkan diri kepada orang orang yang perlu bagi mereka Ia menampakkan diri. Dari kesepuluh kali itu ada dari antaranya tidak kita tahu, karena tidak dicatat Alkitab. Yesus menampakkan diri kepada Petrus dan Yakobus kita tahu dari Paulus. Demikian juga dengan 500 orang. Injil tidak mencatat peristiwa ini. Namun Yesus menampakkan diri kepada mereka. Sebagaimana telah kita uraikan di atas, angka dalam pemahaman Alkitab mengungkapkan sesuatu bagi kita. Angka dua berbicara tentang kesaksian. Menurut Kitab Wahyu Yesus Kristus adalah saksi yang setia (Why 1:5). Ia adalah pribadi yang kedua dari Trinitatis. Jadi, tatkala Ia bangkit dari antara orang mati, Ia menyaksikan diri kepada bumi ini dengan segala isinya. Bagaimana Ia menyaksikan diri-Nya, kita tidak tahu, kecuali kepada orang orang yang sudah kita catat di atas. Yesus naik ke surga setelah 40 hari dari kebangkitan-Nya kita tahu berdasarkan laporan Lukas dalam kitab Para Rasul. Lukas berkata: “Kepada mereka Ia menunjukkan diri-Nya setelah penderitaan-Nya selesai, dan dengan banyak tanda Ia membuktikan, bahwa Ia hidup. Sebab selama empat puluh hari Ia berulang-ulang menampakkan diri dan berbicara kepada mereka tentang Kerajaan Allah” Kis 1:3. Esensi dari penampakan diri itu ialah: Yesus hidup! Dunia tahu bahwa Ia sudah mati tergantung di kayu salib. Untuk itu Ia menampakkan diri dan memberi kesaksian pada dunia ini bahwa Ia hidup. Pada waktu Ia menampakkan diri, Ia berbicara tentang kerajaan Allah. Setelah tugas menjadi saksi akan kebangkitan-Nya, barulah Ia naik ke surga. Tatkala Ia naik ke surga, Ia juga membuat statement yang sangat besar. Ia berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi” Mat 28:18. Penguasa di bumi ini sebelumnya ialah: maut! Semua tunduk kepada maut. Dengan kebangkitannya dari orang mati, maut telah dikalahkan. Maut tidak bisa menahan Yesus terus berada di dalam alam maut itu sendiri. Jadi kuasa atas bumi ini tidak lagi berada di dalam maut, tetapi berada di tangan Yesus. Dia menyaksikan itu kepada bumi ini selama 40 hari lamanya. Setelah Ia mengambil alih kuasa di bumi ini, Ia mengutus para murid untuk pergi ke seluruh dunia. Para murid mengambil alih tugas menjadi saksi itu ke dalam dunia kehidupan mereka sehari hari. Yesus memberi Amanat Agung-Nya pada saat Ia naik ke surga. Amanat Agung itu dapat kita lihat dari dua sisi. Sisi pertama ialah: proklamasi. Injil diberitakan secara verbal, sebagaimana diutarakan oleh Injil Matius 28:19-20. Yesus menugaskan para murid untuk mengajar dunia ini melakukan apa yang diperintahkan-Nya kepada para murid itu. Sisi yang kedua ialah: afirmasi. Apa yang diproklamasikan itu diteguhkan melalui kesaksian hidup kita. Yesus mengatakan hal itu dalam Kisah 1:8. Jadi, kenaikan Kristus ke surga, sangat erat dengan pengutusan kita ke dalam dunia ini untuk memberitakan Injil dan menyaksikannya melalui kehidupan kita yang nyata. Ada seorang pedangang mas yang menuturkan kisah pertobatannya sebagai berikut: ia punya seorang anak yang ia masukkan ke sekolah Taman Kanak Kanak pada sekolah Kristen. Ia sendiri bukan Kristen. Anaknya itu diajari di sekolahnya berdoa pada Tuhan Yesus. Sang Bapa ini mewajibkan dirinya dan keluarga untuk makan malam bersama tiap hari. Satu malam, anaknya itu bertanya kepada bapanya sebelum mereka santap malam. Ia berkata: “Pa, bolehkah saya berdoa dulu sebelum makan”? Bapa itu berkata: “boleh”! Lalu anak itu mengucapkan doa yang sangat sederhana, yakni: “Tuhan Yesus, buatlah papa dan mama Kristen! Berkati makanan ini. Amin”. Sesuatu yang luar biasa dari anak ini ialah: ia setia mendoakan doa yang sama sejak ia duduk di bangku kelas satu Sekolah Dasar, hingga ia dudik di bangku kelas enam. Pada pertengahan tahun, sang bapa itu datang kepada saya dan berkata: “Pak, saya mau menjadi Kristen”. Lalu saya mengajukan pertanyaan: “apa yang mendorong bapa mau menjadi Kristen”? Bapa itu lalu menuturkan kisah yang di atas. Kesetiaan anak kecil itu mendoakan bapa dan ibunya agar menjadi Kristen, menghasilkan buah yang kekal. Orang tuanya menjadi orang percaya. Sang anak menyaksikan imannya di hadapan orang tuanya. Ia membuat affirmasi atas kesaksiannya itu melalui kesetiaan mendoakannya tiap tiap hari. jika anak itu bisa menyaksikan imannya, mengapa saya tidak bisa? Kenaikan Tuhan Yesus ke surga membuat Roh Kudus turun. Roh Kudus memampukan setiap orang percaya untuk memproklamirkan Injil dan membuat affirmasi atas Injil yang diproklamirkan. Tatkala kita merayakan hari kenaikan, maka seyogianya kita membuat sebuah kampanye pekabaran Injil melalui kesaksian nyata atau melalui pemberitaan Injil bukan hanya di dalam ruang gedung Gereja. semua orang mampu memberitakan Injil. Karena Roh Kudus telah turun dan memberikan kemampuan kepada kita untuk melakukan tugas itu. Sayang, tugas untuk memberitakan Injil itu tidak lagi kita pahami sebagai tugas orang Kristen. Tugas itu telah kita serahkan kepada para pendeta kita. Sehingga kita tidak lagi turut ambil bagian di dalam penginjilan. Saya pernah membaca di media masa wawancara wartawan dengan penduduk Korea Selatan yang Kristen. Sebuah pertanyaan diajukan kepada mereka: apa reaksi saudara jika orang Korea Utara menyerbu ke Korea Selatan. Banyak di antara orang Kristen itu mengatakan: biar saja mereka datang, kita akan memberitakan Injil kepada mereka. Orang orang yang mengatakan perkataan itu bukan para pendeta, tetapi anggota jemaat biasa. Apakah saudara terlibat dalam arak arakan melaksanakan Amanat Agung Kristus? Dengan apa saudara terlibat? 6 ADVENT Kata Advent artinya secara harfiah ialah: kedatangan. Kata itu berasal dari bahasa Latin, Adventus. Minggu Advent adalah permulaan Minggu dalam penanggalan tahun Gereja. Pada hakekatnya kita harus menyapa sesama pada Minggu itu: “Selamat tahun baru!”. Minggu Advent dirayakan selama empat Minggu sebelum hari Natal. Biasanya dimulai pada Minggu yang paling dekat pada tanggal 30 Nopember. Pada tahun ini Advent tepat dimulai tanggal 30 Nopember 2008. Masa Advent dimulai tanggal 30 Nopember hingga tanggal 24 Desember. Sebagaimana diatur di dalam Almanak HKBP, kain penutup altar berwarna violet. Warna ini mengajarkan kepada kita bahwa dalam Minggu Advent yang berlangsung selama empat minggu, jemaat diajar agar menyesali dosa-dosanya. Pembacaan Alkitab untuk Minggu Advent akan mencerminkan penekanan pada Kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya, termasuk tema-tema dari tanggung-jawab untuk setia pada Dia yang akan datang itu; penghakiman di dosa, dan harapan tentang hidup kekal. Gereja mamahami bahwa hari Natal tidak dapat dipisahkan dari penyaliban Kristus di Golgatha. Firman yang telah menjadi daging dan tinggal di antara kita, untuk menyatakan kasih karunia Allah kepada manusia. Puncak dari pelayanan-Nya ialah: kematian dan kebangkitan-Nya dari antara orang mati. Dalam rangka mencerminkan semua pengajaran tersebut, Gereja memulai Minggu Advent dengan pertobatan. Menurut DR. A A Sitompul dalam bukunya Bimbingan Tata Kebaktian Gereja mengatakan: “Teologia minggu Advent yang selalu ditekankan dalam khotbah adalah sebagai berikut: Advent pertama: Perjanjian yang ada dalam Perjanjian Lama digenapi oleh Yesus. Di Minggu Advent itu, lilin dinyalakan. Sayang, banyak di antara anggota jemaat tidak memahami makna dari lilin tersebut. Gereja kita hanya menyalakan lilin di Minggu Advent. Tentunya hal ini punya makna. Di Gereja Barat, lilin ini berwarna warni. Sayang, Gereja kita hanya menyalakan lilin tanpa menentukan warna dari lilin tersebut. Saya takut, kita tidak mengerti makna dari lilin ini, sehingga kita asal saja menyalakannya. Soalnya hal itu sudah dari sananya begitu. Tradisi belaka, tanpa makna. Gereja Barat menyalakan lilin violet, pada Minggu Advent pertama. Dengan lilin yang menyala, kita diingatkan akan firman Tuhan Yesus yang mengatakan: “Akulah terang dunia”. Menurut Pdt DR A A Sitompul, adapun nas khotbah yang dikhotbahkan di Minggu ini ialah: perjanjian yang ada dalam Perjanjian Lama digenapi di dalam Kristus Yesus. Pada waktu Dia datang untuk pertama kalinya, Ia membebaskan umat manusia. Di Minggu Advent kedua, lilinnya tetap warna violet, warna ini berbicara tentang pertobatan, tetapi juga makna kerajaan. Pakaian kebesaran seorang Kaisar pada zaman dahulu adalah warna violet. Dalam Minggu Advent, Gereja Katolik masih memakai warna ini untuk pakaian kebesaran dari para uskup dan kardinalnya. Lilin Minggu Advent ini mengingatkan kita, bahwa Allah memanggil kita menjadi terang bagi bangsa-bangsa, sebagaimana disuarakan Nabi Yesaya: "Aku ini, TUHAN, telah memanggil engkau untuk maksud penyelamatan, telah memegang tanganmu; Aku telah membentuk engkau dan memberi engkau menjadi perjanjian bagi umat manusia, menjadi terang untuk bangsa-bangsa, untuk membuka mata yang buta, untuk mengeluarkan orang hukuman dari tempat tahanan dan mengeluarkan orang-orang yang duduk dalam gelap dari rumah penjara” Yes 42:6-7. Pemberitaan firman dalam minggu ini masih menurut Sitompul: kesaksian dan pekerjaan Yohanes Pembabtis sebagai pendahuluan dari kedatangan Yesus. Sebagai respon, maka kita seharusnya bertobat dan menyesali dosa-dosa yang kita perbuat, serta berbuat sebagaimana diharapkan Tuhan. Pada Advent ketiga, warna lilinnya telah berubah menjadi warna merah muda. Lilin ini menggambarkan adanya sukacita di dalam menyambut dia yang akan datang itu. Lilin ini juga mengingatkan kita akan kegembiraan dari pertobatan yang kita lakukan di dalam Minggu Advent. Pada Minggu ini diberitakan pengharapan akan kedatangan Yesus yang kedua kalinya, sebagai hari penghakiman. Gereja Barat mengganti warna tutup altar dari warna violet menjadi warna merah muda. Suatu perubahan dari penyesalan dosa ke arah perayaan, karena Tuhan telah mengampuni dosa-dosa kita. Di sisi lain, DR A A Sitompul menjelaskan bahwa keempat Minggu Advent itu adalah minggu pertobatan, olehkrn itu warna tutup altar tetap violet. Pada Minggu Advent keempat lilinnya tetap yang merah muda. Suatu gambaran akan sukacita akan kedatangan Kristus yang dirayakan pada hari Natal. Sitompul mengatakan bahwa nas khotbah di Minggu ini ialah: hari penghakiman. Sementara menurut Almanak HKBP tahun 2008 nas khotbah berbicara tentang Imanuel. Pada Minggu itu kita mengingat kedatangan Tuhan di kota Betlehem dan menjadi Juru Selamat dunia. Setelah empat Minggu berturut-turut, maka kita merayakan hari Natal Yesus Kristus dan Tahun Baru. Advent ditandai oleh suatu roh harapan, antisipasi, persiapan, kerinduan akan penggenapan janji-janji Allah. Pada Minggu itu kita merindukan kelepasan dari kejahatan-kejahatan dunia. Kita mengingat kelepasan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir, tatkala mereka menjerit karena penindasan yang mereka alami. Kelepasan itu dikerjakan Allah di sepanjang zaman. Kita tahu bagaimana iman Kristen membebaskan dunia dari perbudakan atas umat manusia. Kita juga ingat bagaimana Allah melalui para missionaris-Nya membebaskan orang Batak dari kegelapan dan masuk ke dalam terang Tuhan yang ajaib. Bagian dari pengharapan itu juga mengantisipasi adanya satu penghakiman atas dosa dan semua umat manusia diperhadapkan kepada tanggung-jawab di depan Allah. Kita merindukan Allah datang dan menetapkan dunia benar! Sayang seribu kali sayang, semua yang dibicarakan di atas tidak lagi dilakukan oleh Gereja kita sekarang ini. Jemaat sudah disibukkan dalam acara Natal di luar kebaktian resmi yang diadakan pada tanggal 24 – 26 Desember. Celakanya Gereja melayani keinginan anggota jemaat tersebut, sehingga hilanglah makna dari Minggu Advent. Sekalipun pada Minggu Advent lilin dinyalakan, para pengkhotbah pun tidak lagi menggubris makna dari lilin tersebut. Hal inilah yang membuat makna dari Minggu Advent jadi sirna dari iman warga HKBP menurut hemat saya secara pribadi. Berbeda dengan HKBP, Gereja Katolik setia di dalam merayakan Minggu Advent. Mereka tidak membenarkan diadakannya perayaan natal sebelum tanggal 27 Desember. Makna Advent tetap mereka pelihara. Bahkan pada Minggu Advent puasa diadakan. Kembali ke HKBP. Mungkin sama seperti makna Advent sirna, makna Natal pun sudah mulai sirna. Natal sekarang sudah sangat berbeda dengan apa yang disuarakan Alkitab. Kita kehilangan makna, yang tinggal hanyalah sebuah pesta. Pesta tanpa makna! Perayaan Iman Kristen Oleh: St Hotman Ch. Siahaan 1 N A T A L Perayaan Iman Kristen Oleh: St Hotman Ch. Siahaan 1 N A T A L Natal pada hakekatnya senantiasa membawa pembaharuan di dalam kehidupan umat manusia di dunia ini. Natal menurut Martin Luther adalah mujizat terbesar di sepanjang sejarah umat manusia. Sebab di dalam peristiwa natal itu, satu mujizat paling akbar telah terjadi. Allah menjadi manusia dan Dia tinggal bersama dengan kita. Ia diberi nama Imnanuel. Natal yang sederhana, telah terjadi lebih dari dua ribu tahun yang lalu itu. Natal yang dilakukan manusia sekarang ini, jadi sangat berbeda dengan tujuannya semula. Sekarang Natal telah jadi bisnis yang menggiurkan bagi para pedagang di seantero dunia. Tatkala bisnis mengambil peran di dalam perayaan Natal, maka hakekat Natal itu sendiri pun jadi hilang. Tinggallah hanya perayaannya yang semarak dan menghasilkan keuntungan yang segudang. Dimanakah tempat Kristus yang kelahirannya dirayakan dalam natal bisnis dari para pedagang? Bukankah barang dagangan yang menjadi sorotan utama? Rasa-rasanya semua pedagang mempergunakan kesempatan itu untuk menjual sebanyak mungkin barang dagangan mereka melalui perayaan Natal. Natal pun dirayakan oleh sekelompok masyarakat tertentu. Natal bagi kelompok masyarakat ini pun membawa pembaharuan dalam tradisi mereka. Diceriterakan orang, di negeri sakura sekalipun, natal dirayakan, kartu Natal pun beredar di seantero negeri. Natal membawa perubahan tradisi di negeri Sakura. Tetapi Kristus yang dirayakan kelahiran-Nya itu, entah ada atau tidak dalam hati dari tiap orang yang mengirimkan kartu Natal dengan ucapan selamat hari Natal. Mereka tidak mengenal Kristus, tetapi merayakan hari kelahiran-Nya. Apakah masih dapat dikatakan mereka merayakan hari kelahiran-Nya? Bukankah mereka tidak mengenal Dia! Jadi natal bagi mereka mungkin bukan perayaan kelahiran Kristus! Mereka hanya menduplikasi apa yang lazim di negeri barat sana! Di negeri barat, Natal begitu semarak dirayakan orang. Namun mungkin Tuhan tidak ada di dalam tradisi mereka. Lihatlah lagu Natal yang sangat mendunia: Jingle Bells, White Christmas, Santa Claus is Coming to Town. Tak satu pun dari lagu itu yang berceritera tentang Tuhan yang lahir dan dirayakan kelahiran-Nya pada Natal tersebut. Orang mengira nyanyian itu adalah lagu Natal, lagu yang membicarakan Kristus yang lahir di kandang domba di Betlehem dua ribu tahun yang lalu. Ternyata tidak! Lagu itu memang Christmas Carol. Tetapi Christmas yang tidak ada sangkut pautnya dengan Kristus sendiri. Ironisnya, Gereja pun menganggap demikian, sehingga ada satu paduan suara yang menyanyikan lagu: Merry Christmas dalam satu ibadah Natal resmi yang diselenggarakan Gereja tersebut. Hati saya sedih, sebab kisah yang kudengar di dendangkan dalam lagu itu ialah: selamat hari natal, lalu orang tersebut berceritera tentang makanan lezat dari ayam turkey dan juga berceritera tentang mistle toe yang tidak dikenal Alkitab dan juga tidak aku kenal di sepanjang hidup ini. Menyedihkan memang! Natal tidak lagi ada di sekitar bayi mungil Betlehem yang sangat sederhana itu. Natal di tanah Batak tatkala aku kecil, itu pun identik dengan pakaian baru dan pohon terang yang menjadi hiasan di tiap rumah. Lalu ibu-ibu sibuk memasak kue yang pada waktu itu setiap rumah punya kewajiban untuk membuat kue yang namanya: kembang loyang. Tiada Natal tanpa kue tersebut. Anak-anak merayakan pesta natal dan mengucapkan ayat-ayat liturgi. Menyanyikan lagu: pohon terang, pohon terang...” dan lain sebagainya. Dimanakah Kristus yang lahir itu dalam perayaan masyarakat dulu dan sekarang? Bukankah tekanan utama sudah terletak dalam perayaan? Jadi tidak ada lagi perenungan dalam ibadah tersebut, tidak ada lagi sukacita yang luar biasa seperti yang dialami oleh ketiga orang majus tatkala meninggalkan kandang domba di Betlehem. Natal yang dilaporkan Alkitab sungguh sangat sederhana. Tidak ada sorak sorai, tidak ada nyanyian para bala tentara surga. Suasana hening di tengah malam yang sunyi itu, hanya disertai ternak yang menyaksikan Sang Putra Allah datang ke dunia ini. Namun kedatangannya menghasilkan perubahan yang sangat nyata hingga sekarang, setelah ribuan tahun masa yang dilalui Natal pertama itu. Joseph Mohr menggambarkan suasana itu dalam keheningan malam, sebagaimana disuarakan nyanyian yang mendunia ini: Malam kudus, sunyi senyap, dunia terlelap. Hanya dua yang tinggal terus, ayah bunda mesra dan kudus, Anak tidur tenang, Anak tidur tenang. Gambaran suasana yang sangat hening dan tentunya mereka merenungkan apa makna dari peristiwa itu di dalam hidup mereka. Maria disebut Alkitab merenungkan perkataan malaikat itu setelah ia ditinggalkannya. Natal di dahului minggu Advent. Minggu yang mengingatkan kita akan kedatangan Yesus yang kedua kalinya sebagai Hakim Yang Agung. Ia datang sebagaimana kita utarakan dalam Pengakuan Iman Rasuli: “Untuk menghakirmi orang yang hidup dan yang mati”. Natal adalah saat untuk merenungkan makna kedatangan Kristus itu dalam konteks kedatangan-Nya yang kedua kalinya. Jadi natal harusnya sepi dari hiruk pikuk dunia. Natal warna kentalnya adalah kesederhanaan. Tetapi manusia tidak puas dengan yang sederhana. Kita ingin semarak dan kegemerlapan suasana. Itulah sebabnya natal sekarang jadi hingar bingar. Aku bertanya di dalam hati: “jangan –jangan Tuhan sudah berfirman seperti disuarakan-Nya melalui Nabi Amos: “Sungguh, apabila kamu mempersembahkan kepada-Ku korban-korban bakaran dan korban-korban sajianmu, Aku tidak suka, dan korban keselamatanmu berupa ternak yang tambun, Aku tidak mau pandang. Jauhkanlah dari pada-Ku keramaian nyanyian-nyanyianmu, lagu gambusmu tidak mau Aku dengar. Tetapi biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir” Amos 5:22-24. Nyanyian kita dalam merayakan natal sungguh sangat merdu, persembahan pun sungguh sangat banyak dipersembahkan orang dalam merayakan natal. Pengalaman dari melihat laporan pemasukan keuangan di Gereja di bulan Desember menunjukkan bahwa pada masa Natal dan tahun baru, persembahan jemaat sungguh meningkat sangat fantastis. Pengurus Gereja tentunya sangat senang dengan hal itu. Tetapi apakah Tuhan senang? Nabi Yesaya juga menyuarakan hal yang sama: “Jangan lagi membawa persembahanmu yang tidak sungguh, sebab baunya adalah kejijikan bagi-Ku. Kalau kamu merayakan bulan baru dan sabat atau mengadakan pertemuan-pertemuan, Aku tidak tahan melihatnya, karena perayaanmu itu penuh kejahatan. Perayaan-perayaan bulan barumu dan pertemuan-pertemuanmu yang tetap, Aku benci melihatnya; semuanya itu menjadi beban bagi-Ku, Aku telah payah menanggungnya” Yes 1:13-14. Sungguh sangat menyedihkan. Tuhan muak dengan perayaan orang beriman. Tuhan tidak menyukai persembahan dari mereka yang menyebut dirinya umat Tuhan. Mengapa? Karena Tuhan tidak menemukan apa yang diharapkannya ada di dalam perayaan umat-Nya itu, yakni keadilan dan kebenaran sebagaimana disuarakan Nabi Amos. Atau seperti yang dimintakan oleh Nabi Yesaya: “Usahakanlah keadilan, kendalikanlah orang kejam; belalah hak anak-anak yatim, perjuangkanlah perkara janda-janda”. Ada sebuah kisah dalam tradisi saudara kita muslim yang berisikan pengajaran Tuhan Yesus. Alkisah tatkala orang Israel berada di gunung Sinai, Allah berfirman kepada Musa, Ia akan datang ke perkemahan mereka tatkala sholat Jumat diadakan. Musa memberitahukan hal itu kepada umatnya. Tatkala mereka sedang mempersiapkan sholat jumat, Musa meminta agar seluruh kaum pria membawa air untuk dipakai sebagai air wudhu. Musa pun turut membawa air. Pada waktu ia sedang membawa ember berisi air, ada seorang lelaki tua yang meminta agar air itu diberikan kepadanya. Musa m…
|
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Rumah Allah
Rumah Allah Ibrani 3:6 Tetapi Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya; dan rumah-Nya ialah kita, jika kita sampai kepada akhi...
-
MAKNA DARI IBADAH MINGGU DI GEREJA HKBP St. Hotman Ch. Siahaan Pendahuluan HKBP merupakan bagian dari persekutuan Gereja Lutheran sedunia...
-
Hypoglikemia ketiga Untuk ketiga kalinya Tiur mengalami penurunan kadar gula di dalam darah untuk ketiga kalinya. Tatkala ia menjalani ...
-
Makalah yang disajikan penyaji di retreat Parhalado HKBP Menteng Jakarta MUSIK LITURGI HKBP Harta Karun Yang Terancam Punah ? ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar