1. Gedung Gereja
2. Altar
3. Liturgi
4. Persekutuan
5. Baptisan
6. Sidi
7. Pernikahan
8. Perjamuan Kudus
SIDI SEBAGAI AWAL MELAYANI
Oleh: St. Hotman Ch. Siahaan
Pendahuluan
Ada sebuah ironi tentang makna
sidi yang pernah dialami penulis. Tatkala menghadiri sebuah acara adat yang
dilaksanakan orang Batak di Jakarta, karena anak tuan rumah baru dilantik
menjadi anggota sidi Jemaat. Salah seorang dari hadirin mengatakan kepada anak
yang baru sidi itu perkataan ini: “sidi itu artinya sudah ikut dengan isa”.
Hati penulis trenyuh, karena sadar bahwa banyak anggota jemaat HKBP yang tidak
memahami makna dari sidi. Ada juga orang yang mengatakan bahwa mereka yang
sudah sidi, akan menanggung sendiri dosa dosanya. Sebelum sidi, orang tuanyalah
yang menanggungnya. Pemahaman yang sangat salah. Tetapi anehnya para pendeta
kita tidak pernah memberi koreksi akan hal ini melalui khotbahnya, sepanjang
yang saya ketahui.
Apa artinya sidi? Kata sidi
berasal dari bahasa Sansekerta. Artinya penuh. Kita sering mendengar ungkapan
dan bahkan nama Purnomo Sidi. Arti kata itu ialah: bulan penuh. Gereja kita
HKBP mengenal keanggotaan jemaat dalam dua bagian. Bagian pertama ialah:
anggota jemaat yang tidak penuh dan anggota jemaat penuh. Dalam Gereja Calvinis
sering kita mendengar sebuat anggota sidi jemaat. Semua orang yang belum
belajar sidi disebut anggota tidak penuh. Mereka ini adalah anak anak sekolah
minggu dan remaja, serta mereka yang menerima siasat Gereja dan mau belajar
ulang tentang iman yang dihayati oleh Gereja HKBP. Untuk orang orang ini belum
diberi kesempatan menikmati seluruh harta jemaat. Khususnya makan di meja makan
Tuhan, atau perjamuan kudus.
Belajar Sidi
Kita harus mengajukan satu
pertanyaan penting? Mengapa sidi harus diadakan oleh Gereja? Jawabannya ialah:
Gereja mengadakan konfirmasi atas iman dari orang yang sudah menerima baptisan
dari Gereja. mengikuti katekisasi sidi pada hakekatnya artinya ialah: mengikuti
program belajar untuk membuat konfirmasi atas apa yang telah dilaksanakan orang
tua dari si anak pada waktu ia menerima baptisan kudus. Jadi, masalah utama
yang harus dibenahi di dalam diri orang yang sedang belajar sidi ialah: imannya
pada Tuhan Yesus Kristus. Karena itu, pamahaman Gereja tentang baptisan harus
sungguh sungguh dipahami oleh mereka yang belajar jadi anggota sidi jemaat.
Apakah pemahaman Gereja tentang baptisan?
Gereja kita memahami baptisan
ialah: kelahiran kembali ke dalam keluarga Allah. Melalui baptisan itu, kita
diterima menjadi anggota keluarga Allah. Bahkan melalui syair dalam Buku Ende,
acara pembaptisan itu adalah cara Allah untuk menuliskan nama dari tiap anak
yang dibaptis di dalam kitab kehidupan. Itu berarti berbicara tentang status
sebagai anak Allah dan keselamatan yang dinikmati di dalam Kristus. Point ini
seharusnya menjadi urusan utama di dalam pengajaran atas pelajar sidi.
Dari sudut pengalaman, saya
melihat bahwa bahan ajar yang disampaikan pada pelajar sidi ialah: pengetahuan
tentang Alkitab. Bahkan di satu Gereja, pernah saya lihat dalam kurikulum untuk
pelajar sidi, diajarkan perbandingan agama Islam dan Kristen. Ada kecenderungan
di kalangan pengajar sidi, mereka mau menularkan ilmu teologi kepada para
pelajar sidi. Apakah memang hal itu yang mereka perlukan? Saya ragu tentang hal
itu. Kita tahu bersama, hampir tidak ada para pelajar sidi yang sudah
menyelesaikan pelajarannya, lalu terlibat secara aktif dalam kegiatan
kategorial dari dirinya sendiri. Mengapa? Alasannya menurut hemat penulis
ialah: mereka tidak melihat relevansi dari pelajaran yang mereka pelajari
selama satu tahun dalam kehidupan mereka sehari hari.
Secara pengetahuan mereka telah
banyak tahu tentang iman Kristen. Tetapi semua pengetahuan itu adalah sebuah
data, yang tidak dapat terkoneksi dengan hidup sehari hari. mereka tetap tidak
mengenal siapa Allah di dalam hidup kesehariannya. Mereka tetap tidak
mengadakan konfirmasi dengan apa yang mereka telah lakukan melalui orang tuanya
dalam baptisan. Baptisan bagi mereka tetap sesuatu yang terjadi di masa lalu,
dan tidak ada relevansinya bagi kehidupan dimasa kini. Ironis menurut penulis.
Sebagaimana diajarkan dalam
almanak Gereja kita, satu tahun kalender Gereja, harus membicarakan seluruh
aspek karya Kristus bagi keselamatan umat manusia. Bagian pertama dari minggu
minggu itu berbicara tentang apa yang dikerjakan Allah bagi kita. Paroh kedua
membicarakan bagaimana respon kita terhadap apa yang diperbuat Allah bagi kita.
Menurut hemat penulis, hal yang sama harus juga dilakukan kepada para pelajar
sidi. Mereka harus diminta untuk membuat sebuah respon pribadi sebagai tanda
konfirmasinya terhadap keselamatan yang telah dia terima. Wujud dari konfirmasi
itu ialah sebuah pelayanan kepada Tuhan melalui Gereja-Nya. Itulah sebabnya
saat anak anak kita belajar sidi, kepada mereka telah ditanamkan sisi pelayanan
di dalam Gereja Tuhan. Ini adalah bukti dari respon dia atas apa yang
dikerjakan Allah baginya.
Seorang pendidik Kristen pernah
mengatakan bahwa definisi dari pendidikan dalam konteks iman Kristen ialah:
sebuah proses penanggalan dosa dari kehidupan anak didik. Jadi bukan
pengetahuan yang paling dibutuhkan di dalam belajar sidi. Tujuan utama ialah:
mereka sadar akan status mereka sebagai orang beriman yang telah menerima
keselamatan di dalam darah Yesus Kristus yang telah tercurah di Golgatha.
Melalui kesadaran ini, diharapkan mereka membuat sebuah respons positif dengan
turut ambil bagian di dalam pelayanan yang telah tersedia dalam persekutuan
jemaat.
Setiap orang yang berjumpa dengan
Tuhan secara pribadi, tak pernah tidak menerima penugasan dari dia yang telah
berkenan dijumpai. Bukti bukti tentang hal ini sangat banyak kita dapatkan di
dalam Alkitab. Para murid dipanggil menjadi penjala manusia. Mereka dengan
segera meninggalkan pekerjaan mereka semula sebagai nelayan. Rasul Paulus
bertemu dengan Yesus di jalan menuju Damsyik. Tatkala ia mendengar panggilannya
menjadi rasul, pertanyaan pertama yang dia ucapkan kepada Tuhan ialah: “Tuhan
apakah yang harus aku perbuat”. Demikian juga dengan orang Yahudi yang
berkumpul di hari raya Pentakosta di Yerusalem. Takala mereka mendengar khotbah
Petrus, mereka semua bertanya: “Apakah yang harus kami perbuat”.
Pengajaran yang pas untuk para
pelajar sidi, seharusnya menghasilkan respon yang sama, sebagaimana diungkapkan
di atas. Mereka mengajukan pertanyaan apa yang harus mereka perbuat. Tatkala
anak anak pelajar sidi itu mengajukan pertanyaan yang sama, maka tugas Gereja
untuk menyediakan sarana bagi mereka
agar dapat menunaikan tugas yang harus dilakukannya sebagai responnya terhadap
panggilan Allah.
Sayang seribu kali sayang, Gereja
kita sekarang ini hanyalah melakukan apa yang sudah dilakukan orang di zaman
dahulu kala, tanpa berusaha untuk menemukan pola yang pas untuk generasi muda
sekarang ini. Mungkin pola pelajaran bagi pelajar sidi di tahun 50 masih pas
untuk kebutuhan mereka pada waktu itu. Salah satu contoh, pola pelayanan yang
bersifat kategorial, apakah masih relevan bagi orang orang di zaman ini? Kita
hanya mengenal pola pelayanan bagi para kategorial dalam wujud paduan suara dan
penelahan Alkitab. Tidakkah kita dapat menemukan apa yang pas untuk kebutuhan
para remaja kita, sehingga mereka dapat mengaktualisasi diri di dalam pelayanan
yang kita sediakan bagi mereka?
Saya takut, jika kita hanya
mempertahankan apa yang sudah ada di dalam Gereja kita ratusan tahun lamanya,
semuanya itu tidak lagi dilirik oleh para remaja kita. Akibatnya kita akan
ditinggalkan mereka. Maksud penulis bukan berarti kita akan merubah doktrin
kita, merubah konfessi kita. Tetapi jika kita jujur, kita tidak mau mengalami
perubahan, karena perubahan itu adalah sesuatu yang kita tidak dapat kuasai.
Memperlengkapi
Jika kita menoleh pada pengajaran
rasul Paulus dalam surat Efesus, khususnya pasal empat, di sana kita temukan
nasihat yang sangat berharga bagi kita. Paulus mengatakan: “Dan Ialah yang
memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil
maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang
kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus” Ef 4:11-12.
Belajar sidi adalah satu
pelayanan yang disediakan Gereja untuk memperlengkapi anggota jemaat yang masih
muda, agar mereka dimampukan melayani sesuai dengan karunia yang didepositkan
Allah di dalam hidupnya. Pada hakekatnya, semua orang yang dibabtis dan telah
membuat sebuah konfirmasi atas imannya, mereka itu adalah para pemberita Injil.
Pemberita Injil itu adalah semua orang yang telah melihat penampakan Kristus
yang bangkit.
Sebagaimana kita yakini bersama,
baptisan adalah ambil bagian di dalam kematian dan kebangkitan Kristus. Para
pelajar sidi kita akan ditolong oleh Roh Kudus untuk percaya pada Yesus yang
bangkit. Kita semua yang telah dibaptis, mulai dari anak-anak sampai pada
orang-orang tua, semua adalah Pekabar-pekabar Injil, semua adalah
pelayan-pelayan Tuhan, atau semuanya adalah "'orang-orang kudus bagi
pekerjaan pelayanan' (Efesus 4: 12). Kita sadar, bahwa tidak semua orang orang
yang ada di dalam persekutuan kita dapat memperlengkapi diri mereka sendiri di
dalam menunaikan tugas panggilannya. Itulah sebabnya Allah mengangkat dari
anggota jemaat menjadi rasul, nabi, pemberita pemberita Injil dan gembala-gembala
serta pengajar. Merekalah yang kemudian kita sebut saat ini sebagai Parholado
(yaitu Pendeta, Guru Jemaat, bibelvrouw, 5intua, Diakones dil).
Mereka memperlengkapi seluruh
orang-orang kudus lainnya, yang saat ini kita sebut ruas untuk pekerjaan pelayanan.
Jadi anggota jemaat itu pada dasarnya adalah pelayan -pelayan, bukan orang yang
dilayani atau sihobasan tetapi adalah parhobas itu sendiri. Tugasnya berbeda.
Mereka ditugaskan dalam hidup mereka sehari-hari di luar, yaitu sebagai
pedagang, guru, penyemir sepatu petani, pegawai negeri dll. Di sanalah tempat
mereka bertugas, menunjukkan melalui hidupnya bahwa Yesus telah bangkit.
Oleh karena itulah kita selalu
mendengar apa yang disebut dengan imamat am orang percaya. Semuanya adalah
pelaku, tetapi dengan tugas-tugas yang berbeda dan anugerah -anugerah yang
berbeda. Dilihat dari sudut ini, tidak bisa lagi dikatakan bahwa kebaktian
orang dewasa lebih penting dari kebaktian anak clan pemuda, atau sebaliknya.
Semuanya sama-sama pelaku, yang turut merayakan kebangkitan itu, turut
berkumpul sebagai kesaksian bagi dunia. Jemaat itu adalah untuk seluruh lapisan
umur. Kebaktian dewasa, tidak lebih penting dari yang lain. Pengeluaran untuk
kegiatan dewasa misalnya tidak lebih utama dari pembinaan bagi anak-anak dan
pemuda. Mereka sama-sama diperlengkapi unfuk penginjilan dalam bidang
masing-masing, karena merekalah pelaku-pelakupekabaran Injil.
Pertanyaan yang paling penting
yang harus kita jawab sekarang ini ialah: apakah pelayanan yang kita berikan
kepada anggota jemaat kita, dalam hal ini pelajar sidi, adalah dalam rangka
memperlengkapi mereka untuk tugas pengijilan yang harus mereka lakukan di dalam
kehidupannya? Mereka terpanggil untuk memberitakan Injil bagi teman teman
remaja mereka, di Gereja, di sekolah di jalan, dimana saja kapan saja. Tentunya
hal ini dapat dilakukan tatkala mata mereka telah melihat kemuliaan Allah di
dalam Yesus Kristus yang telah mati dan bangkit juga untuk mereka. Parhalado
mempunyai tugas untuk memfasilitasi pertemuan mereka dengan Kristus yang
bangkit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar