20/07/20

KESELAMATAN ADALAH ANUGERAH






Keselamatan Adalah anugerah

Kasih Karunia

Defenisi dari kasih karunia ialah: sebuah pemberian yang pada dasarnya kita tidak layak untuk menerimanya. Hal itu terlihat di dalam kisah di bawah ini.

Satu keluarga kecil sedang berkendaraan dengan mobil mereka di jalan bebas hambatan. Keluarga kecil ini terdiri dari seorang bapa, ibu dan seorang anak kecil. Si kecil duduk di bangku belakang mobil, sebab demikianlah undang yang berlaku di negeri Paman Sam. Mereka berdendang ria di dalam kendaraan tersebut, seraya menikmati hari libur mereka. Tiba-tiba, sebuah kendaraan trailer yang datang dari arah berlawanan menyeberang batas pemisah dua jalan di jalan bebas hambatan tersebut. Seketika itu juga, mobil kecil yang dikendarai keluarga ini tabrakan dengan truk trailer besar! Suami isteri yang duduk di depan tewas seketika, sementara sang anak yang duduk di belakang masih hidup, namun ia sudah pingsan. Ada orang yang berusaha untuk menarik dia dari rongsokan mobil tersebut, sebelum mobil itu terbakar. Syukur, ia dapat tertolong dan segera di bawa ke rumah sakit. Anak itu ternyata sedang koma
.
Sang kakek diberi tahu, tentang keberadaan cucunya yang sedang koma di rumah sakit. Ia juga diberi tahu bahwa anak dan menantunya sudah meninggal dunia di dalam kecelakaan lalu lintas tersebut. Sesegera mungkin ia mengunjungi cucunya yang sedang dirawat di rumah sakit! Di lubuk hati sang kakek yang sudah sendirian, oleh karena di tinggal isteri, sekarang pun ditinggal anak dan menantunya, sangat marah terhadap supir truk yang sedang mabuk mengendarai truknya. Sang sopir di tahan di dalam penjara.

Sang kakek merenungkan peristiwa tersebut di dalam hatinya. Ia mengingat perkataan Tuhan Yesus di dalam Injil Matius yang mengatakan: “Jika pipi kananmu di tampar orang, berilah pipi kiri”. Supir truk itu telah menampar pipi kanan sang kakek. Maka sebagai orang percaya, ia tidak dapat membalas tamparan tersebut dengan tamparan lagi kepada sang supir! Kakek itu harus memberikan kepada sang supir pipi kirinya. ‘Pipi kiri’ itu adalah sesuatu yang tidak layak diterima oleh supir tadi. Secara normatif yang layak diterimanya ialah: penghukuman. Itulah sebabnya pemerintah menangkap dia dan memasukkan dia ke dalam penjara.

Sekarang sang kakek akan memberikan kepada sang supir apa yang tidak layak diterimanya, yakni: pengampunan. Pengampunan di sini menjadi kasih karunia! Kakek itu mengunjungi sang supir di penjara dan memberitahukan kepadanya bahwa ia adalah orang tua dari keluarga yang mati karena kesalahannya. Ia adalah kakek dari anak yang sedang koma di rumah sakit karena kesalahannya. Namun, ia datang untuk memberitahukan kepadanya bahwa di dalam lubuk hatinya yang paling dalam ada belas kasihan kepadanya dan oleh karena itu ia mengampuni kesalahannya. Itulah kasih karunia.

Dosa

Alkitab dengan tegas mengatakan bahwa semua orang telah berbuat dosa dan kehilangan kemuliaan Allah (Rom 3:23). Masalah yang perlu kita soroti sekarang ialah: apa itu dosa? Orang memahami dosa sebagai sesuatu yang bersifat moral. Dosa itu adalah mencuri, berdusta, membunuh dan lain sebagainya. Pandangan Alkitab tentang dosa sungguh sangat jauh berbeda dari pada pandangan manusia modern sekarang ini. Dosa secara harfiah artinya ialah: menyimpang. Baik bahasa Ibrani, maupun bahasa Yunani, maknanya sama. Ibarat sebuah anak panah dilepaskan dari busurnya. Jika anak panah itu menyimpang dari arah yang dirancang semula, maka tidak ada kemampuan di dalam anak panah tersebut untuk membalikkan dia ke arah semula.

Demikian juga dengan manusia. Jika manusia telah jatuh ke dalam dosa, maka tidak ada di dalam diri manusia itu kemampuan untuk mengembalikan kepada rencana Allah semula. Orang sering mengatakan bahwa pertobatan adalah jalan masuk kembali ke dalam rencana Allah. Ya, itu benar. Tetapi pertobatan itu pun adalah kasih karunia Allah. Sangat jelas Yesus mengatakan bahwa: “tidak ada seorang pun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman” Yoh 6:44. Orang bertobat disebabkan Roh Kudus bekerja di dalam hatinya untuk mendorong dia mengambil keputusan untuk bertobat. Oleh karena itu, pertobatan bukanlah karya manusia, melainkan karya Allah sendiri.

Jadi, manusia tidak punya akses untuk kembali ke pada kemuliaan Allah. Pintu itu telah tertutup rapat bagi dirinya sendiri. Gambaran tentang hal itu kita lihat di dalam Adam dan Hawa di taman Eden. Tatkala Allah mengusir mereka keluar dari Taman Eden itu, maka taman itu ditutup Allah, serta malaikat di suruh menjaga, agar manusia itu tidak bisa masuk kembali ke taman tersebut Kej 3: 24. Di sinilah letak perbedaan iman Kristen dengan iman dari mereka yang memeluk agama lain. Agama lain mengajarkan bahwa keselamatan dari dosa dan maut dapat dicapai melalui perbuatan baik manusia. Dosa itu dilihat hanyalah dari sudut pandang moral semata-mata. Jika dosa hanyalah masalah moral, maka memang ia dapat diperbaharui oleh manusia itu sendiri.


Dosa bukan masalah moral

Sayang seribu kali sayang, dosa pertama-tama bukan masalah moral. Dosa adalah masalah relasi dengan Allah. Orang yang bergaul dengan Allah, mereka akan menikmati kemuliaan Allah. Dosa membuat kita kehilangan kemuliaan Allah. Di satu sisi, kita tidak dapat mengambil kemuliaan Allah itu bagi diri kita sendiri. Allah yang akan memberikan itu kepada kita. Dalam Alkitab diajarkan kepada kita bahwa jalan kita untuk mendapatkan kembali kemuliaan Allah yang telah hilang dari hidup kita itu ialah: percaya kepada Yesus Kristus Tuhan kita.

Kita akan menyoroti akibat dari keberdosaan manusia sebagaimana diuraikan Paulus dalam suratnya kepada jemaat Roma, dalam Roma Pasal 1-3. Dalam 1:24-32 Paulus menggambarkan akibat dosa itu di dalam kehidupan manusia. Paulus mengatakan bahwa manusia diserahkan Allah kepada keinginan hati mereka. Ungkapan ini tiga kali disebutkan Paulus dalam paragraf tersebut. Kita akan menyorotinya sejenak.

1 Ungkapan yang pertama disebutkan dalam ayat 24.
2 Akibatnya, manusia mengambil tindakan yang menyimpang dengan menyembah sesuatu yang bukan Allah sebagai ilah. Pada hal, jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, manusia memiliki kesadaran akan adanya Allah yang harus dia sembah. Dengan jalan demikian, manusia justru mencemarkan dirinya sendiri. Kata yang dipakai di dalam KJV ialah:dishonor, menggambarkan menghinakan dirinya sendiri. Allah memberikan kemuliaan kepada manusia itu, sementara keberdosaan manusia membuat ia menjadi orang yang tidak mulia.

3 Ungkapan yang kedua terdapat di dalam 1:26.

4 Akibatnya dikatakan Paulus ialah: manusia memiliki perilaku yang menyimpang. Contohnya ialah: homoseksual dan lesbian. Perilaku ini adalah produk dari dosa. Paulus menggambarkan perilaku ini dengan sebutan: mengganti yang wajar dengan yang tidak wajar. Tatkala manusia diserahkan Allah ke dalam keinginan hatinya, maka manusia itu jatuh ke dalam lembah kemerosotan moral. Manusia mengganti relasi yang wajar menjadi sesuatu yang tidak wajar? Di sekitar kita sekarang ini kita melihat ketidakwajaran menjadi sesuatu yang wajar di tengah-tengah masyarakat. Hal ini berlaku di semua lini kehidupan.


3             Ungkapan yang ketiga terdapat di dalam 1:28.
Akibatnya ialah: pola pikir manusia menjadi menyimpang. Paulus menggambarkannya dengan sebutan: melakukan apa yang tidak pantas. Paulus membuat rinciannya sebagai contoh semata-mata, yakni: “ penuh dengan rupa-rupa kelaliman, kejahatan, keserakahan dan kebusukan, penuh dengan dengki, pembunuhan, perselisihan, tipu muslihat dan kefasikan”. Mereka adalah pengumpat, pemfitnah, pembenci Allah, kurang ajar, congkak, sombong, pandai dalam kejahatan, tidak taat kepada orang tua, tidak berakal, tidak setia, tidak penyayang, tidak mengenal belas kasihan” Selanjutnya Paulus menambahkan bahwa sekalipun ada orang tidak melakukannya, tetapi mereka setuju dengan tindakan seperti itu 1:32.

Argumen I

Mungkin akan ada orang mengatakan bahwa orang-orang yang tidak beragamalah yang melakukan hal seperti itu. Kami orang yang beragama, tidak akan melakukan hal seperti itu. Untuk orang yang beragama, Paulus membukakan keberdosaan mereka di dalam pasal 2. Paulus memakai orang Yahudi sebagai perwakilan dari orang beragama di sepanjang zaman.

Argumen II

Terhadap orang Yahudi yang sangat taat di dalam melakukan syariat keagamaan mereka, Paulus mengatakan: “Engkau yang mengajar: “Jangan mencuri,” mengapa engkau sendiri mencuri? Engkau yang berkata: “Jangan berzinah,” mengapa engkau sendiri berzinah? Engkau yang jijik akan segala berhala, mengapa engkau sendiri merampok rumah berhala? Engkau bermegah atas hukum Taurat, mengapa engkau sendiri menghina Allah dengan melanggar hukum Taurat itu? Seperti ada tertulis: “Sebab oleh karena kamulah nama Allah dihujat di antara bangsa-bangsa lain.” Orang yang beragama justru menghina Allah melalui perilaku mereka. Orang Yahudi menghina Allah melalui perilaku mereka. Hal ini dituduhkan nabi Yesaya kepada bangsa itu. Paulus mengutip Yes 52:5 untuk membenarkan argumennya.

Argumen III

Contoh yang diambil Paulus untuk menggambarkan keberdosaan orang beragama ialah: Hukum Taurat. Kita tahu bersama bahwa setiap perintah, dibaliknya ada larangan. Demikian juga sebaliknya. Tatkala dikatakan jangan mencuri, maka dibalik larangan itu ada suruhan. Orang beragama sering hanya menekankan sisi formal dari syariah agama mereka. Sisi makna dari hukum itu sering dilupakan. Mereka berpikir, tatkala secara formal tidak mencuri, maka mereka merasa sudah melakukan kehendak Allah yang tertuang di dalam hukum tersebut. Namun kenyataannya tidak demikian. Kita bahas sejenak contoh dari rasul Paulus. Jangan mencuri, kata rasul Paulus, tetapi ia terus menambahkan: mengapa engkau mencuri? Mencuri artinya mengambil barang orang lain yang bukan haknya. Itu larangannya.
Bagaimana dengan suruhan yang inklusif ada di dalam larangan itu? Suruhannya tentunya kosokbali dari larangan itu sendiri. Sisi suruhan dari larangan itu akan berbunyi sebagai berikut: pelihara barang orang lain! Jika kita tidak mengambil barang orang lain, tetapi membiarkan barang itu tidak terpelihara, maka tindakan itu menjadi pelanggaran atas hukum jangan mencuri! Yesus mengelaborasi hukum itu dengan perkataan sebagai berikut: “Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu? Luk 16:12. Hal yang sama dengan larangan untuk tidak berzinah dan hukum yang lainnya.

Pertobatan

Setiap agama menyuarakan pertobatan. Sementara pertobatan adalah sebuah perpalingan dari satu keberadaan. Namun, jelas manusia tidak akan sampai ke dalam perpalingan kepada kehendak Allah, sebab mustahil baginya untuk berpaling, sekalipun agamanya menuntut demikian!Mengapa demikian? Karena dosa itu sendiri telah berkuasa di dalam diri segenap manusia di muka bumi ini. Jadi tidak ada perbedaan dari orang beragama dengan orang yang tidak beragama. Mereka semua adalah orang yang berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah. Sangat luar biasa gambaran yang diberikan Paulus tentang keberdosaan manusia dari sudut pandang Allah. Ia menggambarkan hal itu di dalam surat Roma pasal 3.

Paulus mengatakan bahwa dari sudut pandang Allah.
1 Tidak ada seorang pun manusia itu yang berbuat baik, tidak seorang pun yang benar,
2 2              tidak seorang pun yang mencari Allah,
3 tidak ada seorang pun yang berakal budi dan semuanya tidak berguna. Maksud Paulus dengan istilah ‘tidak seorang pun’ itu mencakup orang yang beragama dan juga orang yang tidak perduli dengan agama.
4 Jadi, tidak ada jalan bagi manusia untuk kembali ke dalam persekutuan dengan Allah. Dosa bukan masalah moral, dosa adalah masalah relasi dengan Allah. Pintu masuk ke dalam persekutuan dengan Allah yang normal adalah iman kepada Yesus Kristus Tuhan kita. Tidak ada jalan lain selain Yesus Kristus.

Jalan Keluar

Dari sudut pandang manusia, tidak ada jalan untuk pulang! Namun, bagi Allah tidak ada yang mustahil. Alkitab mengatakan kepada kita bahwa Allah itu adalah kasih. Penulis Perjajian Baru memakai kata kasih yang tidak lazim dipakai oleh dunia Hellenis pada zaman itu, yakni agape! Para filsuf pada zaman itu memakai kata phileo untuk kasih. Misalnya, kata filsafat berasal dari dua kata, yakni phileo dansofia, artinya cinta atau kasih kebenaran. Para penulis PB itu diilhami Roh Kudus memilih kata yang tidak lazim dipakai itu untuk menggambarkan kasih yang mereka bicarakan bukanlah kasih yang biasa dikenal oleh manusia.

Allah adalah Dia Yang Maha Kasih. Jika Dia Maha Kasih, maka tentulah ada yang dikasihi-Nya, Dia pun akan mengasihi dengan spirit kasih. Agustinus mengatakan tentang Trinitatis dengan ungkapan sebagai berikut: Ibi amor, ubi Trinitatis. Dimana ada kasih di situ ada Trinitatis. Allah adalah kasih, Di dalam Dia ada Dia Yang Dikasihi, Dia pun mengasihi dengan Spirit kasih. Kasih yang tidak lazim inilah yang didemonstrasikan Allah bagi manusia di dalam diri Yesus Kristus Tuhan kita.

Kasih itu didemonstrasikan Allah kepada kita justru tatkala kita masih di dalam dosa, tatkala kita masih lemah, kita masih seteru bagi Allah, karena keberdosaan kita. Hal ini diungkapkan Paulus dalam surat Roma, Rom 5:6-10. Kasih Allah itu mendamaikan kita dengan Diri-Nya sendiri. Adapun perwujudan dari kasih Allah atas umat manusia, ialah: Kristus Yesus mati untuk kita di kayu salib. Yohanes mengungkapkannya dengan mengatakan: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” Yoh 3:16.

Karena manusia tidak mendapatkan jalan keluar dari keberdosaannya, maka Allah sendiri dalam kasih karunia-Nya bertindak untuk mengeluarkan manusia itu dari keberdosaan-Nya. Nabi Yesaya mengatakan bahwa bukan utusan yang disuruh Allah untuk membebaskan umat-Nya dari pergumulannya, melainkan Dia sendiri yang turun tangan untuk menyelamatkan umat pilihan-Nya itu! “Dalam segala kesesakan mereka. Bukan seorang duta atau utusan, melainkan Ia sendirilah yang menyelamatkan mereka; Dialah yang menebus mereka dalam kasih-Nya dan belas kasihan-Nya. Ia mengangkat dan menggendong mereka selama zaman dahulu kala” Yes 63:9.

Inilah  pernyataan kasih Allah yang tidak ada taranya di seantero sejarah umat manusia. Jika agama-agama lain mengajarkan keselamatan adalah usaha manusia untuk melepaskan dirinya dari keberdosaannya, maka Alkitab menyaksikan lain. Allah sendiri yang bertindak dengan jalan Yesus mati di kayu salib untuk menggantikan kita menerima hukuman Allah atas keberdosaan manusia.

Respon Manusia

Tatkala Tuhan Yesus datang ke dunia di tengah-tangah bangsa Israel, Ia datang kepada umat pilihan Allah. Ia datang kepada umat kepunyaan-Nya sendiri. Kepada mereka yang telah menjadi umat kepunyaan-Nya sendiri itu, Yohanes berkata: “Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya” Yoh 1:12. Yesus datang juga untuk orang Kristen! Orang Kristen pun harus menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan juruselamatnya yang hidup. Thomas adalah contoh yang sangat pas untuk kita kedepankan di sini. Ia adalah seorang yang ditetapkan Yesus sebagai rasul! Ia bukan seorang penyembah berhala. Namun, ia harus membuat sebuah penyakuan yang sangat baru di dalam relasinya dengan Tuhan yang diikutinya. Ia berkata: “Tuhanku dan Allahku”.

Kita pun haruslah demikian juga. Tak peduli kita sudah Kristen ribuan tahun  yang lalu. Tatkala kita diperhadapkan dengan Tuhan Yesus Kristus, maka kita diminta untuk membuat sebuah pengakuan pribadi seperti apa yang dilakukan oleh Thomas. Hanya kepada mereka yang telah mengungkapkan sebuah pengakuan pribadi tentang siapa Yesus di dalam hidupnyalah mereka yang akan dikategorikan menjadi murid-murid Kristus. Pengakuan itu adalah sebuah pernyataan iman kepada Dia yang kita akui sebagai Tuhan dan Allah kita.

Iman

Sudah kita paparkan di atas bahwa jalan masuk ke dalam persekutuan yang seharusnya dengan Allah ialah membuat sebuah pernyataan iman. Apakah iman itu? Kata iman di dalam bahasa Ibrani ialah: amān. Kata dasarnya ialah: amen. Artinya secara harfiah ialah: ya, demikianlah adanya. Sebagai contoh bagi kita untuk memahami makna dari kata amen, kita melihat sebuah upacara yang digambarkan di dalam kitab Bilangan, Bil 5:11-31. Perempuan itu akan dikutuki imam, lalu si perempuan itu akan mengatakan: amin, amin. Dari situ sangat jelas,makna dari kata amin adalah ya demikianlah adanya. Jadi tatkala kita beriman kepada Yesus Kristus, maka pada hakekatnya iman kita kepada-Nya adalah sebuah pernyataan bahwa kita mengiyakan apa yang dikerjakan-Nya bagi kita.

Dengan beriman kepada Yesus Kristus, itu berarti kita membenarkan, mengiyakan apa yang dilakukan Yesus itu, Dia lakukan bagi kita. Ia mati bagi kita, Ia bangkit bagi kita, dan Ia naik ke surga juga untuk kita. Satu hari Ia akan datang kelak, Ia datang dalam rangka menjemput kita, agar kita bersama dengan Dia di surga! Itulah hakekat dari iman kepada Yesus Kristus. Iman itu juga adalah kasih karunia. Tentang hal ini Paulus mengatakannya dalam Ef 2:8-9, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”.

Produk dari Iman

Iman adalah pemberian Allah, iman bukan berasal dari diri manusia itu sendiri. Kita sudah katakan di atas, keberdosaan kita membuat kita menyimpang dari alur yang dikehendaki Allah. Sementara iman membuat kita menjadi orang yang berada di dalam relasi yang benar dengan Allah. Oleh karena itu, iman adalah sebuah anugerah bagi kita.

Kita akan melihat apa yang dihasilkan iman kepada Yesus Kristus bagi kita, sebagaimana diuraikan Paulus di dalam Rom 5:1-5. Setelah menguraikan secara panjang lebar tentang makna beriman di dalam Yesus Kristus dalam pasal yang sebelumnya, maka di dalam pasal 5 ini Paulus menguraikan produk dari iman itu di dalam kehidupan orang yang beriman. Paulus memulai dengan dibenarkan. Orang benar itu adalah orang yang dibenarkan Allah. Itu berarti orang yang tidak bersalah di hadapan sang Hakim Agung di dalam alam semesta ini. Kita adalah orang benar, karena iman kita di dalam Yesus Kristus. Kamus Alkitab memberi batasan apa artinya benar! Benar artinya ialah: berada dalam hubungan yang seharusnya dengan Allah. Itu berarti, kita telah mendapatkan relasi yang seharusnya dengan Allah, oleh karena iman yang dikaruniakan Allah kepada kita.

1 Bukan saya yang memperbaiki hubungan yang rusak dengan Allah, melainkan Allah sendiri. Saya hanya menerima itu secara Cuma-Cuma! Setiap orang yang beriman seyogianya dapat berkata dengan segenap hatinya: “hubungan saya dengan Allah sudah pulih sebagaimana mestinya! Di mata Allah, saya adalah orang benar! Itu kesaksian Alkitab!

2 2              Produk yang kedua ialah: kita mendapatkan syalom dengan Allah! Kata yang dipakai Paulus ialah: damai sejahtera! Kata itu dalam bahasa Yunani adalaheirene! Kata ini padanannya dalam bahasa Ibrani ialah: syalom. Sementara syalom artinya lebih dari pada damai sejahtera. Syalom menurut Karen Armstrong artinya ialah: utuh, bulat. Relasi saya dengan Allah sudah bulat, dan utuh!
Syalom itu berarti tidak ada lagi masalah saya dengan Allah. Relasi sudah pulih kembali. Relasi yang pulih itu mengakibatkan tidak ada masalah lagi antara saya dengan Allah. Allah akan menerima saya dengan sukacita, sebab tidak ada lagi masalah dengan Dia. Ia akan menerima saya dengan sukacita, setiap kali saya datang kepada-Nya

3 Produk selanjutnya ialah: kita punya akses untuk masuk ke dalam kasih karunia Allah. Allah punya kasih karunia. Orang Yahudi meyebutnya dengan rahim Allah. Di dunia Timur Tengah pada masa lalu, rahim digambarkan sebagai sebuah tempat yang paling nyaman di seantero dunia. Sang jabang bayi yang tinggal di sana berada dalam keadaan damai yang sangat nyata. Ia terhindar dari segala masalah di dunia ini. Ibunya kepanasan, kedinginan dan lain sebagainya, ia tidak terpengaruh terhadap masalah tersebut.

4 Lagi pula, berdasarkan Mzm 136:13-15 orang Yahudi memahami bahwa tangan Allah sedang membentuk mereka di dalam rahim orang tua yang mengadung menggambarkan kepedulian Allah atas setiap anak. Sekarang kita berada di dalam rahim Allah. Kita berada di dalam satu tempat yang sangat aman di seantero dunia ini, yakni di dalam rahim Allah. Cf Nyanyian: it is well with my soul.

5 Produk yang keempat ialah: kita akan menerima kemuliaan Allah di dalam rahim Allah itu! Paulus mengatakan bahwa kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah. Bagian kita ialah kemuliaan Allah. Bukankah itu sesuatu yang amat luar biasa? Apa yang hilang karena keberdosaan kita, sekarang direstorasi di dalam hidup kita karena iman kepada Yesus Kristus Tuhan kita.

6
Penulis Surat Ibrani mengatakan bahwa di dunia sekarang ini kita telah mulai mencicipi kemuliaan ilahi itu! (Ibr 6:5). Berdasarkan ayat itu, Fanny J Crosby seorang penulis syair nyanyian rohani yang sangat terkenal menorehkan syairnya dengan perkataan sebagai berikut: “oh what afore taste of glory devine”. Di dunia sekarang ini, orang-orang beriman telah mulai menikmati kemuliaan Allah itu. Kita akan menerimanya dalam kepenuhannya di hari penghakiman.

5 Produk yang kelimat ialah: kita tidak hanya bermegah di dalam pengharapan akan menerima kemuliaan, tetapi kita juga bermegah di dalam penderitaan.

6 Seluruh umat manusia akan mengalami penderitaan di dalam hidupnya. Tak terkecuali orang beriman. Tetapi beda orang beriman dengan orang yang tidak beriman di dalam menghadapi penderitaan ialah: orang beriman menghadapi penderitaan dengan keyakinan yang kokoh, ia akan mengatasi dan memenangkan penderitaan itu dengan baik dan benar. Penderitaan akan menghasilkan tahan uji. Sementara tahan uji akan menghasilkan ketekunan dan ketekunan menghasilkan pengharapan, sementara pengharapan orang Kristen tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan ke dalam hati kita oleh Roh Kudus yang dijanjikan itu! Iman membuat semuanya menjadi sesuatu yang bermakna di dalam hidup inim entahkah itu sesuatu yang positif atau negatif. Anugerah Allah memungkinkannya.

Keselamatan

Pandangan Alkitab tentang keselamatan ialah: tatkala orang bebas dari pengaruh dosa, dan maut, maka ia disebut orang yang selamat. Pemahaman orang Yahudi tentang keselamatan pertama-tama ialah: kebebasan dari perbudakan di Mesir, juga kelepasan dari pembuangan Babel. Jadi keselamatan diartikan sebuah kemerdekaan dari sesuatu yang menindas kehidupan ini. Yesus Kristus mengajar kita bahwa manusia berada di dalam perbudakan dosa.

Sama seperti orang Israel tidak dapat membebaskan diri dari Mesir, juga dari pembuangan Babel, demikian jugalah orang tidak dapat membebaskan diri dari perbudakan dosa. Oleh karena itulah maka Tuhan Yesus datang ke dunia ini, agar Ia membebaskan manusia dari perbudakan dosa, bahkan dari ketakutan atas maut. Hal itu sangat jelas dikatakan oleh penulis surat Ibrani (Ibr 2:15).

Kita tidak hanya dimerdekakan dari dosa! Paulus menggambarkan sebuah pergulatan antara manusia lama dengan manusia baru dalam surat Roma pasal 7. Karya Yesus Kristus di kayu salib, juga memerdekakan kita dari diri sendiri. Diri kita sendiri adalah satu pribadi yang berdosa dan yang tidak tunduk kepada kehendak Allah. Keselamatan yang dikerjakan Yesus Kristus bagi kita, juga mencakup kelepasan dari diri sendiri. Allah di dalam Yesus Kristus mengerjakan sesuatu di dalam diri kita, dengan jalan menciptakan manusia baru di dalam diri kita. Cf II Kor 5: 17. Manusia baru itu dibahrui tiap-tiap hari oleh Roh Kudus yang diam di dalam diri kita. Dengan hadirinya Roh Kudus di dalam diri kita, maka Ia akan menuntun kita berjalan di dalam kekudusan sebagaimana mestinya.

Kesimpulan

Tatkala kita beriman kepada Kristus, kita dibenarkan di hidapan Allah. Itu berarti, kita dianggap Allah sebagai satu pribadi yang dosanya telah diselesaikan melalui korban Yesus Kristus. Dengan jalan demikian, maka terciptalah damai sejahtera antara kita dengan Allah. Itu berarti kita tidak punya masalah lagi dengan Allah. Sebagai produk lanjutannya, kita berada di dalam rahim Allah, selama kita hidup di dunia ini. Oleh karena itu, hidup kita sangat aman selama kita berada di dalam rahin Allah itu, apa pun yang terjadi di dalam kehidupan ini. Allah bekerja aktif untuk memungkinkan kita tetap berada di dalam rahim-Nya.

Di dalam rahim Allah itu kita akan mendapatkan kemuliaan Allah. Pun di dalam penderitaan yang mungkin akan kita alami, sisi positifnya akan kita nikmati juga karena kasih karunia Allah. Untuk menjamin keselamatan itu tetap ada di dalam hidup kita, maka Roh Kudus pun diberikan tinggal di dalam hidup kita, supaya Dia yang menuntun perlanan kita di dunia ini. Ia yang akan memungkinkan kita berjalan di dalam kekudusan yang seharusnya.

03/08/11
Belas Kasihan




BELAS KASIHAN

Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.”

Tuhan Yesus pernah mengatakan kepada orang Farisi: “Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa” Mat 9:13. Tuhan Yesus mengatakan hal itu, disebabkan orang Farisi mempertanyakan kesediaan Yesus makan bersama dengan para pemungut cukai dan orang berdosa. Bagi orang Farisi, status sangat penting. Mereka adalah kelompok yang sangat peduli dengan aturan-aturan ritus keagamaan. Menurut mereka, kelepasan bangsa Israel atas penjajahan orang Roma akan berakhir, tatkala orang Israel menaati dengan sempurna Hukum Taurat.

Salah satu dari ketaatan akan Hukum Taurat itu ialah: mengenai makan dan minum yang diatur dalam Hukum Taurat. Orang berdosa dan para pemungut cukai biasanya tidak memelihara hukum mengenai kenajisan dan ketahiran dari sesuatu yang mereka makan. Yesus turut ambil bagian dengan mereka, menjadikan Ia tidak layak menjadi pengajar, atau seorang ‘rabbi’. Yesus menolak pendapat mereka itu dengan mengatakan nas yang sudah kita kutip di atas.

Farisiisme tetap hidup di zaman kita sekarang ini. Ada banyak orang yang sangat mementingkan pelaksanaan hukum secara syariah keagamaan. Mereka berpikir, dengan melakukan syariah keagamaan itu, maka keselamatan pun akan didapat. Pada hal, pandangan ini telah ditolak Tuhan Yesus dua ribu tahun yang lalu. Keselamatan bukan karena usaha manusia. Keselamatan adalah kasih karunia Allah di dalam diri Yesus Kristus Tuhan kita.

Sebagai tanda dari keselamatan yang sudah kita terima dan sudah mulai dinikmati di dalam dunia ini, maka kita menunjukkan belas kasihan Allah yang sudah kita terima dan nikmati itu. Belas kasihan itu ditujukan kepada orang lain, yang belum menikmati belas kasihan Allah. Tuhan Yesus mengatakan: “Berbahagialah orang yang murah hati, karena mereka akan mendapatkan kemurahan”.

Celakanya, orang-orang yang menyebut dirinya sudah menikmati keselamatan, tetap tidak mendemonstrasikan kemurahan hati itu. Hal itu terlihat dari banyaknya tulisan yang mengekspose mengenai hukum syariah keagamaan kita. Aku banyak melihat di dunia maya, bersiliweran tulisan yang mementingkan babtisan misalnya. Orang itu mengatakan mereka yang membabtis anak-anak sesat. Ada lagi orang yang mementingkan Sabat. Sabat bukan pada hari minggu melainkan pada hari sabtu. Mereka mengutip perkataan Tuhan Yesus yang mengatakan bahwa ia datang bukan untuk merombak Hukum Taurat. Ada orang yang mengatakan sesat Gereja yang menahbiskan perempuan jadi pendeta. Hal-hal ini begitu pentingnya bagi mereka yang mempersoalkannya. Hal-hal itu lebih penting dari belas kasihan.

Saya membaca di buku Sejarah Tuhan tulisan Karen Armstrong, pernyataan Rabbi Yohanan tentang Bait Allah yang sudah dirobohkan orang Roma. Armstrong menulis: “Ketika Rabi Yohannan ben Zakkei tiba dari Yerusalem, Rabi Yoshua mendatanginya dan diceritakan bahwa Kuil telah dihancurkan. “Celakalah kita!” seru Rabi Yoshua, “tempat penebusan dosa-dosa orang Israel telah dirobohkan!””Anakku,” jawab Rabi Yohannan, “janganlah berduka. Kita memiliki tempat penebusan lain yang sama ampuhnya. Apakah itu? Itulah perbuatan baik, karena telah dikatakan: Yang Aku kehendaki adalah kasih sayang, bukan pengurbanan.’

Rabbi itu sangat sadar bahwa korban penghapus dosa haruslah dipersembahkan di Bait Allah di Yerusalem. Tetapi di sisi penerapan, ia dapat melihat wujud lain dari penghapusan dosa itu. Ada orang mengatakan: “lihatlah apa yang tersirat dan jangan hanya yang tersurat”. Teman-teman yang mementingkan babtisan dewasa menghubungkan babtisan anak kepada sesuatu yang bersifat kafir. Mereka menghubungkan hal itu dengan pertobatan dan pembabtisan Kaisar Konstantine. Demikian juga dengan perubahan Sabat dari hari Sabtu kepada hari Minggu. Orang mengatakan bahwa hal itu adalah dalam rangka menyembah dewa matahari. Masih banyak hal lain yang mereka utarakan yang mengatakan bahwa praktek ibadah  orang Kristen sekarang pada dasarnya tidak benar. Merekalah yang benar, yang lain sesat.

Sungguh luar biasa Rasul Paulus. Tatkala ia berhadapan dengan penyembah berhala di kota Atena, ia tidak membombardir penyembah berhala itu dengan segala kesalahan mereka. Ia dengan penuh belas kasihan berkata: “Sebab ketika aku berjalan-jalan di kotamu dan melihat-lihat barang-barang pujaanmu, aku menjumpai juga sebuah mezbah dengan tulisan: Kepada Allah yang tidak dikenal. Apa yang kamu sembah tanpa mengenalnya, itulah yang kuberitakan kepada kamu”. Ia memulai dengan sesuatu yang mereka miliki. Lalu ia membangun argumennya dalam rangka menjelaskan Injil kepada mereka. Sama sekali tidak ada penghujatan kepada apa yang orang Atena lakukan selama ini.

Berangkat dari kepeduliaan terhadap kebutuhan orang lain, Paulus memberitakan Injil yang seharusnya menjadi kebutuhan orang Atena. Paulus tidak mempersoalkan perbedaan, melainkan ia menekankan kesamaan kita akan perlunya beribadah kepada Sang Pencipta. Pola seperti itu jika kita lakukan di dalam rangka membawa syalom Allah ke dalam dunia yang sudah sangat rusak ini, sungguh sangat dibutuhkan. Adakah belas kasihan di dalam hati kita melihat keadaan orang yang ada di sekitar kita?
Tatkala Yesus melihat orang banyak, bagaikan domba yang tidak punya gembala, maka hatinya tergerak oleh belas kasihan. Henri Nouwen dalam bukunya Kauubah ratapku menjadi tarian membuat batasan tentang belas kasihan. Nouwen mengatakan: “Belas kasihan mempunyai akar kata yang sesunggunya berarti ‘ikut menderita’; maka berbelaskasihan berarti berbagi dalam pergumulan ‘penderitaan’ orang lain.

Jika kita menerima batasan tentang belas kasihan itu, maka sekarang kita mempertanyakan kepada diri sendiri: sejauh mana aku telah meniru Tuhan Yesus yang berbelas kasihan kepada orang banyak yang aku lihat? Pandanglah ke sekelilingmu, lihatlah betapa banyak orang yang membutuhkan belas kasihan kita. Bukankah Yesus sendiri mengatakan: “Ladang sudah menguning!”.

Marilah kita melihat sekeliling kita. Jumlah orang miskin di negeri ini dikatakan orang sekitar tiga puluh juta jiwa. Bukankah hal itu suatu jumlah yang sangat fantastis! Kita sibuk mendiskusikan siapa yang benar dan siapa yang sesat di antara kita, sementara Tuhan kita sendiri sibuk memperhatikan dengan belas kasihannya orang-orang miskin yang tidak cukup makan dan minumnya. Tidakkah hati kita trenyuh mendengar berita ada orang terinjak-injik hanya karena ia berharap akan mendapatkan sejumlah uang. Itu pun hanya pas untuk menyambung hidup pada hari itu atau mungkin sampai hari esok!

Ada beberapa keluarga yang aku kenal, mereka punya prinsip sebagai berikut: jika aku dapat menyekolahkan anakku ke perguruan tinggi, maka aku pun wajib untuk menyekolahkan anak orang lain sampai ke perguruan tinggi. Itulah wujud dari terima kasihku kepada Tuhan. Itulah wujud dari belas kasihanku kepada ‘sesama anakku’ yang seharusnya mendapatkan pendidikan sama seperti anakku. Itulah wujud dari mengasihi sesama seperti diri sendiri. Orang orang yang aku ceriterakan ini tidak mempersalahkan apakah orang yang ditolong itu beribadah pada hari Sabtu atau pada hari Minggu.
 Mereka juga tidak mempertanyakan apakah mereka itu dibabtis selam atau percik. Mereka pun tidak mempersoalkan Alkitab terjemahan mana yang mereka baca. Mereka mewujudkan iman mereka di dalam tindakan nyata. Mereka juga tidak bertanya apakah mereka berbahasa roh atau tidak. Mereka hanya berbuat. Selebihnya diserahkan kepada Roh Kudus untuk menindak lanjutinya di dalam lubuk hati orang yang ditolong.

Pandanglah pengrusakan lingkungan yang dibuat orang pemilik modal. Hutan dibabat, sehingga ada kemungkinan akan tambah gurun pasir di dunia ini, oleh karena perambahan hutan yang tidak terkendali. Pemanasan global bukan lagi isapan jempol semata-mata. Tidakkah kita berbelaskasihan kepada alam yang turut menderita karena ulah keserakahan manusia? Ada orang yang mengatakan bahwa daerah Afrika Utara dulunya adalah sebuah hutan belantara yang amat lebat. Tetapi kerakusan orang Roma yang mengeksploitasi lingkungan hidup di sana menjadikan daerah itu menjadi padang gurun. Tidakkah peristiwa seperti dapat juga terjadi di abad ke dua puluh satu ini? 

Karen Armstrong dalam bukunya The Bible A Biography mengatakan bahwa syalom pada hakekatnya artinya bukanlah damai, melainkan wholeness, completeness. Tugas kita di dunia ini ialah: membawa damai, membawa syalom. Sebab demikianlah yang diutarakan Yesus di dalam Khotbah di Bukit. Tugas kita tidak hanya membuat hati orang  tentram, karena bila ia mati, ia akan masuk surga, oleh karena penebusan Tuhan Yesus Kristus. Kita punya tugas untuk membawa keutuhan dan kelengkapan ke tengah-tengah dunia ini. Hal itu tidak akan dapat tercipta jika kita sudah bertobat dan tidak merokok lagi, dibabtis dengan babtisan selam dan dewasa, beribadah pada hari Sabtu bukan pada hari Minggu, membaca hanya Alkitab versi KJV. Iman yang tidak bertindak adalah iman yang mati.

Dietrich Boenhoffer mengatakan ada dua anugerah yang dikenal orang Kristen. Anugerah pertama dia sebut namanya, anugerah yang murah. Sementara anugerah yang kedua ia sebut namanya anugerah yang mahal. Anugerah yang murah tidak laku, hanyalah anugerah yang mahal yang berlaku. Sejanjutnya ia mengatakan: “Hanya orang yang percaya yang taat, dan hanya orang yang taat yang percaya”. Ibarat bandul lonceng jam dinding, iman dan taat adalah satu kesatuan yang simultan ada di dalam hidup orang percaya. Ketaatan senantiasa terlihat di dalam tindakan kita. Apakah kita benar-benar adalah orang percaya? Rasul Yakobus mengatakan: “Tunjukkan imanmu tanpa perbuatan, maka aku akan menunjukkan imanku dari perbuatan-perbuatanku”.

Untuk itu setiap orang percaya yang punya karunia di dalam hidupnya sebagai seorang lawyer,  ia akan berjuang untuk menerapkan syalom Allah di dalam tata hukum di negera ini. Itu yang menjadi bisnis utamanya. Bukan mempersoalkan perbedaan. Jika ia seorang karyawan. Apa kata seorang anak Tuhan yang bekerja di perusahaan yang merusak lingkungan hidup? Apa kata seorang bankir yang adalah anak Tuhan terhadap masalah perbankan yang dihadapi bangsa dan negara ini? Bukankah kita harus membawa keutuhan dan kelengkapan di dalam ranah kehidupan yang kita geluti?

Ada orang yang sudah merasa telah melakukan tugasnya dengan sebaik-baiknya, jika ia telah beribadah sebagaimana diajarkan gerejanya kepadanya. Ia telah memberi perpuluhannya kepada Gereja, bahkan ia menjadi penyumbang terbesar di gerejanya. Sementara di kantor ia sama sekali tidak menunjukkan belas kasihannya kepada sesamanya yang dia pimpin. Ia tidak menunjukkan belas kasihannya kepada stakeholdernya.  Ia hanya peduli terhadap dirimya sendiri. Urusannya ialah: dirinya sendiri. Orang yang ada di sekitarnya adalah alat semata-mata di dalam rangka mencapai tujuan hidup yang telah ditetapkannya untuk dia capai. Jika demikian, apakah ia pengikut Kristus? Mungkin Tuhan akan berkata kepada dia kelak: “Aku tidak mengenal engkau, enyahlah engkau wahai pembuat kejahatan. Sebab tatkala Aku telanjang, engkau tidak memberi aku pakaian, tatkala Aku dipenjara, engkau tidak menengok aku.”

Wahai saudara-saudara yang tinggal di negeri maju, seperti dunia pertama dan dunia kedua. Saudara menikmati kenikmatan hidup dan tidak mengenal akan makna dari kelaparan dan ketidakadaan jaminan sosial dari negera. Tidakkah saudara sadar akan doa yang diajarkan Tuhan Yesus: “berilah kami makanan kami yang secukupnya”. Siapakah ‘kami’ menurut saudara? Bukankah maksudnya adalah sesama manusia? Jika demikian, apa yang saudara perbuat bagi dunia ketiga sebagai wujud dari belas kasihan saudara kepada kami yang menderita di dunia ketiga ini karena kelaparan, karena kemiskinan karena ketiadaan jaminan sosial dari negera?

Tatkala kita melakukan peran kita sebagaimana didisain Allah untuk kita lakoni, maka Roh Kudus akan memampukan kita melakukan tugas tersebut. Ia hadir di dalam hidup kita, agar kita mampu melakukan tugas yang diembankan untuk kita. Marilah kita melakukannya, agar dunia sekitar kita semakin syalom, semakin utuh dan komplit. Itu semua demi hormat dan syukur kita kepada Dia yang telah menyelamatkan kita.

Alangkah indahnya jika orang lain mengenal kita sebagai orang yang berbelas kasihan. Lirik lagu ini menjadi sungguh bermakna: “And they’ll know we are Christian by our love.” Mereka mengenal kita dari belas kasihan kita kepada mereka.





JIKA ALAM BERCERITERA AKUPUN TURUT SERTA

Mzm. 19:1-7


Mazmur 19: 1-7 mengajarkan kepada kita bahwa alam semesta menceriterakan kemuliaan Allah. Bukankah seyogianya kita pun sebagai umat tebusan-Nya seharusnya juga terbeban untuk menceriterakan kemuliaan Allah itu di dalam kehidupan kita sehari-hari? Dalam perspektif seperti itu, kita akan menyoroti mazmur ini.

Kita semua familiar dengan syair nyanyian KJ No 64, “Bila kulihat bintang gemerlapan dan bunyi guruh riuh ku dengar…” Carl Gustaf Boberg tentulah diilhami mazmur 19 ini di dalam menuangkan ke dalam kertas, syair yang indah ini. Allah telah mengungkapkan diri-Nya kepada umat manusia tentang siapa Dia, melalui ciptaan-Nya. Ada orang yang mengatakan bahwa alam semesta juga merupakan sebuah kitab yang mengungkapkan siapa Allah. Allah memakai tiga sarana untuk mengungkapkan diri-Nya. Sarana pertama ialah: alam. Nas kita ini mengungkapkannya. Sarana kedua ialah: Hukum Taurat, hal ini diungkapkan pemazmur melalui ayat 8-14 dalam mazmur ini. Sementara sarana yang ketiga ialah: Yesus Kristus. Ketiga wahana ini hingga kini terus menampakkan kepada manusia siapa Allah itu sebenarnya. Penyingkapan kemuliaan Allah melalui firman Tuhan telah berlalu. Tidak ada lagi wahyu bagi kita sekarang ini, yang ada adalah pencerahan. Bahkan penyingkapan yang ketiga pun telah berakhir. Kristus telah duduk di sebelah kanan Allah di Sorga. Namun penyingkapan yang pertama, yakni melalui alam, tidak pernah berakhir. Alam terus menceriterakan kemuliaan Allah hingga hari ini.

Kata langit di dalam ayat 1 dalam bahasa Ibrani adalah dalam bentuk jamak. Alkitab berbahasa Inggris menyebutnya dengan kata ‘heavens’. Pemazmur menyebut hari dan malam untuk menekankan maksudnya di atas. Pemazmur mengatakan bahwa langit itu menceriterakan kemuliaan Allah. Selanjutnya ia mengatakan bahwa langit berceritera tentang kemuliaan Allah bukan dengan kata-kata. Sekalipun demikian, bukan berarti apa yang mereka ungkapkan tidak dapat ditangkap oleh mahluk yang ada di Bumi. Tidak ada satu orang pun di Bumi ini yang terlindung dari pengaruh siang dan malam. Pemazmur berbicara tentang matahari yang berjalan bagai pahlawan. Kita tahu, bahkan orang buta sekalipun dapat merasakan panasnya matahari. Oleh karena itu, semua orang dapat dijangkau olehnya. Hal itu jelas diungkapkan Pemazmur dalam ayat 5. Jika demikian, maka setiap orang perlu memberi respon terhadap pemberitaan mereka. Hal ini menjadi jelas berdasarkan uraian Paulus dalam Rom. 1: 18 dyb. Dalam ayat 21 Paulus mengatakan: “Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya.”

Dari uraian Paulus dalam surat Roma itu, kita sadar bahwa pewahyuan ilahi melalui alam semesta, seyogianya menuntun kita ke dalam iman penyembahan dan ucapan syukur. Namun kenyataan yang ada ialah: manusia tidak melakukan apa yang seyogianya dia lakukan. Bahkan menurut Paulus, manusia itu tersesat. Manusia menggantikan Allah dengan sesuatu yang bukan Allah. Manusia menggantikan Dia yang seharusnya disembah menjadi sesuatu yang bukan ‘Sang Pencipta’.

Manusia sekarang ini pada umumnya tidak lagi dapat menghubungkan dirinya dengan alam dalam konteks penyembahan terhadap Sang Pencipta. Marilah kita melihat kenyataan di dalam kehidupan sehari hari. Para penggubah lagu, banyak menulis syair tentang keindahan alam di lingkungannya. Namun kita baca dalam lirik lagu mereka, tidak ada Allah Sang Pencipta dilibatkan di sana. Nahum Situmorang berbicara tentang Tanah Batak. Dalam lirik lagu tersebut, ia berbicara tentang matahari yang terbit dan menyinari Bumi serta memberi kehidupan bagi orang Batak. Namun kita tidak mendengar adanya Allah yang harus dipuji dan disembah di dalam syair lagu ‘O Tano Batak’. Penggubah lagu anak-anak AT Mahmud dalam lirik lagu ‘Pelangi’ masih menggoreskan penanya dengan mengakui bahwa pelangi itu adalah ciptaan Allah. Sebuah pertanyaan perlu diajukan kepada kita! Apakah dengan keberadaan hidup kita yang dikaruniakan Allah untuk dijalani juga menyuarakan kemuliaan Allah?

Pemazmur dalam Mzm. 116:12 mengajukan sebuah pertanyaan: “Bagaimana akan kubalas kepada TUHAN segala kebajikan-Nya kepadaku?” Ia menjawab sendiri dengan mengatakan dalam ayat 13, “Aku akan mengangkat piala keselamatan, dan akan menyerukan nama TUHAN”. Seyogianya kita pun mengajukan pertanyaan seperti pemazmur di atas;  sekaligus menjawabnya juga seperti pemazmur. Apa yang harus kita lakukan sebagai tanda syukur dan terima kasih kita terhadap Allah yang telah berkarya bagi keselamatan kita. Fanny J Crosby, seorang penulis syair terkenal menorehkan di dalam syairnya, “Ku suka menuturkan ceritera mulia…” Tidak semua ceritera itu harus disuarakan dengan kata-kata. Sama seperti langit yang menceriterakan kemuliaan Allah bukan dengan kata-kata, maka kita pun dapat menceriterakan ceritera mulia itu dalam bentuk lain.

Orang tua adalah model bagi anak-anaknya, suka atau tidak! Anak-anak dengan cepat dapat merasakan ceritera kehidupan yang kita ungkapkan melalui perbuatan. Sebuah pertanyaan perlu diajukan kepada kita: ceritera apa yang mereka rekam di lubuk hati mereka yang paling dalam tentang kehidupan kita? Mungkinkah rekaman itu akan mirip dengan ungkapan lirik dari lagu yang populer ini: “Di doa ibuku namaku di sebut, di doa ibu kudengar ada namaku disebut” Ada orang yang mengatakan bahwa lirik lagu itu diilhami kehidupan Susanah Wesley yang mempunyai anak 19 orang. Susanah menyediakan waktu satu jam tiap minggu untuk tiap-tiap anak. Karena itu ceritera hidupnya menjadi kemuliaan Allah di dalam hati anak-anaknya. Suatu hari anaknya bertanya kepada Susanah tentang apa makna dari dosa. Lalu ia memberikan defenisi dari dosa yang hingga hari ini dipakai para teolog di dalam menerangkan apa itu dosa. Bukankah Susannah Wesley memuliakan Allah dengan kehidupannya. Bukankah ia orang awam dan bukan pengkhotbah! Namun kisah hidupnya terus dibicarakan orang hingga sekarang ini. Kisah hidupnya dengan Allahnya bercerita hingga akhir zaman. Dua orang dari anak Susanah Wesley menjadi hamba Tuhan yang terkenal dan menjadi pendiri dari Gereja Metodis. Jika Susanah Wesley bisa, mengapa saya tidak bisa?

Kita rindu muncul keluarga-keluarga yang memuliakan Tuhan melalui kehidupan mereka, dimana kisah tentang mereka dengan Tuhannya menjadi panutan orang percaya di sepanjang zaman. Keluarga keluarga itu kita harapkan akan ada juga dari anggota jemaat HKBP, teristimewa dari jemaat Menteng. Akan muncul orang-orang seperti ‘Madam Guyon’ seorang mistikus Kristen yang terkenal, seperti ‘Corry Tenboom’yang oleh karena imannya kepada Tuhan Yesus dipenjarakan Gestapo. Mereka ini bukanlah pendeta yang berkhotbah dan melayani satu jemaat. Tetapi mereka menceriterakan kemuliaan Allah melalui kehidupannya. Jika alam berceritera tentang kemuliaan Allah, maka aku pun turut serta di dalam hidup ini menceriterakan kemuliaan Allah itu. Ceritera itu tidak harus diungkapkan secara verbal. Hidup itu sendiri dapat menjadi sebuah ceritera yang dapat dibaca oleh semua orang. Hal itu disuarakan Paulus kepada Jemaat Korintus. Kamu adalah surat Kristus yang terbuka dan dapat dibaca oleh semua orang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rumah Allah

  Rumah Allah Ibrani 3:6 Tetapi Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya; dan rumah-Nya ialah kita, jika kita sampai kepada akhi...