Selasa 11 Juli 2017
Gunung Batu
Jadilah bagiku gunung batu, tempat berteduh, kubu pertahanan untuk menyelamatkan aku; sebab Engkaulah bukit batuku dan pertahananku.
Mazmur 71:3
Di padang gurun kita senantiasa menemukan adanya gunung batu. Gunung batu ini menjadi tempat perlindungan bagi orang yang berada di padang gurun, pada waktu badai gurun sedang terjadi. Pada waktu badai gurun datang, maka badai itu dapat memindahkan sebuah gunung yang terdiri dari pasir ke tempat yang lain. Dalam keadaan seperti itu, tempat perlindungan yang memberikan kepastian hidup ialah gunung batu tersebut. Sebab gunung batu itu tidak dapat dipindahkan oleh badai padang gurun.
Memahami manfaat dari gunung batu, khususnya pada waktu badai gurun terjadi, maka orang percaya memandang Allah sebagai gunung batu, pada saat pergumulan hidup menghadang kehidupan orang percaya. Satu hal yang menarik di sini ialah: orang beriman mampu memberikan sebutan tertentu kepada Allah yang mereka percayai. Sebuatan itu muncul pada saat mereka mengalami pergumulan hidup. Pemazmur di dalam nas bacaan kita menyebut beberapa istilah tentang siapa Allah itu baginya. Ia menyebut Allah itu sebagai gunung batu, sebagai tempat berteduh, sebagai kubu pertahanan, bukit batu dan pertahanan baginya. Semua istilah itu muncul dalam lubuk hati mereka yang paling dalam, menjadi sebuah pengakuan iman, berasal dari kehidupan keseharian mereka.
Sebuah pertanyaan perlu diajukan pada diri kita sekarang ini: adakah sebuatan yang kita ucapkan sebagai pengakuan iman kita secara pribadi, muncul dari pengalaman kita di zaman modern ini? Kita familiair dengan sebutan Tuhanlah Gembalaku. Namun kita harus mengakui bahwa istilah gembala sudah dapat kita katakan, bukan lagi dari pengalaman kita sehari hari. Oleh karena itu, dapatkah kita mengatakan bahwa Allah itu adalah Polis Asuransi Jiwa bagi saya, atau Allah adalah Saham Kehidupan? Jika orang percaya di zaman dahulu menemukan sebuatan buat Allahnya dari dalam keseharian mereka, mengapa kita tidak dapat menemukannya?
Jika Tuhan adalah gunung batu bagi kita, maka hidup kita pasti aman dari segala malapetaka. Badai kehidupan sebesar apa pun, tidak mampu menenggelamkan kehidupan yang kita jalani. Saya pernah menghadapi badai kehidupan yang akan menenggelamkan kehidupan ini, menurut pandangan manusia. Isteri mengalami gagal ginjal dan harus menjalani cuci darah tiga kali dalam satu Minggu. Pada waktu itu di tahun 2005 biaya cuci darah sebesar 400.000 rupiah sekali cuci darah. Tidak ada asuransi yang menanggung. Dalam satu bulan, saya harus menyediakan biaya Rp. 4.800.000,- belum lagi biaya obat yang menghabiskan satu juta dalam satu bulan dan biaya hidup lainnya. Saya tidak punya gaji sebesar jumlah yang dibutuhkan itu.
Namun Allah adalah gunung batu bagi kami pada waktu itu. Atau saya dapat mengatakan bahwa Allah adalah polis asuransi kesehatan bagi kami. Pihak asuransi surgawi yang menanggung seluruh biaya yang dibutuhkan itu. Bahkan tatkala isteri meninggal dunia, kami dapat premi dari asuransi surgawi itu melebihi kebutuhan dari seluruh biaya. Sehingga secara pribadi saya merasa sedih, karena saya dapat uang yang banyak, pada hal isteri meninggalkan saya sendirian di dunia ini.
Allah bukan saja gunung batu bagi orang percaya, orang modern sekarang ini dapat mengatakan bahwa Allah adalah Saham Kehidupan Surgawi. Karena kita memegang Saham Surgawi oleh karena iman kepada Yesus Kristus, maka kita pun dapat mengatakan bahwa Kerajaan Surga itu pun kita juga adalah pemilik saham di sana. Bahkan bukan hanya pemilik saham di kerajaan surga, kita sendiri adalah perwaris dari kerajaan surga. Kita menjadi pewaris kerajaan surga, oleh karena kita telah diadopsi Allah sebagai anak-Nya yang kekasih, karena Yesus kristsu Tuhan kita.
Sekarang sebuah pertanyaan perlu diajukan kepada saudara dan saya: siapakah Allah itu di dalam pengalaman hidup konkrit saudara sekarang ini. Orang beriman di zaman dahulu mengungkapkan siapa Allah itu dari sudut pengalaman mereka sendiri. Bagaimana dengan saudara dan saya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar