20/07/20

HKBP YANG AKU KENAL

HKBP YANG AKU KENAL

Oleh: St. Hotman Charles Siahaan

Gedung Gereja

Hari ini aku akan beribadah di Gereja. sesampainya di halaman gedung Gereja, aku melihat tampilan gedungnya. Aku sadar, gedung Gereja beraneka bentuk bangunannya. Bangunan Gereja dibuat tidaklah hanya memikirkan keindahan semata mata. Gedung Gereja dibangun dengan sebuah pemahaman tentang iman. Gedung itu sendiri berbicara kepada kita tentang iman dari mereka yang beribadah di dalam gedung tersebut. Sayang seribu kali sayang, orang orang modern sekarang ini hanya memikirkan dari sudut pandang estetika. Jika kita menanyakan para arsitektur bangunan, pastilah mereka mengajarkan kepada kita filosofi dari bangunan yang sedang mereka rancang.

Kita sering menyebut gedung tempat kita beribadah dengan sebutan Gereja. pada hal Gereja bukan gedung. Gereja sebagaimana pengakuan iman rasuli yang senantiasa kita kumandangkan setiap kali kita beribadah mengatakan: “Gereja adalah persekutuan orang orang kudus”. Jadi teringat akan nyanyian sekolah minggu: “Gereja bukanlah gedungnya, bukalah pintunya, lihat ke dalamnya, Gereja adalah orangnya”. Ada istilah di dalam bahasa Inggris yang menunjuk kepada gedung. Kata itu ialah: ‘sanctuary’. Kata ini berasal dari bahasa Latin yang artinya ialah: tempat kudus. Saya memakai istilah gedung Gereja dalam tulisan ini.

Gedung Gereja tua, pada umumnya memiliki menara seperti kerucut. Ada pun makna dari menara yang mengerucut itu ialah: ibadah yang dilaksanakan dalam gedung tersebut membubung naik hingga ke surga. Gedung Gereja GPIB pada umumnya di atas kerucut itu ada replika ayam. Hal ini tentunya mengingatkan peristiwa Petrus menyangkal Tuhan Yesus dan disadarkan oleh kokok ayam. Jadi tatkala orang melihat gedung Gereja dengan replika ayam tersebut, orang diingatkan agar tidak menyangkal Tuhan Yesus di dalam kehidupan sehari hari. gedung mengajarkan sesuatu kepada kita.

Gedung Gereja HKBP yang dibangun oleh para missionar umumnya berarsitektur Gotic. Arsitektur ini menonjolkan keagungan Allah. Jika kita masuk ke dalam gedung dan menengok ke atas, maka plafonnya dibuat tinggi dan melengkung. Ajaran yang mau disampaikannya ialah: setiap orang yang masuk ke dalam ruangan itu diperhadapkan kepada sesuatu yang besar dan agung. Hasilnya ia merasa kecil di hadapan Allah yang hadir di dalam ruangan dan ibadah yang diadakan di dalam gedung tersebut.

Lampu kristal tidak diperkenankan ada menggantung di dalam ruangan tersebut. Mengapa? Lampu  kristal itu membuat orang yang ada di dalam ruangan itu menjadi besar, melalui sinar lampu yang ada di kristal tersebut. Pada hal tujuan kita datang menghadap Allah Yang Maha Besar. Sementara diri kita hanya mahluk yang kecil. Namun, kita melihat banyak Gereja memakai kristal di dalam ruangan gedung Gereja. mereka mementingkan hiasan yang mahal. Bukan pengajaran tentang iman. Atau mungkin ditopang oleh ketidaktahuan. Lampu kristal biasanya digantung di hotel hotel mewah. Akibatnya pengujung merasa dirinya besar, lalu siap untuk membayar harga yang mahal. Sekarang gedung Gereja di perkotaan telah banyak mengalami perubahan. Situasi dan tempat mempengaruhi perubahan tersebut. Namun satu hal yang pasti ialah: para arsitek kita seharusnya dapat menampilkan sesuatu yang agung dalam gedung Gereja, sekalipun ruangan tidak lagi dapat dibuat besar sebagaimana gaya Gotic.

Memang, menurut para ahli, di dalam ibadah yang kita laksanakan, senantiasa ada dua hal yang harus kita dapatkan. Pertama, didache – pengajaran – sementara yang kedua ialah: marturia – kesaksian. Kedua hal itu tidak hanya didapatkan melalui khotbah yang disampaikan oleh pendeta kita. Kedua hal itu juga kita dapatkan melalui bangunan dan interaksi sesama anggota jemaat di komplek gedung tersebut. Sering saya bertanya di dalam hati: apakah orang masih peduli dengan hal hal seperti ini. Apakah para parhalado HKBP masih peduli akan hal ini. Atau, apakah mereka mengerti akan hal ini?

Pada umumnya, tatkala pintu gedung Gereja itu terbuka, langsung kita dapat melihat altar di ujung sana. Hal ini mengajarkan sesuatu pada setiap orang yang datang ke dalam ibadah. Ia datang untuk berjumpa dengan Allah yang dikenalnya dalam Yesus Kristus Tuhannya. Menurut syair dari nyanyian dalam Buku Ende nomor 18, “Ungkap bahal na ummuli bagas ni Debatangki, ai tu si do au naeng muli, ganup jumpang minggu i, hulului do di si, bohi ni Debatangki”, ibadah yang dilakukan di dalam gedung itu ialah sebuah perjumpaan dengan Allah yang kita kenal. Kata yang harus direnungkan dalam syair itu ialah: hulului – kucari. Pemazmur mengatakan: Carilah TUHAN dan kekuatan-Nya, carilah wajah-Nya selalu! I Taw 16:11.

Tatkala kita melakukan ibadah kepada Tuhan Raja di atas segala raja, Tuhan atas segala tuan, maka seluruh perhatian haruslah ditujukan kepada-Nya semata mata. Untuk itu bangunan Gereja tidak boleh memiliki banyak pernik pernik di dalamnya. Semua pernik pernik itu akan mengalihkan perhatian kita dari Tuhan yang kepada-Nya kita datang beribadah. Pusat perhatian kita adalah altar. Kita akan membicarakan hal ini dalam hari kedua. Saya melihat banyak gedung Gereja HKBP yang memiliki beberapa sudut. Sudut itu memang diperlukan untuk mengalirkan udara ke dalam ruangan. Tetapi hal itu membelotkan hati kita pada penyembahan kepada Allah. Pusat perhatian adalah altar. Sementara dengan adanya sudut sudut itu, akan mengalihkan perhatian saya dari altar itu sendiri. Arsitek gedung Gereja haruslah seorang teolog. Sehingga ia mengerti apa makna dari gedung yang sedang ia rancang, dan ia pun dapat membuat orang yang beribadah di dalamnya memiliki rasa nyaman.

Gereja Katolik menghias ruangan tempat mereka beribadah dengan membuat gambar gambar yang mengingatkan anggota jemaat akan satu peristiwa di dalam sejarah keselamatan. Katolik Ortodoks menempatkan ‘ikon’ di sekeliling ruangan. Hal ini mereka buat di dalam rangka mengingatkan anggota jemaat yang hadir akan peristiwa yang ada di dalam sejarah keselamatan yang dikerjakan Allah di dalam dunia ini. Tujuan akhir dari seluruh hiasan itu ialah; mengingatkan anggota jemaat akan iman yang sudah dirangkulnya. Dengan melihat gambar dan ikon, bahkan patung itu, mereka tetap fokus pada perjumpaan dengan Tuhan.

Di gedung Gereja HKBP Menteng, dibuat gambar gambar dari gelas kaca di sekeliling dinding ruangan tersebut. Hal ini dimaksudkan sama seperti yang sudah diutarakan di atas. Bagaimana supaya kita fokus atas perjumpaan dengan Tuhan. Di sinilah letak permasalahan yang saya soroti. Gedung Gereja dirancang tidak dalam perspektif mengajarkan sesuatu pada anggotanya. Pada hal, segala sesuatu yang ada di dalam gedung itu dirancang untuk dipersembahkan kepada Tuhan. Material dan non material. Ibadah yang dilaksanakan dengan penghayatan yang benar atas segala sesuatu yang ada di dalamnya.

Beribadah menurut hemat saya secara pribadi ialah: menemukan Tuhan untuk menikmati persekutuan dengan Dia. Dalam persekutuan dengan Tuhan, saya juga menikmati persekutuan dengan sesama. Tatkala Tuhan kucari di dalam ibadah itu, aku menemukan-Nya. Jadi ibadah Minggu itu adalah sebuah perjumpaan dengan Tuhan. Gedung Gereja diharapkan menolong saya untuk dapat memusatkan pikiran terhadap perjumpaan itu sendiri. Tetapi sekarang, di dalam gedung Gereja telah banyak asesori dibuat orang. Lampu kristal dibuat orang jadi lampu penerang. Bunga di taruh di atas meja makan Tuhan. Semuanya itu menarik perhatian saya. Tetapi hal itu telah mengalihkan perhatian saya dari Tuhan yang akan ditemui di dalam ibadah tersebut. Mengapa orang menaruh hal hal itu di dalam gedung Gereja? mereka tidak tahu apa makna dari tata letak dari perabotan yang ada di dalam gedung tersebut. Ironisnya, mereka melakukan hal itu untuk Tuhan. Itulah kata kata yang mereka ungkapkan. Namun pemberian mereka itu mengakibatkan Tuhan semakin jauh dari perhatian orang.

Celakanya, orang datang sekarang ke Gereja, esensinya ialah: mendengar khotbah. Jadi semua acara sebelum dan sesudah khotbah tiada artinya. Pada saat seorang pendeta berkhotbah tidak sesuai dengan harapannya, maka orang akan berkata: aku tidak dapat berkat dari ibadah yang aku ikuti pada hari ini. Ia tidak berjumpa dengan Tuhan, bukan karena Tuhan tidak hadir di dalam ibadah itu, melainkan hatinya telah dibelokkan dari Tuhan yang hadir di dalam ibadah itu. Betapa menyedihkan hal ini. Celakanya kita tidak sadar, apa yang kita lakukan justru menjauhkan orang dari Tuhan. Pada hal, kita berusaha untuk mendekatkan orang pada Tuhan melalui gedung Gereja kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rumah Allah

  Rumah Allah Ibrani 3:6 Tetapi Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya; dan rumah-Nya ialah kita, jika kita sampai kepada akhi...