Iman Sebuah Eksposisi Dan Kontemplasi
Olh St. Hotman Ch. Siahaan
Pendahuluan
Jika kepada kita diajukan pertanyaan, apakah kita orang beriman atau tidak, maka jawabannya pastilah ya, kita adalah orang beriman. Semua orang beragama adalah orang beriman. Tetapi jika pertanyaan itu dilanjutkan lagi, apa beda iman kita dengan iman Agama lain, Muslim, Budha, Hindu, dll; maka kita harus melihat isi dari iman itu sendiri. Jika kita melihat isi dari iman, maka kita akan menjumpai, isinya berbeda-beda. Mungkin akan mengejutkan bagi kita jika dikatakan bahwa sekalipun Agama kita sama, bahkan gereja kita sama, bisa saja iman kita berbeda. Mengapa ? Karena iman itu masalah hubungan pribadi dengan Allah Sang Pencipta Yang Maha Kasih. Kandungan iman kita bisa berbeda, sekalipun gereja kita sama.
Untuk penjelasan lebih lanjut tentang iman ini, maka kita akan mengajukan beberapa pertanyaan tentang iman. Melalui jawaban atas pertanyaan itu, kita akan melihat apakah iman itu sebenarnya, dan mengapa iman itu adalah masalah pribadi kita dengan Allah. Harus diakui ruang yang tersedia bagi kita tidaklah cukup untuk membicarakan iman secara panjang lebar. Namun cukup bermakna jika kita membahas iman itu dalam ruang yang sempit ini. Pertanyaan itu adalah :
Apakah iman itu?
Iman berdasarkan etimologi. Kata iman itu diserap bahasa Indonesia dari bahasa Arab. Padanan kata itu dalam bahasa Indonesia adalah percaya. Jadi beriman tak lain artinya adalah percaya. Menarik untuk disimak, kata iman berpadanan dengan kata ‘aman’ dalam bahasa Ibrani. Kita tahu bahasa Ibrani satu rumpun dengan bahasa Arab. Akar kata ‘aman’ dalam bahasa Ibrani adalah ‘amen’. Kata ini familiar dengan kita. Kata itu kita tahu sebagai kata penutup doa. Arti kata amen ialah :ya. Kita bisa lihat itu dalam kitab Bilangan 5:14-22, dimana dikatakan seorang suami cemburu kepada isterinya yang mungkin berbuat serong, tetapi tidak ada seorang pun yang tahu. Suami itu harus pergi kepada imam dan membuat upacara tertentu. Imam mengutuki isteri yang dicemburui suami tadi, dan isteri itu harus mengatakan : “amin, amin”. (ayat 22 : “sebab air yang mendatangkan kutuk ini akan masuk ke dalam tubuhmu untuk mengembungkan perutmu dan mengempiskan pahamu. Dan haruslah perempuan itu berkata: Amin, amin”)
Jelas dari ayat ini kata amin artinya ialah ya, atau demikianlah sesungguhnya. Kata itu mengandung arti pembenaran akan sesuatu yang dikatakan orang kepadanya. Orang Batak sering mengucapkan hal yang sama di dalam upacara adat, yakni : “Ima tutu” arti kata ini persis sama dengan amin dalam bahasa Ibrani. Saya tidak tahu apakah begitu artinya dalam bahasa Arab. Tetapi karena mereka berasal dari kultur yang sama, tentunya maknanya sama juga.
Kita telah berbicara tentang makna kata iman dari sudut etimologi. Sekarang kita berbicara tentang apa isi iman itu sebenarnya. Penulis surat Ibrani mengatakan : ” Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” (Ibr. 11:1) iman itu senantiasa berhubungan dengan sesuatu yang diharapkan. Apa yang saya harapkan tatkala saya beriman kepada Yesus Kristus ? Apa yang saya harapkan itu , pada hakekatnya itulah kandungan dari iman saya.
Pengharapan orang Kristen di dalam beriman kepada Yesus Kristus ialah : ‘serupa dengan Yesus Kristus’. Hal itu adalah ketetapan Allah. Paulus mengatakannya di dalam Rom. 8:29. Jika saya serupa dengan Yesus Kristus, maka sama seperti Yesus mati, maka saya pun akan mati. Tetapi Yesus tidak hanya mati, Dia juga bangkit dari antara orang mati. Maka sepasti Dia bangkit dari antara orang mati, maka saya pun akan bangkit juga dari antara orang mati. Yesus juga tidak hanya bangkit, tetapi Dia juga naik ke surga. Maka sepasti Yesus naik ke surga, maka saya pun akan naik ke surga. Yesus diterima Allah di surga dan menempati tempat yang tehormat (Ia duduk di ebelah kanan) maka saya pun akan menempati tempat terhormat di sana. Semuanya karena Yesus Kristus.
Rasa-rasanya apa yang saya harapkan itu adalah sebuah impian atau sebuah angan-angan yang tanpa dasar! Apakah demikian? Apakah dasarnya saya memiliki pengharapan seperti itu? Penulis surat Ibrani yang sudah kutip ayatnya di atas mengatakan bahwa dasarnya ialah iman itu sendiri.
Karena iman itu sendiri adalah dasar dari pengharapan saya, maka untuk itu, kita harus memahami apa arti dari kata iman itu dalam bahasa yang dipakai Alkitab. Kata itu dalam bahasa Yunani adalah ‘pistis’. Kata kerja untuk kata itu adalah ‘pisteuo’ menunjuk kepada : satu keyakinan yang kokoh bagi produk dari pengenalan akan wahyu Allah cf. II Tes.2:11-12, satu penyerahan diri kepada Dia, (Yoh.1:12), satu perilaku karena penyerahan diri kepada Dia (II Kor.5:7); juga mengandung sebuah jaminan (Kis. 16:31). Dari pengertian berdasarkan kamus di atas, kita dapat yakin bahwa apa yang kita katakan tentang pengharapan kita itu bukan sesuatu fantasi, sesuatu isapan jempol, suatu impian. Iman adalah sebuah jaminan, sebuah dasar dari yang kita harapkan.
Karena iman itu adalah sebuah keyakinan yang kokoh terhadap satu hal yang kita lihat dan kenal, sesuatu yang diwahyukan kepada kita oleh Roh Kudus. Iman itu merubah perilaku kita, sehingga kita menyerahkan diri kepada Dia yang kita imani, yaitu Yesus Kristus. Di sini bisa saja orang berbeda di dalam penerapan akan iman itu di dalam kehidupan, sekalipun gereja kita sama. Ada orang yang saya tahu dia adalah seorang pekerja yang baik di gereja, tetapi dia tidak memiliki jaminan tentang keselamatannya. Kami sama-sama Protestan, satu atap gerejanya tapi kandungan iman kami berbeda. Saya yakin tentang keselamatan, sementara dia tidak punya jaminan akan keelamatan.
Pertanyaan sekarang, mengapa kita bisa berharap seperti itu? Hal itu muncul karena apa yang dikerjakan Kristus di kayu salib. Maka kita akan menyoroti apa yang dikerjakan Kristus bagi kita. Rasul Paulus mengatakan dalam II Kor.5:21 “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.” Tatkala Yesus mati di kayu salib, Allah mengangkut dosa seluruh dunia ini – termasuk di dalamnya dosa saya – dan menimpakannya di pundak Yesus. Karena Dia telah berubah menjadi dosa – tetapi tetap tidak berdosa – maka Dia harus mati. Latar belakang dari ide yang diutarakan Paulus di sini ialah ibadah korban di PL.
Tatkala korban dipersembahkan di mezbah korban bakaran, maka orang Israel memahami bahwa ada transferensi terjaidi di sana. Keberdosaan orang yang mempersembahkan korban itu ditransfer kepada korban, sementara ketidakbercacat-celaan korban di transfer kepada orang yang mempersembahkan korban itu. Korban jadi dosa. Upah dosa ialah maut. Karena itu korban itu harus disembelih. Korban jadi mati, tetapi orang yang meperembahkan korban hidup. Yesus menggenapi apa yang ditunjuk oleh ibadah itu di kayu salib. Keberdosaan kita ditransfer kepada Yesus, sementara ketidakberdosaan Kristus di transfer kepada kita. Jadi kematian Yesus di kayu salib itu adalah dalam rangka menanggung dosa seluruh manusia yang pernah ada dan yang akan ada di dunia ini, selama dunia ini masih ada, seberapa pun jumlah penduduknya.
Dengan matinya Yesus di kayu di salib dan di kayu salib itu Dia berkata ‘sudah genap’, maka genaplah keberadaan Kristus yang tidak ada cacat celanya itu ditrasnfer kepada kita yang percaya. Selanjutnya Paulus mengatakan bahwa kita dibenarkan Allah, sebagai akibat dari kematian Kristus itu. Kata dibenarkan di dalam bahasa Yunani maksudnya ialah dilihat Allah sebagai orang benar. Sebagai orang yang tidak berdosa. Itulah yang kita aminkan di dalam iman kita kepada Allah di dalam Yesus Kristus. Allah mengatakan kita sebagai orang benar, kita mengatakan ‘ya’ untuk pernyataan Allah itu. Alkitab dalam bh Inggris ( KJ ) menerjemahkan kalimat terakhir itu agak berbeda dengan Alkitab. KJ menerjemahkan ayat itu sbb :” For he hath made him to be sin for us, who knew no sin; that we might be made the righteousness of God in him”. (garis tebal dari saya). Jika Alkitab mengatakan ‘kita dibenarkan Allah di dalam Dia’, KJ mengatakan kita menjadi kebenaran Allah di dalam Dia. Bibel juga mengatakan hal yang sama. “Ai on do dipatupa Debata: Humongkop hita gabe dosa Ibana, na so tumanda dosa, asa gabe hatigoran ni Debata hita di bagasan Ibana.” (garis tebal dari saya). Kedua anak kalimat yang digaris bawahi sama artinya. Ada perbedaan yang tajam antara apa yang diutarakan Alkitab dan apa yang dikatakan Bibel dan KJ. Jika yang kedua kita amati, Allah bukan hanya membenarkan kita, sebagaimana diutarakan Alkitab, tetapi Allah membuat kita menjadi kebenaran-Nya. Dengan melihat kita orang beriman, maka orang lain akan mengatakan Allah itu benar. Bukti dari kebenaran Allah adalah orang-orang yang beriman kepada-Nya. Luar biasa, Allah membuat kita menjadi bukti dari kebenaran Dia menyelamatkan manusia. Ajaib. Sungguh luar biasa.
Kristus mati untuk kita, tetapi Dia bukan hanya mati bagi kita, Dia juga bangkit bagi kita. Dengan kebangkitan-Nya itu Yesus membuktikan kepada dunia, bahwa alam maut tidak dapat menahan dia di dalam maut itu. Dengan jalan demikian, kita pun tidak dapat di tahan alam maut agar tetap di dalam dia, jika kita mati satu hari kelak. Sepasti Yesus mati, satu hari kelak kita pun akan mati. Tetapi tidak berhenti sampai di sana, sepasti Yesus bangkit dari antar orang mati, sepasti itu pula kita akan bangkit dari antara orang mati. Itulah isi dari iman kita.
Kebangkitan Yesus dari antara orang mati menandakan kepada kita, bahwa ada satu kehidupan lain yang dapat dialami manusia. Seperti yang kita tahu bersama, Yesus adalah manusia seratus persen dan Allah seratus persen. Tatkala Ia bangkit, berarti manusia dapat menjalani kehidupan yang lain dari pada kehidupan yang dikenal manusia sekarang ini. Kita satu hari kelak akan tinggal di surga, sama seperti Kristus tinggal di Surga sekarang ini.
Melalui kebangkitan-Nya itu Yesus membentuk satu keluarga baru bagi kemanusiaan. Hal itu diutarakan Paulus di dalam I Kor.15:45-49 “Seperti ada tertulis: "Manusia pertama, Adam menjadi makhluk yang hidup", tetapi Adam yang akhir menjadi roh yang menghidupkan. Tetapi yang mula-mula datang bukanlah yang rohaniah, tetapi yang alamiah; kemudian barulah datang yang rohaniah. Manusia pertama berasal dari debu tanah dan bersifat jasmani, manusia kedua berasal dari sorga.” Adam adalah kepala keluarga pertama di dunia ini. Kita semua adalah keturunannya. Yesus pun secara manusia termasuk ke dalam keturunan Adam. Tetapi dengan kebangkitan-Nya dari antara orang mati, Dia tidak lagi masuk ke dalam keluarga Adam. Dia menjadi kepala keuarga yang baru. Paulus mengatkan Yesus dengan sebutan Adam yang terakhir dalam ayat 45, tetapi dalam ayat 47 Paulus menyebut Dia Manusia ke dua. Itu berarti Ia menjadi kepala keluarga kemanusiaan yang baru. Anggota keluarga yang baru itu adalah kita. Di tempat lain, Paulus menyebut Yesus sebagai ‘yang sulung’ (Rom.8:29). Jika ada yang sulung itu berarti ada yang berikutnya. Anak-anak yang datang berikutnya ialah orang-orang beriman. Semua itu dilakukan Yesus bagi kita. Itulah kandungan iman kita.
Melalui kebangkitan-Nya itu, Yesus dapat hidup di dalam kita orang yang beriman melalui Roh Kudus. Yesus mengatakan bahwa adalah lebih berguna bagi kamu jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kpdmu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu. (Yoh.16:7). Kedatangan roh kudu di dalam kehidupan kita adalah perwujudan dari kedatngan Kristus di dalam hidup kita. Ia hidup di dalam kita. Di tempat lain Paulus mengatakan : “ namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku”. Itulah kandiugan iman kita.
Kristus juga naik ke surga untuk menyediakan tempat bagi kita. Dan dari Ia sana akan datang kelak untuk menjemput kita, supaya dimana Dia ada, di sana pun kita ada. Itulah firman Yesus bagi kita. Kita meng’amin’kannya. Mengatakan bahwa yang dikerjakan Kristus itu ya bagi kita. Itulah yang kita percayai. Kita sehrusnya menggarisbawahi apa yang dikatakan Tuhan yeuss dalam ayt itu, yakni “supaya dimana Aku ada, di situ pun kamu ada”. Kristus melakukan semuanya itu untuk kita.
Di samping itu kita juga mendapatkan manfaat iman itu di dalam hidup ini. Hasil dari iman sangat indah digambarkan Paulus di dalam Rom 5:1-5 “Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus. Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah. Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita. kita berdamai dengan Allah.”
Hasil dari iman kita Paulus utarakan di sini , yang pertama ialah berdamai dengan Allah. Berdamai dengan Allah itu berarti kita tidak lagi punya masalah dengan Allah. Banyak orang yang punya masalah dengan Allah, dosa belum selesai juga tidak dapat menerima diri sendiri. Jika orang telah berdamai dengan Allah, itu berarti dia berdamai dengan diri sendiri, berdamai dengan orang lain. Pada hakekatnya yang dibutuhkan orang dewasa ini ialah perdamaian dengan Allah.
Hal lain yang diungkapkan Rasul Paulus, orang beriman itu memiliki jalan masuk ke dalam kasih karunia Allah. Kasih karunia Allah, dalam bahasa Ibrani adalah ‘rekhem’. Padanan kata itu di dalam bahasa Arab ialah rakhim. Cf. “bismillahi rohmani rohim” yang artinya dalam nama Allah yang pemurah dan penyayang. Dalam budaya Timur Tengah zaman dahulu, tempat yang paling aman dan yang menyenangkan di seluruh dunia ialah rahim. Allah punya ‘rahim’ (kasih karunia), lalu kita punya akses masuk ke dalam kasih karunia. Akses itu adalah iman kita.
Di dalam rahim Allah itu kita berdiri untuk menerima kemuliaan Allah. Dunia menawarkan kemuliaan yang sementara, namun kita, karena iman, menerima kemuliaan yang tak terbayangkan (Rom.8:18). Jika kemuliaan seperti itu yang akan kita terima dari Allah, maka jalan untuk menerimanya hanyalah iman.
Produk dari iman bukan hanya itu, kesengsaraan pun adalah bagian dari iman Kristen. Tuhan Yesus mengatakan dalam Yoh.16:33 :” … Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia.” Orang Kristen akan bermegah di dalam penderitaan itu, karena penderitaan itu akan membawa ketekunan, ketekunan membawa tahan uji, dan tahan uji akan menimbulkan pengharapan. Sementara pengharapan Kristen tidak mengecewakan. Itu adalah hasil dari iman yang kita punya di dalam Yesus Kristus.
Mengapa harus beriman?
Inilah pertanyaan kita yang kedua. Saya beriman, karena itu adalah satu kebutuhan. Saya orang berdosa yang membutuhkan keselamatan dari dosa. Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah. (Rom.3:23). Juga dikatakan bahwa upah dosa ialah maut (Rom 6:23). Manusia membutuhkan keselamatan dari dosa. Jalan keluar yang dikatakan Alkitab ialah beriman kepada Yesus Kristus. Karena itu saya harus beriman kepada Yesus Kristus, agar saya selamat.
Sisi lain mengapa saya harus beriman ialah : karena imanlah yang membuat saya berkenan kepada Allah. Hal itu dikatakan penulis surat Ibrani, dalam Ibr.11:6 “Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia”. Sangat jelas dikatakan nas di atas, bahwa imanlah yang membuat kita berkenan di hadapan Allah. Karena itu saya harus beriman, agar hidup saya berkenan kepada Allah.
Di tempat lain Rasul Paulus mengatakan bahwa segala sesuatu yang dilakukan tanpa iman adalah dosa. Jadi orang yang tidak beriman kepada Kristus adalah orang yang hidup di dalam dosa. Hal itu juga dikatakan Yesus di dalam Yoh.16:9 “…akan dosa karena mereka tetap tidak percaya kepada-Ku”. Karena itu iman adalah perkara yang dituntut Allah dari dalam kehidupan manusia. Tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Karena itu kita harus beriman kepada Allah di dalam Yesus Kristus Tuhan kita.
Bagaimana Saya Dapat beriman
Seseorang dapat beriman bukan karena kemampuannya sendiri. Rasul Paulus mengatakan di dalam Ef 2:8-9 :” Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”. Iman adalah kasih karunia Allah. Itu bukan karena usaha kita, tetapi karena kasih karunia Allah. Di dalam kasih karunia-Nya, Allah telah memilih orang-orang yang akan dipanggil-Nya untuk beriman kepada Yesus Kristus Anak-Nya yang Tunggal. Jadi manusia tidak akan ada yang beriman kepada Kristus, dari dalam dirinya sendiri. Tuhan Yesus mengatakan bahwa tidak ada seorang pun datang kepada-Nya, kecuali hatinya ditarik oleh Bapa yang mengutus Dia. Di tempat lain Paulus mengatakan bahwa tidak ada seorang pun dapat mengaku Yesus adalah Tuhan, kecuali Roh Kudus yang mengatakannya. Jelaslah bagi kita sekarang, seseorang dapat beriman karena Tuhan Allah yang membuatnya beriman. Nyanyian dalam KJ omor 387 : 2 mengungkapkan jug ahal yang sama :”Ku heran, oleh rahmat-Nya hatiku beriman dan oleh kuasa sabda-Nya jiwaku pun tentram”.
Alangkah bahagianya kita sekarang ini, kita diberi kesempatan untuk beriman. Dari antara bermilyard-milyard manusia di dunia ini, aku dibuat Allah menjadi orang yang beriman dan mendapat bagian dalam apa yang ditentukan-Nya menjadi bagian dari orang-orang kudus.
Kapankah saya beriman
Sudah kita katakan di atas, kita beriman kepada Allah karena Dia yang mengaruniakan iman itu kepada kita. Jadi kapankah saya beriman kepada-Nya? Dari sudut pengalaman saya berkata, kita beriman kepada Allah tatkala Ia membukakan mata hati saya untuk melihat apa yang telah dikerjakan Yesus bagi saya. Namun perlu ditambahkan segera, bahwa bukanlah itu titik awal keberadaan saya di hadapan Allah. Ia telah memilih saya sebelum dunia dijadikan (Ef1:4).
Dimana Iman itu bisa terlihat
Iman kita dapat terlihat tatkala iman itu direalisasikan dalam perbuatan. Iman tanpa perbuatan kata Rasul Yakobus adalah mati (Yak 2:17). Kita sudah bicarakan tentang apa isi dari iman. Jika kita katakan bahwa Kristus hidup bagi kita maka Ia memang hidup di dalam kita. Jika Ia hidup di dalam kita, maka Ia pasti akan bertindak melalui kita. Iman pasti beritndak. Iman senantiasa berbuat sesuatu. Dalam Ibrani 11 kita baca daftar pahlawan iman yang berbuat sesuatu. Penulis Ibrani mengatakan : 32 ”Dan apakah lagi yang harus aku sebut? Sebab aku akan kekurangan waktu, apabila aku hendak menceriterakan tentang Gideon, Barak, Simson, Yefta, Daud dan Samuel dan para nabi, 33 yang karena iman telah menaklukkan kerajaan-kerajaan, mengamalkan kebenaran, memperoleh apa yang dijanjikan, menutup mulut singa-singa, 34 memadamkan api yang dahsyat. Mereka telah luput dari mata pedang, telah beroleh kekuatan dalam kelemahan, telah menjadi kuat dalam peperangan dan telah memukul mundur pasukan-pasukan tentara asing”. (11:32-34). Ungkapan peniulis Ibrani itu memperlihatkan kepada kita apa saja yang dapat dilakukan oleh orang beriman. Pemazmur, orang kudus dalam PL mengatakan apa yang dapat dilakukannya sebagai orang beriman, “Dengan Allah akan kita lakukan perbuatan-perbuatan gagah perkasa, sebab Ia sendiri akan menginjak-injak para lawan kita” (Mzm.60:14). Itulah perbuatan besar orang-orang beriman.
Iman pada dasarnya memiliki dua sisi, sama seperti mata uang yang punya dua sisi. Sisi yang satu adalah percaya, sementara sisi yang lainnya ialah taat. Atau dengan perkataan lain bertindak. Tidak ada iman yang benar, jika tidak disertai perbuatan atau ketaatan. Dietirch Bonhoeffer mengatakan :”hanya mereka yang percaya yang taat, dan hanya yang taat yang percaya”. ( Cost of Discipleship, SCM Press, 1956) Gambaran dari iman yang sesungguhnya
Orang yang beriman adalah orang-orang yang berkarya. Di sepanjang zaman hal itu terlihat. Namun mereka berbuat bukan sebagai alat untuk mendapatkan keselamatan, melainkan sebagai alat untuk menunjukkan syukur kepada Allah yang telah membuat mereka beriman, dan di dalam iman itu mereka mewarisi kemuliaan Allah. Segala kemuliaan bagi Allah di tempat maha tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar